Kenapa Sun mendadak ingin bertemu Daebi Mama setelah memergoki Ga Eun berduaan dengan Seja? Ternyata, Sun ingin Ga Eun menjadi selirnya sekarang juga. Daebi Mama menolaknya dengan alasan Ga Eun baru memasuki istana dan harus menjalani pelatihan dulu sebagai dayang istana. Sun marah, ia menuduh Daebi Mama sengaja mengulur waktu.
“Jusang!” Daebi Mama marah.
Sun pun menyadari
kelancangannya dan langsung minta maaf pada Daebi Mama.
“Aku mengerti kau ingin
menyegerakan segala sesuatu, tapi pikirkanlah. Apa yang lebih penting dulu bagi
anak itu? Memulihkan kehormatan ayah anak itu atau menjadikan dia selirmu? Bagaimana
bisa anak seorang pengkhianat menjadi selir kerajaan?” ucap Daebi Mama.
“Memulihkan kehormatan harus
didahulukan.” Jawab Sun dengan wajah kecewa.
“Kalau begitu jika dia, Han
Gyu Ho, ayah dari anak itu, kehormatannya kupulihkan, menurutmu siapa yang akan
menentang?” tanya Daebi Mama.
“Dae Mok.” Jawab Sun.
Sun seketika berlutut pada Daebi Mama. Ia bersikeras meminta Ga Eun menjadi selirnya. Ia mengaku punya alasan kenapa ingin Ga Eun cepat2 menjadi selirnya. Daebi Mama pun terkejut melihat sikap Sun.
Dae Mok membahas soal Raja yang sudah bertemu dengan Kepala Pedagang. Ia ingin tahu pendapat Hwa Gun soal itu. Menurut Hwa Gun, Daebi Mama sengaja mempertemukan Raja dengan Kepala Pedagang untuk membuat Raja memihak mereka.
“Kudengar, Daebi bahkan
membawa seseorang masuk ke istana untuk melayani Raja. Pasti anak itu dan
Kepala Pedagang dijadikan alat memenangkan hati Raja.” Ucap Hwa Gun.
“Jadi maksudmu, Kepala
Pedagang berhubungan dengan Daebi?” tanya Dae Mok.
Hwa Gun mengiyakan.
“Itu berarti cucuku yang
sangat pintar hanya akan melayani Daebi yang sebentar lagi kehilangan cakarnya dengan
menjadi Daepyunsoo? Kau pikir itu masuk akal?” ucap Dae Mok.
Hwa Gun pun hanya bisa
menelan ludahnya mendengar kata2 sang kakek.
“Ingatlah ini. Tidak peduli
sepintar apapun seseorang, jika ada yang berusaha dia sembunyikan, maka mereka
akan menjadi bodoh.” Ucap Dae Mok.
Dae Mok lantas bangkit dari
duduknya. Ia menatap sinis Hwa Gun, lalu beranjak pergi.
Sementara itu, Seja kembali
membahas soal peta itu dengan Woo Bo, Moo Ha dan Chung Woon. Seja berkata, Ga
Eun memberitahu lokasi peta itu berada di Gyeonggi-do. Seja juga berkata kalau
ia tak memiliki kesempatan bicara dengan Lee Sun.
“Sayang sekali. Menjadi Raja
yang terus dimonitor oleh Pyunsoo-hwe, pastilah sangat berat rasanya.” Jawab
Woo Bo.
Moo Ha lantas memberanikan diri
bertanya soal Ga Eun. Woo Bo pun langsung menggeplak mukanya. Moo Ha membela
diri dengan berkata kalau ia hanya penasaran. Beberapa saat kemudian, Moo Ha
bilang kalau itu bukan sesuatu yang harus mereka takutkan, karena kalau Seja
kembali menjadi Raja, maka Seja pasti akan bisa memiliki Ga Eun. Woo Bo pun
kembali menggeplak wajah Moo Ha. Dan Chung Woon mengatai Moo Ha tidak punya
otak.
Jenderal Jae Hon akhirnya menghadap Raja. Jae Hon memperkenalkan diri sebagai Komandan Pasukan Hwanggil-dong. Raja pun berniat menghadiahkan 20 ekor kuda sebagai apresiasi atas kerja keras Jae Hon. Jae Hon menolak.
“Akan cukup bagi
hamba...dengan dituangkan segelas minuman oleh Cheonha.” Ucapnya.
“Tentu, aku bahkan harusnya
menggelar jamuan megah untukmu. Namun, malam ini, aku sudah memiliki janji
lain. Kita lakukan dua hari mendatang.” Jawab Raja.
“Kami tidak menyangka kau
sampai secepat ini, sebab itu kami belum merencanakan perjamuannya.” Sela
Menteri Joo.
“Kau tidak lihat sekarang
aku sedang bicara dengan Cheonha?” ucap Jae Hon ketus.
“Kami tahu kau adalah seorang Jenderal, tapi beraninya kau sekurang ajar itu pada Perdana Menteri?” jawab Menteri Heo.
“Aku memang emosional dan
tidak tahan pada mereka yang menginterupsi perkataanku.” Ucap Jae Hon.
“Kelihatannya karena tidak
bisa minum dengan Cheonha, kau begitu kecewa padahal sudah jauh-jauh kemari. Aku
harus menyewa rumah gisaeng terbaik untukmu malam ini.” ucapnya.
