Do Kyung memberikan Ji An kesempatan terakhir. Ia meminta Ji An memberinya kesempatan, tapi Ji An menggeleng. Do Kyung pun menyerah. Ia mengucapkan selamat tinggal dan pergi meninggalkan Ji An.Tapi Do Kyung balik lagi. Ia menatap Ji An putus asa.
“Kenapa sulit
sekali mendapatkanmu!” teriaknya.
Ji An mengajak Do Kyung masuk. Do Kyung jalan
duluan, tapi sampai di pintu gerbang ia tak jadi masuk dan pergi lagi.
Sampai di dalam, tangis Ji An pecah.
Do Kyung lari mengitari lapangan. Ia tidak
mempedulikan dinginnya hujan salju yang turun cukup lebat.
“Para direktur tidak melihat keuntungan
berinvestasi. Maafkan aku. Kau gagal
melewati evaluasi.”
Do Kyung mengingat ketika proposalnya ditolak sana
sini. Terakhir, ia ingat penolakan Ji An.
Do Kyung akhirnya berhenti berlari setelah mengitari
beberapa putaran. Pikirannya masih mengingat penolakan-penolakan Ji An.
Di kamar barunya, Ji An yang sedang bekerja dengan laptopnya langsung membuka pintu kamarnya begitu mendengar suara panik seseorang memanggil Do Kyung.
“Kau tampak sakit. Mana yang sakit?” tanya salah satu penghuni rumah kos (lagi2 sy lupa namanya).
“Tidak. Aku baik-baik saja.” Jawab Do Kyung.
“Ayo. Aku akan memapahmu.” Ucap penghuni rumah kos.
Ji An hanya mengintip di balik pintu. Ia tampak
cemas.
Kondisi Do Kyung membuat Ji An tak bisa tidur. Ia
akhirnya bangun.
Sambil membawa obat, Ji An mengetuk pintu kamar Do
Kyung. Tapi tak ada respon. Akhirnya Ji An meninggalkan obat itu di depan
pintu.
“Obatnya ada di depan pintu jika kau butuh.” Ucap Ji
An, lalu kembali ke kamarnya.
Setelah beberapa saat, Ji An membuka pintu kamarnya
dan melihat nampan obat itu masih ada di tempat yang sama. Ia lalu mengambil
kembali nampan obat itu. Tak lama kemudian, ia mendengar suara erangan Do
Kyung.
Cemas, Ji An pun masuk ke kamar Do Kyung dan melihat Do Kyung menggigil kedinginan. Ji An memeriksa suhu tubuh Do Kyung dan terkejut karena Do Kyung sangat panas.
Ji An lantas mengompres Do Kyung. Sementara Do Kyung terus mengigau kedinginan. Ji An juga membantu Do Kyung bangun agar bisa minum obat.
“Siapa kau?” tanya Do Kyung.
“Ini aku, Ji An.” Jawab Ji An.
“Kau Ji An? Ji An yang tidak pernah mendengarkanku.”
Ucap Do Kyung.
Ji An pun membantu Do Kyung minum obat. Tiba-tiba,
Do Kyung tersedak. Ji An menepuk2 punggung Do Kyung, lalu membantu Do Kyung
berbaring lagi.
“Seo Ji An, yang tidak pernah mendengarkanku karena
dia terlalu keras kepala.”
“Kau tidak akan bisa menghadapiku.” Jawab Ji An.
“Aku tidak bisa terus seperti ini.” Ucap Do Kyung.
“Maafkan aku.” Jawab Ji An.
“Aku mencintainya, tapi kami tidak bisa bersama bahkan
dalam mimpiku.” Ucap Do Kyung.
Air mata Ji An pun keluar. Do Kyung akhirnya tertidur. Setelah Do Kyung tidur, Ji An menyentuh wajahnya.
“Kau pasti amat terluka. Oppa, selamat tinggal.”
Ucap Ji An.
Ji An lalu mencium Do Kyung sambil menangis.
Nona Yang turun dari lantai dua dan memergoki Ji An keluar dari kamar Do Kyung. Nona Yang pun naik lagi sebelum Ji An melihatnya.
Esok harinya, Ji An memasak bubur. Hyuk penasaran, kenapa Ji An membuat bubur. Ji An pun beralasan, kalau perutnya sedang sakit.
“Kau sudah menemui keluargamu? Ada masalah?” tanya
Hyuk.
