My Golden Life Ep 40


Do Kyung kembali ke studio ketika hari sudah malam. Namun ia tak langsung masuk. Ia berdiri sejenak sambil menatap ke arah studio dan mengingat cerita Tuan Bong tentang Ji An yang berusaha bunuh diri.


Di dalam, Ji An tengah mendiskusikan idenya dengan Hyu. Tanpa mereka sadari, Do Kyung berdiri di depan pintu, menatap Ji An dengan mata berkaca-kaca. Lalu, Do Kyung pun beranjak keluar dari studio.


Do Kyung berdiri diluar. Begitu melihat Hyuk pergi, Do Kyung pun kembali ke dalam.

Ji An pun terkejut melihat Do Kyung.

“Ini hari libur kita. Apa kau melupakan sesuatu?” tanya Ji An.

Tapi Do Kyung hanya mematung dan menatap Ji An dengan mata berkaca-kaca. Ji An pun cemas.

“Semuanya baik-baik saja?” tanya Ji An.

“Ji An-ah, biarkan aku memelukmu sekali saja.” Pinta Do Kyung.

“Apa maksudmu?” tanya Ji An bingung.


Tapi Do Kyung masih tidak menjawab pertanyaan Ji An. Lalu, ia perlahan maju dan memeluk Ji An. Ji An semakin bingung. Dan ia tambah bingung ketika tangan Do Kyung membelai lembut kepalanya.

“Kini aku mengerti kenapa kau seperti ini. Aku mengerti sekarang kenapa kita tidak bisa bersama. Aku... menemui Pak Bong. Maaf aku tidak tahu.” Ucap Do Kyung.


Do Kyung lalu melepaskan pelukanya. Ji An pun terkejut. Ia penasaran bagaimana Do Kyung bisa menemui Pak Bong.

“Aku tidak tahu kau amat menderita. Aku tidak tahu semenderita apa kau di rumahku. Kau berjalan di atas tali di antara hidup dan mati. Walaupun kau bilang tidak, kukira kau hanya angkuh karena takut.” Ucap Do Kyung.

“Benar, aku berusaha bunuh diri. Tapi bukan karena keluarga Haesung atau karena dirimu membuat hidupku sengsara. Aku malu dengan diriku sendiri karena mengabaikan saudara dan orang tuaku yang membesarkanku dan mencintaiku selama 28 tahun hanya karena aku kesulitan. Tapi aku tidak punya tempat kembali kecuali ke keluargaku.” Jawab Ji An.


Ji An lantas mengingat saat ia melihat Tuan Choi memukul ayahnya, lalu ayahnya berlutut pada Tuan Choi.

“Aku melihat ayahku dipukuli ayahmu. Aku melihat ayahku berlutut di tanah yang dingin.” Lanjut Ji An.


Ji An juga mengingat ketika Ji Soo menamparnya.

“Ji Soo. Ji Soo seperti belahan hidupku, tapi dia terluka dan tidak bisa sembuh. Saat tali terakhir tempatku berpegangan putus, aku tidak punya energi untuk terus hidup. Masa-masa buruk sebagai pencari kerja, magang dan pegawai kontrak. Aku tidak punya hasrat atau tenaga untuk melakukan itu lagi. Pilihanku yang menciptakan situasi itu. Jadi aku membenci diriku sendiri. Aku membencinya dan malu. Itulah alasanku mau mengakhiri hidupku. Ironinya adalah saat kukira akan mati, aku baru sadar aku sudah hidup dengan penuh penyesalan dan salah menjalani hidup. Kenapa aku hidup seperti itu? Kenapa aku selalu membandingkan diriku dengan orang lain? Kenapa aku tidak memperbaiki standarku sendiri.” Ucap Ji An.


“Kau sudah berusaha yang terbaik.” Jawab Do Kyung.

“Aku telah hidup tanpa tujuan atau target. Tapi setelah bekerja di ladang rumput laut kering itu, dunia tidak seseram sebelumnya. Para pekerja tinggal di ladang yang berharga. Mereka hidup bahagia. Tanpa harapan atau ambisi, aku bekerja di toko kerajinan sembari membuat barang dan mencium aroma kayu yang kusukai. Aku mulai makin menyukai pekerjaanku. Aku juga belajar dahulu aku orang seperti apa dan apa yang kusukai.” Ucap Ji An.

“Aku lega.” Jawab Do Kyung.

“Kini, yang paling mengganggu pikiranku adalah menahan perasaanku kepadamu.” Ucap Ji An.

“Aku tahu. Kini aku tahu itu. Aku menyadari alasanmu tidak bisa bersamaku karena jati diriku. Aku tidak bisa menerima alasanmu tidak menginginkan seseorang sepertiku. Itu karena yang kubawa. Kini aku mengerti.” Jawab Do Kyung.


