Rin yang masih bergelantungan di jembatan, melihat San jatuh ke dalam pelukan Won. Dia kemudian menarasikan kisah pertemuannya dengan Won.
Mereka bertemu ketika Won ditinggal sendirian di aula istana. Rin mendekati Won dan memperkenalkan dirinya sebagai putra ketiga Susagong, yang tinggal di Jeongseungdong. Mereka lalu pergi ke Pasar Nam Dae. Won tampak antusias begitu memasuki pasar.
“Aku suka kau mengikutiku, kau bisa memanggilku
dengan namaku dan bersikaplah biasa. Namaku Won. Mulai sekarang, kau temanku. Perlakukan
aku sebagai teman. Ini adalah perintah.” Ucap Won saat itu.
Rin kemudian menceritakan perintah Won itu pada
ayahnya. Sang ayah pun bercerita, kalau Won adalah seseorang yang kesepian dan
meminta putranya memperlakukan Won sebagai teman. Tapi sang ayah juga
memperingatkannya, agar tidak pernah mencoba menjadi teman Won, karena Won akan
menjadi Raja yang tidak boleh memiliki teman.
“Aku tidak mengerti kata-kata ayahku saat itu. Bagaimana
seseorang bisa memberikan sebagian dari hati mereka?” ucap Rin.
Rin tampak tak suka melihat kedekatan Won dan
San. San kemudian berdiri dengan canggung dan beranjak pergi. Sementara Won,
masih membeku di tempatnya. Rin lantas mendekati Won dan membantu Won berdiri.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, hujan deras
mengguyur mereka.
Mereka kemudian bersusah payah mendaki gunung
yang terjal, sambil menggerutui Guru Lee.
Singkat cerita, mereka akhirnya tiba di puncak gunung dan menemukan gua penyimpanan arak itu. San pun memperingatkan Won dan Rin, kalau Won dan Rin hanya boleh mengambil satu cangkir saja. Won mengerti. San pun masuk duluan. Rin menyuruh Won masuk sementara dia akan pergi mencari kayu bakar.
“Aku tidak yakin.” Jawab Rin.
“Kau ingat kapan Nyonya Menteri diserang? Dia
adalah pelayan yang kutemui di rumah itu. Aneh rasanya mengingat pelayan dari
pertemuan singkat 7 tahun yang lalu.” ucap Won.
Won pun masuk ke gua. Begitu Rin sendirian, Rin
mengingat kejadian 7 tahun yang lalu itu.
Flashback…
Saat mengendap2 masuk ke rumah Menteri Eun, Rin remaja melihat San menangis sambil membakar kertas untuk mendoakan orang2 yang meninggal dunia demi melindunginya. Dia juga menerbangkan lentera untuk mereka yang berkorban nyawa melindunginya.
“Aku
yang pertama kali melihatnya. Anak itu menangis.” Narasi Rin.
Tapi kemudian ada pelayan lewat. Rin pun bergegas menyembunyikan dirinya, tapi pas dia bangkit, dia mendapati San sudah menyudutkan Won ke pohon. Rin hampir saja mencabut belatinya, tapi kemudian dia mendengar Won memanggil San pelayan, serta mendengar Won menitipkan pesan terakhir ibunya San pada San.
Rin
pun cemburu melihat pemandangan itu. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan.
“Aku
pertama kali melihatnya. Aku ingin memegang tangannya terlebih dahulu.” Narasi
Rin.
San sedang melihat-lihat koleksi arak, tapi tiba-tiba saja Won menghalangi jalannya. Won berdiri di hadapan San dan menyebut San bodoh karena San tidak bisa mengenali Won.
“Kau tinggal di Janghadong di Ibu kota 7 tahun
yang lalu, bukan?” ucap Won.
Tapi San tidak peduli dengan omongan Won dan
sibuk mengomentari koleksi2 arak itu, hingga akhirnya dia menemukan arak yang
mereka cari-cari. Tapi hanya ada satu
guci. San pun mengerti kenapa Guru Lee patah hati saat guci arak itu pecah.
San menggigil kedinginan. Won cemas melihat wajah San yang mulai membeku. Tapi Rin kemudian datang membawa kayu bakar. San pun melihat Rin sedang melepas jaket. Ia langsung senyum2 dan merentangkan kedua tangannya karena mengira Rin akan memakaikan jaket itu padanya, tapi kenyataannya jaket itu Won. San pun kecewa.
Kesal, sekaligus malu, San pun cepat-cepat menggelar tikar jerami dan mengajak mereka minum arak arab untuk menghangatkan tubuh.
“Tidak apa-apa meminum anggur guru?” tanya Rin
cemas.
“Dia akan punya waktu lebih sulit membersihkan
mayat kita setelah kita mati terbunuh. Lebih
baik kita minum secangkir saja.” Jawab San.
