“Mereka akan memotong tubuh seseorang karena mencuri seember air?” tanya PM Lee Sun tidak percaya.
“Yangseochong berada diluar
yuridiksiku. Itu di luar kendaliku. Jika aku memaksa...
“Nyawa seseorang
dipertaruhkan dan anda membahas soal yuridiksi? Apa itu tugas pegawai
pemerintah? Beberapa hari lalu, ada pencuri yang memanjat tembok untuk
menyelamatkan ayahnya. Sang Raja berbelas kasihan dan membebaskannya. Baginda
Raja berkata, hukum ada untuk menegakkan keadilan. Tidak bisakah Anda
menyelamatkan ayah anak ini karena kekuasaan anda?” ucap PM Lee Sun.
Tuan Han nampak ragu. Ga Eun
ikut membujuk ayahnya, abeoji…
Lee Sun pun berlutut dan
memohon agar Tuan Han menyelamatkan ayahnya. Tuan Han terdiam beberapa saat
sebelum akhirnya ia menyadari keadilan lebih utama daripada hukum. PM Lee Sun
dan Ga Eun pun tersenyum lega, begitu pula Lee Sun yang langsung mengucapkan
terima kasih.
Tae Ho sedang mengadili ayah
Lee Sun. Ia tak habis pikir, ayah Lee Sun mendapatkan penghidupan dari
Yangseochong, tapi masih berani mencuri air dari sana. Ayah Lee Sun beralasan,
ia terpaksa mencuri air demi menyelamatkan nyawa istri dan anaknya.
“Begitukah? Kaki dan
tanganmu pantas dipotong, tapi karena kau telah bekerja untuk biro ini. Kami
akan melepasmu setelah memotong tanganmu agar kamu tidak mencuri lagi.” Ucap
Tae Ho.
Ayah Lee Sun ketakutan dan
memohon ampun pada mereka.
“Seharusnya kau memikirkan
itu sebelum mencuri air!” jawab Tae Ho.
Tangan ayah Lee Sun bersiap
dipotong, tapi syukurlah Tuan Han datang tepat waktu. Lee Sun langsung berlari
ke ayahnya dan memeluk erat ayahnya. Tak lama kemudian, PM Lee Sun dan Ga Eun
juga datang. Hwa Gun mencoba mencari2 sosok PM Lee Sun di antara kerumunan
orang.
“Mulai saat ini, Hanseungbu
akan bertanggung jawab atas dia.” ucap Tuan Han.
“Kau lupa Departemen
Pengadaan Air memiliki peradilan sendiri?” jawab Tae Ho sambil menatap tajam
Tuan Han.
“Dia mencuri air dari
Departemen Pengadaan Air, tapi daerah ini berada di bawah kekuasaanku. Jadi,
wajar saja jika Hanseungbu mengambil tanggung jawab.” Ucap Tuan Han.
“Kau yakin tidak masalah
ikut campur begini?” ancam Tae Ho.
Tapi Tuan Han tidak peduli
dan menyuruh pengawalnya membawa ayah Lee Sun. Lee Sun menarik napas lega,
begitu pula dengan PM Lee Sun dan Ga Eun yang langsung tersenyum. Keduanya pun
bergegas pergi menuju pengadilan. Hwa Gun pun akhirnya bisa melihat PM Lee Sun
di tengah kerumunan. Ia bergegas mengikuti PM Lee Sun.
Namun dalam perjalanan
menuju Pengadilan Hanseongbu, PM Lee Sun menghilang.
Rupanya dia dibawa oleh
Chung Woon. PM Lee Sun sempat kebingungan saat seseorang menyeretnya masuk ke
sebuah gudang, namun begitu melihat wajah Chung Woon, ia langsung mengenali
Chung Woon sebagai gurunya.
“Tapi bagaimana kamu
mengenaliku?” tanya PM Lee Sun heran.
“Sebab Jeoha terlihat paling
kekanakan dan bodoh, jelas itu anda.” Jawab Chung Woon.
PM Lee Sun tersenyum senang,
“Aku merindukan sarkasmemu
itu.” ucapnya.
“Anda harus segera kembali.”
Ucap Chung Woon.
“Aku belum bisa kembali.”
Tolak PM Lee Sun.
