“Appa.” panggil Ji An seraya berjalan mendekati sang ayah. Tapi tak ada respon dari sang ayah. Hingga akhirnya ia berlari dan berteriak memanggil ayahnya. Ji An terus memanggil ayahnya, tapi sang ayah tetap diam. Ia pun berdiri di depan sang ayah dan terus berusaha membangunkan ayahnya, tapi sang ayah tetap diam.
Tangis
Ji An pun pecah. Ia memeluk ayahnya erat2.
Mendengar
tangis Ji An, Nyonya Yang syok dan terduduk lemas.
Dan Ji
An, terduduk lemas di pojokan.
Hae Ja datang bersama Seok Doo, mereka tak kuasa menahan tangis saat memberikan penghormatan terakhir pada Tuan Seo.
Ji Ho
dan Ji Soo pun memapah ibunya keluar.
Tuan Choi dan Nyonya No juga datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Begitu melihat kedatangan mereka, Ji An langsung pergi.
Setelah memberikan penghormatan, Nyonya No menghubungi Do Kyung. Nyonya No menyuruh Do Kyung datang. Tapi Do Kyung bilang, kedatangannya akan membuat Ji An merasa tidak nyaman. Selain itu, Do Kyung juga mengaku ia malu untuk datang.
Do
Kyung memutuskan panggilannya begitu saja, padahal Nyonya No belum selesai
bicara.
“Dia
tidak datang?” tanya Tuan Choi.
“Dia
tidak mau karena Ji An akan merasa tidak nyaman. Dia malu untuk datang.” Jawab
Nyonya No.
“Dia berlarian
kesana kemari dengan kondisi seperti itu untuk menyelamatkan keluarga kita.”
Ucap Tuan Choi.
Nyonya Yang dan anak2nya, serta Hyuk, Seok Doo dan Hae Ja ada di komplek pemakaman. Mereka berdiri di depan sebuah pohon. Ji Tae menempelkan papan kayu bertuliskan, ‘Ayahku, Seo Tae Soo, seperti pohon anugerah’.
“Ji
An-ah, ayah akan menyukainya. Kau membuatnya dengan baik. Ayah bilang dia
bahagia. Dia pergi sambil tersenyum senang. Jadi percayalah kepada ayah dan
relakan kepergiannya. Ibu juga.” Ucap Ji Tae.
Cheongju,
setahun kemudian.........
Ji Tae sedang memasang wallpaper di sebuah rumah tua. Ia kemudian melirik sesosok pria paru baya yang duduk memunggunginya.
Soo A
bekerja sebagai pustakawan.
Ji Tae
dan rekannya yang bernama Lee Yoon Tae dapat pujian dari atasan mereka.
“Tapi
ngomong-ngomong, bagaimana kau tercetus ide untuk membantu para manula di
perusahaan kita?” tanya sang atasan.
“Penduduk
menyukainya. Membantu komunitas setempat adalah semangat awal kita. Kuharap
cabang kita akan mengurus area pemukiman padat juga.” Jawab Lee Yoon Tae.
Sambil
memasak, Nyonya Yang menggendong cucu perempuannya yang bernama Seul Gi. Ya,
kini Nyonya Yang tinggal bersama Ji Tae dan Soo A.
“Seul
Gi-ya, ibumu datang. Dia datang. Lima, empat, tiga, dua, satu.”
Dan
benar saja, Soo A pulang. Soo A berkata, akan mencuci tangannya terlebih
dahulu.
Di
depan kamar mandi, Soo A berpapasan dengan Ji Tae.
Ji Tae
ke dapur dan menggendong Seul Gi. Seul Gi menangis. Soo A pun datang mengambil
Seul Gi dari gendongan Ji Tae.
“Hari
ini Ibu lelah?” tanya Ji Tae.
“Tidak.
Ibu pergi ke apotek membeli minuman probiotik untuk Seul Gi hari ini dan
membelikan ini juga untuk Soo A.”
Nyonya
Yang lantas memberikan Soo A vitamin.
“Ibu lah
yang bekerja amat keras.” Ucap Soo A.
“Kau
bermain dengannya sepulang kerja. Lebih berat bagimu daripada bagi ibu.” Jawab
Nyonya Yang.
“Akan
kumakan setelah Ibu.” Ucap Soo A, lalu memberikan vitamin itu ke tangan Ji Tae.
“Kapan
Ji An pulang?” tanya Ji Tae.
