• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

The Legend Of The Blue Sea Ep 9 Part 1

Sebelumnya...


Sim Chung menangis saat Joon Jae melarangnya pergi. Joon Jae lalu menggenggam tangan Sim Chung dan mengajak Sim Chung pulang. Tapi tiba2 saja, Joon Jae merasakan sakit di perutnya. Tak lama kemudian, Joon Jae terjatuh dan pingsan. Sim Chung panic, ia tak henti2nya memanggil2 nama Joon Jae.


Sementara Joon Jae, didatengin Dam Ryung di alam bawah sadarnya.


Sim Chung terus berusaha membangunkan Joon Jae. Karena Joon Jae tak kunjung sadar, Sim Chung meminta bantuan orang2 yang lewat. Orang2 pun bergegas membantu Sim Chung. Salah seorang dari mereka menghubungi ambulance.


Joon Jae dan Dam Ryung saling menatap dengan terkejut. Joon Jae kemudian bertanya siapa Dam Ryung? Dam Ryung pun memperkenalkan siapa dirinya dan meminta Joon Jae mendengarkan kata2nya dan mengingat kata2nya setelah Joon Jae sadar nanti. Joon Jae mendengarkannya dengan seksama.

“Jika kau adalah aku di kehidupan berikutnya, ingat kata2 ini. Semuanya terulang. Takdir yang terjadi di sini, juga sedang terjadi di sana. Lindungi wanita itu dari orang yang berbahaya.” Ucap Dam Ryung.


Tepat setelah itu, Joon Jae sadar dari pingsannya dan Sim Chung langsung membantunya berdiri. Joon Jae mengatakan kalau dirinya baik2 saja. Sim Chung pun langsung memeluk Joon Jae dengan erat.


Sekarang Joon Jae dan Sim Chung sudah berdiri di tepi jalan. Sim Chung sekali lagi bertanya, apa Joon Jae baik2 saja. Joon Jae tidak menjawab. Ia lebih mencemaskan Sim Chung. Sim Chung berkata, kalau ia sudah tidak kesakitan lagi. Joon Jae lantas memegang kedua bahu Sim Chung dan menatapnya dengan dalam.

“Saat kau mengatakan kau mencintaiku atau tidak, kau memiliki rencana atau tidak dan sangat menggangguku, kau berencana melarikan diri diam2? Ya, kau menakutkan. Kemana kau pergi? Ke si pegawai negeri itu?” tanya Joon Jae.

“Jung Hoon sudah pergi sekarang.” jawab Sim Chung.

“Kemana?” tanya Joon Jae.

“Sangat jauh.” Jawab Sim Chung.


“Apa kau juga berencana mengejarnya sejauh itu? Kenapa? Apa dia memintamu pergi jauh dengannya dan makan ramyun dengannya?” tanya Joon Jae.

“Bukan dia yang memasak ramyun untukku.” Jawab Sim Chung.

“Lalu siapa?” tanya Joon Jae.

“Aku tidak bisa memberitahumu.” Jawab Sim Chung


Joon Jae hanya bisa menghela napas kesalnya karena Sim Chung tak mau memberitahunya. Joon Jae lalu mengajak Sim Chung ke mesin capit boneka. Joon Jae menyuruh Sim Chung mengambilkan boneka gurita berwarna pink untuknya. Sim Chung hampir berhasil mengambil boneka itu tapi ujung2nya malah gagal.

“Itu hampir keluar, kan? Tapi itu tidak benar2 keluar, kau tahu? Hidup adalah tentang sesuatu yang seakan bisa berhasil tapi ternyata tidak. Tapi kalau kau menyerah di sini maka gurita merah muda yang kau pilih tidak akan pernah bisa keluar.” Ucap Joon Jae.