“Cinderella itu tidak ada. Kau bilang sendiri beberapa kali. Tidak ada yang gratis dalam hidup ini.  Itulah peraturan keluarga Haesung. Duniamu membagi beberapa kelas. Karena aku amat memahami aturan itu, aku tidak bisa masuk ke duniamu hanya karena cinta. Aku juga tidak mau. Aku juga yakin itu tidak benar. Kini aku menjalani hidupku sendiri.” Ucap Ji An.

“Terlepas dari perasaanmu kepadaku, itulah alasanmu tidak mau berurusan denganku.” Jawab Do Kyung.

“Ya, jika kau tidak meninggalkan keluargamu, kita bisa saja berkencan sesaat. Secara diam-diam. Di samping itu, kita harus berkencan untuk tahu kita bisa bersama atau tidak. Tapi keluargamu bahkan tidak memperbolehkanku mengencanimu karena mereka sudah memandangku rendah.” Ucap Ji An.

“Pasti amat berat bagimu. Aku hanya berusaha mengencanimu.” Jawab Do Kyung.

“Tidak. Aku tahu betapa beratnya kau memilih itu.” Ucap Ji An.

“Kukira cintaku akan cukup untukmu. Aku konyol dan arogan untuk berpikir seperti itu. Aku berpikir pendek. Aku meninggalkan rumah demi keuntunganku sendiri. Aku tidak pergi karenamu. Aku selalu yakin kau mengincar kekayaanku. Aku terus memikirkan itu.” Jawab Do Kyung.


“Aku mengerti kenapa kamu berpikir seperti itu.” Ucap Ji An.

“Jika masuk ke duniaku, kau tidak akan bisa hidup sebagai Seo Ji An. Kau harus hidup berdasarkan aturan. Sebagai menantu keluarga Haesung. Sebagai istri ahli waris, Choi Do Kyung. Kau harus menjaga tata krama. Kau juga tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang kau inginkan.” Jawab Do Kyung.

“Itulah alasanku tidak menyeberang ke duniamu.” Ucap Ji An.

“Aku tidak bisa membiarkanmu menderita. Aku juga tidak berhak. Aku tidak berhak memintamu ikut denganku. Jadi, aku harus berhenti mengganggumu. Aku tidak yakin bisa membuatmu bahagia, Ji An-ah.  Karena jati diriku. Karena aku Choi Do Kyung. Mulai sekarang, aku tidak akan memintamu melakukan apa pun denganku. Aku tidak bisa.” Jawab Do Kyung.

Tangis keduanya mulai pecah.

“Terima kasih. Maafkan aku.” Ucap Ji An.

“Mulai sekarang, aku tidak akan membuatmu menderita lagi.” Jawab Do Kyung.


Do Kyung lalu beranjak pergi sambil menahan kesedihananya. Ji An menatap kepergian Do Kyung dengan tangis berderai.


Sampai di rumah kos, Do Kyung duduk di ruang makan dan melampiaskan kesedihannya dengan sebotol soju. Lalu, salah satu penghuni rumah kos masuk ke dapur dan heran sendiri melihat Do Kyung minum soju tanpa gelas.

“Ada gelas di sana.” Ucapnya.

“Biarkan saja.” Jawab Do Kyung.

Ji An masih berada di studio. Tangisnya pecah. Ia bahkan jatuh terduduk dan meratapi hubungannya dengan Do Kyung.


Keesokan harinya, Ji An dan Do Kyung saling berpapasan di dapur tapi mereka bersikap seperti orang asing. Hyuk dan penghuni rumah kos heran melihat sikap keduanya.


Di studio pun, mereka juga bersikap seperti orang asing.


Tuan Seo pergi ke sekolahnya dulu. Ia teringat saat temannya menyuruhnya berhenti bermimpi menjadi gitaris.


Lalu, Tuan Seo kembali ke rumah lamanya dan terkejut melihat Ji Tae dan Nyonya Yang ada di sana. Ji Tae dan Nyonya Yang membawakan Tuan Seo beberapa barang.

“Apa lagi ini? Kenapa kalian bergantian mengunjungi ayah?” protes Tuan Seo.

“Ji Ho bilang kamar Ayah hangat, tapi berangin. Jadi, aku membawakan penghangat listrik.” Jawab Ji Tae.

“Kenapa? Kau khawatir karena ayah akan segera mati?” ketus Tuan Seo.

Tapi Ji Tae tak peduli dan memberitahu ayahnya kalau mereka juga membawa bubur. Nyonya Yang beralasan, itu karena perut Tuan Seo sering sakit. Nyonya Yang juga memberikan Tuan Seo beberapa obat.

“Ayah tidak butuh semuanya. Kenapa kalian melakukan ini? Kalian kira ayah akan bahagia dan bersyukur karena kalian sudah peduli sekarang?” sewot Tuan Seo.

