• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

My Golden Life Ep 38 Part 1

Sebelumnya...


Do Kyung memberikan Ji An kesempatan terakhir. Ia meminta Ji An memberinya kesempatan, tapi Ji An menggeleng. Do Kyung pun menyerah. Ia mengucapkan selamat tinggal dan pergi meninggalkan Ji An.Tapi Do Kyung balik lagi. Ia menatap Ji An putus asa.

“Kenapa sulit sekali mendapatkanmu!” teriaknya.

Ji An mengajak Do Kyung masuk. Do Kyung jalan duluan, tapi sampai di pintu gerbang ia tak jadi masuk dan pergi lagi.


Sampai di dalam, tangis Ji An pecah.


Do Kyung lari mengitari lapangan. Ia tidak mempedulikan dinginnya hujan salju yang turun cukup lebat.

“Para direktur tidak melihat keuntungan berinvestasi.  Maafkan aku. Kau gagal melewati evaluasi.”

Do Kyung mengingat ketika proposalnya ditolak sana sini. Terakhir, ia ingat penolakan Ji An.


Do Kyung akhirnya berhenti berlari setelah mengitari beberapa putaran. Pikirannya masih mengingat penolakan-penolakan Ji An.


Di kamar barunya, Ji An yang sedang bekerja dengan laptopnya langsung membuka pintu kamarnya begitu mendengar suara panik seseorang memanggil Do Kyung.

“Kau tampak sakit. Mana yang sakit?” tanya salah satu penghuni rumah kos (lagi2 sy lupa namanya).

“Tidak. Aku baik-baik saja.” Jawab Do Kyung.

“Ayo. Aku akan memapahmu.” Ucap penghuni rumah kos.

Ji An hanya mengintip di balik pintu. Ia tampak cemas.


Kondisi Do Kyung membuat Ji An tak bisa tidur. Ia akhirnya bangun.


Sambil membawa obat, Ji An mengetuk pintu kamar Do Kyung. Tapi tak ada respon. Akhirnya Ji An meninggalkan obat itu di depan pintu.

“Obatnya ada di depan pintu jika kau butuh.” Ucap Ji An, lalu kembali ke kamarnya.


Setelah beberapa saat, Ji An membuka pintu kamarnya dan melihat nampan obat itu masih ada di tempat yang sama. Ia lalu mengambil kembali nampan obat itu. Tak lama kemudian, ia mendengar suara erangan Do Kyung.


Cemas, Ji An pun masuk ke kamar Do Kyung dan melihat Do Kyung menggigil kedinginan. Ji An memeriksa suhu tubuh Do Kyung dan terkejut karena Do Kyung sangat panas.


Ji An lantas mengompres Do Kyung. Sementara Do Kyung terus mengigau kedinginan. Ji An juga membantu Do Kyung bangun agar bisa minum obat.

“Siapa kau?” tanya Do Kyung.

“Ini aku, Ji An.” Jawab Ji An.

“Kau Ji An? Ji An yang tidak pernah mendengarkanku.” Ucap Do Kyung.


Ji An pun membantu Do Kyung minum obat. Tiba-tiba, Do Kyung tersedak. Ji An menepuk2 punggung Do Kyung, lalu membantu Do Kyung berbaring lagi.


Do Kyung mengigau lagi.

“Seo Ji An, yang tidak pernah mendengarkanku karena dia terlalu keras kepala.”

“Kau tidak akan bisa menghadapiku.” Jawab Ji An.

“Aku tidak bisa terus seperti ini.” Ucap Do Kyung.

“Maafkan aku.” Jawab Ji An.

“Aku mencintainya, tapi kami tidak bisa bersama bahkan dalam mimpiku.” Ucap Do Kyung.


Air mata Ji An pun keluar. Do Kyung akhirnya tertidur. Setelah Do Kyung tidur, Ji An menyentuh wajahnya.

“Kau pasti amat terluka. Oppa, selamat tinggal.” Ucap Ji An.


Ji An lalu mencium Do Kyung sambil menangis.


Nona Yang turun dari lantai dua dan memergoki Ji An keluar dari kamar Do Kyung. Nona Yang pun naik lagi sebelum Ji An melihatnya.