“Ya, sudah.” Jawab Ji An.
“Kau bertengkar dengan Do Kyung?” tanya Hyuk.
“Dia akan kembali ke rumah sekarang.” Jawab Ji An.
Do Kyung terbangun, lalu meregangkan tubuhnya dan merasa aneh terhadap sesuatu tapi ia tidak tahu apa. Do Kyung lalu keluar kamar dan bertemu Hyuk serta Ji An yang mau berangkat kerja. Do Kyung mengabaikan mereka dan pergi begitu saja ke kamar mandi. Ji An lega karena Do Kyung sudah membaik.
“Dia berusaha merintis ini sendiri sepenuhnya. Tidak
bisakah ayah memberinya kesempatan? Untuk kali pertama dalam hidupnya, dia bisa
mencapai sesuatu tanpa bantuan Haesung.” Ucap Tuan Choi, lalu pergi.
Ji An meletakkan bubur yang dimasaknya tadi di atas
meja agar semua orang bisa memakannya. Tapi mereka pikir, Nona Yang lah yang memasak
bubur itu. Do Kyung yang kebetulan belum makan pun langsung mengambil buburnya.
Ponselnya kemudian berdering, telepon dari Seketaris Yoo.
“Kenapa anda menggunakan ponsel anda lagi, Pak?
Ponsel rahasia anda tidak aktif, jadi, aku menghubungi nomor ini.” Ucap
Seketaris Yoo.
“Terjadi begitu saja. Pekerjaan paruh waktuku? Ya,
aku harus bekerja.” Jawab Do Kyung.
Yong Gook yang baru datang dan mendengar pembicaraan
Do Kyung di telepon pun heran kenapa Do Kyung bekerja paruh waktu lagi padahal
sudah mendapatkan investor. Yong Gook pun menanyakannya pada Do Kyung.
“Semua investasiku diblokir. Kakek memengaruhi semua
hal dalam proyekku.” Jawab Do Kyung.
“Do Kyung, ini serius. Kau harus pulang atau gunakan
uang milikmu.” Ucap Yong Gook.
“Aku tidak akan menggunakan uang itu. Saat dia mengusirku tanpa uang, aku kira dia mengetesku. Tapi tidak. Dia ingin menjadikanku pelayannya dan membuatku makin setia kepadanya. Aku ingin berusaha lebih keras setelah menyadari niatnya. Hidup sebagai bidak catur? Aku tidak mau.” Jawab Do Kyung.
“Jadi, kau akan terus menjadi pegawai paruh waktu?”
tanya Yong Gook.
“Aku membutuhkan uang untuk hidup. Sisa uangku hanya
60 dolar setelah menjadi interpreter.” Jawab Do Kyung.
“Tanpa investasi, proyekmu tidak ada artinya. Apa rencanamu?”
tanya Yong Gook.
“Aku harus memikirkannya lagi. Tapi aku harus
menghasilkan uang lebih dahulu.” Jawab Do Kyung.
“Bagaimana dengan Ji An?” tanya Yong Gook.
“Seo Ji An? Aku membencinya.” Jawab Do Kyung.
“Kau pergi dari rumah karena cinta, tapi itu tidak
berhasil dan rencana bisnismu gagal. Aku tidak sabar ingin tahu
perkembangannya.” Ucap Yong Gook.
“Aku juga. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku.”
Jawab Do Kyung.
“Pikirkan bisnis kecil-kecilan dahulu. Aku sudah
mengira proyekmu terlalu besar untuk bisnis pertama.” Ucap Yong Gook.
Do Kyung dan Seketaris Yoo bertemu di kafe. Seketaris Yoo mengaku bahwa ia sudah resign dari Haesung. Seketaris Yoo bilang, ia dipindahkan ke kantor cabang di Busan. Do Kyung pun terkejut. Seketaris Yoo juga menceritakan alasannya resign karena ia sudah membeli apartemen di Seoul, jadi ia tak bisa membawa ibunya pindah ke Busan serta ia tidak tahu apa-apa soal administrasi.
“Mereka berusaha memisahkan kita. Aku sungguh minta
maaf.” Jawab Do Kyung.
“Jadi, aku sudah lama mengundurkan diri. Aku
menunggu anda sembari bekerja. Mereka tahu segalanya. Apa yang akan anda
lakukan?” tanya Seketaris Yoo.
“Sebaiknya kupikirkan selagi bekerja. Aku
benar-benar kehabisan uang.” Jawab Do Kyung.