“Ayah di sini sendiri karena tidak mau merepotkan kalian saat ayah mati. Ayah mau sendiri sekali saja. Kenapa kalian bertingkah tidak biasa? Kau kira hanya kau yang bisa membenci ayah? Ayah juga membencimu sekarang. Ayah membenci kalian semua.” Ucap Tuan Seo lagi.

“Ini hari Minggu, jadi, kami keluar mencari udara segar dan mampir.” Jawab Ji Tae.

“Ayah tidak mau menimbulkan masalah. Jangan ganggu ayah hanya untuk membuat dirimu merasa lebih baik. Jangan datang kemari lagi.” Ucap Tuan Seo.

Tapi Ji Tae dan Nyonya Yang tidak terlalu mempedulikan kemarahan Tuan Seo. Mereka mencoba mengerti Tuan Seo. Lalu, mereka pamit.

Setelah anak sulung dan istrinya pergi, Tuan Seo melihat barang-barang yang mereka bawa.


Dalam perjalanan menuju halte bis, mereka membahas Tuan Seo. Ji Tae yakin, ayahnya sangat kesepian. Nyonya Yang berkata, bahwa ia tidak pernah melihat Tuan Seo seperti itu. Tuan Seo tidak pernah meneriakinya. Ji Tae pun minta maaf karena tidak pernah memberikan ibunya kesempatan untuk menjelaskan alasan sang ibu menukar Ji An dan Ji Soo. Ia menyesal tidak mau mendengar penjelasan ibunya. 




Tangis Nyonya pecah. Ji Tae pun memeluk erat ibunya.


Hee datang ke toko roti, membawakan Ji Soo serta Boss Kang kopi. Hee beralasan, karena menjual roti itu sulit jadi ia pikir Boss Kang menginginkan sesuatu yang manis.

“Aku tidak pernah kurang gula. Kau gulaku. Kau maduku.” Ucap Boss Kang, lalu merangkul Hee.


Ji Soo pun mengaku iri dengan mereka. Ia bilang, juga ingin hidup seperti mereka. Hee pun menggodanya. 

“Dengan siapa? Uri Hyuk-nie.”

“Aku belum memikirkannya.” Jawab Ji Soo malu-malu.

“Bohong! Kau tersipu setelah mengatakannya. Lihat dirimu.” Ucap Boss Kang.


Di rumah, Nyonya No sedang melihat profil dan latar belakang keluarga Hyuk.

“Dia mengelola toko ibu dan ayahnya. Ayahnya perajin kayu dan alkoholik. Kakaknya menceraikan suaminya yang kasar dan menikah lagi. Serta iparnya yatim piatu yang hanya lulusan SMA.” ucap Nyonya No sambil membaca latar belakang Hyuk.

Nyonya No lantas melihat foto Hee.

“Wanita ini, dia mengenal Ji An. Tampaknya dia tahu soal Ji An dan Doo Kyung juga.” Ucap Nyonya No.

“Adik Sunwoo Hee mengencani Ji Soo Aghassi.” Jawab Seketaris Min.

“Lantas, Ji Soo mungkin tahu soal Ji An dan Do Kyung?” tanya Nyonya No.


“Entahlah. Ji Soo yang memberi tahu anda soal kafe Hee. Akankah dia melakukan itu jika tahu tentang hubungan mereka?” jawab Seketaris Min.

“Benar. Dia tidak tahu nomor Ji An. Tapi mereka semua terhubung. Jadi, hanya tinggal masalah waktu sampai dia mengetahui soal Do Kyung dan Ji An. Mereka tumbuh besar amat lama sebagai saudari kembar.” Ucap Nyonya No.

Nyonya No pun cemas kalau2 Ji Soo ikut-ikutan melindungi Ji An dan Do Kyung.

Hyuk buru2 pergi dari kantornya. Yong Gook bertanya, apa Hyuk dan Ji Soo berkencan setiap hari. Hyuk pun menyuruh Yong Gook pacaran supaya tidak cemburu.


Ji Ho menemui Ji An di depan studio. Sesuai janjinya, dia memberikan anting-anting bikinannya pada Ji Ho. Ji Ho tidak percaya kakaknya bisa membuat anting sebagus itu. Ji An pun berkata, kalau dulu ia bermimpi menjadi pemahat. Lalu, Ji An berjanji akan membuatkan lebih banyak jika antingnya laris terjual.

“10 pelanggan pertama akan diberikan anting-anting buatan tangan. Aku harus memasang spanduk.” Ucap Ji Ho.

“Tapi kau sudah menemukan tempat di pasar loak?” tanya Ji An.

“Tidak ada pasar loak pada musim dingin, jadi, aku akan mulai berjualan di jalan.” Jawab Ji Ho.
“Kakak harus kembali bekerja.” Ucap Ji An.