Esok harinya, Ji An memasak bubur. Hyuk penasaran, kenapa Ji An membuat bubur. Ji An pun beralasan, kalau perutnya sedang sakit.

“Kau sudah menemui keluargamu? Ada masalah?” tanya Hyuk.

“Ya, sudah.” Jawab Ji An.

“Kau bertengkar dengan Do Kyung?” tanya Hyuk.

“Dia akan kembali ke rumah sekarang.” Jawab Ji An.


Do Kyung terbangun, lalu meregangkan tubuhnya dan merasa aneh terhadap sesuatu tapi ia tidak tahu apa. Do Kyung lalu keluar kamar dan bertemu Hyuk serta Ji An yang mau berangkat kerja. Do Kyung mengabaikan mereka dan pergi begitu saja ke kamar mandi. Ji An lega karena Do Kyung sudah membaik.


Tuan Choi kesal mendengar cerita Nyonya No tentang CEO No yang memblokir semua investasi Do Kyung.

“Dia berusaha merintis ini sendiri sepenuhnya. Tidak bisakah ayah memberinya kesempatan? Untuk kali pertama dalam hidupnya, dia bisa mencapai sesuatu tanpa bantuan Haesung.” Ucap Tuan Choi, lalu pergi.


Ji An meletakkan bubur yang dimasaknya tadi di atas meja agar semua orang bisa memakannya. Tapi mereka pikir, Nona Yang lah yang memasak bubur itu. Do Kyung yang kebetulan belum makan pun langsung mengambil buburnya. Ponselnya kemudian berdering, telepon dari Seketaris Yoo.

“Kenapa anda menggunakan ponsel anda lagi, Pak? Ponsel rahasia anda tidak aktif, jadi, aku menghubungi nomor ini.” Ucap Seketaris Yoo.

“Terjadi begitu saja. Pekerjaan paruh waktuku? Ya, aku harus bekerja.” Jawab Do Kyung.
Yong Gook yang baru datang dan mendengar pembicaraan Do Kyung di telepon pun heran kenapa Do Kyung bekerja paruh waktu lagi padahal sudah mendapatkan investor. Yong Gook pun menanyakannya pada Do Kyung.

“Semua investasiku diblokir. Kakek memengaruhi semua hal dalam proyekku.” Jawab Do Kyung.

“Do Kyung, ini serius. Kau harus pulang atau gunakan uang milikmu.” Ucap Yong Gook.


“Aku tidak akan menggunakan uang itu. Saat dia mengusirku tanpa uang, aku kira dia mengetesku. Tapi tidak. Dia ingin menjadikanku pelayannya dan membuatku makin setia kepadanya. Aku ingin berusaha lebih keras setelah menyadari niatnya. Hidup sebagai bidak catur? Aku tidak mau.” Jawab Do Kyung.

“Jadi, kau akan terus menjadi pegawai paruh waktu?” tanya Yong Gook.

“Aku membutuhkan uang untuk hidup. Sisa uangku hanya 60 dolar setelah menjadi interpreter.” Jawab Do Kyung.

“Tanpa investasi, proyekmu tidak ada artinya. Apa rencanamu?” tanya Yong Gook.

“Aku harus memikirkannya lagi. Tapi aku harus menghasilkan uang lebih dahulu.” Jawab Do Kyung.

“Bagaimana dengan Ji An?” tanya Yong Gook.

“Seo Ji An? Aku membencinya.” Jawab Do Kyung.

“Kau pergi dari rumah karena cinta, tapi itu tidak berhasil dan rencana bisnismu gagal. Aku tidak sabar ingin tahu perkembangannya.” Ucap Yong Gook.

“Aku juga. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku.” Jawab Do Kyung.

“Pikirkan bisnis kecil-kecilan dahulu. Aku sudah mengira proyekmu terlalu besar untuk bisnis pertama.” Ucap Yong Gook.


Do Kyung dan Seketaris Yoo bertemu di kafe. Seketaris Yoo mengaku bahwa ia sudah resign dari Haesung. Seketaris Yoo bilang, ia dipindahkan ke kantor cabang di Busan. Do Kyung pun terkejut. Seketaris Yoo juga menceritakan alasannya resign karena ia sudah membeli apartemen di Seoul, jadi ia tak bisa membawa ibunya pindah ke Busan serta ia tidak tahu apa-apa soal administrasi.

