Paginya, Chun Joong berlatih pedang dengan ayahnya. Sang ayah terlihat marah.
Ya, Tuan Choi memang marah.
Tuan Choi : Berkat kau yang bertingkah bak pemburu hebat malam itu, banyak tuan muda terluka! Berhentilah bersikap konyol! Jangan pernah mencolok, dan redam tingkah liarmu!
Chun Joong pun minta maaf dengan wajah kecewa.
Tuan Choi : Kau dihukum selama tiga hari. Salin semua buku di ruang belajar! Ini hukumanmu!
In Kyu sedang latihan memanah ketika Bong Ryeon mendatanginya. In Kyu kesal karena Bong Ryeon tidak bersikap hormat kepadanya dengan membungkuk.
In Kyu : Kau ingin dihukum lagi?
Bong Ryeon : Jatuh saja. Jatuh saja, jatuh dan tewas. Itu kata-kata anda. Aku melihat semuanya.
In Kyu terkejut Bong Ryeon bisa membacanya. Tapi In Kyu pura-pura tidak tahu dan tanya apa maksud Bong Ryeon.
Bong Ryeon : Untungnya, Tuan Chun Joong aman. Haruskah kuberi tahu dia? Bahwa anda tidak mencari bantuan? Dengar jika anda merundung yang lemah lagi, akan kuberi tahu dia semuanya! Bahkan semua pikiran tergelapmu yang tersembunyi jauh di dalam dirimu!
In Kyu kesal dan memegang leher Bong Ryeon.
In Kyu : Beraninya kau!
Bong Ryeon : Pecundang...
Bong Ryeon menepis tangan In Kyu, lalu pergi meninggalkan In Kyu yang kesal luar biasa.
Bong Ryeon lalu pergi ke rumah Chun Joong. Semula dia ragu-ragu untuk masuk, tapi akhirnya dia memutuskan untuk masuk.
Bong Ryeon mengetuk pintu gerbang. Tak lama, pintu terbuka dan Man Seok keluar.
Man Seok tampak seperti mengenali Bong Ryeon tapi saat dia mau bicara, Bong Ryeon bicara duluan. Bong Ryeon bilang dia datang untuk menemui Chun Joong.
Man Seok : Datang untuk menemui tuanku? Kau gila! Kemarilah!
Man Seok menjewer Bong Ryeon.
Chun Joong keluar dan menyuruh Bong Ryeon masuk. Chun Joong bilang pada Man Seok kalau Bong Ryeon tamunya.
Man Seok pun berhenti menjewer Bong Ryeon.
Bong Ryeon menatap Man Seok, lalu masuk dan menghampiri Chun Joong.
Chun Joong membungkuk, memberi hormat pada Bong Ryeon yang sudah menolongnya. Melihat sikap sopan Chun Joong, Bong Ryeon jadi salah tingkah sendiri, lalu bergegas melakukan hal yang sama.
Sekarang, Chun Joong dan Bong Ryeon sedang makan. Mereka makan di kamar Chun Joong.
Chun Joong : Kenapa kau meminta hal seperti ini?
Bong Ryeon : Karena anda tidak bisa melihat apa pun.
Chun Joong : Apa?
Bong Ryeon : Aku hanya penasaran, karena anda sangat berbeda.
Chun Joong : Aku tidak berbeda. Aku sama seperti orang lain.
Bong Ryeon melihat buku-buku Chun Joong.
Bong Ryeon : Membaca semua ini dan menulis salinan menurut anda biasa saja? Usia 17 tahun, peringkat pertama ujian negara? Itu tidak biasa.
Tuan Muda, anda benar-benar berbeda.
Chun Joong : Tidak, aku tidak jauh berbeda dari yang lain! Aku bahkan...
Chun Joong menatap ke arah pintu.
Chun Joong : Ya, bermain drum! Tanpa sepengetahuan ayahku, aku bermain drum dan bernyanyi... Inilah rahasianya, musik adalah hasratku!
Bong Ryeon : Mungkin ini takdir?
Chun Joong : Apa? Ini bukan rahasia bagiku, tapi... aku juga menari.
Di sebuah padang yang luas, Chun Joong menabuh drum. Bong Ryeon menari.
Hubungan mereka semakin dekat. Chun Joong menabuh drum dan menari bersama Bong Ryeon.
Bong Ryeon mengenakan pita berwarna merah muda itu untuk menghias rambutnya.