Joon Jae kemudian menyuruh Sim Chung mencobanya lagi, tapi kembali gagal. Joon Jae pun kembali menegaskan kalau Sim Chung tidak boleh menyerah sampai mendapatkan keinginannya. Sim Chung mencoba lagi, namun kembali gagal. Sim Chung terus mencoba, sampai Joon Jae merasa ngantuk. Tapi lagi2 gagal.

“Dari apa yang kulihat sepertinya ada sesuatu yang salah dengan mesin itu. Sepertinya mereka sengaja melonggarkan cakar itu.” ucap Joon Jae.


Joon Jae pun mengajak Sim Chung pergi. Tapi Sim Chung menolak karena tidak mau menyerah. Joon Jae pun berkata, ini bukan menyerah tapi hanya berhenti sebentar.

“Sampai lain waktu?” tanya Sim Chung.

“Tentu saja, kau sangat pintar sekarang.” puji Joon Jae. Joon Jae lalu menambahkan kalau yang terpenting adalah Sim Chung tidak boleh menyerah terhadap apa yang Sim Chung pilih. Sim Chung berjanji kalau dia tidak akan menyerah. Joon Jae pun senang mendengarnya. Joon Jae lalu mengajak Sim Chung makan sesuatu.


Usai makan, Joon Jae dan Sim Chung kembali ke rumah. Nam Doo yang sudah menanti Joon Jae di rumah sejak tadi pun ingin tahu apa yang terjadi dan siapa yang melakukan itu pada Joon Jae. Joon Jae pun teringat dengan Dae Young serta Bangsawan Yang di zaman Joseon.

“Aku tidak yakin.” Jawab Joon Jae.


Joon Jae lalu terdiam saat melihat berita Dae Young di TV.

“Dia orangnya.” Ucap Joon Jae sambil menatap tajam ke TV.

“Tahanan yang melarikan diri? Ma Dae Young?” tanya Nam Doo tidak percaya.

“Dia melepaskan topinya hari ini.” ucap Chung.


“Chung-ah, kau ingat dia juga? Dia orangnya, kan? Orang yang mengenakan seragam dan topi polisi saat hujan?” tanya Joon Jae.

“Dia mengenakan topi polisi dan juga topi hitam.” Jawab Chung.

“Kau melihatnya setelah hari itu?” tanya Joon Jae.

“Saat aku pingsan di jalan layang waktu itu.” jawab Chung.


Nam Doo terkejut mengetahui Chung diikuti tersangka pembunuhan yang kabur dari tahanan. Saking kagetnya, Nam Doo bahkan sampai merinding. Joon Jae memarahi Chung yang baru memberitahunya sekarang.

Nam Doo membela Chung, ia berkata Chung juga baru mengetahui siapa orang itu hari ini sama seperti Joon Jae. Tae Oh memelototi Joon Jae yang menyalahkan Sim Chung. Joon Jae menghela napas, lalu pergi ke atas. Nam Doo menyusul Joon Jae. Tae Oh menatap cemas Chung.


Nam Doo penasaran kenapa Dae Young mengikuti Chung. Joon Jae langsung teringat pada Dam Ryung yang memintanya melindungi Chung dari orang jahat. Joon Jae pun menceritakan mimpinya pada Nam Doo.

“Aku bermimpi, aku hidup di era Joseon. Dan aku mengenakan gelang itu.” ucap Joon Jae.

“Gelang maksudmu gelang Kim Dam Ryung? Jadi kau mau bilang, kau adalah Kim Dam Ryung dalam mimpi?” tanya Nam Doo.

“Aku percaya mimpi itu.” jawab Joon Jae.

“Itu mungkin saja setelah menonton film The Admiral : Roaring Currents, aku bermimpi dimana aku menjadi Laksamana Yi di dalamnya.”  Ucap Nam Doo.


“Astaga, maksudku bukan mimpi yang tidak masuk akal seperti itu!” jelas Joon Jae.

