• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Ruler : Master Of The Mask Ep 21

Sebelumnya...


Episode ini diawali dengan Seja yang teringat kata2 ayahnya.

Flashback…

Seja dan ayahnya sama2 melihat ke arah singgasana. Sang ayah berkata, bahwa itu adalah kursi paling kesepian di dunia.

“Semua abdimu akan memberikan pendapat berbeda. Siapa yang harus kau dengarkan? Mana yang benar? Akan tiba saat kau tidak lagi mengetahuinya.” Ucap sang ayah.

“Bila saat itu tiba, apa yang harus saya lakukan?” tanya Seja.

“Cukup dengarkan suara hatimu. Tak ada yang akan mengambil keputusan untukmu. Tak ada pula yang akan bertanggungjawab atas dirimu. Itulah peran seorang Raja.” Jawab sang ayah.

Flashback end…


Woo Bo berlutut, memohon agar Seja tidak menyerang Pyunsoo-hwe sekarang. Jae Hon juga tidak mau kalah. Ia membujuk Seja untuk menyerang Pyunsoo-hwe sekarang. Seja pun kebingungan, ia menatap ke arah Woo Bo dan Jae Hon secara bergantian.

“Aku mau menyerang Pyunsoo-hwe sekarang juga. Aku akan membalaskan dendam ayah dan ibuku. Aku akan membalaskan kematian ayah Guru Chung Woon. Juga kematian ayah Ga Eun. Sekarang juga, aku ingin menyerang Dae Mok dan Pyunsoo-hwe.” Jawab Seja lantang.

  
Jae Hon tersenyum lega, sementara Woo Bo hanya bisa menunduk mendengar keputusan Seja.

  
Menteri Choi tidak percaya saat Daebi Mama memberitahunya kalau Jae Hon akan menggerakkan pasukan untuk melenyapkan Pyunsoo-hwe. Daebi Mama yakin, Dae Mok tidak akan sanggup menandingi pasukan Jae Hon. Menteri Choi mengucapkan selamat karena Daebi Mama sekarang memiliki 40.000 pasukan.

  
Woo Bo masih menyesali keputusan Seja. Namun itu bukanlah keputusan final Seja. Seja mengaku tidak bisa menyerang Pyunsoo-hwe sekarang, meskipun ia ingin melakukannya. Jae Hon pun terperangah mendengarnya.

“Kita tidak benar-benar tahu kekuatan Pyunsoo-hwe. Bahkan dengan bantuan pasukan perbatasan sekalipun, aku tidak yakin kita bisa memberantas mereka sampai ke akar. Aku mungkin merebut mahkota dan tahta, namun... ribuan rakyat mungkin akan cedera atau bahkan tewas.” Ucap Seja.

Jae Hon tidak setuju.

  
“Juga bila pemerintahan kacau, Bangsa Jurchen tak akan tinggal diam. Seorang Raja yang menimbulkan kerusuhan dan peperangan di dalam negerinya? Aku tak mau menjadi Raja seperti itu.” ucap Seja.
*Bangsa Jurchen adalah nenek moyang Manchuria, selalu berusaha menjajah Joseon.

Woo Bo pun tersenyum bangga pada Seja.

“Pasukanmu di perbatasan, akan tetap di sana.” Ucap Seja lagi.

  
“Jeoha, mohon pertimbangkan kembali. Bila mendiang Raja masih hidup, beliau pasti memerintah untuk menyerang Pyunsoo-hwe tanpa ragu sama sekali.” Jawab Jae Hon.

“Jangan menunjukkan ketakutan di hadapan siapapun. Tutupi kelemahan dengan kekuatan serta ketakutan dengan keberanian. Itulah Raja. Itulah yang mendiang ayahku katakan.” Ucap Seja.

“Tapi... Joseon-ku... akan berbeda. Bila harus mengorbankan rakyat, aku tak akan mengambil kembali tahta itu. Aku akan menjadi Raja yang memedulikan rakyatnya. Rakyat adalah prioritasku. Bagaimana bisa aku mengambil alih tahta dengan menumpahkan darah mereka?” lanjut Seja.

“Bila kau... mengganggapku sebagai Raja sejati, maka percayalah padaku dan kembali ke perbatasan. Jangan melindungiku, tapi rakyatku. Tolong lakukan itu.” pinta Seja pada Jae Hon.

“Saya Komandan Militer Jae Hon, akan mematuhi titah Paduka!” tegas Jae Hon.