Setelah menyalakan kayu bakar, Rin mulai membuka
guci arak dan mengambil secangkir. San pun dengan pedenya mengulurkan
tangannya, tapi lagi-lagi Rin memberikan arak itu pada Won.
Won pun mencicipi arak itu dan kagum dengan
rasanya. Won berkata, rasanya berbeda dari arak yang pernah mereka minum. San
pun merasa aneh dan penasaran dengan hubungan Won dan Rin.
Rin pun panic, ia langsung menjelaskan kalau
hubungan mereka tidak seperti yang San pikirkan.
Tawa San pun pecah. Ia tertawa terpingkal2
melihat reaksi Rin, tapi tawanya langsung berhenti karena perutnya berbunyi.
“Aku lapar.” Ucap San.
Tanpa mereka ketahui, kedua pengawal Won lagi
enak2 makan di atas gua. Mereka juga
tahu, kalau makanan Won tertinggal di kuda dan tasnya San yang penuh makanan
terjatuh di jalan. Tapi mereka terus saja makan dan tidak mempedulikan putra
mahkota mereka yang lagi kelaparan.
Song In sedang bersama kekasihnya, Boo Yong, saat
ia mendapat kabar tentang Won yang pergi menemui Guru Lee.
“Bukankah dia pria yang suka minum alcohol?”
tanya Boo Yong.
“Dia adalah rubah licik yang ingin tampil sebagai
pemabuk.” Jawab Song In.
“Aku dengar dia berada di pengasingan karena
membuat Raja marah.” Ucap Boo Yong.
“Bukan hanya membuat Raja marah.” Jawab Song In.
“ Jadi aku pernah dengar. Raja sangat marah
sehingga dia melemparkan bantal kayu ke
arahnya. Dan bahkan dengan darah yang menetes dari luka di keningny, dia terus
membahas kesalahan Raja.” Ucap Boo Yong.
“Bahkan saat dia diseret oleh orang-orang
bersenjata, dia berteriak kalau dirinya adalah kebodohan Raja.” Jawab Song In.
“Lalu mengapa Pangeran Mahkota ingin pergi menemui pria seperti dia?” tanya Boo Yong.
“Tujuan sang Pangeran Mahkota untuk pergi ke sana tidak penting. Mereka yang akan
memprediksi niatnya, dan berbicara tentang niatnya akan mulai berpikir panjang dan keras.”
Jawab Song In.
Song In pun menyuruh kekasihnya mendekat, lalu
mencium sang kekasih.
Keesokan harinya, Raja kesal membahas soal Putra Mahkota yang sering tidak menghadiri pertemuan. Menteri Song dengan penuh keberanian mengusulkan untuk menumbangkan Putra Mahkota karena Putra Mahkota keturunan Yuan. Ia takut, kalau Putra Mahkota menyerahkan Goryeo kepada Yuan.
“Lihat di sini! Itu bukan kata-kataku! Inilah
yang orang katakan!” jawab Menteri Song.
“Kata-kata orang paling berbahaya saat pendengar
hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar!” ucap menteri yang membela Won.
Menteri yang membela Won itu pun mengatakan pada Raja, alasan Putra Mahkota suka berkeliaran adalah agar bisa memahami kehidupan masyarakat.
“Setelah dia belajar tentang orang-orang, dia
ingin bercerita tentang ayahnya yang bodoh?” sinis Raja.
Menteri itu pun masih mencoba membela Won, tapi
Raja langsung menyentakknya. Menteri Song
tersenyum licik mendengarnya.
Raja kemudian menyuruh Kasim Choi memanggil Won.
Dengan gelagapan, Kasim Choi pun memberitahu Raja kalau Won menghilang. Raja
murka mendengarnya.
Pelayan memberitahu Putri Wonsung kalau Raja
tengah mencari2 Won yang menghilang. Dan, begitu mendengar rencana penurunan,
Putri Wonsung langsung cemas dan beranjak keluar dari istananya.
Sang pengawal, Furatai, memberitahu tentang kabar
yang mengatakan bahwa Won pergi ke daerah Nam Dae.
Putri Wonsung pun datang ke pavilion Won dengan menyeret pedang. Ia menodong Kasim Kim dan menanyakan keberadaan Won. Kasim Kim langsung bersujud, dengan gemetar ia berkata, Won ada di daerah Nam Dae.
“Jika dia memang pergi ke daerah Nam Dae maka ada
perlindungan dari orang-orang istana, Tidak mungkin dia mengirim orang-orang
bersenjata.” Ucap Putri Wonsung.
Putri Wonsung pun mengangkat dagu Kasim Kim
dengan pedangnya.
“Dimana Pangeran?” tanya Putri Wonsung.
“Dia pergi ke pegunungan Doo Ta.” Jawab Kasim
Kim.
