Tabib istana memeriksa kondisi Daebi Mama dan berkata, Daebi Mama mengalami sakit kepala akibat syok yang hebat. Sun lantas meminta tabib meresepkan obat untuk Daebi Mama.
Ga Eun menunggu diluar bersama dayang2 lainnya. Begitu Kepala Dayang keluar, Ga Eun langsung menanyakan kondisi Daebi Mama. Kepala Dayang berkata, ia akan memberitahu Ga Eun jika kondisi Daebi Mama sudah membaik. Tak lama kemudian, Sun keluar. Sun terdiam menatap Ga Eun. Ga Eun langsung menundukkan wajahnya saat melihat Raja menatap kearahnya.
“Hari ini kau pasti kecewa, kan? Jangan kecewa. Kehormatan ayahmu, pasti akan kuminta pada beliau untuk dipulihkan.” Ucap Sun.
“Apa alasannya? Mengapa Yang Mulia selalu
membantu hamba? Bagi hamba, Yang Mulia adalah….”
“Pembunuh ayahmu. Sekaligus musuh.” Potong Sun.
Sun lantas berkata, bukan dia yang mengeksekusi
ayah Ga Eun. Namun Ga Eun tidak percaya. Sun pun bertanya, apa Ga Eun melihat
wajah yang ada dibalik topeng saat itu. Sun meyakinkan Ga Eun bukan dia yang
membunuh Tuan Han. Ga Eun sulit mempercayainya. Sun berjanji, akan memberitahu
Ga Eun kebenarannya bila waktunya tiba. Keduanya lantas saling menatap dengan
penuh emosional.
Begitu keluar dari kediaman Raja, Ga Eun
bertanya2 kalau bukan Raja yang membunuh ayahnya, lalu siapa…
Kepala Dayang menghadap Daebi Mama. Disana juga ada Menteri Choi. Kepala Dayang berkata, ia sudah menginterogasi seluruh penampil tapi mereka mengaku tidak bersalah karena sudah menampilkan sesuai instruksi. Daebi Mama lantas bertanya, siapa yang menyuruh mereka mengangkat kisah itu. Kepala Dayang berkata, salah satu dayang Daebi Mama yang memberi perintah.
Daebi Mama marah, salah satu dayangku? Kau
pikir itu masuk akal!
“Hamba sudah memeriksanya, namun tidak ada
dayang yang mereka maksud. Maafkan hamba, Daebi Mama.” ujar Kepala Dayang
dengan suara gemetar, lalu beranjak pergi.
Setelah Kepala Dayang keluar, Daebi Mama
menatap tajam Menteri Choi. Dengan nada tinggi, ia tanya apa yang terjadi pada
Seja. Sambil menunduk, Menteri Choi bilang ia diberitahu bahwa Seja sudah
dilempar ke laut. Menteri Choi lantas berjanji, akan membunuh Seja kali ini.
“Lupakan! Sekarang ini, Jenderal Jae Hon tidak
bisa menggerakkan pasukan. Sekarang yang sedang kuhadapi adalah Dae Mok, bukan
Seja. Beraninya dia menginstruksikan penampilan itu untuk mempermalukanku di
depan umum. “ geram Daebi Mama.
“Apa benar Dae Mok yang merencanakannya?” tanya
Menteri Choi.
Adegan lalu berpindah pada Moo Ha yang yakin
Dae Mok lah yang meracun Seja sesaat setelah Seja lahir. Chung Woon juga
berpikir demikian. Woo Bo berkata, dalam kasus racun itu Pyunsoo-hwe juga ikut
andil dan Dae Mok tidak punya alasan mengungkap kebenarannya.
“Lalu siapa?” tanya Moo Ha.
“Orang yang mengetahui pasti insiden 20 tahun
lalu.” jawab Woo Bo.
Moo Ha menghela nafas, lalu bertanya siapa yang
harus mereka hadapi duluan. Dae Mok atau Daebi Mama? Woo Bo menyuruh Moo Ha
diam. Moo Ha pun kebingungan kenapa dia disuruh diam. Woo Bo kemudian
menanyakan rencana Seja selanjutnya.
Keesokan harinya, Daebi Mama masih lemas. Menteri Choi pun cemas akan kondisi Daebi Mama. Daebi Mama marah, ia membentak Menteri Choi dengan berkata kalau Menteri Choi harusnya melakukan tugas dengan benar. Daebi Mama kemudian mengatakan soal rencana Dae Mok memilih Ratu untuk Joseon.
Flashback…
Dae Mok memberikan hadiah keduanya pada Daebi
Mama. Daebi Mama mengambil gulungan surat itu dan membacanya. Isinya adalah
tentang rencana Dae Mok memilih Ratu Joseon.