Dan Ji Ho pun pergi. Sementara Ji An masuk ke studio. Tapi baru membuka pintu, Ji Ho tiba-tiba memanggilnya lagi. Ji An pun menoleh dan tertawa saat Ji Ho memberinya finger love. Setelah memberi kakaknya finger love, ia pun pergi.


Hyuk yang melihat itu, terkejut. Setelah Ji Ho pergi, ia mendekati Ji An.

“Dia adikmu?” tanya Hyuk.

“Kau melihat adikku, Ji Ho? Aku seharusnya memperkenalkanmu kepadanya.” Jawab Ji An.

“Lantas, siapa Seo Ji Soo?” tanya Hyuk, membuat Ji An terdiam.


Di depan toko roti, Ji Soo nampak menunggu Hyuk. Ia bahkan menambahkan lipsticknya. Lalu, ia dikejutkan dengan kedatangan ibunya. Dengan wajah dingin, sang ibu menyuruhnya masuk ke mobil.

“Ibu datang menjemputmu sepulang kerja.” Ucap Nyonya No.

“Tapi aku punya rencana hari ini.” Jawab Ji Soo.

“Dengan siapa? Sunwoo Hyuk?” tanya Nyonya No.

Ji Soo pun terkejut ibunya tahu soal Hyuk. Tepat saat itu, ponsel Ji Soo berbunyi. SMS dari Hyuk. Hyuk membatalkan janji mereka.


Hyuk meminta penjelasan Ji An soal Ji Soo. Kenapa Ji An tidak memberitahunya? Kenapa mereka berpura-pura tidak saling mengenal? Ji An pun beralasan, itu karena situasi mereka rumit. Ji An bilang, ia yang meminta Ji Soo pura-pura tidak mengenalnya agar Ji Soo merasa nyaman.

"Soal menonton film, kau sengaja tidak datang?” tanya Hyuk.

“Kukira kau juga tertarik dengannya.” Jawab Ji An.

“Ji Soo putri Perusahaan Haesung. Apa kau tidak memikirkanku?” tanya Hyuk.

“Ji Soo hidup dengan bebas. Berbeda dari saat aku tinggal di sana. Mereka membiarkannya bekerja di toko roti, dan dia hidup sebagai Seo Ji Soo. Mungkin karena mereka hampir tidak bisa menemukan putri kandung mereka. Mereka mengakuinya dan menghormatinya sebagai Ji Soo.” Jawab Ji An.

“Hei. Ini hal yang amat penting. Ini soal latar belakang masing-masing. Saat dua orang bertemu, kurasa latar belakang amat penting. Di samping itu, aku tahu soal keluarga itu darimu.” Ucap Hyuk.

“Aku berbeda dari Ji Soo.” Jawab Ji An.

“Itu bukan keputusanmu. Saat kau mengetahui bahwa aku mengenal Ji Soo, seharusnya kau memberitahuku.” Ucap Hyuk.

“Maaf tidak memberitahumu.” Jawab Ji An.

“Aku tahu alasan Do Kyung pergi dari rumah. Aku sudah dengar perbuatan ibunya kepadamu.” Ucap Hyuk.
“Apa kau khawatir keluarganya tidak akan menerimamu?” tanya Ji An.
“Tidak. Aku seharusnya diberikan kesempatan untuk memilih setelah tahu dia siapa.” Jawab Hyuk.


Di mobil, Ji Soo dan Nyonya No berdebat. Nyonya No bilang, Ji Soo tidak cocok dengan Hyuk. Nyonya No juga mengingatkan, bahwa Ji Soo adalah putri No Myung Hee dan Ji Soo terlahir sebagai Choi Eun Seok. Nyonya No juga tetap pada keputusannya mengirim Ji Soo keluar negeri.

“Jika kau sungguh ibuku, bukankah seorang ibu seharusnya mengharapkan kebahagiaan putrinya?” tanya Ji Soo.

“Ibu melakukan ini demi kebahagiaanmu.” Jawab Nyonya No.

“Sudah kubilang. Aku ingin hidup sebagai Seo Ji Soo. Saat tinggal di rumah, Ji An dan aku amat akrab.” Ucap Ji Soo.

Tapi Nyonya No tak peduli. Ia bahkan mengancam akan menutup usaha Hyuk, Hee dan Boss Kang agar Ji Soo mau keluar negeri.  Ji Soo terkejut.


Ponsel Ji Soo berdering. Telepon dari Ji An, tapi Ji Soo tidak bisa menjawabnya. Ji Soo terdiam.

Sementara Ji An heran kenapa Ji Soo jadi tidak bisa dihubungi.


Di studio, Do Kyung teringat yang sedang mengurusi karung berisi ampas kayu teringat Ji An mencari sisa2 kayu untuk dimanfaatkan.

