(Hari terjadinya pembunuhan di Wolha-dong, pukul 00:30, 23 September, Hari Jumat)
Siapa
sangka Joon Hyuk datang ke rumah Jung Woo di hari pembunuhan Ji Soo dan Ha
Yeon. Ia datang untuk memberikan hadiah ulang tahun pada Ha Yeon. Ji Soo
mempersilahkan Joon Hyuk masuk. Ia bahkan membuatkan secangkir teh untuk Joon
Hyuk. Sembari menunggu Ji Soo selesai membuat teh, Joon Hyuk melihat2 foto Jung
Woo sekeluarga.
“Terima
kasih tehnya.” Ucap Joon Hyuk begitu Ji Soo datang membawakannya teh.
“Aku
akan membangunkan Jung Woo.” Jawab Ji Soo, tapi Joon Hyuk menahannya.Ji Soo
terkejut saat Joon Hyuk memegang tangannya.
“Jangan
ganggu dia. Aku hanya mampir.” Ucap Joon Hyuk.
“Baiklah
kalau begitu.” jawab Ji Soo, lalu duduk menemani Joon Hyuk.
“Kenapa
jam segini Jung Woo sudah tidur?” tanya Joon Hyuk.
“Dia
bilang dia harus melakukan sesuatu yang penting besok pagi. Dia memintaku
membangunkannya jam enam.” Jawab Ji Soo.
“Aku
tidak dengar soal rapat atau apapun?” tanya Joon Hyuk.
“Mungkin
dia akan memberitahmu besok.” Jawab Ji Soo.
Ji
Soo lalu melihat hadiah boneka nemo yang dibawah Joon Hyuk. Ji Soo berkata,
Joon Hyuk tidak perlu repot2 datang selarut itu karena Joon Hyuk bisa
menitipkan bonekanya pada Jung Woo.Joon Hyuk beralasan kalau ia ingin
memberikan boneka itu lewat Ji Soo. Ji Soo pun merasa sedikit canggung.
Ji
Soo kemudian menemukan alat perekam di boneka itu. Dan ia pun meminta Joon Hyuk
mengatakan sesuatu untuk Ha Yeon. Joon Hyuk terkejut mengetahui boneka itu bisa
merekam. Ji Soo pun memberikan boneka itu pada Joon Hyuk, agar Joon Hyuk bisa
mengatakan sesuatu untuk Ha Yeon.
“Ha
Yeon-ah, ini Paman Joon Hyuk. Sudah jam satu, aku minta maaf karena ulang
tahunmu sudah lewat sejam sekarang. Selamat ulang tahun, Ha Yeon-ah.” Ucap Joon
Hyuk.
Usai
merekam suaranya, Joon Hyuk mengembalikan boneka itu pada Ji Soo. Ji Soo yakin
kalau Ha Yeon akan senang. Joon Hyuk berkata, kalau dia tidak akan bisa
melakukan itu lagi tahun depan. Ji Soo membenarkan lantaran Jung Woo
mendapatkan tawaran bekerja sebagai Petugas Yudisial untuk PBB.
“Kalau
kami pergi tahun depan, kita tidak akan bertemu selama dua tahun.Kau harus
mengunjungi kami di Amerika nanti, Sunbae.” Ucap Ji Soo.
“Baiklah.
Aku harus pergi sekarang.” jawab Joon Hyuk.
Joon
Hyuk kemudian melihat Ha Yeon yang sudah tertidur pulas. Ia tersenyum menatap
Ha Yeon, juga membelai Ha Yeon dengan lembut. Joon Hyuk lalu meletakkan boneka
nemo itu di meja Ha Yeon.
Dan
sekarang… boneka nemo itu menjadi salah satu bukti yang diamankan petugas.
Joon
Hyuk menggelar konferensi pers langsung dari kantor kejaksaan. Ia berkata,
saksi pertama yang melaporkan kejadian itu adalah satpam. Dan Jung Woo
ditangkap di lokasi kejadian. Joon Hyuk pun berjanji kalau kejaksaan akan
melakukan apapun untuk menemukan koper yang berisi jasad Ha Yeon.
