Episode ini diawali dengan Seja yang teringat kata2 ayahnya.
Flashback…
Seja dan ayahnya sama2 melihat ke arah singgasana. Sang ayah
berkata, bahwa itu adalah kursi paling kesepian di dunia.
“Semua abdimu akan memberikan pendapat berbeda. Siapa yang harus
kau dengarkan? Mana yang benar? Akan tiba saat kau tidak lagi mengetahuinya.”
Ucap sang ayah.
“Bila saat itu tiba, apa yang harus saya lakukan?” tanya
Seja.
“Cukup dengarkan suara hatimu. Tak ada yang akan mengambil
keputusan untukmu. Tak ada pula yang akan bertanggungjawab atas dirimu. Itulah
peran seorang Raja.” Jawab sang ayah.
Flashback end…
Woo Bo berlutut, memohon agar Seja tidak menyerang Pyunsoo-hwe sekarang. Jae Hon juga tidak mau kalah. Ia membujuk Seja untuk menyerang Pyunsoo-hwe sekarang. Seja pun kebingungan, ia menatap ke arah Woo Bo dan Jae Hon secara bergantian.
“Aku mau menyerang
Pyunsoo-hwe sekarang juga. Aku akan membalaskan dendam ayah dan ibuku. Aku akan
membalaskan kematian ayah Guru Chung Woon. Juga kematian ayah Ga Eun. Sekarang
juga, aku ingin menyerang Dae Mok dan Pyunsoo-hwe.” Jawab Seja lantang.
Menteri Choi tidak percaya saat Daebi Mama memberitahunya kalau Jae Hon akan menggerakkan pasukan untuk melenyapkan Pyunsoo-hwe. Daebi Mama yakin, Dae Mok tidak akan sanggup menandingi pasukan Jae Hon. Menteri Choi mengucapkan selamat karena Daebi Mama sekarang memiliki 40.000 pasukan.
Woo Bo masih menyesali keputusan Seja. Namun itu bukanlah keputusan final Seja. Seja mengaku tidak bisa menyerang Pyunsoo-hwe sekarang, meskipun ia ingin melakukannya. Jae Hon pun terperangah mendengarnya.
“Kita tidak benar-benar tahu
kekuatan Pyunsoo-hwe. Bahkan dengan bantuan pasukan perbatasan sekalipun, aku
tidak yakin kita bisa memberantas mereka sampai ke akar. Aku mungkin merebut
mahkota dan tahta, namun... ribuan rakyat mungkin akan cedera atau bahkan
tewas.” Ucap Seja.
Jae Hon tidak setuju.
“Juga bila pemerintahan kacau, Bangsa Jurchen tak akan tinggal diam. Seorang Raja yang menimbulkan kerusuhan dan peperangan di dalam negerinya? Aku tak mau menjadi Raja seperti itu.” ucap Seja.
*Bangsa Jurchen adalah nenek
moyang Manchuria, selalu berusaha menjajah Joseon.
Woo Bo pun tersenyum bangga pada
Seja.
“Pasukanmu di perbatasan, akan
tetap di sana.” Ucap Seja lagi.
“Jeoha, mohon pertimbangkan kembali. Bila mendiang Raja masih hidup, beliau pasti memerintah untuk menyerang Pyunsoo-hwe tanpa ragu sama sekali.” Jawab Jae Hon.
“Jangan menunjukkan
ketakutan di hadapan siapapun. Tutupi kelemahan dengan kekuatan serta ketakutan
dengan keberanian. Itulah Raja. Itulah yang mendiang ayahku katakan.” Ucap
Seja.
“Tapi... Joseon-ku... akan
berbeda. Bila harus mengorbankan rakyat, aku tak akan mengambil kembali tahta
itu. Aku akan menjadi Raja yang memedulikan rakyatnya. Rakyat adalah
prioritasku. Bagaimana bisa aku mengambil alih tahta dengan menumpahkan darah
mereka?” lanjut Seja.
“Bila kau... mengganggapku
sebagai Raja sejati, maka percayalah padaku dan kembali ke perbatasan. Jangan
melindungiku, tapi rakyatku. Tolong lakukan itu.” pinta Seja pada Jae Hon.