“Mereka berusaha memisahkan kita. Aku sungguh minta maaf.” Jawab Do Kyung.

“Jadi, aku sudah lama mengundurkan diri. Aku menunggu anda sembari bekerja. Mereka tahu segalanya. Apa yang akan anda lakukan?” tanya Seketaris Yoo.

“Sebaiknya kupikirkan selagi bekerja. Aku benar-benar kehabisan uang.” Jawab Do Kyung.

“Kalau begitu, mau bekerja denganku?” tanya Seketaris Yoo.


Do Kyung protes karena Seketaris Yoo mengajaknya bekerja membawa balok es.

“Manusia salju pun akan mati membeku di sini.” Ucap Do Kyung.

“Manusia pun bisa radang dingin saat musim panas, tapi bayarannya lumayan besar. Saat masih kuliah, aku bekerja di sini dan tinggal di asrama.” Jawab Seketaris Yoo.

“Di sini dingin sekali, tapi lihat keringatku. Betapa ironis.” Ucap Do Kyung.

“Simpan energi anda. Kita harus mengangkat kantong dan menghancurkan es nanti. Tubuh anda bisa kepanasan.” Jawab Seketaris Yoo.


Jin Hee ke ruangan Tuan Choi. Ia bilang, datang bukan sebagai adik ipar melainkan sebagai Presiden Hotel MJ. Tuan Choi pun penasaran, apa yang membawa Jin Hee datang menemuinya.

“Ini mengenai Do Kyung. Sampai kapan kita harus menunggu Do Kyung? Dia sudah pergi terlalu lama. Dia sudah ditugaskan ke kantor Eropa sebagai direktur  Posisinya tidak bisa dibiarkan kosong terlalu lama.” Ucap Jin Hee.

“Bukankah baru 20 hari?” tanya Tuan Choi.

“Lantas batalkan promosinya. Itu wewenang anda, bukan?” ucap Jin Hee.

Tuan Choi tampak berpikir. Jin Hee lalu menyuruh Tuan Choi bertanya pada CEO No. Tuan Choi pun kesal.


Beralih ke Seketaris Min yang menunjukkan foto apartemen di Paris untuk Ji Soo pada Nyonya No. Nyonya No pun menyuruh Seketaris Min lekas membelikan tiket untuk Ji Soo. Seketaris Min berkata, ia belum menemukan pengawal untuk Ji Soo. Seketaris Min bilang, mereka tidak bisa membiarkan Ji Soo pergi sendirian.

“Bayar dua kali lipat.” Suruh Nyonya No.

“Tidak akan berubah meski membayar lebih. Dia harus mengawasinya sepanjang hari. Selain itu, sulit menemukan orang Korea di sana.” Jawab Seketaris Min.


“Kau ingin tambahan gaji, bukan? Kenapa kau tidak bisa menemukan seseorang jika membayar lebih? Bukankah kau mengeluh karena itu?” tuduh Nyonya No.

Seketaris Min pun kesal dengan tuduhan itu. Tapi ia tak bisa protes dan tetap menuruti perintah Nyonya No yang menyuruhnya menawarkan gaji tiga kali lipat untuk pengawal Ji Soo.


Ji Soo menyuruh Ji Ho pura2 jadi pacarnya. Ia bahkan sampai membayar Ji Ho.

“Jadi kakak tidak memberikan ini sebagai kakakku? Kakak membayarku untuk berpura-pura menjadi pacar kakak?” tanya Ji Ho.

Ji Soo pun menyuruh Ji Ho bangun agar mereka bisa latihan.

“Kenapa kita melakukan ini? Kakak ingin membuat seseorang cemburu?” tanya Ji Ho sambil melindungi dirinya.

“Ini untuk menjaga harga diri kakak.” Jawab Ji Soo.


Dimulai lah sandiwa Ji Soo dan Ji Ho. Ji Soo pura2 mesra dengan Ji Ho di depan Hyuk. Ji Soo bahkan menyuruh Ji Ho tersenyum seolah-olah Ji Ho mencintai Ji Soo. Tapi belum ada semenit, Hyuk langsung tahu mereka cuma pura-pura. Berawal dari Ji Ho yang keceplosan mengenalkan namanya. Ji Soo pun langsung mencubit pinggang Ji Ho.