“Sadarkah Yang Mulia betapa
berbahayanya situasi ini?” marah Chung Woon.
“Kini situasi seorang rakyat
lebih berbahaya daripadaku.” Jawab PM Lee Sun.
“Hamba sedang berusaha
mengawal Yang Mulia kembali dengan selamat. Waktu kita tidak banyak. Ikut aku.”
pinta Chung Woon.
“Guru, ingat ucapanmu
kepadaku saat aku tidak ingin berlatih berpedang? Kau tanya apa aku menyerah
melindungi rakyatku. Kau menakutiku dengan mengatakan seekor monster akan
memakan rakyatku jika Putra Mahkota menyerah. Sekarang kau mengatakan bahwa aku
harus berhenti melindungi rakyatku?” ucap PM Lee Sun.
Di Pengadilan Hanseongbu, Tae
Ho masih berdebat memaksa agar hak peradilan ayah Lee Sun diberikan pada
mereka. Tae Ho pun menyebut bahwa Tuan Han sudah melanggar perintah Raja.
“Ketika Raja membentuk
Departemen Pengadaan Air untuk rakyatnya, Baginda memberi kami wewenang penuh
atas penggunaan air dan pengadilan menyangkut itu. Ini jelas melanggar perintah Raja. Bukankah
begitu?”ucap Tae Ho.
Cuma satu ember air. Tindakannya
demi menyelamatkan istri dan anaknya yang sekarat. Dia harus diberi
pengampunan.” Jawab Tuan Han.
Tae Ho tak setuju, namun
warga mulai bersuara memohon supaya ayah Lee Sun diberikan pengampunan. Tae Ho
pun kesal. Tak lama kemudian, Kepala Hakim datang dan dengan entengnya
melimpahkan kasus itu untuk ditangani Departemen Pengadaan Air. Semua orang pun
tercengang. Tuan Han mencoba membela ayah Lee Sun, namun Kepala Hakim tak mau
mendengar dan menyuruh Tae Ho membawa ayah Lee Sun. Tae Ho tersenyum puas.
Di saat ayah Lee Sun akan
diseret pergi, Chung Woon pun datang dan mengumumkan kedatangan Putra Mahkota.
Kepala Hakim menyuruh pengawal memeriksanya. Pengawal memeriksa perhiasan emas
tanda pengenal Putra Mahkota dan ia langsung bergetar ketakutan menyadari sosok
di hadapannya memanglah Putra Mahkota. Semua orang pun langsung bersujud.
PM Lee Sun pun dengan
gagahnya berjalan ke arah Tae Ho. Hwa Gun tersenyum saat PM lee Sun
melewatinya, ia melihat bekas luka titik di belakang telinga PM Lee Sun. PM Lee
Sun menatap Tae Ho dengan tajam. Tak lama kemudian, ia melemparkan perhiasan
emasnya ke hadapan Tae Ho. Tae Ho gemetaran, ia mengambil perhiasan emas itu
dan mengembalikannya pada PM Lee Sun.
“Perhiasan giok itu milik
siapa?” tanya PM Lee Sun.
“Ini perhiasan Yang Mulia.”
Jawab Tae Ho terbata-bata.
“Kalau begitu, karena itu
ada di tanganmu, maka itu milikmu.” Ucap PM Lee Sun.
“Apa maksud Yang Mulia? Mana
mungkin hamba berani memiliki perhiasan giok Yang Mulia?” jawab Tae Ho.
“Seorang Putra Mahkota
dipilih oleh dewa, jadi kau tidak akan menjadi Putra Mahkota meski memegangnya.
Begitu pula dengan air. Di mana pun itu berada, air tidak boleh dikuasai
seseorang karena itu diberikan kepada rakyat dari Langit. Apa aku salah?” ucap
PM Lee Sun.
Tae Ho kebingungan harus
menjawab apa. PM Lee Sun lantas menatap Kepala Hakim.
“Tugas seorang Hakim Kepala
adalah melindungi rakyat! Kau tidak menganggapnya rakyat hanya karena dia
berada di bawah Departemen Pengadaan Air?”
tanya PM Lee Sun.
“Tapi Yang Mulia, itu
peraturan yang dibuat oleh Baginda Raja.” Jawab Kepala Hakim.
