Raja Cheoljong yang tengah bersiap dibantu dayang-dayangnya, menatap sebuah bunga yang ada di depannya. Raja tanya, bunga apa itu?
Kasim : Plume blossom, Tuanku.
Raja : Musim semi telah tiba.
Raja lalu mendekat. Ia menyentuh dan mencium bunga itu, tapi setelahnya dia merasa pusing dan pingsan!
Ibu Suri langsung datang.
Ibu Suri : Berapa banyak orang yang menyaksikan Yang Mulia pingsan hari ini?
Kasim : Semua orang telah dibungkam, Ibu Suri.
Ibu Suri : Jika ada yang tahu, aku akan memenggal kepalamu.
Kasim : Ya, Ibu Suri.
Tabib kerajaann malah memberitahu Jwa Geun soal kondisi Raja.
Tabib : Tumor di punggungnya berkomplikasi dengan dada dingin. Raja kita bahkan tidak akan bisa berdiri.
Jwa Geun : Sayang sekali.
Jwa Geun lantas menyuruh Byeong Woon mengirimkan ginseng terbaik mereka.
Byeong Woon : Baik, Ayah. Akan kukirim ginseng kepada Tuan Putri untuk dipersembahkan kepada Raja.
Bong Ryeon mengompres ayahnya. Ia lantas terkejut saat melihat wajah sang ayah.
Bong Ryeon lalu bicara dalam hatinya, kalau ia sedih melihat ayahnya seperti itu.
Ibu Suri : Apa Tuan Byeon Woon mengirimmu untuk memata-matai Raja?
Bong Ryeon : Tidak, Ibu Suri. Aku tidak selancang itu.
Ibu Suri : Kau harus selalu menjaga ucapanmu.
Bong Ryeon : Ya, Ibu Suri.
Ibu Suri : Statusmu sebagai Tuan Putri ditemukan oleh Keluarga Jangdong Kim-moon, anggota keluarga Kerajaan. Jangan pernah lupakan bahwa kau anggota kerajaan.
Bong Ryeon : Ya, Ibu Suri.
Chun Joong sedang makan siang di sebuah kedai. Pal Ryeong datang dan terus memperhatikan Chun Joong sembari duduk. Ditatap seperti itu, membuat Chun Joong tak nyaman. Pal Ryeong lalu ingat Chun Joong adalah pria yang menolongnya. Begitu ingat siapa Chun Joong, Pal Ryeong pun mendekati Chun Joong dan menyebut Chun Joong pahlawannya. Chun Joong diam saja dan terus makan.
Pal Ryeong : Kemarin, kau menyelamatkanku dari preman Keluarga Kim! Senang bertemu denganmu! Pal Ryeong : Namaku Pal Ryeong, Yong
Pal Ryeong. Dari belakang, Yong Pa Ryeong. Dari depan Yong Pal Ryeong. Yong Pal Ryeong. Pal Ryeong, Pal Ryeong, Pal Ryeong. Mudah bukan?
*Ryeong dibicara Yong.
Pal Ryeong mengulurkan tangannya tapi Chun Joong cuek dan terus makan.
Pal Ryeong : Jarang bicara, seperti pahlawan. Kita bisa saling mengenal perlahan.
Wanita pemilik kedai datang, memberikan Chun Joong teh beras manis. Chun Joong bilang dia tidak memesanya.
"Aku yang traktir, minumlah." jawab wanita itu. Wanita itu lalu mengatakan, Chun Joong tampan seperti adiknya.
Sontak lah, Pal Ryeong sewot.
Pal Ryeong : Kau pilih kasih! Ada berapa orang lagi di sini?
Wanita itu marah dan mencabut rambut di dekat telinga Pal Ryeong.
"Bisakah kau diam? Berhentilah berkeliaran di kedai kami! Selama sepuluh tahun kau tidak bisa lulus ujian negara! Menyerah saja dan kembalilah ke kampung halamanmu! Dasar bodoh!"
"Kau akan menyesal memperlakukanku seperti ini! Saat lulus ujian negara, aku tidak akan pernah kembali, bahkan jika kau memohon!" jawab Pal Ryeong.