Daebi Mama marah karena Jae Hon tidak mau memanggil pasukan untuk menyerang Pyunsoo-hwe. Ia menuduh Jae Hon takut pada Pyunsoo-hwe. Daebi Mama berkata, perintah siapa yang lebih penting selain perintah darinya.

“Seja Jeoha!” jawab Jae Hon keras.

  
Daebi Mama pun terkejut mendengarnya. Jae Hon pun memberitahu kalau Seja yang asli masih hidup. Daebi Mama menangis haru, ia tidak menyangka kalau anaknya masih hidup. Daebi Mama lalu bertanya, apa Sejanya sehat dan baik2 saja?

“Jangan cemas, Mama. Mama pun sudah bertemu dengan Seja asli secara langsung. Kepala Pedagang keliling yang membantu Mama adalah Seja Jeoha yang asli.” Jawab Jae Hon.


Daebi Mama terkejut. Seketika ingatannya langsung melayang ke saat pertama kali ia bertemu dengan si Kepala Pedagang. Saat itu, ia bertanya2 bagaimana bisa si Kepala Pedagang terlihat begitu mirip dengan mendiang Raja saat masih muda.

  
Daebi Mama mengangkat cangkir tehnya. Tak lama kemudian, Menteri Choi masuk dan Daebi Mama langsung melemparkan cangkirnya ke pintu. Menteri Choi terkejut. Daebi Mama lantas meminta Menteri Choi mendengarkan kata2nya dengan baik.

“Jika ini tersebar, Orabeoni, aku, maupun seluruh keluarga kita akan hancur. Kau mengerti?” ucapnya.

  
Adegan lalu berpindah pada Ga Eun yang disuruh Kepala Dayang membawakan teh dan camilan untuk tamu Daebi Mama. Namun setibanya di sana, ia terkejut melihat tamu Daebi Mama ternyata Chun Soo nya.

“Aku tidak akan tanya apa-apa. Sampai aku selesai meminum tehku, bisakah kau tetap berada di sini?” pinta Seja.

  
Ga Eun diam saja. Sementara itu, Seja mulai meminum tehnya.

“Sepertinya kau masih senang menggoda dayang istana. Lain waktu, aku akan melaporkannya.” Ucap Ga Eun dingin.

“Aku tak bisa menghabiskannya sampai tetes terakhir.” Jawab Seja, lalu meletakkan kembali cangkir tehnya di meja.

  
Ga Eun pun bangkit. Ia membawa kembali camilan itu keluar. Setibanya diluar, tangisnya pecah. Di tengah2 tangisnya, ia menatap ke arah cangkir teh Seja. Ga Eun terkejut. Ia memeriksa cangkir teh itu dan dugaannya benar. Teh yang diminum Chun Soo nya sudah diberi racun.

  
Seja sendiri mulai merasa kesakitan. Tak lama kemudian, Seja mulai tak sadarkan diri. Setelah Seja kehilangan kesadaran, beberapa prajurit langsung menggotong Seja pergi dari istana. Ga Eun yang melihat itu, bergegas mengikuti mereka.

  
Ga Eun melihat mereka membuang Seja ke laut. Setelah mereka pergi, Ga Eun mengeluarkan pisau kecilnya dari balik lengannya dan terjun ke laut. Dengan pisaunya, Ga Eun memotong ikatan di tangan dan kaki Seja. Namun keduanya justru tenggelam saat ia berusaha membawa Seja ke permukaan.

  
Daebi Mama nampak resah menunggu kabar di ruangannya. Tak lama kemudian, Menteri Choi datang dan memberitahu Daebi Mama kalau ia sudah selesai melaksanakan perintah Daebi Mama.

  
Seja dan Ga Eun terdampar di tepi laut. Seja lah yang pertama kali sadarkan diri. Ia pun terkejut saat mendapati Ga Eun yang masih belum sadarkan diri di sampingnya. Seja lantas mendekati Ga Eun. Ia nampak cemas dan berusaha membangunkan Ga Eun. Tak lama kemudian, Ga Eun pun sadar dan Seja langsung memeluknya. Ga Eun lantas menatap Seja.

“Aku senang kau baik-baik saja.” Ucap Ga Eun.

“Ga Eun, kau yang menyelamatkan aku? Kau hampir mati karena menyelamatkan aku. Kenapa kau melompat ke dalam air? Kenapa kau melakukan hal yang berbahaya?” tanya Seja.