“Lihat siapa yang bicara, mimpimu yang tidak masuk akal! Bagaimana bisa kau jadi Kim Dam Ryung? Apa seperti kau melihat kembali kehidupan masa lalumu?” ucap Nam Doo.

“Itu tidak seperti kehidupan masa laluku, tapi aku merasa kalau aku sedang melihat dunia parallel. Aku di dunia lain.” Jawab Joon Jae.

“Kau di dunia lain, bagaimana bisa? Ini karena aku membicarakan soal gelang itu padamu dan Si A memberitahumu soal kapal karam. Itulah kenapa kau mengalami mimpi yang tidak masuk akal. Kenyataan sudah membentuk mimpimu. Kau lah yang mempelajari ilmu bawah sadar. Kenapa kau tidak menyadarinya?” ucap Nam Doo.

“Ah, begitu ya?” tanya Joon Jae, tapi dia tetap merasa tidak tenang.

“Ini pasti pertanda kalau proyek Ahn Jin Joo akan sukses besar.” Jawab Nam Doo.


Jin Joo sedang membicarakan Seo Yoo Na dengan temannya di telepon. Ia berkata, Elizabeth memiliki sedikit masalah dengan Yoo Na. Jin Joo lalu terkejut saat temannya bilang ibu Yoo Na menghubungi temannya itu karena ingin Yoo Na masuk tim renang mereka. Jin Joo pun bertanya, apa temannya itu setuju Yoona masuk tim renang anak mereka. Jin Joo senang mendengar temannya itu tidak memasukkan Yoo Na ke tim anak mereka. Ia berkata, anak2 mereka akan menderita kalau anak seperti Yoo Na masuk ke tim anak mereka.


Tak lama kemudian, Dong Sik datang dan Jin Joo pun langsung menyudahi pembicaraannya dengan temannya. Dong Sik protes karena Jin Joo berbicara yang tidak perlu di telepon selama setengah jam. Jin Joo pun mengajak Dong Sik duduk dan bertanya apa Dong Sik sempat bicara dengan CEO Heo.

“Aku mengundangnya makan malam tapi dia berpura2 sibuk dan tidak bisa meluangkan waktu.” Jawab Dong Sik.

Jin Joo langsung sewot. Ia sudah menyiapkan banyak lauk untuk CEO Heo, tapi CEO Heo tidak mau datang. Dong Sik pun berkata, CEO Heo bukan orang yang mudah ditaklukkan.

“Jika ada sesuatu yang memiliki nilai investasi, ia akan melakuknnya sendiri tanpa melibatkan kami.” jawab Dong Sik.

“Itu sebabnya kami berusaha keras agar dia membaginya beberapa” ucap Jin Joo.

“Sudah begitu sulit untuk mengesampingkan dana rahasia itu. Aku sangat berhati-hati agar tidak terjebak oleh audit eksternal atau Layanan Pajak Nasional. Kami mengumpulkannya dengan bekerja menggunakan darah dan keringat kami.” ucap Jin Joo.

“Tentu saja. Kalau kau menyebut ini penggelapan uang,aku merasa difitnah. Aku bekerja sangat keras untuk uang itu!” jawab Dong Sik.

“Berdoalah, sayang! Kau telah bekerja sangat keras. Kami benar-benar menginvestasikan uang ini dengan baik dan tidak akan membiarkan usahamu menjadi sia-sia.” Ucap Jin Joo.


Dae Young menyamar sebagai tukang pos dan mendatangi rumah CEO Heo untuk bertemu Seo Hee. Seo Hee panic, ia berkata berani sekali Dae Young ke rumahnya. Apa Dae Young sudah gila. Dae Young tak punya pilihan lain selain mendatangi Seo Hee karena ia sudah kehabisan uang. Seo Hee pun langsung memberikan Dae Young segepok uang agar Dae Young cepat pergi.

“Heo Joon Jae bukanlah target yang mudah. Dia selalu berhasil meloloskan diri.” Ucap Dae Young.