Seorang
reporter bertanya, kenapa kasusnya langsung dikirim ke kantor kejaksaan. Joon
Hyuk berkata, kejaksaan akan mengumumkannya setelah melakukan investigasi
lanjutan. Reporter lain bertanya, apa ada hubungannya dengan dendam pribadi?
Atau alasan lain, namun Joon Hyuk tidak menjawab dan bergegas meninggalkan
ruang konferensi pers.
Usai
melakukan konferensi pers, Joon Hyuk langsung menemui atasan Kepala Jaksa Choi.
Atasan Kepala Jaksa Choi berbasa basi. Ia berkata, ia tahu kalau Joon Hyuk
sangat terkejut dengan kasus ini dan meminta Joon Hyuk menyelesaikan semuanya.
“Aku
merasa aku bisa melakukan ini. Kemarin…”
Atasan
Kepala Jaksa Choi langsung memotong kata2 Joon Hyuk dengan bertanya, apa Jung
Woo kolega Joon Hyuk. Joon Hyuk mengiyakan. Atasan Kepala Jaksa Choi lalu
memberikan selembar surat dari cabang kantor Yudisial PBB di New York.
“Kau
bisa berangkat tahun depan. Harusnya Jung Woo yang pergi, tapi siapa yang
menyangka hal ini akan terjadi?” ucap atasan Kepala Choi.
Joon
Hyuk keluar dari ruangan atasan Kepala Jaksa Choi. Ia menatap selembar surat
yang diberikan atasan Kepala Jaksa Choi dengan tatapan bimbang. Tiba2, Kepala
Choi menghampiri Joon Hyuk dengan terburu2. Joon Hyuk pun buru2 menyembunyikan
surat itu.
“Joon
Hyuk-ah, Waktu kematian hasilnya sudah keluar. Antara pukul 00:30 sampai 1:30.
Tolong selidiki.” Suruh Kepala Choi.
Joon
Hyuk pun teringat kalau sekitar jam 1-an, ia berkunjung ke rumah Jung Woo untuk
memberikan hadiah ulang tahun pada Ha Yeon. Joon Hyuk ingin memberitahu Kepala
Choi kalau saat itu ia ada di rumah Jung Woo, tapi Kepala Choi malah memotong
kata2nya.
“Pria
yang ada di rumah mereka saat itu adalah pelaku penyerangannya. Temukan dia!”
suruh Kepala Choi.
“Tapi,
Pak…”
“Sadarlah,
Kang Joon Hyuk! Jung Woo tidak mungkin melakukannya. Semua baru saja
dikeluarkan oleh kantor polisi, ambillah.” Ucap Kepala Choi.
Joon
Hyuk bergegas masuk ke ruangannya. Dan benar saja, beberapa orang di ruangannya
sibuk mengurusi barang bukti. Asisten Joon Hyuk menyerahkan daftar barang bukti
pada Joon Hyuk. Joon Hyuk terkejut karena boneka nemonya, hadiah ulang tahun
untuk Ha Yeon, termasuk ke dalam barang bukti.
“Bagaimana
CCTVnya?” tanya Joon Hyuk.
“Ini
dia. Aku akan memberikannya padamu setelah selesai dianalisis.” Jawab rekan
Joon Hyuk.
“Tunggu!”
teriak Joon Hyuk, membuat rekan2nya heran.
“Ini
adalah kasus Jung Woo, jadi kita harus berhati2. Ayo istirahat sebentar.Kenapa
kalian tidak pergi makan dulu?” Joon Hyuk berdalih.
Rekan2nya
pun pergi makan. Disaat rekan2nya pergi makan, Joon Hyuk memeriksa barang bukti
itu. Ia pun tegang melihat boneka ikan hadiah darinya ada di dalam kotak barang
bukti.
Joon
Hyuk yang tengah membahas kasus Jung Woo dengan Kepala Choi, tegang saat
rekannya datang memberitahu kalau hasil CCTVnya sudah keluar, namun tidak ada
orang lain yang datang selain penghuni rumah.