Flasback end…
“Ratu yang dipilihnya, akan dibuatnya untuk
menjadikanku wanita tanpa kuasa.” Ucap Ratu kesal.
Menteri Choi kaget, apa?
“Pemilihan Ratu, lakukan apa saja untuk
menghentikannya.” Suruh Daebi Mama.
“Tapi saya tidak berani melakukannya, Mama.”
jawab Menteri Choi.
“Lalu apa yang bisa kau lakukan!” ucap Daebi
Mama kesal.
Kepala Dayang lalu mengumumkan kedatangan Kepala Pedagang. Daebi Mama dan Menteri Choi kaget. Daebi Mama menyuruh Kepala Pedagang masuk. Begitu Seja masuk, Daebi Mama langsung memberikan tatapan tajam dan menyebut Seja anak dari Selir Lee yang rendahan dalam hatinya. Begitu Seja duduk di hadapannya, Daebi Mama langsung merubah air mukanya dan menyambut ramah Seja.
“Maaf, aku sudah membuat kekacauan kemarin.”
Ucap Daebi Mama.
“Bagaimana keadaan Yang Mulia hari ini?” tanya
Seja.
“Aku baik2 saja.” Jawab Daebi Mama. Daebi Mama
lalu bertanya, ada urusan apa Seja datang menemuinya.
“Dae Mok mencoba membunuh saya. Saya ditenggelamkan olehnya, namun beruntung saya dapat selamat. Saya tidak tahan akan ketidakadilan, sehingga saya datang kemari. Sampai saya bisa membalas yang terjadi, saya tidak bisa disebut pria sejati. Mama, saya akan membagi semua informasi yang saya miliki. Mohon gunakan itu untuk menghancurkan Dae Mok.” Jawab Seja.
“Menurutmu apa yang akan dilakukan Dae Mok?”
tanya Daebi Mama.
“Dae Mok pasti akan mengadakan pemilihan Ratu.
Seseorang yang dapat mengontrol istana dalam, agar pengaruh serta kekuasaan
anda berkurang.” Jawab Seja.
“Lalu menurutmu kita harus bagaimana?” tanya
Daebi Mama.
“Cara menghalangi pernikahan Raja… tidak ada.
Jusang Cheonha sudah dalam usia menikah, dan mendiang Raja pun telah tiada
beberapa tahun yang lalu. Anda tidak memiliki alasan menunda lagi pernikahan
itu. “ jawab Seja.
Menteri Choi sewot, lalu apa sebenarnya solusi
darimu!
“Hanya ada satu jalan keluar. Dalam permainan
baduk, seseorang harus menyerang duluan supaya menang. Dalam politik, penting
untuk memimpin situasi. Pemilihan Ratu akan diumumkan secara terbuka, jadi akan
lebih bila anda yang mengumumkannya dan mengontrol keadaan. Otoritas pemilihan
Ratu adalah hak anda. Daripada coba menghentikan, anda harus mengendalikannya.”
Jawab Seja.
Seja lantas berkata, mereka tidak boleh membiarkan orang2 Dae Mok yang menjadi Ratu. Seja berjanji akan membantu Daebi Mama. Daebi Mama senang mendengarnya. Setelah Seja pergi, Daebi Mama berbisik pada Menteri Choi kalau mereka harus menggunakan Seja untuk melawan Dae Mok.
Setibanya di luar istana, Seja senang karena
Daebi Mama percaya dengan taktiknya.
Hwa Gun mengumumkan bahwa mereka akan memilih Ratu baru dan mengganti penguasa Istana Dalam. Ia menyuruh para menteri bersiap-siap. Menteri Heo bertanya, siapa yang akan mereka jadikan kandidat Ratu. Hwa Gun balik bertanya, apakah Menteri Heo punya anak perempuan. Menteri Heo mengiyakannya dengan wajah sumringah. Menteri Joo terlihat kesal, namun saat Hwa Gun berencana menjadikan putri Menteri Joo sebagai kandidat, wajahnya langsung sumringah.
Seorang pengawal tiba2 menerobos masuk sambil
menahan nyeri di dadanya. Ia meminta Dae Mok memberinya pil poppi. Ternyata,
semua itu adalah ulah Woo Jae. Woo Jae menghukum pengawal itu karena tidak
becus mencari Yang. Hwa Gun terkejut, ia ingin tahu kesalahan apa yang
dilakukan pengawal itu.
“Dia tidak menjaga ladang poppi dengan benar,
sampai seorang anak berhasil kabur. Sebab itu, aku memberinya pil sebagai
peringatan.” Jawab Woo Jae.