“Presdir Heo berusaha menemui anak itu dengan pengacaranya untuk melegalkan wasiatnya. Kau akan sadar setelah aku kehilangan semuanya? Apa yang akan kita lakukan kalau Presdir Heo berhasil menemui Joon Jae dan memberikan semua kekayaannya untuk dia?” jawab Seo Hee.


Pembicaraan mereka pun berakhir karena Chi Hyun datang. Seo Hee langsung menyuruh Dae Young pergi. Tak mau Chi Hyun curiga, Dae Young pura2 memberikan suratnya dan meminta maaf sudah mengganggu Seo Hee malam2.

Chi Hyun heran tukang pos datang mengirimkan surat selarut ini. Seo Hee pun beranggapan si tukang pos sibuk melayani pengiriman di akhir tahun. Seo Hee lalu mengajak Chi Hyun masuk.

“Ibu, apa ibu mendengar kabar tentang Joon Jae?” tanya Chi Hyun.

“Bagaimana aku tahu?” jawab Seo Hee.

“Aku bertemu dia baru-baru ini. Benar-benar kebetulan.” Ucap Chi Hyun.

“Oh, benarkah? Apa kau memberitahu ayahmu?” tanya Seo Hee.

“Tentu saja tidak. Aku memberitahumu terlebih dulu.” Jawab Chi Hyun.

“Kerja bagus. Ayahmu sedang stres karena sesuatu belakangan ini. Aku pikir akan lebih baik kalau kau tidak mengatakan kepadanya tentang itu untuk sementara waktu.” Ucap Seo Hee.


“Mungkinkah, ibu tahu?” tanya Chi Hyun.

“Apa?” tanya Seo Hee.

“Di mana Joon Jae tinggal dan bagaimana keadaannya.” Jawab Chi Hyun.

“Sudah ibu bilang kan ibu tidak tahu.” ucap Seo Hee.

“Lalu kenapa ibu tidak bertanya lagi padaku soal dia? Ibu tidak penasaran karena aku sudah bertemu dengannya?” tanya Chi Hyun.

“Ayahmu dan aku memiliki bekas luka besar yang kami dapatkan dari Joon Jae. Bukankah aneh kalau aku tertarik sedangkan ayahmu tidak?” ucap Seo Hee.

“Ibu, bagaimana kalau ayah tidak bisa menunjukkan perasaannya karena kita berdua?” tanya Chi Hyun.

“Aku menyesal karena hubungan mereka tidak berjalan dengan baik. Tapi aku tidak yakin apa dia mau kembali. Apa kau tidak suka keadaan yang sekarang ini? Kau pikir semua akan sama saja kalau Joon Jae kembali? Kau pikir kau akan memiliki yang kau miliki sekarang kalau dia kembali?” ucap Seo Hee.

“Ibu, aku ingin melindungimu.” Jawab Chi Hyun.

“Kau putraku yang baik. Bagaimana pun, sudah tugasku untuk melindungi kita berdua.” Ucap Seo Hee.

Seo Hee lantas menyuruh Chi Hyun masuk. Chi Hyun semakin curiga pada ibunya. Ia takut dan gelisah kalau ibunya memang seperti yang ia pikirkan.


Keesokan harinya, di perjalanan, Chi Hyun menghubungi nomor semua orang satu per satu. Ia lalu mematikan panggilannya dan membuat tanda silang di setiap nomor telepon di daftar telepon yang ia pegang, lalu menghubungi nomor yang lain.


Joon Jae, Nam Doo dan Tae Oh sedang melihat rekaman CCTV Dae Young yang mereka dapat dari salah satu toko terdekat di kawasan rumah mereka. Dalam video itu, Dae Young tampak keluar dari toko tapi yang terlihat hanyalah punggungnya.

“Dia tahu dimana letak kamera pengawas.” Ucap Nam Doo.