“Aku takut. Tak bisa bertemu Doryongnim lagi, begitu menakutkan untukku. Aku takut akan kehilangan seseorang yang lebih berharga dibanding nyawaku.” Jawab Ga Eun.


Seja lantas memeluk erat Ga Eun. Tangis mereka pun pecah. Tak lama kemudian, Seja melepaskan pelukannya. Ia menatap Ga Eun, kemudian mencium Ga Eun.


Di istana, Sun panic karena Ga Eun menghilang. Hyun Seok yakin Ga Eun pergi keluar istana. Sun cemas, karena semua gerbang istana akan ditutup pukul sepuluh nanti.


Seja tengah menggendong Ga Eun. Ga Eun meminta Seja menurunkannya. Ia mengaku bahwa dirinya baik2 saja. Seja tidak mau menurunkan Ga Eun. Seja bilang, itu karena Ga Eun sudah menyelamatkan nyawanya.

“Aku telah bersikap dingin dan menyakiti hatimu selama ini, maafkan aku.” ucap Ga Eun.

Ga Eun ingin menjelaskan alasan ia menjadi dayang, tapi Seja bilang mereka bisa membicarakan hal itu nanti. Seja lalu bertanya, apa Ga Eun merasa dingin. Ga Eun bilang, ia merasa hangat.

“Bila memungkinkan, aku ingin waktu terhenti sekarang juga.” ucap Ga Eun.

“Aku juga... menginginkan hal yang sama.” Jawab Seja.

  
Mereka akhirnya sampai di depan gerbang istana. Seja tak rela jika Ga Eun harus balik ke istana. Seja lalu memegang tangan Ga Eun dan meminta Ga Eun tidak melakukan hal yang berbahaya di istana, apapun rencana Ga Eun. Ga Eun membalas memegang tangan Seja.

“Doryongnim juga berhati-hatilah. Bila kau berada dalam bahaya lagi, aku pun tidak akan sanggup hidup. Sekalipun di dalam istana, kurasa Pyunsoo-hwe tetap mengawasi Doryongnim. “ jawab Ga Eun.

Seja pun heran, Pyunsoo-hwe?

“Aku melihatnya. Mereka memakai seragam.” Jawab Ga Eun.

“Tapi aku ke istana karena Daebi Mama memanggilku untuk datang.” ucap Seja.

“Artinya, ada mata-mata Pyunsoo-hwe di dalam istana. Aku akan mencaritahu.” Jawab Ga Eun.


Tiba2, seseorang membentak mereka, siapa di sana! Sontak, keduanya terkejut.

Di kamarnya, Sun mondar mandir gak karuan. Tak lama kemudian, Hyun Seok datang dan melaporkan bahwa Ga Eun masih belum kembali. Sun cemas, ia yakin Ga Eun sedang berada dalam masalah dan ingin mencari Ga Eun. Namun Hyun Seok melarangnya karena terlalu berbahaya untuk Sun.

Tak lama, terdengarlah suara Kepala Kasim yang memberitahu Sun kalau petugas yang berpatroli di ibukota hendak melaporkan sesuatu padanya.

  
Sun pun memakai topengnya dan beranjak ke halaman istana. Betapa terkejutnya ia, melihat Ga Eun yang berlutut bersama Seja. Kepala Kasim melapor, bahwa petugas patrol melihat Ga Eun bersama pria asing dan jika Ga Eun berhubungan intim dengan pria itu, maka keduanya harus dipenggal sesuai hukum istana. Seja pun langsung membela Ga Eun.

“Cheonha, izinkan hamba menjelaskan. Dayang Han tidak bersalah!” bela Seja.


Ga Eun ikut membela Seja. Ia menjelaskan kalau Kepala Pedagang hanya berusaha menyelamatkan dirinya yang jatuh ke laut dan meminta Kepala Pedagang dibebaskan. Namun Seja kekeuh kalau dia yang bersalah karena telah berusaha mendekati dayang istana.


Sun cemburu, namun pada akhirnya ia berkata kalau itu hanyalah kesalahpahaman. Ia mengaku bahwa Seja adalah pelayannya dan ia mengutus Seja untuk mencari Ga Eun.


Sun melepaskan jubahnya dan menyampirkannya ke tubuh Ga Eun. Sontak, Ga Eun dan Seja terkejut melihat apa yang dilakukan Sun. Sun kemudian menatap Ga Eun dengan lembut dan mengaku bahwa ia lega Ga Eun baik2 saja.