Para menteri terkejut. Pengawal itu memohon minta diberikan pil penawarnya. Tapi saat Woo Jae hendak memberikan pil penawarnya, Dae Mok datang membuat semuanya ketakutan. Dae Mok menatap tajam Woo Jae dan meminta pil itu.
“Kapan kita akan mendistribusikan pilnya?”
tanya Dae Mok.
“Minggu pertama dan kedua setiap bulan. Dua
kali dalam sebulan.” Jawab Woo Jae.
“Kenapa tidak dalam seminggu?” tanya Dae Mok.
“Berdasarkan situasi kita, karena alasan
itulah… kita tidak bisa memproduksinya.” Jawab Woo Jae.
“Bagaimana kalau itu untuk Raja?” tanya Dae
Mok.
“Tidak bisa, bahkan meski untuk Raja.” Jawab
Woo Jae.
“Lalu kenapa kau memakainya untuk hal tidak
berguna sekarang?” tanya Dae Mok.
Woo Jae pun langsung berlutut dan memohon
ampunan Dae Mok. Semua terkejut, termasuk Hwa Gun. Dae Mok berkata, seandainya
tadi ia terlambat masuk satu menit saja, nyawa Woo Jae tidak akan ia ampuni.
Dae Mok lantas membuang pil itu ke samping si
pengawal yang sudah sekarat. Saat si pengawal mau mengambilnya, Dae Mok malah
menginjak pil itu. Akibatnya, si pengawal meregang nyawa. Setelah si pengawal
mati, Dae Mok mencengkram hanbok Woo Jae.
“Sekarang, cara mengurus pil itu dengan benar,
kau mengerti?!”teriak Dae Mok.
Woo Jae mengiyakan dengan wajah ketakutan. Hwa
Gun sedih melihat ayahnya diperlakukan begitu.
Ga Eun pergi menemui Daebi Mama. Begitu Ga Eun datang, Daebi Mama langsung minta maaf atas insiden yang terjadi kemarin. Daebi Mama bilang, ia berencana menyerang Dae Mok dan memulihkan kehormatan ayah Ga Eun.
“Lalu kehormatan ayah hamba, kapan akan dipulihkan?”
tanya Ga Eun.
“Aku mengerti kau kecewa tapi bisakah kau
menunggu dan mempercayaiku? Jika kau bersedia, aku akan memenuhi janjiku.”
Jawab Daebi Mama.
Ga Eun setuju. Daebi Mama tersenyum licik, lalu
menyinggung soal tanaman yang diterima Raja dari Pyunsoo-hwe. Daebi Mama yakin
ada sesuatu dibalik itu. Ia lalu meminta Ga Eun membawakan tabung bamboo yang
pernah Ga Eun lihat dibalik tanaman itu. Ga Eun pun terkejut.
Hwa Gun pergi ke pondok yang biasa didatangi Ga Eun. Disana, Seja sudah menunggunya. Hwa Gun mendekati Seja dengan wajah berseri-seri. Begitu Hwa Gun datang, Seja langsung mengucapkan terima kasih atas bantuan Hwa Gun menghentikan Jenderal Jae Hon membawa pasukan.
“Membantu Doryongnim sudah sangat bahagia
rasanya.” Jawab Hwa Gun.
Hwa Gun lantas ngebatin, kalau Seja sudah
menyelamatkan nyawa keluarganya.
Seja kemudian mengungkapkan alasannya mengajak Hwa Gun bertemu hari itu. Seja ingin meminta bantuan Hwa Gun sekali lagi. Seja lantas menunjukkan pil poppi pada Hwa Gun. Hwa Gun terkejut melihatnya dan pura2 bertanya pil apa itu.
“Ini racun.” Jawab Seja.
Ga Eun menuju kediaman Raja, membawakan
secangkir teh. Sesampainya disana, ia dikejutkan dengan sosok Kepala Kasim yang
menghadang langkahnya. Kepala Kasim menatap Ga Eun dengan curiga. Ia bertanya,
apa Raja minta dibawakan secangkir teh. Ga Eun mengiyakan, namun Kepala Kasim
tidak percaya tapi Kepala Kasim tetap mengizinkan Ga Eun masuk ke kamar Raja.
Sun jelas bahagia dibawakan teh oleh Ga Eun. Ia meminta Ga Eun menemaninya sampai ia selesai menghabiskan teh itu. Sontak, ingatan Ga Eun langsung melayang pada Chun Soo yang juga meminta hal yang sama.