“Kalau begitu, mau bekerja denganku?” tanya
Seketaris Yoo.
“Manusia salju pun akan mati membeku di sini.” Ucap
Do Kyung.
“Manusia pun bisa radang dingin saat musim panas, tapi
bayarannya lumayan besar. Saat masih kuliah, aku bekerja di sini dan tinggal di
asrama.” Jawab Seketaris Yoo.
“Di sini dingin sekali, tapi lihat keringatku. Betapa
ironis.” Ucap Do Kyung.
“Simpan energi anda. Kita harus mengangkat kantong
dan menghancurkan es nanti. Tubuh anda bisa kepanasan.” Jawab Seketaris Yoo.
Jin Hee ke ruangan Tuan Choi. Ia bilang, datang bukan sebagai adik ipar melainkan sebagai Presiden Hotel MJ. Tuan Choi pun penasaran, apa yang membawa Jin Hee datang menemuinya.
“Ini mengenai Do Kyung. Sampai kapan kita harus
menunggu Do Kyung? Dia sudah pergi terlalu lama. Dia sudah ditugaskan ke kantor
Eropa sebagai direktur Posisinya tidak
bisa dibiarkan kosong terlalu lama.” Ucap Jin Hee.
“Bukankah baru 20 hari?” tanya Tuan Choi.
“Lantas batalkan promosinya. Itu wewenang anda,
bukan?” ucap Jin Hee.
Tuan Choi tampak berpikir. Jin Hee lalu menyuruh
Tuan Choi bertanya pada CEO No. Tuan Choi pun kesal.
Beralih ke Seketaris Min yang menunjukkan foto
apartemen di Paris untuk Ji Soo pada Nyonya No. Nyonya No pun menyuruh
Seketaris Min lekas membelikan tiket untuk Ji Soo. Seketaris Min berkata, ia
belum menemukan pengawal untuk Ji Soo. Seketaris Min bilang, mereka tidak bisa
membiarkan Ji Soo pergi sendirian.
“Bayar dua kali lipat.” Suruh Nyonya No.
“Tidak akan berubah meski membayar lebih. Dia harus
mengawasinya sepanjang hari. Selain itu, sulit menemukan orang Korea di sana.”
Jawab Seketaris Min.
“Kau ingin tambahan gaji, bukan? Kenapa kau tidak bisa menemukan seseorang jika membayar lebih? Bukankah kau mengeluh karena itu?” tuduh Nyonya No.
Seketaris Min pun kesal dengan tuduhan itu. Tapi ia
tak bisa protes dan tetap menuruti perintah Nyonya No yang menyuruhnya
menawarkan gaji tiga kali lipat untuk pengawal Ji Soo.
“Jadi kakak tidak memberikan ini sebagai kakakku? Kakak
membayarku untuk berpura-pura menjadi pacar kakak?” tanya Ji Ho.
Ji Soo pun menyuruh Ji Ho bangun agar mereka bisa
latihan.
“Kenapa kita melakukan ini? Kakak ingin membuat
seseorang cemburu?” tanya Ji Ho sambil melindungi dirinya.
“Ini untuk menjaga harga diri kakak.” Jawab Ji Soo.
Dimulai lah sandiwa Ji Soo dan Ji Ho. Ji Soo pura2 mesra dengan Ji Ho di depan Hyuk. Ji Soo bahkan menyuruh Ji Ho tersenyum seolah-olah Ji Ho mencintai Ji Soo. Tapi belum ada semenit, Hyuk langsung tahu mereka cuma pura-pura. Berawal dari Ji Ho yang keceplosan mengenalkan namanya. Ji Soo pun langsung mencubit pinggang Ji Ho.
“Sakit, kak!” teriak Ji Ho.
“Dia kakakmu?” tanya Hyuk kaget.
“Kenapa kau memanggil nama panggilanku?” protes Ji
Soo, lalu mengajak Ji Ho pergi.
Tapi Hyuk menahan Ji Soo dengan memegang lengan Ji
Soo.
“Kau tahu di mana kakakmu bekerja, bukan? Pergilah
ke sana dan tunggu kami.” Suruh Hyuk.
“Kau ingin bicara denganku?” tanya Ji Ho
tergagap-gagap.
Hyuk pun tidak menjawab pertanyaan Ji Ho dan
langsung menarik Ji Soo pergi.