Saat Sun Tae masuk, membawa satu karung lagi berisi ampas kayu, Do Kyung pun bertanya siapa yang akan mengambil ampas kayu itu. Sun Tae bilang, perusahaan daur ulang. Do Kyung pun langsung memikirkan sesuatu.


Yong Gook memberikan gaji Do Kyung karena hari itu hari terakhir Do Kyung bekerja. Do Kyung pun mengucapkan terima kasih pada Yong Gook, Sun Tae, Tuan Sun dan juga Ji An. Ji An pun kecewa Do Kyung akan berhenti kerja, tapi ia tak bisa melakukan apapun untuk menahan Do Kyung.


Ji Ho mulai berjualan di pinggir jalan dan menggunakan anting Ji An sebagai media promosi. Seohyun tampak menemani Ji Ho.

“Dingin.” Kata Seohyun.

“Kenapa kau memakai pakaian yang tipis. Pakailah mantel yang itu.” Suruh Ji Ho.


Seohyun pun memakainya satu. Seorang pembeli tertarik melihat mantel yang Seohyun kenakan dan langsung membelinya. Seohyun dan Ji Ho pun senang.


Ji Ho lalu kepikiran memakai mantelnya juga dan Seohyun membantu Ji Ho memakai mantel.


Seohyun lalu membantu Ji Ho mempromosikan dagangan Ji Ho. Dua pembeli datang dan bertanya, apa mereka pasangan kekasih. Keduanya langsung menyangkal, tapi Seohyun langsung berubah kecewa saat Ji Ho menjelaskan kalau mereka cuma partner bisnis. Ji Ho juga bilang kalau Seohyun bukan tipenya. Seohyun tambah kesal, saat pembeli itu meminta nomor Ji Ho agar bisa menghubungi Ji Ho jika anting2nya rusak.


Do Kyung mengembalikan kunci mobil Seketaris Yoo dan mengucapkan terima kasih. Tapi Seketaris Yoo malah menyodorkan kunci mobilnya lagi ke Do Kyung dan menyuruh Do Kyung menggunakan mobilnya. Seketaris Yoo bilang, Do Kyung butuh mobil untuk berbisnis.

“Aku belum menemukan bahan bisnis.” Ucap Do Kyung.

“Itu karena anda bekerja paruh waktu. Anda kira mudah melakukan hal lain selagi mencari uang?” jawab Seketaris Yoo.

“Aku tahu. Aku baru menyadarinya. Sekarang aku mengerti ungkapan kita tidak bisa berpikir jika perut kosong.” Ucap Do Kyung.

“Anda harus berhenti bekerja jika tahu sekarang.” Jawab Seketaris Yoo.


Seketaris Yoo lalu memberikan buku tabungan dan stempelnya. Do Kyung pun heran. Seketaris Yoo menjelaskan, itu adalah uang tabungan yang ia gunakan untuk membayar uang muka apartemen. Seketaris Yoo mau berinvestasi di bisnis Do Kyung.

“Aku mendapatkan pinjaman tanpa bunga, jadi, jumlahnya cukup banyak. Lebih dari 200.000 dolar. Itu semua tabungan aku dan ibuku. Aku memercayai anda dan berinvestasi di bisnis anda. Aku hanya punya enam bulan sampai pindah ke apartemen baru.” Ucap Seketaris Yoo.

“Gwan Woo.” Do Kyung terkejut.

“Lagi pula jika tidak bisa sukses dalam waktu enam bulan, anda harus menyerah dan kembali. Lantas, anda akan membayarku. Jadi, aku tidak takut.” Ucap Seketaris Yoo.

“Tapi tetap saja, bagaimana bisa kau menginvestasikan segalanya untukku?” tanya Do Kyung.

“Saat pinggul ibuku dioperasi, anda membayarnya.” Jawab Seketaris Yoo.

“Tapi aku tidak melakukan itu karena peduli denganmu. Itu kewajibanku sebagai bosmu. Aku hanya berpura-pura baik.” Ucap Do Kyung.


“Aku tahu. Anda kira aku salah paham atas tindakan anda, menolong orang yang membutuhkan sebagai sesuatu yang tulus? Sejujurnya anda melakukannya hanya untuk pamer.” Jawab Seketaris Yoo.

“Jadi, kenapa?” tanya Do Kyung.

“Itu tetap bantuan besar untuk orang yang sedang kesulitan. Tapi aku akan menganggap diriku dipekerjakan mulai hari ini. Aku akan melayani anda sebagai sekretaris dengan baik dan juga sopir.” Jawab Seketaris Yoo.

“Lantas, bisakah kau mulai dengan riset? Aku masih belum yakin, tapi aku tertarik dengan sesuatu.” Ucap Do Kyung.

“Tentu.” Jawab Seketaris Yoo yakin.