“Saya Komandan Militer Jae
Hon, akan mematuhi titah Paduka!” tegas Jae Hon.
Daebi Mama marah karena Jae Hon tidak mau memanggil pasukan untuk menyerang Pyunsoo-hwe. Ia menuduh Jae Hon takut pada Pyunsoo-hwe. Daebi Mama berkata, perintah siapa yang lebih penting selain perintah darinya.
“Seja Jeoha!” jawab Jae Hon
keras.
Daebi Mama pun terkejut mendengarnya. Jae Hon pun memberitahu kalau Seja yang asli masih hidup. Daebi Mama menangis haru, ia tidak menyangka kalau anaknya masih hidup. Daebi Mama lalu bertanya, apa Sejanya sehat dan baik2 saja?
“Jangan cemas, Mama. Mama
pun sudah bertemu dengan Seja asli secara langsung. Kepala Pedagang keliling
yang membantu Mama adalah Seja Jeoha yang asli.” Jawab Jae Hon.
Daebi Mama terkejut.
Seketika ingatannya langsung melayang ke saat pertama kali ia bertemu dengan si
Kepala Pedagang. Saat itu, ia bertanya2 bagaimana bisa si Kepala Pedagang
terlihat begitu mirip dengan mendiang Raja saat masih muda.
Daebi Mama mengangkat cangkir tehnya. Tak lama kemudian, Menteri Choi masuk dan Daebi Mama langsung melemparkan cangkirnya ke pintu. Menteri Choi terkejut. Daebi Mama lantas meminta Menteri Choi mendengarkan kata2nya dengan baik.
“Jika ini tersebar,
Orabeoni, aku, maupun seluruh keluarga kita akan hancur. Kau mengerti?”
ucapnya.
Adegan lalu berpindah pada Ga Eun yang disuruh Kepala Dayang membawakan teh dan camilan untuk tamu Daebi Mama. Namun setibanya di sana, ia terkejut melihat tamu Daebi Mama ternyata Chun Soo nya.
“Aku tidak akan tanya
apa-apa. Sampai aku selesai meminum tehku, bisakah kau tetap berada di sini?”
pinta Seja.
“Sepertinya kau masih senang
menggoda dayang istana. Lain waktu, aku akan melaporkannya.” Ucap Ga Eun
dingin.
“Aku tak bisa
menghabiskannya sampai tetes terakhir.” Jawab Seja, lalu meletakkan kembali
cangkir tehnya di meja.
Ga Eun pun bangkit. Ia membawa kembali camilan itu keluar. Setibanya diluar, tangisnya pecah. Di tengah2 tangisnya, ia menatap ke arah cangkir teh Seja. Ga Eun terkejut. Ia memeriksa cangkir teh itu dan dugaannya benar. Teh yang diminum Chun Soo nya sudah diberi racun.
Seja sendiri mulai merasa kesakitan. Tak lama kemudian, Seja mulai tak sadarkan diri. Setelah Seja kehilangan kesadaran, beberapa prajurit langsung menggotong Seja pergi dari istana. Ga Eun yang melihat itu, bergegas mengikuti mereka.
Ga Eun melihat mereka membuang Seja ke laut. Setelah mereka pergi, Ga Eun mengeluarkan pisau kecilnya dari balik lengannya dan terjun ke laut. Dengan pisaunya, Ga Eun memotong ikatan di tangan dan kaki Seja. Namun keduanya justru tenggelam saat ia berusaha membawa Seja ke permukaan.
Daebi Mama nampak resah menunggu kabar di ruangannya. Tak lama kemudian, Menteri Choi datang dan memberitahu Daebi Mama kalau ia sudah selesai melaksanakan perintah Daebi Mama.
Seja dan Ga Eun terdampar di tepi laut. Seja lah yang pertama kali sadarkan diri. Ia pun terkejut saat mendapati Ga Eun yang masih belum sadarkan diri di sampingnya. Seja lantas mendekati Ga Eun. Ia nampak cemas dan berusaha membangunkan Ga Eun. Tak lama kemudian, Ga Eun pun sadar dan Seja langsung memeluknya. Ga Eun lantas menatap Seja.
“Aku senang kau baik-baik
saja.” Ucap Ga Eun.