Hyuk membawa Ji Soo ke sebuah kafe. Disana, ia meminta penjelasan Ji Soo atas tindakan Ji Soo tadi. Ji Soo pun mengaku, ia melakukan itu demi harga dirinya karena ia mau berhenti menyukai pria yang menyukai wanita lain.
“Aku menyukai wanita lain?” tanya Hyuk.
“Kakakmu dan Pak Tukang Roti juga mengetahuinya. Kau
pun bilang ada wanita yang kau sukai. Tapi kau terus memperlakukanku dengan
baik, jadi, kukira kau mungkin mulai menyukaiku.” Jawab Ji Soo.
“Tapi aku memang menyukaimu.” Ucap Hyuk, mengejutkan
Ji Soo.
Hyuk pun menjelaskan, kalau wanita yang pernah dibahas kakaknya dan Boss Kang adalah cinta pertamanya. Hyuk berkata, ia amat bahagia bertemu lagi dengan cinta pertama nya setelah 10 tahun. Hyuk bilang, 10 tahun lalu cinta pertamanya tiba-tiba menghilang jadi cinta pertamanya selalu memiliki tempat di hatinya.
“Aku tidak sengaja bertemu dengannya setelah 10
tahun, tapi saat itu dia melewati banyak hal. Dia banyak membantuku dahulu, jadi,
aku peduli dengannya dan malah membantunya. Serta itu membuatku mencampurkan
persahabatan dan cinta.” Ucap Hyuk.
“Mencampurkan?” tanya Ji Soo.
“Dia melewati banyak hal buruk. Kukira aku mengkhawatirkannya karena masih menyukainya. Tapi bukan begitu. Aku akhirnya menyadari itu saat menyukaimu. Aku menyadari dia tidak pernah membuat hatiku berdebar-debar. Pada suatu saat, aku mulai tersenyum saat memikirkanmu. Serta aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Jantungku berdebar.” Jawab Hyuk.
Keduanya lalu saling bertatapan. Ji Soo tersenyum
Hyuk pun begitu.
Di toko roti, Ji Ho yang sedang menunggu Ji Soo pura2 memiih roti. Boss Kang yang sadar pun menegur Ji Ho dengan bertanya, apa tidak ada roti yang disukai Ji Ho.
“Itu... aku kemari untuk Ji Soo. Aku menunggunya di
sini.” Jawab Ji Ho.
“Ji Soo? Apa hubunganmu dengan Ji Soo?” tanya Boss
Kang.
“Itu... bagaimana, ya? Kami amat dekat.” Jawab Ji
Ho.
“Amat dekat? Tidak mungkin. Kau bukan mahasiswa. Kau
juga bukan pegawai. Aku merasakan hal gelap.” Ucap Boss Kang.
Boss Kang lalu menebak kalau Ji Ho bekerja di malam
hari. Ji Ho terkejut, anda cenayang?
“Kau pria hidung belang, ya? Pasti kau yang membuat
Ji Soo sedih.” Tuduh Boss Kang.
“Hidung belang? Jaga ucapan anda.” Jawab Ji Ho.
Boss Kang pun membanting topinya dan mencengkram
keraj baju Ji Ho. Boss Kang menanyai alamat, pekerjaan serta nomor militer Ji
Ho. Barulah Ji Ho mengaku kalau ia adiknya Ji Soo. Boss Kang tidak percaya.
Boss Kang bilang, mana mungkin Ji Soo punya adik sebesar itu.
“Tanyakan saja kepada kakakku.” Jawab Ji Ho.
Ji Ho juga mengomel kenapa hari itu dia sial banget.
Boss Kang pun memberikan Ji Ho roti sebagai permintaan maaf. Tak hanya itu,
Boss Kang juga memuji Ji Ho yang tinggi dan mengatakan keluarga Ji Ho punya gen
yang bagus.
“Kami tidak berbagi gen.” Gumam Ji Ho.
Tak lama kemudian, Hyuk dan Ji Soo datang. Ji Ho
langsung ngumpet dibalik Boss Kang. Hyuk berterima kasih karena Ji Ho sudah
pura-pura menjadi pacarnya Ji Soo. Ji Soo juga berterima kasih karena berkat Ji
Ho yang pura-pura jadi pacarnya, masalah mereka selesai. Sontak Ji Ho
kebingungan.
Hyuk lalu mengenalkan dirinya dan menyuruh Ji Ho
memanggilnya kakak.