Nyonya No yang baru pulang sama Ji Soo, terkejut melihat ayahnya di rumah. Ji Soo menyapa kakeknya, tapi dengan nada sedikit kesal, CEO No menyuruh Ji Soo naik ke atas dan Nyonya No duduk.

“Ini saatnya bersenang-senang dengannya?” marah CEO No.


Ji Soo sempat mendengar ucapan kakeknya. Ia kecewa, tapi kemudian terus berjalan ke kamarnya.


CEO No menanyakan soal gadis yang dicintai Do Kyung. Nyonya No pun berbohong. Ia mengaku belum menemukan gadis itu. Tuan Choi pun heran kenapa Nyonya No tidak mengatakan saja soal Ji An.

“Do Kyung menyalakan ponselnya lagi. Tampaknya dia di sekitar area Hongdae. Menurutmu, apa artinya itu? Apakah artinya dia tidak peduli jika kita tahu?” tanya CEO No.

“Aku tidak tahu. Mungkin dia berusaha memulai bisnis baru.” Jawab Nyonya No.

“Bagaimana caranya?  Ayah memotong semua investasinya. Dia seharusnya sudah menyerah dan pulang saat ini. Tapi dia bebas berkeliaran selagi menggunakan ponselnya.” Ucap CEO No.

CEO No lantas meminta Nyonya No bicara.

“Do Kyung punya harga diri, ayah. Dia meninggalkan rumah dengan angkuh. Dia tidak akan kembali kurang dari sebulan. Dia bepergian mencari investor. Dia tidak punya uang. Serta ponselnya menyala karena tidak ada kejadian penting yang terjadi.” Ucap Nyonya No.

Nyonya No juga meminta Tuan Choi mendukung pendapatnya, tapi Tuan Choi bilang dia tidak yakin.

“Dia akan segera kembali. Dia bahkan tidak menelepon Gi Jae. Ayah tahu harga dirinya amat tinggi, bukan? Dia tidak akan pernah meminta tolong kepada siapa pun. Dia tahu itu akan segera tersebar ke perusahaan. Dia pasti akan segera kembali.” Ucap Nyonya No.


Tuan Choi dan Nyonya No kemudian bertengkar di kamar. Nyonya No kesal karena Tuan Choi tadi tidak mendukungnya. Nyonya No berkata, seharusnya tadi Tuan Choi membuat CEO No percaya pada mereka.

“Aku tidak mau berusaha menyenangkan ayahmu selagi berhati-hati. Apakah salahmu kau terlahir sebagai wanita? Hanya karena dia tidak punya putra, dia membuatmu dan kakakmu makan dari tangannya dengan menggunakan Perusahaan Haesung. Aku muak.” Jawab Tuan Choi.

“Maksudmu, Jin Hee dan aku boneka Ayah?” tanya Nyonya No.

“Kau tidak tahu kau bonekanya karena sudah dibesarkan seperti itu.” Jawab Tuan Choi.

“Choi Jae Sung, jaga mulutmu!  Jika kau menjadi presdir lebih cepat, ini tidak akan terjadi. Do Kyung bisa mewarisimu sebagai presdir Perusahaan Haesung!” protes Nyonya No.

“Kau bisa berbagi rahasia kepada seseorang? Kau punya ayah, kakak, dan suami. Tapi kau tidak bisa berbagi rahasia kepada siapa pun.” Ucap Tuan Choi.

“Hanya mereka yang tidak bisa mengendalikan perasaannya yang bergantung kepada orang lain.
Itu bodoh.” Jawab Nyonya No.

“Lantas, kau tidak akan membutuhkan nasihatku, bukan?” ucap Tuan Choi, lalu pergi dari kamar.


Do Kyung dan Gi Jae ketemuan di bar. Gi Jae mengakui kekalahannya. Do Kyung bingung. Gi Jae berkata, bahwa ia tadinya yakin Do Kyung akan pulang ke rumah dalam waktu sebulan. Do Kyung pun menjawab, kalau ia sudah mendapat dana. Gi Jae pun takjub. Lalu, Gi Jae menanyakan hubungan Do Kyung dengan Ji An. Ia pun terkejut saat Do Kyung berkata, sudah putus dari Ji An. Do Kyung mengaku, sudah merelakan Ji An.  Gi Jae tidak percaya. Tapi Do Kyung bilang, ia serius melepaskan Ji An. Gi Jae tidak menyangka, Ji An benar-benar menolak Do Kyung karena Do Kyung itu kaya.

Tuan Seo yang lagi latihan gitar, langsung berhenti memainkan gitarnya karena perutnya sakit lagi. Ia pun bergegas minum obat.


Tak lama kemudian, Ji An datang membawakan ayahnya rak yang ia buat sendiri.

“Jangan membawakan apa pun!” bentak Tuan Seo, membuat Ji An terdiam. Tuan Seo lalu menyuruh Ji An duduk.