“Astaga,
apa kau melakukannya Jung Woo?” tanya Kepala Choi.
Kepala
Choi lalu menanyakan soal kamera mobil.Joon Hyuk pun langsung menawarkan
dirinya untuk memeriksa kamera mobil. Kepala Choi berterima kasih karena Joon
Hyuk sudah mau mengambil kasus itu.
Setelah
Kepala Choi pergi, Joon Hyuk melihat kamera yang ada di deretan bukti. Joon
Hyuk kemudian melihat ke arah foto Jung Woo yang ada di bagan. Ia menatap foto
Jung Woo dengan tatapan penuh arti.
Kembali
ke masa sekarang—dimana Joon Hyun mengunjungi Jung Woo di penjara. Jung Woo tak
sabar ingin mendengar jawaban Joon Hyuk kalau Joon Hyuk sudah menemukan
orangnya. Namun sayangnya, Joon Hyuk memberikan jawaban yang tak ingin didengar
Jung Woo.
“Jung
Woo-ya, sepertinya… kau salah lihat. Bel rumahmu rusak.Tidak ada orang lain
yang datang malam itu berdasarkan rekaman CCTV.” Ucap Jung Woo.
“Kalau
begitu, apa aku salah soal bel pintu? Apa aku salah dengar?” tanya Jung Woo.
“Maaf
karena aku tidak bisa membantumu.” Ucap Joon Hyuk.
Jung
Woo frustasi. Semua usahanya menemui jalan buntu. Jung Woo dibawa petugas
keluar dari ruang tunggu. Di saat yang bersamaan, Sung Gyu dibawa petugas
menuju ruang tunggu. Keduanya berpapasan. Sung Gyu ingin tahu hasil pertemuan
Jung Woo dengan jaksa. Tapi Jung Woo diam saja. Sung Gyu pun berkata, kalau ia
mau menemui pengacaranya.
Sung
Gyu bicara dengan pengacaranya.Pengacara Sung Gyu berkata, kalau Sung Gyu sudah
melakukan tabrak lari dan menyerang seorang petugas kepolisian. Sung Gyu
menyangkal. Ia berkata itu bukan tabrak lari dan ia juga tidak memukul polisi.
“Dalam
kasus seperti ini, kau harusnya meminta
maaf dan mengakui kesalahanmu demi mengurangi hukumanmu.” Jawab pengacara Sung
Gyu.
“Kau
bilang aku bisa keluar.” Ucap Sung Gyu.
“Harusnya
sejak awal kau tidak membuat masalah.” Jawab pengacara.
“Aku
benar-benar harus keluar dari sini.” Ucap Sung Gyu.
“Kalau
keluar kau mau apa? Aku bisa bertemu dengan jaksa dan meminta pengurangan hukuman menjadi setahun
setengah atau mencari pengacara baru.” Jawab pengacara.
“Kau
tidak dengar aku?” tanya Sung Gyu.
Sung
Gyu lalu berteriak, aku harus keluar dari sini!
“Aku
mengambil kasusmu karena aku merasa kasihan padamu. Kau tidak bisa mencari
pengacara lain. Tidak akan ada yang mau mengambil kasus ini dengan bayaran
segitu.” Ucap pengacara, lalu pergi.
Sung
Gyu pun kesal, sialan kau! Sialan kau!
Sementara
itu, di sel, Jung Woo masih tidak percaya kalau bel rumahnya rusak. Tak lama
kemudian, Sung Gyu datang dengan wajah lemas. Milyang, Wooruk dan Moongchi
langsung memberondong Sung Gyu dengan pertanyaan karena melihat Sung Gyu tidak
bersemangat.
“Aku
sudah tahu semuanya tidak berjalan baik, ya.” ucap Sung Gyu.
“Jangan
cemas. Walaupun kau nanti sudah jadi terpidana, semua akan tetap sama. Kau bisa
tetap tinggal di sini. Bukankah itu bagus?” jawab Wooruk.