  
Sun lalu membantu Ga Eun berdiri dan menyuruh Kepala Kasim memeriksa apakah Ga Eun terluka atau tidak. Setelah Ga Eun pergi, Sun menatap Seja dengan penuh kemarahan.

“Kau telah menyelamatkan dayang istana yang begitu berharga untukku. Keberanianmu tidak ternilai. Aku akan memberimu hadiah.” Ucap Sun.

Sun lalu menyuruh Hyun Seok memberikan 20 nyang pada Seja. Hyun Seok pun mendekat dan menyuruh Seja berterima kasih kepada Sun. Seja pun berterima kasih pada Sun dengan wajah marah. Sun juga memperingatkan Seja kalau seorang dayang istana ditemukan bersama pria lain di luar istana, maka dayang itu bisa dihukum.


Setelah itu, Seja meninggalkan istana dengan wajah syok. Ia baru sadar bahwa Sun sudah jatuh cinta pada Ga Eun. Tak lama, Chung Woon datang. Ia terkejut melihat Seja yang basah kuyub.

  
Di kamarnya, Hyun Seok ingin tahu kenapa Sun memperlakukan Seja begitu berbeda. Sun pun langsung teringat saat Seja mengakui ia sebagai temannya. Dengan tatapan lirih, Sun mengaku pada Hyun Seok bahwa si Kepala Pedagang itu adalah temannya.

“Aku berasal dari keluarga miskin, sedangkan dia bangsawan sekaligus teman pertama yang aku miliki.” Ucap Sun.

“Begitu rupanya.” Jawab Hyun Seok.


“Hyun Seok-ah. Satu-satunya yang aku inginkan hanyalah Ga Eun Aghassi. Bukanlah kekuasaan atas tahta yang kupangku. Namun, bila aku harus duduk di tahta untuk memiliki Ga Eun Aghassi, menurutmu aku harus bagaimana?” tanya Sun.

“Maafkan hamba, tapi hamba tidak mengerti yang sebenarnya Cheonha cemaskan. Aghassi telah menjadi wanitanya Cheonha. Setiap dayang istana merupakan wanita milik Raja.” Jawab Hyun Seok.

“Aku tahu. Aghassi adalah dayang istana yang merupakan wanita milik Raja.” Ucap Sun.

Sun lalu berkata dalam hatinya, jika Seja kembali ke posisi aslinya, otomatis Ga Eun akan langsung menjadi milik Seja. Wajah Sun pun terlihat sedih.


Jae Hon langsung menghadap Daebi Mama. Setibanya di sana, ia melihat Daebi Mama menangis ditemani Menteri Choi. Menteri Choi menjelaskan bahwa Daebi Mama sudah kehilangan pria berbakat karena Dae Mok.

“Seorang Kepala Pedagang bernama Park Chun Soo. Dia pemuda yang sangat beliau kagumi,tapi sekarang sudah tewas.” Ucap Menteri Choi.

Jae Hon pun langsung lemas mendengarnya. Tak lama kemudian, Daebi Mama menyuruh Menteri Choi keluar karena ia ingin bicara berdua saja dengan Jae Hon.

“Dae Mok tidak tahu kalau Kepala Pedagang adalah Seja Jeoha. Lalu, kenapa dia memburu Jeoha?” tanya Jae Hon heran.

“Seja menyamarkan diri sebagai Kepala Pedagang, lalu menghentikan upaya Dae Mok mendapatkan otoritas keuangan negara. Itu sebabnya dia menjadi target Dae Mok.” Jawab Daebi Mama.


Jae Hon pun murka mendengarnya. Ia berniat membawa pasukannya untuk memenggal kepala Dae Mok dan Sun.

Ruler : Master Of The Mask Ep 20 Part 2

Sebelumnya...


Ga Eun melapor pada Daebi Mama kalau dia tidak menemukan sesuatu yang aneh pada kiriman orang Pyunsoo-hwe untuk Raja. Ga Eun bilang, hanya ada sebuah vas yang berisi bunga anggrek dan terselip tabung bamboo di sana namun tidak ada yang istimewa.

“Apakah itu anggrek mahal?” tanya Daebi Mama.

“Tidak, bukan.” jawab Ga Eun.

“Namun Jusang jarang menganggap sesuatu itu berharga. Satu-satunya yang membuat ia terobsesi berat adalah…”

Daebi ingin mengatakan kalau Raja terobsesi berat pada Ga Eun, namun tak jadi dan ia memuji kerja Ga Eun.