“Itu sebabnya polisi belum mampu menangkap dia sejauh ini.” jawab Joon Jae.


Seseorang menghubungi Joon Jae dan bertanya apa Joon Jae mengenal Kepala Departemen Nam Seong Joon? Joon Jae ingin tahu dengan siapa ia bicara.

“Ini Joon Jae, kan? Iya, itu kau. Aku Chi Hyun.” Ucap Chi Hyun.

“Darimana kau mendapatkan nomorku?” tanya Joon Jae.

“Bukan itu yang penting. Kepala departemen Nam terluka parah. Nomormu adalah nomor terakhir yang dihubunginya sebelum kecelakaan.” Jawab Chi Hyun.

Rupanya, nomor yang dihubungi Chi Hyun adalah nomor2 yang tertera di catatan panggilan Sopir Nam dan nomor Joon Jae terdaftar sebagai nomor terakhir yang dihubungi Sopir Nam. Joon Jae terkejut mendengar pamannya kecelakaan.


Joon Jae langsung bersiap2 mau ke rumah sakit. Namun sebelum pergi, ia menanyakan dimana Chung pada Nam Doo dan Tae Oh. Nam Doo dengan santainya bilang Chung sedang keluar dan ia tak tahu kemana.

“Bagaimana bisa kau membiarkan dia pergi? Saat kau tidak tahu kapan dan di mana bajingan gila itu akan muncul. Dia adalah orang yang memiliki ponsel Kepala departemen Nam.” Sewot Joon Jae.

“Ya ampun, kenapa kau melampiaskan kemarahanmu padaku?” protes Nam Doo.


Joon Jae pun langsung menghubungi Chung tapi ponsel Chung gak aktif. Ia pun mencari keberadaan Chung lewat google map nya.

“Kenapa dia sangat sering pergi ke sana?” ucapnya setelah tahu dimana Chung.


Sim Chung duduk di tepi jalan sambil menyeruput kopi dengan teman pengemisnya. Teman pengemisnya menanyakan soal Joon Jae yang memiliki rencana menyukai Sim Chung.Sim Chung mengiyakan. Teman pengemis Sim Chung pun berkata, itu adalah hari pertama.

“Satu-satunya hari dalam kehidupan cintamu.Tentu saja, kau akan memiliki satu lagi saat kau mulai berkencan dengan pria lain.” Ucap teman pengemis Sim Chung.

“Benarkah?” tanya Sim Chung.

“Apa yang kau lakukan mulai sekarang sangat penting kalau kau ingin dia jungkir balik untukmu.” Jawab teman pengemis.


“Katakan kepadaku. Bagaimana caranya membuat dia mau jungkir balik untukku. Jadi dia tidak akan pernah bisa mengangkat kepalanya lagi. Dengan begitu aku bisa tinggal di sini selamanya tanpa merasa sakit.” Ucap Sim Chung.

“Memangnya kau Misery Chastain? Dan apa kau pikir aku akan menjadi seperti ini kalau aku tahu caranya melakukan hal itu?” jawab si tunawisma.

Si tunawisma lalu meletakkan cangkir kopinya di bawah dan memberitahu Sim Chung 3 langkah cinta. Lang pertama adalah cinta yang romantic. Langkah kedua cinta yang hot, dan yang ketiga cinta yang kotor.

“Dalam kasusku, aku akan langsung ke Kotor; tapi dalam kasusmu,
kau harus mulai dengan romantis.” Ucap si tunawisma.

“Bagaimana kau menjadi Romantis?” tanya Sim Chung.

“Jujur, yang semacam itu memiliki banyak lonceng dan peluit untuk sebuah pertunjukan. Minum teh, makan, pergi ke bioskop, mengantarmu pulang, mengirim teks untuk memeriksa keadaanmu, mendapatkan emoji baru, pergi melihat bintang, merencanakan acara untukmu, saling dorong, dan mengakui perasaannya kepadamu. Tapi semua ini... sebenarnya mengarah ke kotor.” Jawab si tunawisma.