“Sakit, kak!” teriak Ji Ho.

“Dia kakakmu?” tanya Hyuk kaget.

“Kenapa kau memanggil nama panggilanku?” protes Ji Soo, lalu mengajak Ji Ho pergi.


Tapi Hyuk menahan Ji Soo dengan memegang lengan Ji Soo.

“Kau tahu di mana kakakmu bekerja, bukan? Pergilah ke sana dan tunggu kami.” Suruh Hyuk.

“Kau ingin bicara denganku?” tanya Ji Ho tergagap-gagap.

Hyuk pun tidak menjawab pertanyaan Ji Ho dan langsung menarik Ji Soo pergi.


Hyuk membawa Ji Soo ke sebuah kafe. Disana, ia meminta penjelasan Ji Soo atas tindakan Ji Soo tadi. Ji Soo pun mengaku, ia melakukan itu demi harga dirinya karena ia mau berhenti menyukai pria yang menyukai wanita lain.

“Aku menyukai wanita lain?” tanya Hyuk.

“Kakakmu dan Pak Tukang Roti juga mengetahuinya. Kau pun bilang ada wanita yang kau sukai. Tapi kau terus memperlakukanku dengan baik, jadi, kukira kau mungkin mulai menyukaiku.” Jawab Ji Soo.

“Tapi aku memang menyukaimu.” Ucap Hyuk, mengejutkan Ji Soo.


Hyuk pun menjelaskan, kalau wanita yang pernah dibahas kakaknya dan Boss Kang adalah cinta pertamanya. Hyuk berkata, ia amat bahagia bertemu lagi dengan cinta pertama nya setelah 10 tahun. Hyuk bilang, 10 tahun lalu cinta pertamanya tiba-tiba menghilang jadi cinta pertamanya selalu memiliki tempat di hatinya.

“Aku tidak sengaja bertemu dengannya setelah 10 tahun, tapi saat itu dia melewati banyak hal. Dia banyak membantuku dahulu, jadi, aku peduli dengannya dan malah membantunya. Serta itu membuatku mencampurkan persahabatan dan cinta.” Ucap Hyuk.

“Mencampurkan?” tanya Ji Soo.


“Dia melewati banyak hal buruk. Kukira aku mengkhawatirkannya karena masih menyukainya. Tapi bukan begitu. Aku akhirnya menyadari itu saat menyukaimu. Aku menyadari dia tidak pernah membuat hatiku berdebar-debar. Pada suatu saat, aku mulai tersenyum saat memikirkanmu. Serta aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Jantungku berdebar.” Jawab Hyuk.

Keduanya lalu saling bertatapan. Ji Soo tersenyum Hyuk pun begitu.


Di toko roti, Ji Ho yang sedang menunggu Ji Soo pura2 memiih roti. Boss Kang yang sadar pun menegur Ji Ho dengan bertanya, apa tidak ada roti yang disukai Ji Ho.

“Itu... aku kemari untuk Ji Soo. Aku menunggunya di sini.” Jawab Ji Ho.

“Ji Soo? Apa hubunganmu dengan Ji Soo?” tanya Boss Kang.

“Itu... bagaimana, ya? Kami amat dekat.” Jawab Ji Ho.

“Amat dekat? Tidak mungkin. Kau bukan mahasiswa. Kau juga bukan pegawai. Aku merasakan hal gelap.” Ucap Boss Kang.

Boss Kang lalu menebak kalau Ji Ho bekerja di malam hari. Ji Ho terkejut, anda cenayang?

“Kau pria hidung belang, ya? Pasti kau yang membuat Ji Soo sedih.” Tuduh Boss Kang.

“Hidung belang? Jaga ucapan anda.” Jawab Ji Ho.

Boss Kang pun membanting topinya dan mencengkram keraj baju Ji Ho. Boss Kang menanyai alamat, pekerjaan serta nomor militer Ji Ho. Barulah Ji Ho mengaku kalau ia adiknya Ji Soo. Boss Kang tidak percaya. Boss Kang bilang, mana mungkin Ji Soo punya adik sebesar itu.

“Tanyakan saja kepada kakakku.” Jawab Ji Ho.