Seja menjelaskan pada Hwa Gun, kalau tabib
paling hebat di Joseon tidak mengetahui jenis pil itu dan khasiatnya
menyembuhkan seseorang. Seja mengaku
sangat frustasi dan berpikir mungkin seseorang seperti Hwa Gun yang akrab
dengan Saudagar Jepang mengetahuinya.
Hwa Gun berbohong, ia mengaku baru kali ini
melihat pil itu. Hwa Gun lantas bertanya, darimana Seja mendapatkan pil itu.
“Pyunsoo-hwe yang meramu racun ini.” jawab
Seja, membuat Hwa Gun semakin terkejut.
Ketika Seja ingin menyimpan kembali pil itu,
Hwa Gun meminta pil itu. Hwa Gun beralasan agar obat itu bisa dibawa orangnya
ke Jepang untuk ditanyakan pada saudagar disana. Seja langsung tersenyum lega
dan menyerahkan pil itu.
Usai meminum teh yang dibawa Ga Eun, Sun tertidur pulas. Setelah Sun jatuh tertidur, Ga Eun memeriksa tanaman yang dikirimkan Pyunsoo-hwe tapi ia tak menemukan tabung bamboo itu di sana. Ga Eun pun mengernyit heran, namun tak lama ia melihat tabung bamboo itu terselip di buku yang sedang dibaca Sun.
Ga Eun lalu teringat kata2 Sun saat ia menuduh
Sun sudah membunuh ayahnya. Sun bertanya, apa Ga Eun melihat wajah yang
mengeksekusi Tuan Han. Penasaran, Ga Eun hendak melepas topeng Raja namun tepat
saat itu, Sun sedikit bergerak. Ga Eun pun tidak jadi melepas topeng Sun. Ia
kemudian menyembunyikan tabung bambunya dibalik lengannya dan buru2 pergi.
Setibanya diluar, Ga Eun dicegat Mae Chang. Mae
Chang mengajak Ga Eun bicara. Ga Eun meminta maaf karena ia sedang terburu2
sekarang. Mae Chang lalu berkata, bahwa ia mengetahui niat Ga Eun untuk menemui
Daebi Mama.
Mae Chang menyajikan teh untuk Ga Eun. Ga Eun bilang, ia sedang terburu-buru sekarang. Mae Chang menjawab, orang bilang semakin terburu-buru, justru mereka harus merasa tenang. Ga Eun terdiam. Setelah berpikir sejenak, terpaksa lah Ga Eun meminum tehnya. Namun sebelum ia memegang cangkirnya, ia meletakkan dulu tabung bamboo itu dibawah meja. Mae Chang tersenyum melihat Ga Eun yang langsung meminum tehnya.
“Di istana, kau harus berhati-hati saat
seseorang menawarimu secangkir teh.” Ucap Mae Chang.
Ga Eun terkejut, ia seketika melirik ke cangkir
tehnya.
“Karena kau buru-buru, aku akan langsung saja. Setiap kali Daebi Mama menyuruhmu melakukan sesuatu, apa lantas kau akan selalu mempertaruhkan nyawamu?” tanya Mae Chang.
Ga Eun terkejut, ia seketika bertanya bagaimana
Mae Chang tahu.
“Di istana, ada banyak mata dan telinga.” Jawab
Mae Chang.
Ga Eun pun terdiam…
“Aku memberitahu demi kebaikan mu sendiri. Jangan sembarangan bergerak. Kau mungkin bisa kehilangan nyawamu.” Ucap Mae Chang.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Ga Eun.
“Aku orang yang memuja Kepala Pedagang. Aku
mempercayai bahwa kita memerlukan sosok sepertinya untuk kebaikan rakyat. Sebab
itu, aku peduli padamu, seseorang yang berharga baginya. Jangan abaikan saran
dariku ini.” jawab Mae Chang.
Selesai bicara dengan Mae Chang, Ga Eun langsung menyerahkan tabung bamboo itu pada Daebi Mama. Namun tabung bamboo itu kosong. Usut punya usut, Mae Chang lah yang diam-diam menukar tabung bamboo itu. Tabung bamboo yang asli ada pada Mae Chang.
Mae Chang menemui Kepala Kasim. Kepala Kasim kesal karena Daebi Mama hampir mengetahui pil poppi itu. Mae Chang membela Ga Eun. Ia berkata, Ga Eun anak yang polos.
“Justru seseorang yang polos sepertinya, mudah
dihabisi dalam sekejap.” Jawab Kepala Kasim.