“Katanya
dia kembali sesuai rencana.” Jawab Nyonya Yang.
Helsinki,
Finlandia...
Ji An
tampak serius mengikuti kuliah desainnya.
Selesai
kuliah, Ji An bekerja di bar.
Sekembalinya
ke rumah, Ji An mengisi waktunya dengan belajar.
Kembali ke Korea, dimana Ji Soo sedang melihat2 bangunan untuk toko rotinya. Hyuk membujuk Ji Soo agar membuka toko rotinya nanti saja setelah mereka menikah.
“Aku
tahu sedikit soal bisnis. Semuanya butuh setidaknya setahun untuk stabil.” Ucap
Hyuk.
“Lantas,
aku akan segera membuka dan menstabilkannya juga.” Jawab Ji Soo.
“Dan
kita tidak bisa menikah selama setahun.” Ucap Hyuk.
“Tidak
bisakah kita menikah setahun lagi? Tidak bisakah kita berkencan lebih lama
selagi membangun karier?” tanya Ji Soo.
“Apa?”
protes Hyuk.
Hyuk
kemudian melirik jamnya dan mengajak Ji Soo untuk bergegas pergi.
Hyuk
dan Ji Soo pergi ke Bandara untuk menjemput Ji An. Ji Soo protes, dia sebal
karena Ji An sudah terlalu lama menghilang. Ji Soo bilang, saat dia mengirimi
Ji An pesan 10 kali tapi Ji An hanya membalasnya satu kali.
“Dia
mengalami masa-masa sulit di Korea. Kau tahu dia pergi tepat setelah pemakaman.”
Jawab Hyuk.
“Dia
melarangku menyebutkan Do Kyung atau Haesung.” Ucap Ji Soo.
“Ini
aku.” Ucap orang itu sambil melepas kacamatanya.
Ji Soo
dan Hyuk pun terkejut melihat penampilan baru Ji An.
“Sudah
kubilang tidak perlu datang. Aku menemui Myung Shin.” Ucap Ji An.
“Kau
kira aku kemari karena merindukanmu? Aku belajar mengemudi.” Jawab Ji Soo.
“Lihat
dirimu. Kau bisa mengemudi sekarang?” goda Ji An.
“Kami
hampir putus saat aku mengajarinya.” Ucap Hyuk.
“Kami
memang putus sekali.” Balas Ji Soo.
“Kalian
makin mesra.” Goda Ji An.
Myung
Shin yang saat itu tampak lemas di kasurnya, mengaku bahwa ia demam setelah
hujan2an karena putus dari kekasihnya, Jung Soo. Myung Shin pun meminta maaf karena tidak bisa
menjemput Ji An di bandara.
“Kau
tidak jadi bertemu temanmu? Tidak ada orang di rumah sekarang. Ibu dan Kak Ji
Tae akan datang besok siang. Katamu kau mau menemui Myung Shin, jadi aku
menjanjikan rapat dengan desain interiorku.” Ucap Ji Soo.
“Jangan
khawatir. Aku banyak tujuan.” Jawab Ji An.
Begitu
mereka pergi, Seohyun pun muncul di bandara yang sama.
Hyuk
nampak tegang karena Ji Soo yang menyetir. Ji An bertanya, kenapa Hyuk tegang.
Ji An bilang, Ji Soo sudah mengemudi dengan baik. Hyuk pun beralasan, kalau dia
hanya mengawasi Ji Soo saja.
“Hyuk,
wanita tidak suka sikap seperti itu. Dia bisa mengemudi lebih baik dengan
kepercayaanmu.” Jawab Ji An.
Hyuk
pun menyerah, aku lupa kalian saudara kembar.
“Ji An,
kau tidak merasa dirimu terlalu kejam? Kenapa kau amat susah dihubungi?” tanya
Ji Soo.
“Di
samping itu, sudah setahun sejak kau meninggalkan Korea, tapi kau kemari hanya
selama empat hari.” Tambah Hyuk.
“Aku
berniat tinggal tiga hari setelah mengunjungi ayah. Aku menginap semalam lagi
untuk pameran.” Jawab Ji An.
Mobil Hyuk yang dikemudian Ji Soo, akhirnya berhenti di satu tempat. Setelah menurunkan Ji An, Ji Soo masih ingin menyetir lagi. Hyuk menghela napas. Ia masih saja cemas jika Ji Soo yang menyetir.