Wanita itu lantas menyuruh Chun Joon minum tehnya.
Pal Ryeong kembali duduk dan tanpa sengaja melihat uang di tas Chun Joong. Mata Pal Ryeong langsung ijo. Wkwkwkwk.
Saat semua tidur, Pal Ryeong bangun dan mengambil tas Chun Joong diam-diam, lalu kabur.
Tapi Chun Joong yang tadi dilihatnya sudah tidur, kini muncul di depannya.
Chun Joong : Sedang terburu-buru?
Pal Ryeong kaget, sedikit...
Pal Ryeong berusaha lari. Chun Joong mengejar Pal Ryeong lewat atap dan berhasil mendahuluinya.
Pal Ryeong kaget. Dia lalu berbalik, berniat melarikan diri lagi tapi Chun Joong menariknya dan menggulingkannya.
Pal Ryeong lantas tertawa. Chun Joong ikut tertawa.
Setelahnya, Chun Joong memukul hidung Pal Ryeong. Hidung Pal Ryeong berdarah.
Chun Joong minta tasnya dikembalikan. Pal Ryeong tak punya pilihan selain mengembalikanya sambil minta maaf sambil menunduk. Tapi saat mendongak, ia kaget dan bingung sendiri karena Chun Joong sudah pergi.
Chun Joong belum pergi. Ia duduk di depan penginapannya dan melihat buku tentang rahasia ketenaran dan kekayaan.
Chun Joong teringat kata-kata si biksu saat ia mau bunuh diri.
Flashback...
Chun Joong berdiri di tepi tebing.
Biksu : Tidak ada jalan di sana...
Chun Joong : Ya, Tuan. Tidak ada jalan sama sekali. Aku tidak tahu bagaimana aku harus hidup lagi.
Biksu lalu menjatuhkan buku itu.
Biksu : Takdir apa yang menanti para penjahat yang membuat anda seperti ini, jalan mana yang harus anda ambil untuk membalas pembunuhan ayah anda... Fokuslah pada semua ini. Tebing telah mengakhiri jalan ini, jadi, buat jalan anda sendiri.
Biksu menulis di buku.
"Wanita itu, belahan jiwa anda, juga ditakdirkan untuk kehilangan belahan jiwanya. Tapi karena kini anda hidup, semuanya sudah berubah. Bagaimana jika anda menciptakan takdir anda sendiri?" ucap biksu.
Biksu pergi. Chun Joong mengambil buku itu.
Flashback end...
Chun Joong membuka bukunya dan menemukan tulisan si biksu.
"Menciptakan jalan baru, tempat sebuah jalan berakhir."
Chun Joong lalu ingat kebakaran di kapal.
Ia juga ingat kata-kata ayahnya yang melarangnya balas dendam dan menyuruhnya hidup diam-diam.
Lalu ia ingat saat In Gyu membunuh ayahnya.
Terakhir ia ingat saat Bong Ryeon mengatakan, akan menjadi saksinya tapi kemudian mengkhianatinya.
Flashback...
Chun Joong yang berdiri di tepi tebing, berteriak marah.
Biksu : Apa anda selalu marah? Mungkin ayahmu berusaha menahan semua kemarahanmu.
Chun Joong : Bukan begitu. Hanya... Kenapa Bong Ryeon mengkhianatiku? Pertanyaan ini tersangkut di kepalaku.
Biksu : Itu untuk mencegahmu agar tidak mati. Jika anda tidak bisa melupakannya dan mencarinya, dia akan membunuhmu dan memenuhi takdirnya. Anda harus melupakannya.
Chun Joong lalu memberi hormat pada biksu dan berkata, bahwa ia akan menunggu dengan sabar dan membalaskan kematian ayahnya.
Flashback end...
Chun Joong : Tempat jalan berakhir, aku akan menciptakan takdirku sendiri!
Dan yang sedang membantu Bong Ryeon berpakaian, melihat cap kriminal di tubuh Bong Ryeon.
Dan pun merasa kasihan dan juga kesal dengan Byeong Woon yang telah melukai tubuh Bong Ryeon.
Bong Ryeon : Tidak apa-apa. Sudah tidak sakit lagi.