“Peraturan? Kau seharusnya
berpikir untuk melindungi rakyat dengan peraturan itu, bukan menghukum mereka!”
teriak PM Lee Sun.
PM Lee Sun lalu menyuruh
Kepala Hakim membebaskan ayah Lee Sun. Ayah Lee Sun pun dibebaskan. Tae Ho
terlihat kesal, namun ia tak bisa berbuat apa2. Rakyat langsung bersorak sorai.
PM Lee Sun menatap rakyatnya dan pandangannya pun berhenti pada Ga Eun. Ga Eun
menatap kagum PM Lee Sun. PM Lee Sun tersenyum senang menatap Ga Eun.
Sementara Hwa Gun, dia menyuruh Gon menunggu sebentar sampai Putra Mahkota benar2 pergi dari Hanseongbu.
Di dalam, Seja lagi protes
karena Chung Woon menahannya padahal tadi Chung Woon yang ingin mereka lekas
pergi. Chung Woon berkata, itu karena Seja baru saja mengumumkan tentang
kehadiran Seja di depan umum, jadi mereka harus menunggu sampai Komandan
Pengawal Istana datang.
“Ada orang yang harus
kutemui sebelum pergi dari sini. Ada sesuatu yang perlu kudengar juga.” ucap
Seja.
“Aku menerima perintah Raja
untuk membawa anda pulang dengan selamat.” Jawab Chung Woon.
Chung Woon merasa ada yang
mencurigakan di balik pintu. Ia lantas membuka pintu dan langsung menghunus
pedangnya pada orang itu, tapi orang itu ternyata si pengawal yang sejak tadi
ragu mau masuk ruangan Seja.
Dia datang untuk memberikan
catatan investigasi yang ia lakukan sendiri. Seja ingin tahu alasan kecurigaan
pengawal tersebut. Dia pun berkata, kecurigaannya bermula dari perkataan
beberapa pekerja yang mabuk yang mengatakan kalau sumber air mongering seiring
dengan pembangunan konstruksi Departemen Pengadaan Air.
Seja terpengarah. Ia langsung
teringat pertanyaan Woo Bo tentang kenapa sumur bisa mongering padahal air
sungai melimpah lebih banyak tahun ini. Seja pun mengerti. Pengawal itu pun
menjelaskan lebih lanjut, kalau saat ia membuka penutup galian, air seketika
membuncah keluar.
“Mereka sengaja menutup
saluran air untuk mengeringkan sumur, lalu mereka mengalirkan air itu ke
penampungan mereka. Benar?” tanya Seja.
Pengawal itu hanya
tertunduk, seolah membenarkan ucapan Seja.
“Kenapa kau coba melaporkannya
padaku diam-diam dan bukannya melaporkannya langsung kepada pemerintah?” tanya
Seja.
“Ini Departemen Pengadaan
Air. Bagaimana hamba bisa menyelidiki dan menuduh mereka terang2an? Para
pejabat berkuasa melindungi mereka. Mereka yang jujur tidak memiliki kuasa
sebesar itu.” jawab si pengawal.
“Karena itukah kau
melaporkannya kepada Putra Mahkota?” tanya Chung Woon.
“Hamba melihat Yang Mulia di
persidangan tadi. Hamba mengira Yang Mulia akan mengerti.” Jawab pengawal.
Jeoha nampak murka. Si
pengawal yang takut namanya terseret2, bergegas pergi tapi kemudian Jeoha
memanggilnya dan menyuruhnya menyiapkan penyelidikan. Chung Woon terkejut, ia
tanya apa Jeoha mau melakukan penyelidikan. Jeoha berkata, Tuan Han yang akan
melakukannya.
Chung Woon memanggil Tuan
Han, namun saat kembali ia terkejut melihat pengawal yang melapor tadi berada
diluar dan membawa nampan berisi air. Pengawal itu berkata dengan polosnya
kalau Seja haus jadi ia keluar mengambil air. Chung Woon panic dan langsung
masuk ke dalam. Benar saja, Seja menghilang. Chung Woon pun bergegas keluar
menjadi Seja.
Tuan Han menemukan secarik
pesan di meja yang berisi kalau Tuan Han dan Park Moo Ha akan menyelidiki
Departemen Pengadaan Air. Pengawal yang bernama Park Moo Ha itu pun panic,
sementara Tuan Han dengan senang hati menerima perintah Seja.