Do
Kyung duduk di bak mobil sambil menikmati sebungkus roti dan sekotak susu.
Begitu ponselnya berbunyi, Do Kyung bergegas pergi. Do Kyung mengendarai mobil
pick up yang bertuliskan, ‘DK Eco Tech’.
Ji An
ke galeri, di sana ia mengambil beberapa foto.
Seohyun pergi ke toko rotinya Ji Ho. Ya, Ji Ho kini sudah memiliki toko roti. Ia bekerja bersama kekasihnya. Ji Ho terkejut melihat sosok Seohyun.
Seorang
wanita lantas keluar dari toko rotinya Ji Ho dan menatap waspada Seohyun.
“Jangan
merasa terintimidasi. Kami hanya teman.” Ucap Seohyun menjelaskan, membuat
wanita itu lega.
“Kau
Yoon Mi, kan? Kau selalu muncul di akun
media sosial Ji Ho.” Ucap Seohyun.
“Apa kau
temannya yang pergi ke Amerika? Aku sudah mendengar banyak tentangmu dari Ji
Ho.” Jawab Yoon Mi.
Seohyun
tidak menjawab. Ia hanya mengendikkan bahunya sambil tersenyum.
Ji Ho
lantas menyuruh Seohyun mencicipi rotinya. Seohyun memuji roti Ji Ho. Ji Ho
lalu menanyakan hubungan Seohyun dengan Pangeran New World. Seohyun bilang,
pria itu membosankan.
“Tapi
dari fotonya, dia tampak tampan.” Ucap Ji Ho.
“Dia
memang tampan, tapi itu tidak ada gunanya saat kami mulai berbincang. Aku tidak
bisa hidup dengan pangeran yang membosankan.” Jawab Seohyun.
“Lantas
kau tidak akan pergi lagi?” tanya Ji Ho.
“Ya,
kini, tidak ada alasan bagiku untuk belajar di luar negeri.” Jawab Seohyun.
“Kau
akan melakukan apa di Korea?” tanya Ji Ho.
“Aku akan kembali ke Haesung dan mendapatkannya kembali.” Jawab Seohyun, membuat Ji Ho yang lagi minum tersedak.
“Aku
akan tidur di hotel malam ini dan menjernihkan pikiranku. Akan kuberi tahu
mereka besok.” Ucap Seohyun.
Di
depan kampus, Nyonya No duduk sendirian menunggu Tuan Choi. Tak lama kemudian,
Tuan Choi datang. Nyonya No langsung memberikan Tuan Choi teh bunga balon.
Nyonya No bilang, seorang dosen membutuhkan suara yang sehat jadi ia membawakan
teh itu.
“Ayo pergi.” Ajak Tuan Choi.
“Ayo pergi.” Ajak Tuan Choi.
Mereka
pun pergi mengunjungi galeri.
“Aku
suka yang ini.” Ucap Tuan Choi sambil menatap sebuah lukisan.
“Kini kau
paham cara melihat seni?” tanya Nyonya No.
“Semua
karena aku berbagi hobi dengan istriku.” Jawab Tuan Choi.
Jin Hee
pun datang. Ia memuji Tuan Choi dan Nyonya No yang nampak romantis, sementara
ia jarang bertemu suaminya karena sang suami amat sibuk.
“Apa kau
masih suka menyombongkan suamimu yang menjadi pimpinan itu?” ucap Nyonya No.
“Bukan
begitu. Memilki suami pekerja keras tidak sebaik yang Kakak bayangkan.” Jawab
Jin Hee.
“Lebih
buruk lagi jika kau mengelola galeri.” Ucap Nyonya No.
“Jae
Sung, apa yang kamu sukai dari kakakku?”
tanya Jin Hee.
“Jadi,
kenapa kau membuat galeri sebelum kakakmu?” balas Tuan Choi.
“Dia
juga bisa mengelolanya.” Jawab Jin Hee.
“Kau
kira kakak akan menirumu?” ucap Nyonya No.
“Kakak
hanya mau menghabiskan waktu dengan suami Kakak. Kenapa menyalahkanku?” protes
Jin Hee.
“Kau
iri? Kau mau mengelola sesuatu juga?” tanya Tuan Choi.
“Menganggur
tidak terlalu buruk.” Jawab Nyonya No sambil tersenyum.
Tidak
ada lagi pertengkaran diantara mereka. Hubungan mereka kini sudah membaik.