Bong Ryeon ingat saat dirinya menerima cap itu dari Byeong Woon.
Dan : Melewati rasa sakit itu untuk menyelamatkan Tuan Chun Joong, apa menurut anda dia tahu?
Bong Ryeon : Itu tidak penting. Selama dia masih hidup.
Bong Ryeon duduk. Dan teringat sesuatu, benar juga!
Dan lalu mengambil setumpuk kertas di rak dan memberikannya ke Bong Ryeon.
Dan : Nona, ini dipasang di semua pelabuhan di negeri ini. Tapi belum ada yang menghubungi anda soal ibu anda.
Ternyata kertas itu adalah sketsa wajah Ban Dal. Tapi Bong Ryeon mengalami kesulitan mengingat wajah ibunya.
Bong Ryeon : Apa ingatanku memudar? Terkadang sulit mengingat wajahnya.
Dan : Tidak, Nona! Aku bertanya kepada pelayan itu, Tuan Jang, dan dia bilang dia terlihat seperti ini!
Flashback...
Ban Dal berlutut pada Byeong Woon. Ban Dal bilang, dia sangat merindukan putrinya. Ban Dal lalu tanya, apa Bong Ryeon bahagia dan sehat dan minta diizinkan bertemu Bong Ryeon.
Byeong Woon : Jangan khawatir. Yang Mulia telah menyiapkan tabib kerajaan untukmu. Kau akan dikawal ke sana.
Ban Dal : Kumohon, Tuan! Dia bahkan tidak bisa tidur nyenyak tanpa aku. Dia masih anak-anak yang seharusnya bersama ibunya.
Byeong Woon : Dia bukan putrimu, dia seorang tuan putri. Semua orang di sini memperlakukannya sebagai anggota kerajaan.
Ternyata, Bong Ryeon melihat ibunya memohon saat itu. Bong Ryeon sendiri dikurung di sebuah ruangan yang letaknya tak jauh dari tempat Ban Dal berlutut.
Bong Ryeon yang mulutnya dibekap dengan kain, berusaha teriak memanggil ibunya. Dua pelayan menutup mulutnya dan memeganginya.
Sementara itu, Byeong Woon bilang pada Ban Dal bahwa Bong Ryeon sudah melupakan Ban Dal dan tidur nyenyak dengan selimut sutra.
Ban Dal : Benarkah itu?
Byeong Woon lalu menyuruh pelayannya membawa pergi Ban Dal.
Ban Dal terus teriak, bertanya apa Bong Ryeon benar-benar sudah melupakannya dan hidup bahagia?
Bong Ryeon terus berontak dan berusaha memanggil ibunya.
Bong Ryeon nangis dan teringat kebersamaannya dengan sang ibu.
Byeong Woon menatap Bong Ryeon yang menangis.
Flashback end...
Bong Ryeon menyentuh sketsa Ban Dal. Tangisnya berjatuhan.
Sekarang, Bong Ryeon menemui Jwa Geun dan Byeong Woon. Byeong Woon tanya keadaan Cheoljong dan kapan Cheoljong akan meninggal.
Sontak lah, Bong Ryeon langsung menatap kesal Byeong Woon.
Bong Ryeong : Itu bergantung kepada langit. Hari ini, besok? Aku tidak tahu.
Byeong Woon : Mencoba melindunginya? Karena dia masih ayahmu?
Jwa Geun : Aku mengakui kerja kerasmu. Jika berhasil sekali lagi, kau akan mendapat imbalan besar.
Bong Ryeon : Sekali lagi?
Jwa Geun : Apa menurutmu kau bisa menemukan Tuan Muda dari Ganghwa berikutnya?
Bong Ryeon : Tuan dari Ganghwa berikutnya...
Bong Ryeon lalu tersadar kemana arah pembicaraan Jwa Geun.
Bong Ryeon : Anda mencari seseorang yang berpotensi menjadi raja?
Jwa Geun hanya tersenyum.
Byeong Woon mendelik tajam ke Bong Ryeon.
Dan Bong Ryeon dalam hatinya bersumpah, akan melakukan apapun untuk menemukan Raja berikutnya. *Omo, maksud Bong Ryeon Chun Joong.