Ji Ho juga mengomel kenapa hari itu dia sial banget. Boss Kang pun memberikan Ji Ho roti sebagai permintaan maaf. Tak hanya itu, Boss Kang juga memuji Ji Ho yang tinggi dan mengatakan keluarga Ji Ho punya gen yang bagus.

“Kami tidak berbagi gen.” Gumam Ji Ho.


Tak lama kemudian, Hyuk dan Ji Soo datang. Ji Ho langsung ngumpet dibalik Boss Kang. Hyuk berterima kasih karena Ji Ho sudah pura-pura menjadi pacarnya Ji Soo. Ji Soo juga berterima kasih karena berkat Ji Ho yang pura-pura jadi pacarnya, masalah mereka selesai. Sontak Ji Ho kebingungan.

Hyuk lalu mengenalkan dirinya dan menyuruh Ji Ho memanggilnya kakak.

“Tunggu. Kenapa aku harus memanggilmu kakak?” tanya Ji Ho.

“Aku pacar kakakmu. Sudah seharusnya begitu.” Jawab Hyuk.


Ji Ho pun kaget, begitu pula Boss Kang. Mereka langsung meminta penjelasan apa yang terjadi. Hyuk dan Ji Soo pun tertawa.


Soo A dapat kiriman dari ayah mertuanya, tapi ia tidak mau membukanya dan malah mengirimkannya balik ke Ji Tae.


Seseorang mengantarkan hadiah itu ke Ji Tae. Tak lama kemudian, Ji Tae menerima pesan dari Soo A. Ji Tae terkejut membaca pesan Soo A. Soo A mengatakan, hadiah itu dari ayah Ji Tae tapi ia tidak bisa menerimanya.


Tuan Seo mengambil album keluarganya dan mengambil foto keluarganya satu. Setelah itu, Tuan Seo pergi meninggalkan rumah. Sebelum pergi, ia meninggalkan pesan di atas meja bahwa ia akan pergi ke Busan karena latihannya dimajukan.


Ji An yang lagi bekerja teringat kata-kata sang ayah kemarin saat mereka bertemu di rumah.

Nyonya Yang yang sedang bekerja dihubungi Ji An.

“Ponsel ayah mati lagi. Ayah baik-baik saja?” tanya Ji An.

“Entahlah. Ibu rasa dia muak dengan ibu. Dia bahkan tidak mau menatap ibu. Ibu harus menebusnya sebelum dia pergi.” Jawab Nyonya Yang.


Saat lagi bicara dengan Ji An di telepon, ia pun melihat Nyonya No sudah berdiri di belakangnya. Ia terkejut dan langsung menyudahi pembicaraannya dengan Ji An. Nyonya No mendekati Nyonya Yang.

“Apa itu Ji An?” tanya Nyonya No, yang langsung diiyakan Nyonya Yang.

“Sepertinya bisnismu berjalan lancar.” Ucap Nyonya No lagi.

“Aku bekerja keras.” Jawab Nyonya Yang.

“Aku memberikan ini untukmu guna menyokong putrimu. Kenapa putrimu di luar?” tanya Nyonya No.

“Agar hanya aku yang dipermalukan.” Jawab Nyonya Yang.


“Lantas, berhentilah dipermalukan. Berhentilah bekerja di sini.” Ucap Nyonya No.

“Pasti anda sudah menemukan orang baru untuk mengelolanya.” Jawab Nyonya Yang.

Nyonya Yang lalu bertanya, kapan ia harus berhenti.

“Sekarang juga.” Jawab Nyonya No.

“Sekarang juga?” tanya Nyonya Yang kaget.

“Kau memohon kepada suamiku untuk tidak membuatmu mengelola restoran ini. Kamu merasa tidak enak melepaskannya?” tuduh Nyonya No.

“Bukan begitu.” Jawab Nyonya Yang.

Nyonya No lalu membayar gaji Nyonya Yang dan meminta Nyonya Yang memberitahu Ji An soal itu.


Tuan Seo ambruk di depan rumahnya.


Ji An yang sedang bekerja dapat telepon dari ponsel sang ayah, tapi yang menelpon bukan ayahnya melainkan paramedis yang menemukan Tuan Seo pingsan. Paramedis menjelaskan, ia menghubungi nama pertama di daftar panggilan ponsel Tuan Seo dan memberitahu kalau Tuan Seo sedang dibawa ke UGD.