Setibanya diluar, Ga Eun bertanya2 sendiri kenapa Raja terus saja menolongnya.

  
Keesokan harinya, Jae Hon menghadap Daebi. Ia nampak ingin mengatakan sesuatu pada Daebi. Daebi bertanya, apa yang mau dikatakan Jae Hon.

“Apakah anda pun mengetahui ini? Bahwa orang yang naik tahta lima tahun lalu bukanlah Seja Jeoha yang asli?” tanya Jae Hon.

Daebi terkejut, namun anehnya ia cepat2 menyangkalnya.

“Anda tidak tahu?” tanya Jae Hon.

“Jenderal! Apa kau menyadari betapa berbahaya ucapanmu barusan itu?” jawab Daebi.

“Maaf telah mengagetkan anda, Mama. Namun, anda harus mendengar kebenarannya. Raja yang saat ini memangku tahta, bukanlah Seja Jeoha asli. Dia pengganti yang dikirim oleh Pyunsoo-hwe.” Ucap Jae Hon.

“Pyunsoo-hwe meletakkan Raja palsu?” tanya Daebi.

“Begitulah, Mama. Memang sulit untuk dipercaya.” Jawab Jae Hon.

  
“Tidak, sama sekali tidak. Benar. Aku tidak bisa bilang bahwa aku tak pernah mencurigainya. Jelas-jelas Pyunsoo-hwe membunuh Raja terdahulu, namun Jusang tidak melakukan apa-apa.” Jawab Daebi.
“Di hari kematian mendiang Raja, saya tengah tidak berada di ibukota. Saya merasa sangat bersalah.” Sesal Jae Hon.

“Jangan menyalahkan dirimu. Jika kau tidak memimpin pasukanmu, maka penjajah pasti sudah memasuki tanah kita.” jawab Daebi.

“Keadaan sudah berubah. Saya bisa menggerakkan pasukan saya. Saya memiliki 10 ribu pasukan berkuda dan 30 ribu pasukan bersenjata. Pasukan elit saya mampu bergerak secepat angin, dan mencapai ibukota dalam 20 hari. Saya akan kembali dengan pasukan besar. Saya akan mengoyak semua iblis anggota Pyunsoo-hwe, dan meluruskan keadaan.” Ucap Jae Hon.

Entahlah apa yang dipikirkan Daebi namun, ia tampak memikirkan kata2 Jae Hon.

  
Pertemuan Daebi dan Jae Hon sampai ke telinga Dae Mok. Hwa Gun yakin Jae Hon datang bukan hanya untuk mengucapkan salam. Menteri Joo cemas kalau Jae Hon menggerakkan pasukan untuk melawan mereka.

“Tapi, bukankah dia tidak setia pada mendiang Raja? Dia bahkan tidak bergerak saat mendiang Raja diserang. Kenapa sekarang dia memihak Daebi?” ucap Menteri Heo.

Dae Mok lantas memberikan tugas pada Hwa Gun. Ia menyuruh Hwa Gun mencari tahu apa yang dibicarakan Daebi dan Jae Hon. Tak hanya itu, Dae Mok juga mengambil cambuknya dan memberikannya pada Hwa Gun. Ia mengizinkan Hwa Gun memanggil pasukan kalau memang diperlukan. Dae Mok juga mengingatkan Hwa Gun kalau masa depan Pyunsoo-hwe ada di tangan Hwa Gun.

  
Kwang Ryul menemui Woo Bo karena Jae Hon ingin bertemu dengan Seja secara pribadi. Woo Bo berkata, akan menyampaikannya pada Seja. Saat Kwang Ryul hendak pergi, Woo Bo mencoba mencari tahu alasan Jae Hon kembali ke ibukota. Kwang Ryul bilang akan menjelaskanya nanti pada Seja.

  
Jae Hon sedang berjalan menuju kediaman Kwang Ryul. Ninja nya Pyunsoo-hwe tampak mengikutinya diam2. Jae Hon yang mengetahui itu, dengan lincahnya memanjat tembok dan berhasil menghindari kejaran orang Pyunsoo-hwe.

  
Chung Woon tampak cemas karena Seja mengunjungi Kwang Ryul di larut malam. Seja bilang, itu karena ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Sesampainya di sana, Jae Hon langsung berlutut, memberi penghormatan pada Seja. Seja terkejut melihat Jae Hon.