Pal Ryeong teriak di tengah-tengah pasar, menyuruh semua orang minggir, sambil mendorong gerobak. Lalu dia ketemu sama Chun Joong. Pal Ryeong yang masih takut sama Chun Joong karena kejadian tadi malam buru-buru kabur.
Pal Ryeong kemudian berlari sambil membawa sesuatu di pundaknya. Dia lagi-lagi berpapasan dengan Chun Joong. Pal Ryeong semula melewatinya tapi kemudian ia tersadar siapa yang baru saja dilewatinya, lalu berbalik dan tersenyum pada Chun Joong.
Chun Joong : Terburu-buru lagi? Seolah-olah berlari dari Laut Timur ke Barat?
Pal Ryeong meletakkan barang bawaannya di lantai.
Pal Ryeong : Aku sudah menunggak empat bulan di kedai! Aku sudah mengenal lingkungan ini. Aku bekerja serabutan untuk menghasilkan uang.
Chun Joong : Kenapa kau tidak mencuri dari lingkungan ini saja?
Pal Ryeong : Ayolah. Dengar, itu hanya sekali. Aku bukan orang seperti itu. Mari kita lupakan saja itu, ya?
Pal Ryeong menepuk2 lengan Chun Joong. Chun Joong memegang tangan Pal Ryeong. Sontak lah, Pal Ryeong langsung minta maaf karena mengira Chun Joong akan memukulnya lagi seperti tadi malam. Chun Joong mengeluarkan dompetnya.
Chun Joong : Jika kau sangat mengenal area ini, bekerjalah sebentar untukku.
Chun Joong melemparkan dompet itu ke Pal Ryeong.
Pal Ryeong bingung, apa?
Chun Joong hanya tersenyum.
Sekarang, Chun Joong dan Pal Ryeong ada di depan sebuah kios peramal.
Pal Ryeong : Biksu Merah! Dia peramal paling populer di Hanyang!
Chun Joong : Biksu Merah?
Pal Ryeong : Dia selalu memakai jubah merah. Ramalannya dikabarkan sangat akurat! Kenapa? Hidupmu butuh peruntungan yang baik?
Chun Joong : Mungkin... Tapi hanya penasaran.
Pal Ryeong : Tentang?
Chun Joong : Sebesar apa potensiku. Tidak banyak.
Di dalam, si biksu merah lagi meramal seorang wanita.
Terlihat antrian panjang di pintu, diantaranya Chun Joong dan Pal Ryeong.
Biksu merah : Ada hantu perawan di antara leluhurmu Kau akan mati sendirian!
"Aku sudah makin tua, tapi selamanya?" tanya wanita itu.
"Itu yang tertulis di telapak tanganmu, tapi berikan tanggal lahirmu." jawab si biksu.
"Ya, jadi, beberapa hari sebelum aku lahir, ada kebakaran di lumbung gandum, yang akan menjadikan tanggal lahirku. Tanggal 16!" seru si wanita.
Si biksu pun sewot, bagaimana bisa kubaca jika kau tidak tahu tanggal lahirmu?
Biksu lalu memberikan wanita itu sebuah mantra.
Biksu : Dengar! Tidur saja dengan ini di bantalmu. Lalu para pria akan mengejarmu!
Wanita itu lalu tanya harga mantranya. Si biksu bilang 100 koin. Wanita itu merengek minta diskon.
Chun Joong : Omong-omong, apa kebakaran itu di tepi sungai?
Wanita itu bertanya, siapa kau? Bagaimana kau tahu?
Tapi saat melihat sosok yang bertanya, wanita itu langsung bertanya lebih sopan.
"Bagaimana anda tahu, Tuan?"
Chun Joong pun masuk. Dua anak buah si biksu mencoba menghalanginya, tapi mereka akhirnya diam mendengarkan penjelasan Chun Joong.
Chun Joong : Menurut sejarah, saat kekuasaan Raja Sunjo di bulan Maret, Jobo, koran resmi, kau lahir di tahun ular, pekan kedua bulan Mei. Ramalanmu panas, tapi tahun ini dingin dengan air. Bukankah pria yang berkaitan dengan laut mendekatimu baru-baru ini?