Seja dengan terburu2
meninggalkan pengadilan. Tepat saat itu, seorang pria berpakaian merah muncul
di belakangnya. Hwa Gun yang sudah menunggu sejak tadi di depan pengadilan
bersama Gon, langsung menunjuk ke arah pria itu dan berkata pria itu adalah
Jeoha.Gon pun bergegas pergi.
Namun saat mengawasi pria
berpakaian merah itu, ia melihat Chung Woon mendekati pria itu dan Chung Woon
pun melengos pergi begitu saja. Sadarlah Gon kalau pria itu bukanlah Seja.Gon
langsung menyuruh anak buahnya mencari Hwa Gun.
Hwa Gun sendiri menunggu
kedatangan Seja dengan wajah berseri2 di tengah pasar. Tak lama, Seja datang
dan tersenyum kepadanya. Seja kemudian berlari ke arahnya namun ternyata Seja
tersenyum bukan untuknya, tapi untuk Ga Eun yang berdiri tak jauh di belakang
Hwa Gun.
Begitu Seja menghampirinya,
Ga Eun langsung membahas saat Seja menyelamatkan ayah Lee Sun. Ga Eun lalu
menirukan ucapan Seja saat Seja menyuruh Kepala Hakim membebaskan ayah Lee Sun.
Ga Eun berkata dengan wajah berseri2, kalau Seja itu sangat mengagumkan.
“Mengagumkan?” tanya Seja
senang.
Ga Eun membenarkan. Keduanya
kemudian tertawa dan di belakang, Hwa Gun menatapnya dengan tatapan cemburu.
Dae Mok tertawa tidak
percaya saat Gon mengadu bahwa ia baru saja ditipu Hwa Gun. Dae Mok tidak
menyangka kalau cucunya bisa mengenali wajah Seja. Dae Mok pun langsung
menyuruh Gon mencari Hwa Gun. Tak lama kemudian, pelayan datang dan memberitahu
kalau Kepala Yangseocheong ingin bertemu.
Tae Ho berlutut meminta maaf
karena ia tak bisa berbuat apa2 saat Seja muncul. Dae Mok pun berkata, kalau ia
benci kalimat tidak bisa apa2. Dae Mok pun menyuruh Tae Ho mencari tahu caranya
agar hal itu tidak terjadi lagi.
Lee Sun menunggu ayahnya di
depan pengadilan. Begitu sang ayah keluar, ia langsung tersenyum lebar.
Mereka pun bergegas pulang,
namun karena sang ayah tak sanggup lagi berjalan, Lee Sun pun menggendong sang
ayah.
“Kau tahu cara menuliskan
nama yang Nona Ga Eun berikan kepadamu?” tanya ayahnya.
“Aku bisa membaca dan menulis
apa saja. Katakan saja. Aku akan menulisnya.” Jawab Lee Sun.
“Benarkah? Guru Woo Bo
bilang kau harus terus belajar.” ucap sang ayah.
“Tapi ayah tidak suka aku
belajar.” ucap Lee Sun.
Lee Sun lantas bertanya, kenapa
Ayah mengisi ember air Guru Woo Bo?
“Karena dia miskin.” Jawab
sang ayah. Sang ayah kemudian bertanya, apa Lee Sun mau terus belajar. Lee Sun
pun terdiam.
“Bagaimanapun, jangan
biarkan orang lain memukulmu. Jika ada yang memukulmu karena kau anak pengemis
yang belajar, beri tahu mereka bahwa ayahmu sudah bukan pengemis.Beri tahu
mereka bahwa ayah membawa air.” Ucap sang ayah.
“Aku akan bekerja dari pagi.
Aku akan belajar di malam hari.” Jawab Lee Sun.
“Terserah kau saja.” Ucap sang
ayah.
Namun tiba2, mereka dipukul
dari belakang hingga keduanya jatuh. Dengan samar2, Lee Sun bisa melihat
ayahnya yang diseret pergi, namun ia kembali dipukul Tae Ho hingga ia pingsan.
Begitu sadar, ia melihat ayahnya sudah tak bernyawa dan tergantung di pohon.
Lee Sun mendekati ayahnya. Ia memeluk kaki sang ayah dan memanggil2 ayahnya
dengan wajah panic.