Ji An langsung lari ke UGD dan menemukan ayahnya lagi berdebat sama dokter karena menolak menjalani tes. Tuan Seo mengajak Ji An pulang, serta meyakinkan Ji An kalau ia baik2 saja. Dokter pun memberitahu Ji An kalau Tuan Seo sempat muntah darah di ambulance.

“Katanya itu terjadi karena dia belum makan sejak kemarin malam.” Ucap dokter.

“Itu tidak benar. Dia sering muntah dan sakit perut. Dia sulit makan dan tidur nyenyak.” Jawab Ji An.


Tuan Seo pun marah, tapi Ji An tak peduli dan meminta dokter memeriksa ayahnya. 




Tak lama kemudian, Nyonya Yang datang. Tuan Seo pun tak bisa mengatakan apa-apa lagi.

My Golden Life Ep 37 Part 2

Sebelumnya...


Di tempat kerjanya, Ji An melamun memikirkan kemarahan Nyonya No karena sang ayah tidak mau memberitahukan nomornya pada Nyonya No. Ji An juga ingat kata-kata sang ayah, saat sang ayah menelponnya setelah dikunjungi Nyonya No.

“Ayah mau kau memikirkan siapa kamu dahulu dan orang seperti apa kau dulu. Pikirkan saja itu sekali lagi. Hanya kau yang bisa menerangi jalan yang ingin kau tempuh.” Ucap Tuan Seo.

Ji An pun heran, kenapa ayahnya ngomong begitu bukannya memberitahu soal kedatangan Nyonya No.


Ji An lantas menghubungi ayahnya tapi ponsel sang ayah tak aktif. Ji An pun menghubungi ibunya.

“Ponsel ayah mati. Apa dia sedang bekerja?” tanya Ji An.

“Ibu bertanya-tanya harus meneleponmu atau tidak.” Jawab Nyonya Yang bingung.

“Ada yang tidak beres?” tanya Ji An.


Adegan pun beralih pada Gi Jae yang menatap Do Kyung dengan mulut terbuka.

“Tutup mulutmu. Kau seperti orang bodoh.” Ucap Do Kyung.

“Semuanya masuk akal sekarang. Kenapa kau amat terobsesi dengan Ji An. Menurutku, itu aneh. Kalian bertemu beberapa kali karena kecelakaan mobil itu dan bertemu lagi di kantor. Kurasa itu tidak cukup untuk jatuh cinta. Tapi ada yang lebih dari itu. Tidak heran ini amat kacau.” Jawab Gi Jae.

“Ini bahkan nyaris tidak berhasil jika kami bekerja sama, tapi Ji An tidak mau bekerja sama.” Ucap Do Kyung.

“Dia benar. Kau yang gila. Tidak mungkin keluargamu mau menerimanya. Dia anggota keluarga aneh yang mencuri putri mereka.” Jawab Gi Jae.

“Aneh, jaga bicaramu.” Ucap Do Kyung.


“Ini tidak akan berhasil kecuali kau mencoret namamu dari pohon keluarga. Tapi kau tidak akan melakukan itu, bukan?” jawab Gi Jae.

“Aku tidak ditinggalkan sepeser pun.” Ucap Do Kyung.

“Jika sungguh meninggalkan Haesung, kenapa kau tidak mau menggunakan uangmu? Kau mendapatkannya saat mulai prasekolah. Itu milikmu. Kau tidak mau menggunakannya karena mau kembali. Kau menaati aturan Haesung.” Jawab Gi Jae.

“Karena aku pergi untuk meraih hati Ji An. Menjadi mandiri akan membebaskanku dari kakek dan orang tuaku. Haesung bisa menyerap perusahaan yang kudirikan.” Ucap Do Kyung.

“Tidak bisa seperti itu.” Jawab Gi Jae.


“Aku bisa melakukannya. Investasi akan masuk hari ini. Penolakan Ji An yang menjadi masalah besar.” Ucap Do Kyung.
“Dia menolak? Apa yang dia tolak?” tanya Gi Jae.

“Dia tidak mau menjadi bagian dari Haesung. Dia membenciku karena aku berasal dari keluarga itu.” Jawab Do Kyung.