“Saya selalu merasa ini aneh. Dia boneka Pyunsoo-hwe, Raja palsu. Sekarang, semuanya masuk akal.” Ucap Jae Hon.

“Lee Sun tidak bersalah sama sekali. Dia kesulitan karena aku.” bela Seja.

“Anda tidak boleh membelanya. Menduduki singgasana milik Jeoha saja merupakan pengkhianatan. Jeoha, sekarang juga, mari serang Pyunsoo-hwe.” Ajak Jae Hon.

Seja terkejut, Jenderal!

  
“Singkirkan mereka semua dan balaskan dendam mendiang Raja. Singkirkan semua dalam sekali libas dan koreksi segala hal yang salah. Saya dan pasukan akan mengabdi pada anda sampai mati.” Ucap Jae Hon.

“Jika kau menggerakkan pasukan di perbatasan, penjajah akan memasuki tanah kita.” jawab Seja.

“Saya sudah menandatangani perjanjian damai dengan mereka. Sekarang ini saat yang tepat untuk menggerakkan semua tentara perbatasan. Anda harus membuat keputusan.” Ucap Jae Hon.

Tiba2, terdengar suara Woo Bo diluar. Mereka pun langsung berlari keluar.

  
Woo Bo berlutut, ia memohon agar Seja tidak menggunakan pasukan untuk menyerang Pyunsoo-hwe. Jika Seja memutuskan menyerang, akan terjadi peperangan lahan dan rakyat akan menderita.

Jae Hon ikut berlutut, membujuk Seja menggerakkan pasukan.

  
Seja tampak bingung. Ia menatap ke arah Woo Bo dan berkata kalau sekarang rakyat pun sudah menderita karena ulah Pyunsoo-hwe.

“Jika aku menunda dan ragu-ragu akan lebih banyak nyawa melayang. Berapa lama lagi aku harus menunggu? Kapan pertarungan ini akan mencapai akhir?” ucap Seja.

“Nyawa Jeoha selalu dipertaruhkan. Jalan hidup anda dipenuhi oleh peperangan yang tiada ujungnya. Namun, hanya ada satu cara untuk menyingkirkan Pyunsoo-hwe, serta menyelamatkan rakyat.” Jawab Woo Bo.

“Apa maksudmu nyawa Jeoha selalu dipertaruhkan? Beraninya kau bicara begitu?” sewot Jae Hon.

Jae Hon lalu memohon agar Seja menggerakan pasukan untuk membasmi Pyunsoo-hwe.

Seja semakin bingung. Ia tidak tahu harus mengikuti saran Woo Bo atau Jae Hon.

Ruler : Master Of The Mask Ep 20 Part 1

Sebelumnya...


Kenapa Sun mendadak ingin bertemu Daebi Mama setelah memergoki Ga Eun berduaan dengan Seja? Ternyata, Sun ingin Ga Eun menjadi selirnya sekarang juga. Daebi Mama menolaknya dengan alasan Ga Eun baru memasuki istana dan harus menjalani pelatihan dulu sebagai dayang istana. Sun marah, ia menuduh Daebi Mama sengaja mengulur waktu.

“Jusang!” Daebi Mama marah.

Sun pun menyadari kelancangannya dan langsung minta maaf pada Daebi Mama.

“Aku mengerti kau ingin menyegerakan segala sesuatu, tapi pikirkanlah. Apa yang lebih penting dulu bagi anak itu? Memulihkan kehormatan ayah anak itu atau menjadikan dia selirmu? Bagaimana bisa anak seorang pengkhianat menjadi selir kerajaan?” ucap Daebi Mama.

“Memulihkan kehormatan harus didahulukan.” Jawab Sun dengan wajah kecewa.

“Kalau begitu jika dia, Han Gyu Ho, ayah dari anak itu, kehormatannya kupulihkan, menurutmu siapa yang akan menentang?” tanya Daebi Mama.

“Dae Mok.” Jawab Sun.

  
Sun seketika berlutut pada Daebi Mama. Ia bersikeras meminta Ga Eun menjadi selirnya. Ia mengaku punya alasan kenapa ingin Ga Eun cepat2 menjadi selirnya. Daebi Mama pun terkejut melihat sikap Sun.

  
Dae Mok membahas soal Raja yang sudah bertemu dengan Kepala Pedagang. Ia ingin tahu pendapat Hwa Gun soal itu. Menurut Hwa Gun, Daebi Mama sengaja mempertemukan Raja dengan Kepala Pedagang untuk membuat Raja memihak mereka.