“Ga Eun, kau yang
menyelamatkan aku? Kau hampir mati karena menyelamatkan aku. Kenapa kau
melompat ke dalam air? Kenapa kau melakukan hal yang berbahaya?” tanya Seja.
“Aku takut. Tak bisa bertemu
Doryongnim lagi, begitu menakutkan untukku. Aku takut akan kehilangan seseorang
yang lebih berharga dibanding nyawaku.” Jawab Ga Eun.
Seja lantas memeluk erat Ga
Eun. Tangis mereka pun pecah. Tak lama kemudian, Seja melepaskan pelukannya. Ia
menatap Ga Eun, kemudian mencium Ga Eun.
Di istana, Sun panic karena
Ga Eun menghilang. Hyun Seok yakin Ga Eun pergi keluar istana. Sun cemas,
karena semua gerbang istana akan ditutup pukul sepuluh nanti.
Seja tengah menggendong Ga
Eun. Ga Eun meminta Seja menurunkannya. Ia mengaku bahwa dirinya baik2 saja.
Seja tidak mau menurunkan Ga Eun. Seja bilang, itu karena Ga Eun sudah
menyelamatkan nyawanya.
“Aku telah bersikap dingin
dan menyakiti hatimu selama ini, maafkan aku.” ucap Ga Eun.
Ga Eun ingin menjelaskan
alasan ia menjadi dayang, tapi Seja bilang mereka bisa membicarakan hal itu
nanti. Seja lalu bertanya, apa Ga Eun merasa dingin. Ga Eun bilang, ia merasa
hangat.
“Bila memungkinkan, aku
ingin waktu terhenti sekarang juga.” ucap Ga Eun.
“Aku juga... menginginkan
hal yang sama.” Jawab Seja.
Mereka akhirnya sampai di depan gerbang istana. Seja tak rela jika Ga Eun harus balik ke istana. Seja lalu memegang tangan Ga Eun dan meminta Ga Eun tidak melakukan hal yang berbahaya di istana, apapun rencana Ga Eun. Ga Eun membalas memegang tangan Seja.
“Doryongnim juga
berhati-hatilah. Bila kau berada dalam bahaya lagi, aku pun tidak akan sanggup
hidup. Sekalipun di dalam istana, kurasa Pyunsoo-hwe tetap mengawasi
Doryongnim. “ jawab Ga Eun.
Seja pun heran, Pyunsoo-hwe?
“Aku melihatnya. Mereka
memakai seragam.” Jawab Ga Eun.
“Tapi aku ke istana karena
Daebi Mama memanggilku untuk datang.” ucap Seja.
“Artinya, ada mata-mata
Pyunsoo-hwe di dalam istana. Aku akan mencaritahu.” Jawab Ga Eun.
Tiba2, seseorang membentak
mereka, siapa di sana! Sontak, keduanya terkejut.
Di kamarnya, Sun mondar mandir gak karuan. Tak lama kemudian, Hyun Seok datang dan melaporkan bahwa Ga Eun masih belum kembali. Sun cemas, ia yakin Ga Eun sedang berada dalam masalah dan ingin mencari Ga Eun. Namun Hyun Seok melarangnya karena terlalu berbahaya untuk Sun.
Tak lama, terdengarlah suara
Kepala Kasim yang memberitahu Sun kalau petugas yang berpatroli di ibukota
hendak melaporkan sesuatu padanya.
Sun pun memakai topengnya dan beranjak ke halaman istana. Betapa terkejutnya ia, melihat Ga Eun yang berlutut bersama Seja. Kepala Kasim melapor, bahwa petugas patrol melihat Ga Eun bersama pria asing dan jika Ga Eun berhubungan intim dengan pria itu, maka keduanya harus dipenggal sesuai hukum istana. Seja pun langsung membela Ga Eun.
“Cheonha, izinkan hamba
menjelaskan. Dayang Han tidak bersalah!” bela Seja.
Ga Eun ikut membela Seja. Ia
menjelaskan kalau Kepala Pedagang hanya berusaha menyelamatkan dirinya yang
jatuh ke laut dan meminta Kepala Pedagang dibebaskan. Namun Seja kekeuh kalau
dia yang bersalah karena telah berusaha mendekati dayang istana.