Moongchi
menyahut, dia bilang dia harus meninggalkan rutan.
“Semua
orang ingin meninggalkan rutan ini. Siapa yang tidak mau, coba?” ucap Wooruk.
“Sung
Gyu-ya, kudengar adikmu sakit parah?” tanya Milyang.
Sung
Gyu membenarkan, karena itulah ia harus segera bebas.
“Bisa
aku lihat dokumen kasusmu? Aku ingin membalas kebaikanmu.” Ucap Jung Woo.
Jung
Woo pun mulai membaca dokumen kasus Sung Gyu.
Bangjang yang belum selesai nyetor,
membuka pintu WC dan berkata bahwa ia akan segera kembali sambil menunjukkan
foto wanita seksi. Wooruk yang kebauan langsung menutup pintu WC. Bangjang meminta mereka tidak melakukan apapun sebelum ia datang.
“Ini
bukan ruangan untuk satu orang. Sepertinya ususnya busuk.” Ucap Wooruk.
“Itu
karena perutnya busuk.” Jawab Moongchi.
“Bukan,
sepertinya ususnya.” Ucap Wooruk.
“Bukan,
tapi seisi perutnya.” Jawab Moongchi.
“Ususnya.”
Ucap Wooruk
“Perutnya.”
Balas Moongchi.
Disaat
Wooruk dan Moongchi sibuk debat soal usus dan perut, Jung Woo meminta Sung
Gyu menceritakan kasusnya.
“Aku
diberitahu kalau adikku sedang sakit,jadi aku buru-buru ingin melihatnya. Dalam
perjalanan ke rumah sakit, aku mengalami kecelakaan lalu lintas.” Ucap Sung
Gyu.
Adegan
lalu berpindah pada Eun Hye yang sedang melihat lowongan pekerjaan sebagai
pengacara public. Eun Hye lalu melangkah mantap memasuki kantor pengacara. Ia
pun menunjukkan formulir penunjukkannya sebagai pengacara Jung Woo dengan wajah
bangga.
“Sekarang
aku bisa ditunjuk ulang, kan? Aku akan mencopot pengumuman rekrut yang ada di
papan pegngumuman.” Ucap Eun Hye.
Eun
Hye pun teringat percakapannya dengan Jung Woo di penjara.
Flashback…
“Pengacara
Publik Seo, apa kau mempercayaiku?” tanya Jung Woo.
“Tidak.Kau
bilang aku tidak boleh mempercayai klienku. Aku hanya ingin mengetahui
kebenarannya. Aku ingin tahu apa yang sudah kau alami.. sebagai konselormu.”
Jawab Eun Hye.
“Gomawo,
Pengacara Publik Seo.” Ucap Jung Woo.
Flashback
end..
Eun
Hye pun keluar dari gedung pengadilan dengan senyum ceria.
Kembali
ke sel—Moongchi berkata, kalau Sung Gyu memang bersalah. Wooruk membela Sung
Gyu. Ia berkata, kalau Sung Gyu tidak melarikan diri, korbannya tidak terluka,
jadi Sung Gyu memberikan nomornya pada si korban.
“Itu
yang namanya tabrak lari.”ucap Moongchi.
“Memangnya
kau ini hakim berani bilang begitu?” jawab Wooruk.
“Dia
bahkan bertengkar dengan polisi. Tidak ada jalan keluar dari masalah macam itu.
Ini sudah jelas kesalahanmu.” Ucap Moongchi.
“Aku
tahu aku sudah melakukan sesuatu yang buruk. Tapi kukira tidak sebesar itu sampai
membuatku dipenjara.” Jawab Sung Gyu.
“Apa
kau sudah bicara dengan jaksanya?” tanya Jung Woo.
Sung
Gyu mengiyakan. Jung Woo ingin tahu hasilnya
“Dia
meneriakiku dan memarahiku dengan kejam.” Jawab Sung Gyu.
Jung
Woo mengangguk2. Milyang ingin tahu kenapa.