“Kudengar, Daebi bahkan membawa seseorang masuk ke istana untuk melayani Raja. Pasti anak itu dan Kepala Pedagang dijadikan alat memenangkan hati Raja.” Ucap Hwa Gun.

“Jadi maksudmu, Kepala Pedagang berhubungan dengan Daebi?” tanya Dae Mok.

Hwa Gun mengiyakan.

“Itu berarti cucuku yang sangat pintar hanya akan melayani Daebi yang sebentar lagi kehilangan cakarnya dengan menjadi Daepyunsoo? Kau pikir itu masuk akal?” ucap Dae Mok.

Hwa Gun pun hanya bisa menelan ludahnya mendengar kata2 sang kakek.

“Ingatlah ini. Tidak peduli sepintar apapun seseorang, jika ada yang berusaha dia sembunyikan, maka mereka akan menjadi bodoh.” Ucap Dae Mok.

Dae Mok lantas bangkit dari duduknya. Ia menatap sinis Hwa Gun, lalu beranjak pergi.


Sementara itu, Seja kembali membahas soal peta itu dengan Woo Bo, Moo Ha dan Chung Woon. Seja berkata, Ga Eun memberitahu lokasi peta itu berada di Gyeonggi-do. Seja juga berkata kalau ia tak memiliki kesempatan bicara dengan Lee Sun.

“Sayang sekali. Menjadi Raja yang terus dimonitor oleh Pyunsoo-hwe, pastilah sangat berat rasanya.” Jawab Woo Bo.

Moo Ha lantas memberanikan diri bertanya soal Ga Eun. Woo Bo pun langsung menggeplak mukanya. Moo Ha membela diri dengan berkata kalau ia hanya penasaran. Beberapa saat kemudian, Moo Ha bilang kalau itu bukan sesuatu yang harus mereka takutkan, karena kalau Seja kembali menjadi Raja, maka Seja pasti akan bisa memiliki Ga Eun. Woo Bo pun kembali menggeplak wajah Moo Ha. Dan Chung Woon mengatai Moo Ha tidak punya otak.

  
Jenderal Jae Hon akhirnya menghadap Raja. Jae Hon memperkenalkan diri sebagai  Komandan Pasukan Hwanggil-dong. Raja pun berniat menghadiahkan 20 ekor kuda sebagai apresiasi atas kerja keras Jae Hon. Jae Hon menolak.

“Akan cukup bagi hamba...dengan dituangkan segelas minuman oleh Cheonha.” Ucapnya.

“Tentu, aku bahkan harusnya menggelar jamuan megah untukmu. Namun, malam ini, aku sudah memiliki janji lain. Kita lakukan dua hari mendatang.” Jawab Raja.

“Kami tidak menyangka kau sampai secepat ini, sebab itu kami belum merencanakan perjamuannya.” Sela Menteri Joo.
“Kau tidak lihat sekarang aku sedang bicara dengan Cheonha?” ucap Jae Hon ketus.

  
“Kami tahu kau adalah seorang Jenderal, tapi beraninya kau sekurang ajar itu pada Perdana Menteri?” jawab Menteri Heo.

“Aku memang emosional dan tidak tahan pada mereka yang menginterupsi perkataanku.” Ucap Jae Hon.

  
Woo Bo pun tertawa keras.

“Kelihatannya karena tidak bisa minum dengan Cheonha, kau begitu kecewa padahal sudah jauh-jauh kemari. Aku harus menyewa rumah gisaeng terbaik untukmu malam ini.” ucapnya.

Jae Hon pun terkejut melihat Woo Bo.


Menteri Choi langsung menghadap Daebi Mama. Daebi Mama heran kenapa Jae Hon tiba2 datang ke istana. Menteri Choi bilang karena pimpinan penjajah jatuh sakit, jadinya pihak mereka tengah berebut siapa yang akan menjadi penerus pimpinan dan pimpinan itu membutuhkan persetujuan Raja mereka untuk menentukan sang penerus.

“Aku tidak ingin jawaban semacam itu yang kau berikan pada Raja. Jenderal itu sangat mengerti soal Pyunsoo-hwe. Dia tidak suka Pyunsoo-hwe berulah, makanya tidak pernah kemari, tapi kenapa mendadak datang?” jawab Daebi Mama.
“Bukankah hal itu justru bagus? Dia Jenderal yang membawahi 10.000 pasukan. Tolong anda pikirkan bila ia mau memihak pada kita.” ucap Menteri Choi.