Putri pun murka, ia tidak habis pikir bagaimana
bisa Won pergi menemui Guru Lee yang dipecat karena membuat Raja marah.
Disaat yang bersamaan, Song In melaporkan hal
yang sama pada Raja. Raja pun murka dan memerintahkan pasukannya untuk membawa
Won ke hadapannya dengan cara apapun, termasuk dengan mengikat Won atau
membakar kediaman Guru Lee.
Song In tersenyum licik mendengarnya.
Sementara itu, Putri Wonsung juga menyuruh
Furatai untuk membawa kembali Won sebelum orang2 Raja menangkap Won.
“Kita harus membuat Putra Mahkota seolah tidak
pernah menginjakkan kaki di pegunungan Doo Ta.” Ucap Putri Wonsung.
Tak lama kemudian, puluhan pasukan berkuda mulai
bergerak menuju pegunungan Doo Ta.
Won yang tidak tahu kejadian di istana, kasihan
melihat San yang tidur meringkuk di atas jerami tanpa selimut. Ia lalu
mendekati San dan menyelimuti San dengan jubah Rin yang ia pakai. Won pun
menatap wajah San yang tertidur pulas.
“Tapi apakah dia naif atau berani? Bagaimana dia
bisa tidur sepulas ini bersama dua orang pria?” ucap Won.
Rin tak yakin, San benar2 tidur. Untuk membuktikan perkataannya, Won pun melambaikan tangannya di depan wajah San. Ia juga menyentuh pipi San. Pipi San terasa dingin. Won pun membandingkan suhu tubuh San dengan suhu tubuhnya.
“Ini dingin. Apa boleh dia tidur seperti ini?”
tanya Won pada Rin.
“Tertidur dengan suhu tubuh yang rendah bukanlah
hal yang baik.” Jawab Rin.
Won lantas berbaring di sebelah San, untuk membuat San hangat. Dia juga menyuruh Rin berbaring di sisi kanan San. Meskipun canggung, Rin tetap berbaring di sisi San sesuai perintah Won.
Won memandangi San dengan tatapan lembut.
“Dia seperti dulu. Dia masih terlihat aneh.” Ucap
Won.
Keesokan harinya, mereka sudah tiba kembali di perguruan. Teman2 San yang sudah menunggu kedatangan San, langsung menyuruh San menyiapkan arak itu untuk guru mereka. Teman2 San lalu melirik dua pria yang bersama San. Mereka penasaran siapa dua pria itu.
“Mereka juga ingin menawarkan gelas kepadanya.
Aku berutang mereka juga.” jawab San.
“Itu tidak akan terjadi. Dia hanya menerima satu
cangkir, tidak pernah dua.” Ucap teman San.
San lantas memberikan satu kendi arak itu ke Won.
San berkata, dia harus pergi ke Gaeyeong untuk memperingati hari kematian
Nyonya nya. Teman San mewek, ia bertanya bagaimana dengan pertandingan Gyeokgoo
mereka.
Tapi San tetap pergi. Guru Lee bahkan juga
mengizinkan San pergi. Tapi Won menahan langkah San. Ia yakin, San punya maksud
tertentu dengan memberikan kendi arak itu padanya. San yang malas berdebat pun
mengingat Won kalau sarapan gurunya bisa dingin jika Won tidak juga menyajikan
arak itu.
Won mau membalas perkataan San, tapi San
tiba-tiba menghentikan ucapannya karena mau bersin. Habis bersin, San mengusap
hidungnya memakai baju Won. Won mengeluh jijik, tapi ia tak mempermasalahkan
hal itu dan malah mengajak San ke tempat yang menjual arak enak.
Pasukan istana sudah hampir sampai ke perguruan. Jin Gan yang melihat itu, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Tapi dia malah berpapasan dengan pria mencurigakan. Pertarungan tak terelakkan. Tepat saat itu, Furatai muncul dan menghentikan mereka.
“Keluargaku mengumpulkan sekawanan domba dengan
bantuan beberapa ekor anjing. Tapi suatu hari, serigala datang dan membawa
seekor anak domba dengan salah satu anjing gembala. Akankah anjing serigala
mengikuti jejak anjing gembala dan menjadi anjing gembala yang baik?” tanya
Won.
"Bagaimana aku tahu? Terserah anjing serigala
untuk memilih.” Jawab Guru Lee.
“Kawanan domba takut pada anjing serigala.” Ucap
Won.
“Tentu saja.” Jawab Guru Lee.
“Apa yang harus dilakukan pada anjing serigala?
Membuangnya? Atau ... karena takut akan masa depan ... membunuhnya?”
San sudah berniat pergi, tapi dia malah
dikejutkan dengan Rin yang berlari panik dan melompati pagar. Rin menemui Jin
Gan dan Jang Ui.
“Kami diberitahu untuk segera mengawal Pangeran.”