“Kalian semua kira ayah tidak serius? Kenapa kau membuatkan rak? Kau kira ayah akan menyukainya? Jangan salah. Ayah juga manusia. Sebagai seorang ayah, ayah bisa memberikanmu semua yang kau butuhkan. Ayah bahkan akan memberikanmu perut ayah jika kau mau. Tapi ayah masih manusia. Terkadang ayah sedih dan sengsara juga. Jadi, pergilah, ya? Jika kau datang lagi, ayah akan pergi dari sini. Bawa rak itu juga.” Ucap Tuan Seo.

“Tapi ini terlalu berat.” Jawab Ji An.

Ji An lalu pamit, tapi kemudian menoleh lagi pada ayahnya. Ia mau meminjam senter. Ji An beralasan, diluar terlalu gelap dan ponselnya mati.


Tuan Seo pun akhirnya menemani Ji An ke halte. Dalam perjalanan ke halte, Ji An cerita tentang Ji Soo. Ji An bilang, hubungan Ji Soo dan pria itu tidak berjalan lancar karena latar belakang Ji Soo sebagai putri Haesung. Ji An juga cerita soal Ji Ho yang kehilangan 5000 dollar. Tuan Seo terkejut.

“Itu penipuan waralaba. Dia kehilangan depositnya.” Ucap Ji An.

“Waralaba? Sudah ayah bilang dia harus berhati-hati.” Jawab Tuan Seo.

“Aku lega dia hanya kehilangan 5.000 dolar.” Ucap Ji An.

“Dia pasti sudah hilang akal.” Jawab Tuan Seo.

“Aku tahu.” Ucap Ji An.

“Kau sudah menemui Ji Soo?” tanya Tuan Seo.

“Ya. Keadaannya masih canggung, tapi aku akan berbaikan dengannya segera. Aku akan menemui Ji Soo dan bicara dengannya.” Jawab Ji An.

“Pastikan kau menghiburnya.” Suruh Tuan Seo.

“Baik, akan kulakukan.” Jawab Ji An.


Di kamarnya, Ji Soo cemas memikirkan ancaman ibunya yang akan menutup usaha Hyuk, Hee dan Nam Goo. Ia lalu mengambil ponselnya, mau menghubungi Ji An tapi malah menemukan pesan Ji An yang memberitahunya kalau Hyuk sudah tau tentang mereka berdua. Ji An bilang, Hyuk mengenali Ji Ho. Ji Soo pun syok membaca pesan Ji An.


Hyuk dan Boss Kang minum soju di kafe tenda.

“Hyung, kau amat menyukai kakakku?” tanya Hyuk.

“Ya, aku mencintainya melebihi kata-kata. Aku amat bahagia sampai tidak masalah mati. Setelah kakakmu meninggalkanku, aku berusaha mengencani gadis lain juga. Tapi aku kasihan kepada mereka. Jadi, aku tidak bisa berkencan lagi. Aku tidak bisa melupakan Hee dan melanjutkan hidup.” Ucap Boss Kang.

“Artinya aku tidak begitu jatuh cinta.” Jawab Hyuk.

“Apa maksudmu?” tanya Boss Kang.

“Ini soal Ji Soo dan aku. Kami tidak seserius itu.” Jawab Hyuk, tapi nampak jelas kekecewaan di wajah Hyuk.


Ji Soo ke ruang kerja ayahnya. Ia mau mengetuk pintu tapi teringat kata-kata Seohyun soal sang kakek yang tidak bisa dibantah.

Ia juga ingat saat dirinya menolak hidup sebagai Choi Eun Seok dan ayahnya berkata itu keputusan kakek.

Ji Soo juga ingat saat kakeknya membentak ayahnya karena mencoba membela dirinya yang kabur saat akan diperkenalkan sebagai Eun Seok.

Terakhir Ji Soo ingat saat kakeknya marah-marah lantaran Do Kyung yang kabur dari rumah.


Tak lama kemudian, Tuan Choi keluar dari kamar dan senang melihat Ji Soo di depan kamar. Ia pikir, Ji Soo mencarinya karena mau mengatakan sesuatu. Tapi Ji Soo tidak jadi mengatakan apa-apa dan bergegas kembali ke kamarnya.


Seohyun sedang menghitung hasil penjualan dagangannya dengan Ji Ho. Ia senang karena mereka mendapatkan 830 dollar hari itu. Ji Ho pun memuji dirinya sebagai seseorang yang ahli dalam berjualan.

“Bajuku bermerk. Itu sebabnya harganya mahal.” Ucap Seohyun.

“Apa bajumu sungguh bermerk? Tidak ada yang mengenalinya.” Jawab Ji Ho.

“Itu bukan merk yang kau kenali. Jaket yang pertama kukenakan harganya 3.000 dolar. Serta kurasa syalnya harganya 800 dolar.” Ucap Seohyun.