“Dia bahkan tidak mau melihat hal yang tidak bisa dia miliki.” Ucap Gi Jae.

“Tidak. Dia mengetahui apa yang membuatnya bahagia di situasinya sekarang.” Jawab Do Kyung.


“Kau memercayai itu? Wanita macam apa yang menolak menikahi ahli waris Haesung?” ucap Gi Jae.

“Dia terdengar serius.” Jawab Do Kyung.

“Pertama, jadilah mandiri. Tunjukkan padanya kau mampu menjauh dari kakek dan ibumu. Lalu tanyakan lagi dan dengar jawabannya.” Ucap Gi Jae.

“Akankah itu berhasil?” tanya Do Kyung.

“Aku yakin. Dia tidak memercayaimu sekarang.” Jawab Gi Jae.

“Bagaimana jika dia serius? Bagaimana jika dia tidak menyukai silsilahku?” tanya Do Kyung.

“Lantas, semuanya berakhir. Tidak ada ruang untuk bernegosiasi.” Jawab Gi Jae.


Proposal Do Kyung ditolak. Alasannya, karena bisnis Do Kyung tidak mendatangkan keuntungan. Tidak hanya itu, pemilik pabrik yang didatangi Do Kyung kemarin juga menolak pesanan Do Kyung. Do Kyung pun sadar, itu ulah kakeknya.


Dan memang benar, itu ulah kakeknya. CEO No bilang pada Nyonya No kalau Do Kyung akan segera kembali.

“Benarkah? Bagaimana?” tanya Nyonya No.

“Ayah mematahkan kakinya. Dia tidak sadar tidak bisa menjauh dari ayah. Dia dibesarkan dengan berpikir bahwa dia spesial. Dia lupa berutang kepada kita.” Jawab CEO No.

Nyonya No pun tersentak mendengarnya. Ia cemas.


Do Kyung mendatangi sebuah kantor dan mengaku kehilangan bukunya. Pegawai pun menyuruh Do Kyung mengisii formulir.


Ji An bersiap pulang. Ia terburu-buru memakai jaket dan mengambil tasnya. Hyuk datang. Hyuk menawarkan diri mengantarkan Ji An karena dia juga mau pergi menemui klien.

Ji Soo yang sedang berjalan melihat Hyuk di mobil bersama Ji An.

“Dia masih akrab dengan Ji An, tapi mengeluh aku mencampakkannya? Dia bermain-main denganku?” ucap Ji Soo kesal.

Ji Soo lalu menghubungi Ji Ho dan menanyakan hari libur Ji Ho.


Ji An kini sudah berada di depan rumahnya. Ia berhenti sejenak sebelum masuk.

“Abeoji.” Panggil Ji An membuat Tuan Seo berhenti bermain gitar.

“Aku pulang.” Ucap Ji An lagi.

“Untuk apa? Jangan duduk jika kau mau mengomeli ayah.” Jawab Tuan Seo.

“Kenapa mengomel jika ini soal kesehatan ayah?” tanya Ji An.

“Kau tidak perlu ikut campur. Ayah bisa mengurus kesehatan ayah sendiri.” Jawab Tuan Seo.

“Biarkan aku membawa ayah ke dokter besok. Pemeriksaan yang ayah lakukan itu dari klinik kecil. Itulah alasannya ayah tidak menunjukkan hasilnya. Serta ayah tidak bisa pergi memancing di laut dalam. Itu pekerjaan yang amat berat.” Ucap Ji An.


“Ayah sudah bertekad. Jangan mengganggu ayah dan pergilah.” Jawab Tuan Seo.

“Aku sungguh minta maaf. Berhentilah marah kepadaku.” Pinta Ji An.

“Mari jangan bicarakan itu lagi.” Jawab Tuan Seo.

“Ayah harus memikirkan keadaanku juga.” Ucap Ji An.

“Keadaanmu? Bagaimana kami menipumu hingga tinggal dengan keluarga itu?” tanya Tuan Seo.


“Aku tidak bisa menghadapi ayah setelah itu. Begitulah situasiku.” Jawab Ji An.

“Kenapa ayah harus mempertimbangkan situasimu? Apa kau pernah memberi tahu perasaanmu kepada ayah? Setelah yang kau lakukan, jangan coba-coba berpura-pura peduli sekarang. Apa kau memikirkannya dari sudut pandang ayah?” ucap Tuan Seo.