Ucap Jin Gan.
Tak lama Furatai datang. Rin pun terkejut mengetahui Furatai berniat menjemput Won diam2.
Tak lama Furatai datang. Rin pun terkejut mengetahui Furatai berniat menjemput Won diam2.
Pasukan istana menyerbu kediaman Guru Lee. Murid
Guru Lee pun menghadang mereka. Murid2 Guru Lee penasaran, apa yang membuat
mereka datang ke sana.
“Kami di sini atas perintah Raja. Menyingkir.”
Guru Lee sedang memastikan kalau pria di
hadapannya bernama Han Cheon.
“Di depan nama itu ... apa kau mungkin
menambahkan kata "un" untuk "pidato"? Asal orang Khans.Yuan
berarti "tak berujung" ucap Guru Lee.
“Kau harus berpikir lebih jauh dari seharusnya.” Jawab
Won.
“Kau ingin membanggakan dirimu bahwa kau menggunakan analogi untuk mencoba
dan memprediksi kecenderungan politik masa depan?” tanya Guru Lee.
Guru Lee kemudian tersenyum dan mengaku kalau dia
pernah melihat Won sebelumnya.
Flashback…
Saat itu, Won remaja sedang dimarahi ayahnya.
Dari kejauhan, Guru Lee melihat Won.
Flashback end…
“Kau masih tetap sama.” Ucap Guru Lee.
Guru Lee lantas bersujud dan menyapanya sebagai Putra Mahkota. Won terdiam, tak menyangka Guru Lee tahu identitasnya.
San menemui para prajurit yang sedang menggeledah
ruangan di sana. Ia memberitahu, bahwa orang asal Gaegyeong ada di ruangan
gurunya. Ia lantas menunjukkan jalannya pada mereka sambil menggerutu kalau
orang dari Gaegyeong itu sedang mendiskusikan sesuatu dengan gurunya dan
melarang siapa pun masuk.
Kepala prajurit pun langsung memberikan instruksi
kepada bawahannya untuk berpencar. Namun begitu masuk ruangan Guru Lee, yang ia
temui bukanlah Won, tapi orang lain.
Won sendiri sudah sampai di istana. Ia sengaja minum arak sebelum menemui ayahnya dan berjalan sempoyongan layaknya orang mabuk. Di dalam, sang ayah sudah duduk menunggunya sambil memegang busur. Won pun langsung bersujud pada ayahnya.
“Ayah, kudengar ayah memanggilku.” Ucap Won.
“Aku memanggilmu kemarin. Namun ... kau datang
sore hari berikutnya?” tanya sang ayah.
“Siapa yang tahu matahari terbit begitu cepat.” Jawab
Won.
“Apa yang sudah kau lakukan?” tanya Raja.
“Anakmu sedang menyamar untuk lebih mengerti
kesusahan rakyat.” Jawab Won.
Won lalu menatap Song In yang memperhatikannya
dari jauh. Song In kemudian pergi.
Sementara itu, Raja mendekati Won dan menatap Won
dengan tajam.
“Kau yang bahkan tidak bisa duduk tegak di siang
bolong karena kau sedang mabuk, pergi menyamar ke kota?” tanya Raja.
“Maafkan aku, ayah.” jawab Won.
Raja pun bangkit dan meletakkan kembali busurnya
dengan wajah kesal.
“Jika kau kurang pintar, kau pasti sudah mati.” Ucap
Raja.
Raja kemudian memerintahkan para kasim untuk
membuka semua jendela agar bau alkoholnya hilang, juga menyuruh kasim membawa
pergi Won. Won pun pergi sambil menatap lirih ayahnya.
Putri Wonsung menampar Rin, hingga bibir Rin terluka. Dia menuduh Rin sengaja membawa Won ke sana, supaya Raja marah dan menurunkan Won dari tahta atas tuduhan pemberontakan.
“Aku tahu keluargamu mengincar kursi Pangeran
Mahkota. Apa mereka berencana meletakkan kakakmu di tahta, atau kau yang akan
mengambil tahta? Kau... Kau begitu
terpikat dengan pemikiran untuk menjadi Pangeran Mahkota sehingga kau berada di
sekitar Pangeran dan memikatnya. Jika kau menyakiti anakku, Putra Mahkota, bahkan sedikit pun, aku akan memastikan untuk
membunuhmu terlebih dahulu.” Ucap Putri Wonsung.
Won keluar dari pavilion Raja dan melihat Rin sedang bersama ibunya. Putri Wonsung pun berhenti mengomeli Rin dan tersenyum menatap Won. Sementara, Won diam saja menatap Rin dengan tatapan lirih. Putri Wonsung kemudian menghampiri Won. Rin pun menatap Won. Won terkejut melihat luka di sudut bibir Rin.
Bersambung ke part 2….