“Tunggu. Kenapa aku harus memanggilmu kakak?” tanya
Ji Ho.
“Aku pacar kakakmu. Sudah seharusnya begitu.” Jawab
Hyuk.
Ji Ho pun kaget, begitu pula Boss Kang. Mereka langsung meminta penjelasan apa yang terjadi. Hyuk dan Ji Soo pun tertawa.
Soo A dapat kiriman dari ayah mertuanya, tapi ia
tidak mau membukanya dan malah mengirimkannya balik ke Ji Tae.
Seseorang mengantarkan hadiah itu ke Ji Tae. Tak
lama kemudian, Ji Tae menerima pesan dari Soo A. Ji Tae terkejut membaca pesan
Soo A. Soo A mengatakan, hadiah itu dari ayah Ji Tae tapi ia tidak bisa
menerimanya.
Tuan Seo mengambil album keluarganya dan mengambil foto keluarganya satu. Setelah itu, Tuan Seo pergi meninggalkan rumah. Sebelum pergi, ia meninggalkan pesan di atas meja bahwa ia akan pergi ke Busan karena latihannya dimajukan.
Nyonya Yang yang sedang bekerja dihubungi Ji An.
“Ponsel ayah mati lagi. Ayah baik-baik saja?” tanya
Ji An.
“Entahlah. Ibu rasa dia muak dengan ibu. Dia bahkan tidak
mau menatap ibu. Ibu harus menebusnya sebelum dia pergi.” Jawab Nyonya Yang.
Saat lagi bicara dengan Ji An di telepon, ia pun melihat Nyonya No sudah berdiri di belakangnya. Ia terkejut dan langsung menyudahi pembicaraannya dengan Ji An. Nyonya No mendekati Nyonya Yang.
“Apa itu Ji An?” tanya Nyonya No, yang langsung
diiyakan Nyonya Yang.
“Sepertinya bisnismu berjalan lancar.” Ucap Nyonya
No lagi.
“Aku bekerja keras.” Jawab Nyonya Yang.
“Aku memberikan ini untukmu guna menyokong putrimu. Kenapa
putrimu di luar?” tanya Nyonya No.
“Agar hanya aku yang dipermalukan.” Jawab Nyonya
Yang.
“Lantas, berhentilah dipermalukan. Berhentilah
bekerja di sini.” Ucap Nyonya No.
“Pasti anda sudah menemukan orang baru untuk
mengelolanya.” Jawab Nyonya Yang.
Nyonya Yang lalu bertanya, kapan ia harus berhenti.
“Sekarang juga.” Jawab Nyonya No.
“Sekarang juga?” tanya Nyonya Yang kaget.
“Kau memohon kepada suamiku untuk tidak membuatmu
mengelola restoran ini. Kamu merasa tidak enak melepaskannya?” tuduh Nyonya No.
“Bukan begitu.” Jawab Nyonya Yang.
Nyonya No lalu membayar gaji Nyonya Yang dan meminta
Nyonya Yang memberitahu Ji An soal itu.
Tuan Seo ambruk di depan rumahnya.
Ji An yang sedang bekerja dapat telepon dari ponsel
sang ayah, tapi yang menelpon bukan ayahnya melainkan paramedis yang menemukan
Tuan Seo pingsan. Paramedis menjelaskan, ia menghubungi nama pertama di daftar
panggilan ponsel Tuan Seo dan memberitahu kalau Tuan Seo sedang dibawa ke UGD.
Ji An langsung lari ke UGD dan menemukan ayahnya lagi berdebat sama dokter karena menolak menjalani tes. Tuan Seo mengajak Ji An pulang, serta meyakinkan Ji An kalau ia baik2 saja. Dokter pun memberitahu Ji An kalau Tuan Seo sempat muntah darah di ambulance.
“Katanya itu terjadi karena dia belum makan sejak
kemarin malam.” Ucap dokter.
“Itu tidak benar. Dia sering muntah dan sakit perut.
Dia sulit makan dan tidur nyenyak.” Jawab Ji An.
Tuan Seo pun marah, tapi Ji An tak peduli dan
meminta dokter memeriksa ayahnya.
Tak lama kemudian, Nyonya Yang datang. Tuan Seo pun tak bisa mengatakan apa-apa lagi.
Tak lama kemudian, Nyonya Yang datang. Tuan Seo pun tak bisa mengatakan apa-apa lagi.