  
Jae Hon ingin tahu alasan Kwang Ryul menyuruhnya pulang. Kwang Ryul berkata karena ia mau menyampaikan sesuatu dan Kwang Ryul yakin Jae Hon akan terkejut mendengar alasannya.

“Aku adalah ksatria yang bertarung melawan penjajah seumur hidupku. Aku bahkan berhadapan dengan malaikat maut berkali-kali.” Jawab Jae Hon.

“Kau selalu setia pada negara ini. Tapi bagaimana bila rupanya kau telah setia kepada Raja palsu?” tanya Kwang Ryul.

Jae Hon pun terkejut.

“Raja yang bertakhta itu palsu. Dia tak lain hanyalah boneka Pyunsoo-hwe.” Ucap Kwang Ryul lagi.

  
Sun yang tengah berkeliling istana, bertemu dengan Woo Bo. Ia pun mengajak Woo Bo bicara berdua.

“Saat anda datang kemari dengan tembaganya, saya merasa terkejut sekaligus bahagia. Akhirnya ada seseorang di sisi saya, begitulah yang saya pikirkan.” Ucap Sun.

“Saya merasa terhormat bila seseorang serendah saya dapat membantu Cheonha.” Jawab Woo Bo.

“Anda bahkan bicara formal pada saya. Aku tahu mengenaimu dari rumor yang beredar.” Ucap Sun.

“Maksud Anda rumor bahwa tindak tanduk saya jauh dari sopan santun?” tanya Woo Bo.

Woo Bo lalu minta izin bicara non formal. Sun mempersilahkan.

  
“Cheonha harus mengutamakan rakyat, bila ada siapapun yang berkata demikian, hentikan omong kosongmu itu! Berpikirlah seperti itu. Hanya itu satu-satunya yang bisa kau lakukan sekarang. Sebelum kau mengendalikan Joseon ini, kontrol dan jaga dirimu dulu. Sebelum kau menjadi pemilik Joseon ini, kau harus menjadi pemilik dari dirimu sendiri dulu.” Ucap Woo Bo.

“Saya tidak akan pernah melupakan saran Anda. Saya juga ingin memberikan saran.” Jawab Sun.

“Ya, Cheonha.” Ucap Woo Bo.

“Jangan bergerak dulu. Tetaplah hati-hati dan bersikap tenang. Saya tidak ingin Anda terluka.” Jawab Sun.

  
Ga Eun menghadap Daebi Mama. Daebi Mama menyuruh Ga Eun melakukan sesuatu. Ga Eun pun bersedia melakukannya asalkan itu membantu dalam pelengseran tahta Raja. Ternyata Daebi Mama menyuruh Ga Eun mencari tahu apa yang diantarkan orang2 Pyunsoo-hwe pada Raja setiap 15 hari sekali.

  
Ga Eun menyelinap ke kamar Raja. Ia hendak mencari tahu apa yang dikirimkan Pyunsoo-hwe untuk Raja. Disaat ia menemukan batang bamboo dan hendak membukanya, tiba2 saja ia mendengar suara Kepala Kasim. Ga Eun pun kebingungan mencari tempat sembunyi, namun tepat saat Kepala Kasim masuk, Raja menarik Ga Eun ke balik tirai.

Kepala Kasim heran melihat tutup kotak kayu kiriman Pyunsoo-hwe sudah terbuka. Ia lalu menatap curiga ke arah Sun yang berdiri membelakanginya.

“Cheonha, hamba membawakan air minum untuk pengantar anda tidur.” Ucap Kepala Kasim.

“Aku mengerti. Kau boleh pergi.” Jawab Sun.


Setelah Kepala Kasim pergi, keduanya menarik napas lega. Namun Ga Eun langsung berlutut saat melihat topeng Raja di atas kasur. Ga Eun berkata, ia pantas mati. Namun Sun menyuruhnya berhenti bicara dan membantunya berdiri. Sun lalu menuntun Ga Eun keluar dari tirainya dan melarang Ga Eun berbalik menatapnya.

“Tapi, kenapa kau terus saja melakukan hal yang berbahaya?” tanya Sun setelah Ga Eun tiba diluar.

  
Ga Eun menoleh, menatap Sun. Namun sayang ia tak bisa melihat wajah Sun karena tertutup tirai. Ga Eun lantas beranjak pergi. Sun kecewa melihat Ga Eun pergi begitu saja meninggalkannya.