Tiba-tiba, Bong Ryeon berhenti menari dan salah tingkah sendiri.
Chun Joong menyuruh Bong Ryeon berbalik.
Bong Ryeon berbalik dan Chun Joong menarik pita merah muda itu dari rambut Bong Ryeon.
Chun Joong lalu naik ke atas pohon dan mengikat dahannya dengan pita Bong Ryeon.
Setelah itu, Chun Joong turun dan menghampiri Bong Ryeon.
Chun Joong : Jika kau melihat pita rambut diikat di sini, itu pertanda aku akan datang. Kau bisa melihatnya dari jauh, jadi, sebaiknya kau juga datang.
Bong Ryeon : Jika aku punya waktu, kurasa bisa.
Bong Ryeon mau pergi tapi dihentikan Chun Joong.
Chun Joong lantas memeluk Bong Ryeon.
Dari balik pohon yang lain, In Kyu menatap mereka dengan kesal.
In Kyu lalu melihat tangannya yang terluka.
Tak lama kemudian, In Kyu berbalik dan pergi meninggalkan mereka.
Malamnya, In Kyu menggali tanah di depan kamarnya.
In Kyu lalu mengambil sebuah kotak disana dan mengeluarkan dua helai kertas mantra.
Mata In Kyu berkilat-kilat menatap kedua kertas itu.
Paginya, Ban Dal diseret oleh beberapa pasukan dari Biro Kepolisian.
Di belakang,, Bong Ryun mengejar ibunya tapi para petugas menghalanginya.
Ban Dal berontak, Bong Ryeon-ah!
Ban Dal pun jatuh.
Melihat ibunya jatuh, Bong Ryeon langsung menepis tangan pengawal yang memegangnya. Dia berusaha lari ke ibunya tapi pengawal lagi-lagi menghalanginya dan membawa Ban Dal pergi.
Ban Dal diikat di kursi penyiksaan.
Kim Byung Woon, menteri keuangan, memimpin interogasi.
Byung Woon : Apa ini dukun yang mengutuk gubernur dan semua tuan kita?
Seorang petugas mengiyakan dan menunjukkan jimat yang diambil In Kyu dari dalam tanah tadi malam.
Byung Woon : Mulai interogasi.
Petugas mulai menginterogasi Ban Dal.
"Penyihir! Kenapa kau mengubur jimat ini tepat di depan kantor pemerintahan kita?"
Ban Dal bilang itu bukan jimat kutukan tapi jimat keberuntungan yang ia buat saat berdoa memanggil leluhur Tuan Chae.
Di belakang, Bong Ryeon yang dipegangi petugas melihat ibunya diinterogasi.
Byung Woon bilang, mereka punya saksi atas 'kejahatan' Ban Dal
Ban Dal : Siapa itu? Dia yang menjebakku!
Byung Woon : Diam! Pukuli dia!
Dari depan pintu, In Kyu senang melihat Ban Dal disiksa.
Bong Ryeon pun maju. Dia berlutut dan mengatakan, bahwa Ban Dal menulis jimat untuk ayah Tuan Chae karena tahu dia akan meninggal.
Bong Ryeon : Kenapa ini disebut kejahatan?
Petugas menyuruh anak buahnya membawa Bong Ryeon pergi, tapi Byung Woon menghentikannya.
Byung Woon berdiri dan tanya pada Bong Ryeon, apa Ban Dal sehebat itu sampai bisa memprediksi kematian seseorang.
Bong Ryeon mengiyakan.
Byung Woon lantas berjalan, sambil menatap Ban Dal tak percaya.
Bong Ryeon menatap wajah Byung Woon.
Byung Woon meminta Ban Dal memprediksi kematiannya.
Byung Woon : Prediksi dengan benar dan akan kubiarkan kau hidup.
Karena Ban Dal diam saja, Byung Woon minat petugas menghunuskan pedang ke leher Ban Dal.
Byung Woon : Buat prediksimu, Dukun. Akankah aku membunuhmu atau membiarkanmu hidup?
Bong Ryeon menatap Ban Dal. Ban Dal mulai takut jika Bong Ryeon mengatakan semuanya.
Byung Woon : Kau bahkan tidak bisa bilang kepadaku bahwa kau akan segera mati. Dukun tidak berguna. Biar kuberi tahu masa depanmu.
Bong Ryeon berdiri dan berteriak bahwa Byung Woon lah yang akan mati.