“Dia
adalah juniorku. Dia bukan seseorang yang menakutkan. Dia hanya sedikit
agresif. Dia sering kumarahi karena berulang kali membuat kesalahan. Mungkin
aku harus memeriksa lagi siapa tahu dia membuat kesalahan lagi kali ini.” ucap
Jung Woo.
“Bagaimana
kalau dia salah? Bisakah aku keluar dari sini?” tanya Sung Gyu.
“Aku
harap begitu.” jawab Jung Woo.
“Hyung,
terima kasih. Aku janji akan membalas semua kebaikanmu kalau aku keluar nanti.”
Ucap Sung Gyu.
Para
tahanan sedang menjemur selimut di luar. Jung Woo melihat Cheol Sik yang sibuk
menjemur selimut. Jung Woo pun mendekati Cheol Sik.
“Apalagi
yang tertulis?” tanya Jung Woo.
“Kau
bikin aku kaget saja. Apa kau menemukan sesuatu soal bel pintunya?” ucap Cheol
Sik.
“Aku
tidak punya banyak waktu.” Jawab Jung Woo.
“Apa
kau ingat? Aku akan memberitahumu satu persatu. Mengerti?” ucap Cheol Sik.
Cheol
Sik lalu meminta rokok pada Jung Woo. Jung Woo pun mendengus kesal. Cheol Sik
lantas berbisik pada Jung Woo, kalau ia mendengar ada tahanan yang ketahuan
merokok.
“Kau
tahu artinya itu? Itu artinya ada rokok yang bisa kau ambil di sini.” Ucap
Cheol Sik.
“Kau
bercanda, ya?” jawab Jung Woo.
“Bercanda?
Aku juga berharap semua yang terjadi padaku ini adalah candaan. Sayangnya,
setiap kali aku bangun tidur ternyata semua ini adalah kenyataan.” Ucap Cheol
Sik.
Cheol
Sik lalu pura2 membersihkan kerah seragam Jung Woo dan menyuruh Jung Woo
mencarikannya rokok.
Jung
Woo duduk terdiam di pinggir lapangan memikirkan permintaan Cheol Sik,
sementara teman2 satu selnya asyik berolahraga. Ia bahkan tidak menggubris permintaan
Sung Gyu yang meminta Jung Woo mengambilkan bolanya yang terlempar ke kaki Jung
Woo. Sung Gyu lalu mengambil bolanya dan mengajak Jung Woo main bersama mereka.
“Jung
Woo Hyung masuk. Sekarang jadi 3 lawan 4.” Ucap Sung Gyu.
“Aku
tidak yakin dia bisa melakukan ini. Dia kan aneh. Kami mempertaruhkan roti krim
untuk pertandingan ini.Jangan berubah pikiran, ya.” pinta Moongchi pada Jung
Woo.
“Aku
kedinginan. Cepat dan tendang sajalah.” Ucap Wooruk.
Jung
Woo kemudian mendekati Bangjang. Ia berkata, sedang mencari sesuatu.
“Mencari
sesuatu? Apa itu? Katakan padaku. Kau bisa.. mendapatkan apapun yang kau mau
kecuali wanita.” Jawab Bangjang.
“Aku
butuh beberapa batang rokok.” Ucap Jung Woo mengejutkan Bangjang.
Sung
Gyu melempar bola ke arah Bangjang. Bangjang membalas, tapi ia melempar bola ke
jalur yang salah membuat Sung Gyu protes. Bangjang meminta maaf, lalu mengajak
Jung Woo bicara.
“Tahanan
3866, aku tidak tahu kau merokok. Kau tidak pernah membicarakan ini sebelumnya.
Sudah lama sih memang. Aku tahu kau pasti ingin sekali merokok.” Ucap Bangjang.
“Aku
butuh rokok tidak peduli bagaimanapun caranya.” Jawab Jung Woo.
“Apa
kau punya uang?” tanya Bangjang.
“Berapa
harganya?” tanya Jung Woo.