"Air? Katamu air? Air..." wanita itu kemudian berseru, astaga! Tukang air! Tuan Sim! Dia mendekatiku!
Si biksu sewot dan tanya siapa Chun Joong.
Chun Joong : Dia belahan jiwamu, cobalah menjalin hubungan dengannya. Jangan sia-siakan uangmu untuk penipu itu!
Biksu : Beraninya kau menyebutku penipu!
Si wanita menatap galak si biksu. Si biksu langsung terdiam.
"Kau! Masa wanita cantik sepertiku ditakdirkan mati sendirian? Kau ingin membaca telapak tangan ini?" sewotnya.
Lalu dia mengambil mantra si biksu.
"Tapi terima kasih untuk ini." ucap wanita itu.
"Harganya 100 koin!" teriak si biksu.
"Pria ini penipu ulung. Sangat licik seperti ular! Berusaha menipu orang baik." ucap wanita itu pada orang2 yang mengantri.
Wanita itu lalu memuji Chun Joong peramal yang handal dan beranjak pergi.
Chun Joong ingin meramal si biksu sebagai ganti karena ia sudah merusak bisnis si biksu.
Biksu merah tidak mau dan menyuruh anak buahnya menangkap Chun Joong.
Chun Joong : Kulihat telingamu sudah hitam. Kau pernah mengalami angin musim dingin yang intens. Jempol dan tanganmu menunjukkan kau pria perahu. Bekas luka di sekitar lehermu... Kurasa bekas rantai. Budak kapal perang.
Anak buah si biksu terkejut mendengarnya.
Biksu juga kaget karena Chun Joong benar.
Chun Joong lalu mendekat dan mencopot jenggot palsu si biksu.
Biksu sewot dan menyuruh anak buahnya menangkap Chun Joong.
Tapi Chun Joong langsung membuat anak buah si biksu jatuh.
Chun Joong lantas duduk.
Chun Joong : Meski kau bersikap seperti bedebah, kau pintar dan licik. Kurasa kau lahir di tahun monyet? Andal memanipulasi orang lain, jadi, Mei? Benar, bukan?
Biksu : Hanya ibuku yang tahu tanggal lahirku. Kau kenal ibuku?
Chun Joong : Bagaimana aku bisa mengenal ibumu?
Pal Ryeong dan orang2 langsung heboh Chun Joong benar.
Si biksu akhirnya memberi tahu tanggal lahirnya.
Biksu : Aku lahir tahun 1884, hari monyet hitam, waktu tikus putih! Tidak ada yang berjalan lancar bagiku belakangan ini!
Chun Joong : Kau, hati-hati dengan lautan. Terutama bulan ini, menjauhlah dari air.
Biksu : Baru-baru ini, aku terjebak hujan lebat. Selama berhari-hari, aku terbaring sakit! Dokter bilang aku seharusnya mati, tapi aku beruntung!
Chun Joong : Kau beruntung sejauh ini, tapi kau harus lebih berhati-hati, hidupmu bergantung pada itu.
Biksu : Hidupku?
Biksu lalu berlutut, memohon pada Chun Joong.
Biksu : Tuan! Tolong aku! Aku hanya pria rendahan yang miskin! Aku kehilangan ayahku di usia muda, tidak pernah bertemu dengan wanita yang tepat... Aku menghabiskan seluruh hidupku sendirian.
Chun Joong pergi. Anak buah si biksu langsung pura2 pingsan begitu Chun Joong jalan melewatinya. Dan setelah Chun Joong pergi, mereka memberitahu si biksu bahwa Chun Joong sudah pergi.
Pal Ryeong mengejar Chun Joong.
Pal Ryeong : Tuan! Luar biasa, Tuan!
Chun Joong : Tuan? Aku bukan seperti itu
Pal Ryeong : Berkatmu, maksudku, berkat Tuan, aku ingat aku, Pal Ryeong, tidak datang ke Hanyang untuk melakukan pekerjaan remeh ini dan hidup hari demi hari. Aku harus mengincar hal yang lebih baik dan bertaruh besar!
Chun Joong : Bertaruh besar? Di mana?
Bersambung ke part 2...