Hyun Seok membangunkan Sun. Hyun Seok mengingatkan Sun kalau sudah waktunya menemui Kepala Pedagang. Hyun Seok kemudian melihat bintik2 di tangan Sun. Sadarlah ia Sun belum meminum pilnya. Sun menghela napas, lantas mencari obatnya tapi terkejut karena obatnya menghilang. Hyun Seok berencana meminta obatnya lagi pada Dae Mok, namun Sun mencegah karena khawatir Hyun Seok terluka.
Seja menemui Hyun Seok. Ia merasa Sun sedang
dalam kesulitan. Hyun Seok menyuruh Seja mengikutinya.
Seja masuk ke rumah kaca dan mendapati Sun yang tengah kesakitan. Seja cemas. Tak lama, ia tersadar gejala yang dialami Sun mirip dengan yang terjadi pada Yang. Seja marah.
“Kau diracuni. Siapa pelakunya!”
“Dae Mok. Dae Mok meracuni saya dengan pil
bunga poppi.”
Seja terkejut, pil bunga poppi?
Sun marah, kenapa anda baru datang sekarang! Kenapa anda tidak menghentikan saya menggantikan posisi anda! Kenapa anda meninggalkan saya!
Seja merasa bersalah, Sun-ah…
“Tidak sekali pun saya merasa damai. Bagaimana
kalau Dae Mok tidak memberi saya pil itu? Saya selalu takut akan mati bila dia
terlambat memberi saya pil.” Ucap Sun.
“Apa Dae Mok tidak memberimu pil kali ini?”
tanya Seja.
“Ini semua karena Jeoha. Setiap 15 hari sekali,
saya merasa sekarat. Orang2 menuding saya sebagai Raja boneka. Semua salah
Jeoha!”
“Maafkan aku. Aku tidak menyangka kau akan
semenderita ini.”
“Kau bilang akan segera kembali!”
Nyeri yang dirasakan Sun semakin bertambah kuat. Seja langsung memangku Sun. Seja berjanji akan mendapatkan pil itu. Sun tanya, darimana Seja bisa mendapatkan pil itu. Apa Seja mau ke rumah Dae Mok.
“Bukan hanya ke rumah Dae Mok, tapi ke ujung
dunia sekali pun aku akan mencarinya!” jawab Seja.
Saat Seja hendak pergi, Sun menahannya.
“Bila saya mati, tolong ambil topeng ini. Ambil
alih kembali tahtanya.” Ucap Sun.
Sun pun pingsan. Seja langsung melesat pergi. Ia yakin, pil yang diberikannya pada Hwa Gun sudah tak ada di ibukota.
Sementara itu, Hwa Gun yang menyendiri di
kediamannya, tampak menatap pil poppi itu di tangannya.
Kondisi Sun semakin parah. Tak lama, Ga Eun datang membawakan teh. Ga Eun penasaran, kenapa Raja mendadak jatuh sakit. Hyun Seok minta maaf karena tidak bisa menjelaskan dan meminta Ga Eun tetap di sisi Sun.
Seja dan Chung Woon menyusup ke kediaman Dae Mok. Mereka melumpuhkan dua anak buah Dae Mok dan menyamar sebagai anak buah Dae Mok. Namun sial, mereka ketahuan oleh salah satu pelayan Dae Mok.
Seja dan Chung Woon bergegas mencari tempat sembunyi. Mereka membuka salah satu pintu dan disambut oleh pedang Gon. Tak lama, Hwa Gun datang dan mereka terkejut melihat Hwa Gun. Hwa Gun membeku, ia tak tahu bagaimana harus menjelaskannya.
Ga Eun terus menemani Sun. Tak lama, Sun bangun. Ga Eun langsung ingin memanggil Balai Pengobatan tapi dicegah Sun. Sun bilang mereka tidak akan bisa membantunya dan meminta Ga Eun tetap di sisinya. Ga Eun kemudian menatap ke arah tangan Sun yang memegang tangannya. Ia langsung teringat kondisi Yang.
“Ada seorang anak yang menunjukkan gejala sama
seperti Yang Mulia.” Ucap Ga Eun.
“Bagaimana kondisi anak itu?” tanya Sun.
“Dia meninggal.” Jawab Ga Eun.
Sun pun tersenyum pahit. Sun yang merasa dirinya akan meninggal, menyatakan perasaannya pada Ga Eun. Ga Eun terkejut.
Seja minta penjelasan pada Hwa Gun, kenapa Hwa Gun bisa ada di kediaman Dae Mok. Tak lama, terdengar suara Dae Mok yang ingin masuk ke kamar Hwa Gun.
“Kakek, tunggu sebentar!” sahut Hwa Gun.
Seja dan Chung Woon terkejut mengetahui Hwa Gun
cucunya Dae Mok.