Sun cemburu, namun pada
akhirnya ia berkata kalau itu hanyalah kesalahpahaman. Ia mengaku bahwa Seja
adalah pelayannya dan ia mengutus Seja untuk mencari Ga Eun.
Sun melepaskan jubahnya dan menyampirkannya ke tubuh Ga Eun. Sontak, Ga Eun dan Seja terkejut melihat apa yang dilakukan Sun. Sun kemudian menatap Ga Eun dengan lembut dan mengaku bahwa ia lega Ga Eun baik2 saja.
Sun lalu membantu Ga Eun berdiri dan menyuruh Kepala Kasim memeriksa apakah Ga Eun terluka atau tidak. Setelah Ga Eun pergi, Sun menatap Seja dengan penuh kemarahan.
“Kau telah menyelamatkan
dayang istana yang begitu berharga untukku. Keberanianmu tidak ternilai. Aku akan
memberimu hadiah.” Ucap Sun.
Sun lalu menyuruh Hyun Seok
memberikan 20 nyang pada Seja. Hyun Seok pun mendekat dan menyuruh Seja
berterima kasih kepada Sun. Seja pun berterima kasih pada Sun dengan wajah
marah. Sun juga memperingatkan Seja kalau seorang dayang istana ditemukan
bersama pria lain di luar istana, maka dayang itu bisa dihukum.
Setelah itu, Seja
meninggalkan istana dengan wajah syok. Ia baru sadar bahwa Sun sudah jatuh
cinta pada Ga Eun. Tak lama, Chung Woon datang. Ia terkejut melihat Seja yang
basah kuyub.
Di kamarnya, Hyun Seok ingin tahu kenapa Sun memperlakukan Seja begitu berbeda. Sun pun langsung teringat saat Seja mengakui ia sebagai temannya. Dengan tatapan lirih, Sun mengaku pada Hyun Seok bahwa si Kepala Pedagang itu adalah temannya.
“Aku berasal dari keluarga
miskin, sedangkan dia bangsawan sekaligus teman pertama yang aku miliki.” Ucap
Sun.
“Begitu rupanya.” Jawab Hyun
Seok.
“Hyun Seok-ah. Satu-satunya yang aku inginkan hanyalah Ga Eun Aghassi. Bukanlah kekuasaan atas tahta yang kupangku. Namun, bila aku harus duduk di tahta untuk memiliki Ga Eun Aghassi, menurutmu aku harus bagaimana?” tanya Sun.
“Maafkan hamba, tapi hamba
tidak mengerti yang sebenarnya Cheonha cemaskan. Aghassi telah menjadi
wanitanya Cheonha. Setiap dayang istana merupakan wanita milik Raja.” Jawab
Hyun Seok.
“Aku tahu. Aghassi adalah
dayang istana yang merupakan wanita milik Raja.” Ucap Sun.
Sun lalu berkata dalam
hatinya, jika Seja kembali ke posisi aslinya, otomatis Ga Eun akan langsung
menjadi milik Seja. Wajah Sun pun terlihat sedih.
Jae Hon langsung menghadap
Daebi Mama. Setibanya di sana, ia melihat Daebi Mama menangis ditemani Menteri
Choi. Menteri Choi menjelaskan bahwa Daebi Mama sudah kehilangan pria berbakat
karena Dae Mok.
“Seorang Kepala Pedagang
bernama Park Chun Soo. Dia pemuda yang sangat beliau kagumi,tapi sekarang sudah
tewas.” Ucap Menteri Choi.
Jae Hon pun langsung lemas
mendengarnya. Tak lama kemudian, Daebi Mama menyuruh Menteri Choi keluar karena
ia ingin bicara berdua saja dengan Jae Hon.
“Dae Mok tidak tahu kalau
Kepala Pedagang adalah Seja Jeoha. Lalu, kenapa dia memburu Jeoha?” tanya Jae
Hon heran.
“Seja menyamarkan diri
sebagai Kepala Pedagang, lalu menghentikan upaya Dae Mok mendapatkan otoritas
keuangan negara. Itu sebabnya dia menjadi target Dae Mok.” Jawab Daebi Mama.
Jae Hon pun murka
mendengarnya. Ia berniat membawa pasukannya untuk memenggal kepala Dae Mok dan
Sun.