Bong Ryeon : Hidup ibuku tidak ditakdirkan untuk berakhir hari ini. Namun, sayangnya nyawa anda akan tamat sekitar tengah malam hari ini. 21.00-23.00.
Byung Woon mulai tertarik dan menatap Bong Ryeon.
Byung Woon : Jadi, kau yang berbakat, bukan ibumu? Menarik sekali! Mari kita lihat apakah aku mati malam ini. Sampai saat itu, aku akan menjaga kalian tetap hidup.
Sekelompok ninja tampak berlarian di hutan.
Byung Woon menikmati tehnya, bersama seorang petugas.
Bong Ryeon yang duduk di pinggir, terus menatap tajam Byung Woon.
Byung Woon : Bukankah kau bilang aku mati malam ini? Sebentar lagi tengah malam dan aku masih hidup. Aku terlalu takut untuk terus minum. Kapan aku akan mati?
Bong Ryeon : Jika kubiarkan anda hidup, anda harus menepati janji untuk membebaskan ibuku!
"Dasar kurang ajar!" ucap petugas.
Sebuah lonceng berbunyi.
Byung Woon : Lonceng terakhir baru saja berbunyi. Ibumu akan mati karena kebohonganmu.
Bong Ryeon berdiri dan menatap Byung Woon dengan wajah serius.
Tiba-tiba, ribuan anak panah menyerang mereka.
Si petugas tewas tertusuk anak panah.
Bong Ryeon berusaha melindungi Byung Woon.
Byung Woon marah, siapa kau!
Bong Ryeon lalu meminta Byung Woon memenuhi janji untuk membebaskan ibunya.
Bong Ryeon : Ada kematian tertulis di wajah anda dan wajah Gubernur...
Bong Ryeon menatap petugas yang tewas. Tapi setelah aku tiba, itu menghilang dari wajah kalian, artinya kalian menghindari kematian akibatku.
Byung Woon terkesima dan mengatakan Bong Ryeon anak ajaib.
Bong Ryeon : Kini tolong lepaskan ibuku!
Byung Woon : Aku menemukan harta karun sungguhan! Tahan anak ini. Kita bisa memanfaatkannya!
Chun Joong menunggu Bong Ryeon di bawah pohon.
Ban Dal mengejar tandu yang membawa Bong Ryeon. Bong Ryeon nangis. Dia diikat di dalam tandu.
Ban Dal terjatuh dan gagal mengejar Bong Ryeon.
Ban Dal pun ke istana, menemui Raja.
PM Kim Jwa Geun kaget.
PM Kim : Putri hina dukun ini seorang tuan putri?
Raja Cheoljong : Saat muda, aku tidur dengannya di Gang-Hwa.
PM Kim : Jika begitu, dia pasti sudah membawa anaknya kepadamu. Kenapa dia membesarkan anak sendirian sampai sekarang?
Byeong Woon menatap kesal Ban Dal.
Ban Dal : Aku tidak tahu Tuan Muda waktu itu sudah menjadi Raja. Bagaimana aku bisa membayangkannya?
Ban Dal menatap Byeong Woon.
Ban Dal : Setelah kehilangan putriku kepada seorang tuan, aku kembali ke desaku untuk meminta bantuan ayahnya. Saat itulah aku tahu anda telah menjadi Raja.
Raja Cheoljong : Saat itu, aku hanyalah bangsawan miskin tidak berguna, tapi statusku melarangku menikahi dukun. Saat dia meninggalkan desa setelah melahirkan anakku, aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Maaf aku tidak mencarimu.
Ban Dal : Yang Mulia, tolong bantu aku mendapatkan putriku kembali!
Mendengar itu, Ratu Jo yang sedari tadi duduk diam dibalik tirai di belakang Raja marah dan mendekati Ban Dal.
Ratu Jo : Mendapatkannya kembali? Kami bisa mengompensasimu karena melahirkan dan membesarkan putri raja. Kini dia milik Keluarga Kerajaan. Dia tidak bisa menjadi putri manusia hina sepertimu lagi!
Ban Dal kaget, apa?
Raja Cheoljong : Aku tahu kau sudah mempertaruhkan nyawamu datang ke sini, tapi... apa yang bisa kau tawarkan sebagai seorang ibu? Karena keluarga Kim di Jangdong akan mengurus tuan putri dengan baik, kau bisa tenang.
Ban Dal nangis, kumohon, Rajaku...
Ratu Jo tak peduli dan pergi.
Bersambung ke part 3...