“Aku sudah melakukannya berkali-kali. Aku merasa amat tidak enak karena caraku memperlakukan ayah saat aku pergi.” Jawab Ji An.


“Ya, kau pergi. Kau pergi. Ayah kira kau akan bilang tidak akan pergi. Walaupun kau anak kandung mereka, ayah tidak mengira kau akan langsung pergi. Kau putri ayah selama 28 tahun. Kau tidak butuh sebulan dua bulan atau bahkan seminggu. Tiga hari. Cukup selama itu bagimu untuk bilang ya. Kau pergi selagi menyalahkan ayah karena selama ini miskin. Ayah menemuimu untuk membujukmu agar tidak pergi. Untuk bilang bukan kau orangnya dan kau sebaiknya jangan pergi. Kau sudah membulatkan pikiran, tapi ayah tidak mau menyakitimu, jadi, ayah terus bertanya apa kau pergi karena perbuatan ibumu. Ayah kira kau bergegas memutuskan demi kebaikan kita. Ayah ingin tahu apa yang kau pikirkan. Ayah mau mendengarmu bilang kau tidak punya pilihan. Dengan begitu, kau tidak akan terlalu syok jika ayah memberi tahu yang sebenarnya. Ayah tidak pernah mengira akan mendengar putri ayah sendiri bilang dia mau mati. Ayah menatap matamu dan tidak bisa bicara. Kau bertanya kenapa ayah mengangkatmu. Ayah harus bilang sebenarnya Ji Soo, bukan kau. Tapi mulut ayah membeku dan jantung ayah berhenti. Ayah tidak bisa bergerak seolah-olah bermimpi buruk.” Ucap Tuan Seo.

“Maaf.” Jawab Ji An.

“Tidak. Kau memang bisa begitu. Kau sudah berjuang amat keras. Jadi, ayah minta maaf sekali lagi. Tapi itu masalah bagi ayah. Ayah ditolak putri ayah sendiri. Bahkan saat menyadari bahwa Ji Soo orangnya, kau tidak datang mencari ayah. "Ayah, aku dalam masalah." Itu yang kau dan Ji Tae selalu katakan saat ayah masih kompeten.” Ucap Tuan Seo.

Pecah lah tangis Ji An, ayah...


“Kau membuat ayah menyadari bahwa ayah tidak berguna dan ayah menyadarinya. Jadi, tinggalkan ayah sendiri sekarang.” Ucap Tuan Seo.


Dalam perjalanan pulang ke rumah kos, Ji An melewati taman tempat terakhir kali ia bicara dengan ayahnya.

Ia pun menyesal sudah mengatakan itu pada ayahnya.

Turun dari bus, Ji An mendapati Do Kyung tengah menunggunya. Ji An langsung menghindar karena takut Do Kyung dibuntuti suruhan keluarga Haesung. Do Kyung pun memegang tangan Ji An.

“Kau setakut itu?” tanya Do Kyung.

Tapi Ji An malah pergi. Dan Do Kyung segera menyusul Ji An.

“Aku amat ketakutan.” Jawab Ji An.


“Aku akan mengajukan satu pertanyaan. Tolong jawab. Apakah kau bersungguh-sungguh? Jika kau bersungguh-sungguh saat bilang aku tidak boleh menjadi putra Perusahaan Haesung, aku akan berhenti sekarang.” Ucap Do Kyung.

“Aku bersungguh-sungguh.” Jawab Ji An.

“Lantas, mari hentikan ini. Jika kau bersungguh-sungguh, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun mati, aku masih menjadi putra Perusahaan Haesung.” Ucap Do Kyung.

Ji An hanya mengangguk sembari menatap Do Kyung dengan mata berkaca-kaca.


“Tapi kau harus mengingat ini. Saat kubilang aku tidak akan melakukan apa pun, aku sungguh-sungguh. Seperti katamu, aku tidak bisa berhenti menjadi diriku demi kau.” Ucap Do Kyung.
“Baiklah.” Jawab Ji An.

“Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Jangan lepaskan aku.” Pinta Do Kyung.

Tapi Ji An menggeleng. Do Kyung mengerti dan beranjak pergi meninggalkan Ji An.