“30
dolar Per-batangnya. Harganya semakin naik saat ada tahanan yang tertangkap
basah merokok. Banyak sekali resikonya. Jadi kalau per-bungkus, harganya 500
dolar.” Jawab Bangjang.
“Semahal
itu?” tanya Jung Woo.
“Omong-omong,
sepertinya uang sama sekali bukan masalah buatmu.” Jawab Bangjang.
“Apa
maksudmu?” tanya Jung Woo.
“Penjualnya
namanya Rakun. Kau tahu dia siapa?” jawab Bangjang, sambil menoleh ke belakang.
Ternyata
Rakun adalah seseorang yang pernah bertengkar dengan Jung Woo. Saat itu, Jung
Woo sengaja mencari masalah dengan Rakun agar ia bisa masuk ke sel isolasi,
yang sayangnya sel isolasi yang biasa ia tempati sudah ditempati Cheol Sik
waktu itu.
“Kenapa
kau tidak berhenti merokok saja? Merokok itu tidak baik untuk kesehatan.” Ucap Bangjang.
Jung
Woo diam di pojokan saat teman2nya asyik bermain mahjong. Tak lama, petugas
datang membawakan buku tabungan untuk para tahanan yang dikirim oleh keluarga
masing2. Moongchi mengambilnya dengan senang hati.
“Sung
Gayu, tulis 6 roti krim.” Suruh Moongchi sambil memberikan buku tabungan Sung
Gyu.
“Coba
kulihat. Berapa banyak uang yang dimiliki Bos? Wah, dia kaya.” Ucap Moongchi
sambil mengintip buku tabungan Wooruk.
“Ini
untuk Pak Tua. Dan.. kita bahkan tak perlu memeriksa milikmu.” Ucap Moongchi
sambil memberikan buku tabungan Milyang dan Bangjang.
“Tahanan
3866, milikmu.” Ucap Moongchi. Jung Woo pun terkejut.
“Siapa
dia? Apa dia selingkuhanmu?” tanya Wooruk.
Dan
Bangjang langsung melempar Wooruk dengan batu mahjong agar Wooruk berhenti
mengganggu Jung Woo. Jung Woo terhenyak melihat buku tabungannya.
“Dia
adalah ibu mertuaku.” Ucap Jung Woo.
“Dia
datang ke sini beberapa kali. Tapi kau menolak bertemu dia.” beritahu Miryang.
“Aku?”
tanya Jung Woo. Jung Woo lalu terdiam dan menyesali kebodohannya karena menolak
bertemu ibu mertuanya.
Tae
Soo mengunjungi ibunya di restoran. Sang ibu meminta Tae Soo memaafkan Jung
Woo. Tae Soo menolak. Ia bahkan mengaku sangat ingin membunuh Jung Woo.
“Kau
tahu orang seperti apa dia itu. Tidak ada orang lain yang lebih baik dalam
memperlakukan Ji Soo, Ha Yeon dan aku selain Jeong Woo.” Ucap sang ibu.
“Hentikan!”
teriak Tae Soo, membuat ibunya terdiam.
“Aku
akan segera menemukan Ha Yeon. Bajingan itu.. bilang kalau dia sudah ingat.”
Ucap Tae Soo.
Tae
Soo lalu beranjak pergi.
“Jangan
pergi, Tae Soo-ya.” pinta sang ibu.
“Ibu,kau
hanya ingin percaya kalau Ha Yeon masih hidup sekarang
di
suatu tempat. Kau lebih ingin.. agar dia tidak usah ditemukan.” Ucap Tae Soo,
lalu beranjak pergi.
“Tae
Soo-ya. Tae Soo-ya!” panggil sang ibu, tapi Tae Soo tidak mempedulikannya.
Sang
ibu lalu teringat saat Jung Woo makan masakannya dengan sangat lahap. Jung Woo
berkata, masakan ibu mertuanya itu sangat enak.
“Jadi
Ji Soo sudah makan makanan seenak ini sepanjang hidupnya. Ini benar-benar tidak
adil.” Ucap Jung Woo.
Ibu
Ji Soo pun menangis teringat Jung Woo.