“Dungu, seharusnya kau bilang!” kesal Ji Ho.

“Katamu ini soal pengalaman. Aku tidak mengenakannya, jadi, pasti kubuang juga.” Jawab Seohyun.


Ji Ho pun membayar Seohyun. Ia memberikan 70 dollar pada Seohyun. Tapi Seohyun malah tertawa dan tidak mau menerimanya. Ji Ho pun memegang tangan Seohyun, serta mendekati Seohyun. Ia meletakkan uang itu di tangan Seohyun.

“Apa ini kali pertamamu bekerja? Harga kerja kerasmu adalah uang. Aku baru saja mengajarimu, jadi, terimalah.” Ucap Ji Ho.

Seohyun pun tertegun. Ji Ho tersenyum lalu melepaskan pegangannya. Lalu, Seohyun memegang tangannya yang bekas dipegang Ji Ho.


Hyuk mabuk, terpaksalah Boss Kang menggendong Hyuk pulang.

Keesokan harinya, Ji Soo pergi ke restoran Haesung. Ia mencari ibu angkatnya. Pegawai disana bilang, kalau pemilik asli restoran memecat Nyonya Yang. Ji Soo terkejut.


Habis dari restoran Haesung, Ji Soo pergi ke kafe  dan bertemu Hyuk di sana. Hyuk menggantikan kakaknya menjaga kafe karena sang kakak akan pergi liburan dengan Boss Kang.

Mereka putus! Hyuk yang sadar kalau ia tidak akan pernah bisa masuk ke dunia Ji Soo, memutuskan Ji Soo. Ji Soo pun menangis.

Tak lama kemudian, seorang pria yang biasa membantu Hee menjaga kafe pun datang. Setelah pria itu datang, Hyuk langsung pergi.


Hyuk mengayuh sepedanya. Ji Soo tampak mengejar Hyuk dari belakang. Hyuk yang tahu Ji Soo tengah mengejarnya pun menambah laju sepedanya.


Hae Ja menangis mendengar cerita Nyonya Yang soal Tuan Seo.

Adegan Ji Tae sama Soo A sy skip ya... Karena konfliknya masih sama.


Ji An menemui Yong Gook. Ji An bilang, kalau ia akan keluar dari rumah kos dan kembali ke rumahnya.


Saat dalam perjalanan menuju rumah kos, Ji An bertemu Hyuk. Hyuk memberitahu Ji An kalau dia dan Ji Soo sudah putus. Ji An pun mencemaskan Ji Soo.


Di kamarnya, Ji Soo menangis menatap artikel Hyuk di laptopnya. Tak lama kemudian, Ji Soo pun bangun dari tidurnya dan meninggalkan komentar di artikel Hyuk.

“Kau akan sukses apa pun bisnismu di masa depan. Aku akan melihatmu dari jauh dan mendoakanmu dengan tulus. Bread Pit.”

Ternyata pemilik akun Bread Pit yang sering memberi komentar di artikel Hyuk itu adalah Ji Soo.


Keesokan harinya, Nyonya No memarahi Seketaris Min yang mau menikmati waktu libur padahal hari itu memang hari liburnya Seketaris Min. Seketaris Min yang tadinya mau menyerahkan sebuah amplop pun tidak jadi menyerahkannya.

“Aku hanya libur sehari sebulan. Ayahku menantikan kunjunganku.” Ucap Seketaris Min dengan tatapan kesal.

“Tidak akan ada yang terjadi jika kau terlambat beberapa hari.” Jawab Nyonya No.

“Aku bukan hanya mengunjungi ayahku. Ini hanya sehari sebulan. Aku mau libur.” Ucap Seketaris Min, lalu pergi.


Setelah Seketaris Min pergi, Ji Soo mendekati ibunya. Ji Soo berkata, ia setuju sekolah keluar negeri.


Seketaris Min yang sedang dalam perjalanan, dihubungi CEO No. CEO No menyuruhnya datang. Sampai di kediaman CEO No, Seketaris Min langsung menyerahkan amplop itu. Seketaris Min memberitahu CEO No soal Do Kyung.

CEO No pun penasaran, bagaimana Seketaris Min bisa pergi keluar. Seketaris Min mengaku, ia berbohong dengan mengatakan mau menemui ayahnya.


Di rumah kos, Do Kyung memberitahu Ji An kalau ia sudah mendapatkan investor. Ji An pun penasaran bagaimana cara Do Kyung mendapatkan investor. Ia mau bertanya, tapi gak jadi. Do Kyung lantas mau membahas soal hubungan mereka. Tapi baru mulai bicara, Ji An pun kembali menegaskan kalau dia tidak bisa menerima Do Kyung.


Saat sedang sarapan bersama penghuni kos lainnya, Do Kyung dan Ji An dikejutkan dengan kedatangan CEO No.

0 Comments:

Post a Comment