Jae Hon pun terkejut melihat
Woo Bo.
Menteri Choi langsung
menghadap Daebi Mama. Daebi Mama heran kenapa Jae Hon tiba2 datang ke istana.
Menteri Choi bilang karena pimpinan penjajah jatuh sakit, jadinya pihak mereka
tengah berebut siapa yang akan menjadi penerus pimpinan dan pimpinan itu
membutuhkan persetujuan Raja mereka untuk menentukan sang penerus.
“Aku tidak ingin jawaban
semacam itu yang kau berikan pada Raja. Jenderal itu sangat mengerti soal
Pyunsoo-hwe. Dia tidak suka Pyunsoo-hwe berulah, makanya tidak pernah kemari,
tapi kenapa mendadak datang?” jawab Daebi Mama.
“Bukankah hal itu justru
bagus? Dia Jenderal yang membawahi 10.000 pasukan. Tolong anda pikirkan bila ia
mau memihak pada kita.” ucap Menteri Choi.
Jae Hon ingin tahu alasan Kwang Ryul menyuruhnya pulang. Kwang Ryul berkata karena ia mau menyampaikan sesuatu dan Kwang Ryul yakin Jae Hon akan terkejut mendengar alasannya.
“Aku adalah ksatria yang
bertarung melawan penjajah seumur hidupku. Aku bahkan berhadapan dengan malaikat
maut berkali-kali.” Jawab Jae Hon.
“Kau selalu setia pada
negara ini. Tapi bagaimana bila rupanya kau telah setia kepada Raja palsu?”
tanya Kwang Ryul.
Jae Hon pun terkejut.
“Raja yang bertakhta itu
palsu. Dia tak lain hanyalah boneka Pyunsoo-hwe.” Ucap Kwang Ryul lagi.
“Saat anda datang kemari
dengan tembaganya, saya merasa terkejut sekaligus bahagia. Akhirnya ada
seseorang di sisi saya, begitulah yang saya pikirkan.” Ucap Sun.
“Saya merasa terhormat bila
seseorang serendah saya dapat membantu Cheonha.” Jawab Woo Bo.
“Anda bahkan bicara formal
pada saya. Aku tahu mengenaimu dari rumor yang beredar.” Ucap Sun.
“Maksud Anda rumor bahwa tindak
tanduk saya jauh dari sopan santun?” tanya Woo Bo.
Woo Bo lalu minta izin
bicara non formal. Sun mempersilahkan.
“Cheonha harus mengutamakan rakyat, bila ada siapapun yang berkata demikian, hentikan omong kosongmu itu! Berpikirlah seperti itu. Hanya itu satu-satunya yang bisa kau lakukan sekarang. Sebelum kau mengendalikan Joseon ini, kontrol dan jaga dirimu dulu. Sebelum kau menjadi pemilik Joseon ini, kau harus menjadi pemilik dari dirimu sendiri dulu.” Ucap Woo Bo.
“Saya tidak akan pernah melupakan
saran Anda. Saya juga ingin memberikan saran.” Jawab Sun.
“Ya, Cheonha.” Ucap Woo Bo.
“Jangan bergerak dulu. Tetaplah
hati-hati dan bersikap tenang. Saya tidak ingin Anda terluka.” Jawab Sun.
Ga Eun menghadap Daebi Mama. Daebi Mama menyuruh Ga Eun melakukan sesuatu. Ga Eun pun bersedia melakukannya asalkan itu membantu dalam pelengseran tahta Raja. Ternyata Daebi Mama menyuruh Ga Eun mencari tahu apa yang diantarkan orang2 Pyunsoo-hwe pada Raja setiap 15 hari sekali.
Ga Eun menyelinap ke kamar Raja. Ia hendak mencari tahu apa yang dikirimkan Pyunsoo-hwe untuk Raja. Disaat ia menemukan batang bamboo dan hendak membukanya, tiba2 saja ia mendengar suara Kepala Kasim. Ga Eun pun kebingungan mencari tempat sembunyi, namun tepat saat Kepala Kasim masuk, Raja menarik Ga Eun ke balik tirai.
Kepala Kasim heran melihat
tutup kotak kayu kiriman Pyunsoo-hwe sudah terbuka. Ia lalu menatap curiga ke
arah Sun yang berdiri membelakanginya.
“Cheonha, hamba membawakan
air minum untuk pengantar anda tidur.” Ucap Kepala Kasim.
“Aku mengerti. Kau boleh
pergi.” Jawab Sun.
Setelah Kepala Kasim pergi,
keduanya menarik napas lega. Namun Ga Eun langsung berlutut saat melihat topeng
Raja di atas kasur. Ga Eun berkata, ia pantas mati. Namun Sun menyuruhnya
berhenti bicara dan membantunya berdiri. Sun lalu menuntun Ga Eun keluar dari
tirainya dan melarang Ga Eun berbalik menatapnya.
“Tapi, kenapa kau terus saja
melakukan hal yang berbahaya?” tanya Sun setelah Ga Eun tiba diluar.
Ga Eun menoleh, menatap Sun. Namun sayang ia tak bisa melihat wajah Sun karena tertutup tirai. Ga Eun lantas beranjak pergi. Sun kecewa melihat Ga Eun pergi begitu saja meninggalkannya.
0 Comments:
Post a Comment