“Aku ingin tahu tentang itu... kotor.” Pinta Sim Chung.

“Belum waktunya untukmu. Itu, kalau kau sembarangan maka itu benar-benar bisa berakhir menjadi sesuatu yang buruk. Kau bisa saja menembakan senjata cinta.” Ucap si tunawisma.

“Senjata? Yang bisa menyebabkan kematian?” tanya Sim Chung.

“Mereka mati, mereka sangat suka mati.Lihat itu! Lihat itu; mereka masih muda.” Ucap si tunawisma sambil menunjuk pasangan kekasih yang lewat di depan mereka.

“Dia menembakan peluru hati dan semuanya. Apa kalian membuat julukan untuk satu sama lain? Bukan namamu, tapi sesuatu yang hanya kalian berdua pakai.” Tanya si tunawisma.

“Tidak.” Jawab Sim Chung.


“Pria pertama memanggilku Mong2.Tapi berakhir setelah pertengkaran. Jangan menggunakan nama hewan. Akhirnya tidak akan baik.” Ucap si tunawisma.

“Mermaid?” tanya Sim Chung.

“Mermaid apa? Kau perlu sesuatu yang ada di dunia ini.” jawab si tunawisma.

“Tidak ada mermaid di dunia ini?” tanya Sim Chung.

“Kenapa kau bicara seakan Hans Andersen hidup kembali? Maka akan ada sesuatu seperti itu?” jawab si tunawisma.


Tak lama, Joon Jae datang dan langsung marah2 karena Sim Chung tidak menjawab teleponnya. Sim Chung menyuruh Joon Jae menyapa si tunawisma yang dia akui sebagai temannya. Si tunawisma mengulurkan tangannya, tapi Joon Jae yang merasa jijik hanya menyentuh jari si tunawisma saja.

“Hei, kau datang ke sini dan bermain dengan pengemis ini setiap hari?” tanya Joon Jae pada Sim Chung.

“Aku bisa mendengar itu semua, kau tahu.” jawab si tunawisma kesal.

“Maafkan aku.” ucap Joon Jae, lalu mengajak Sim Chung pergi.

“Aku bukan pengemis! Aku tunawisma! Orang-orang jalanan!” teriak si tunawisma.


Tapi tiba2, seseorang yang lewat meletakkan uang di dalam cangkir kopinya. Si tunawisma pun sewot dan berteriak kalau ia bukan pengemis dan tidak menerima barang gratis.


Joon Jae menjenguk Sopir Nam ditemani istri Sopir Nam. Istri Sopir Nam memberitahu suaminya kalau Joon Jae datang.

“Joon Jae yang kau rawat lebih dari putramu sendiri. Kau selalu mengatakan uri Joon Jae, uri Joon Jae, jadi tolong bangunlah.” Ucap istri Sopir Nam.

“Ahjussi tidak minum dan mengemudi. Apa kau sudah memeriksa kotak hitamnya?” tanya Joon Jae.

“Tidak ada rekaman dari hari itu. Itu pasti sudah rusak.” Jawab istri Sopir Nam.


Joon Jae merasa aneh. Ia curiga kalau Dae Young sudah menghapus rekaman itu.

Sementara CEO Heo sedang mendengarkan penjelasan dokter tentang matanya. Dokter berkata, itu katarak traumatic. Dokter lalu menunjuk hasil rontgen mata CEO Heo.

“Lihat ini di sini, ada luka kecil. Mungkin, kau menggosok matamu terlalu keras atau itu tertusuk?” tanya dokter.


“Tidak satu pun dari itu. Belakangan ini penglihatanku kabur dan gelap. Aku pikir itu karena penuaan.” Jawab CEO Heo.

“Bagaimanapun, aku akan meresepkan anti-inflamasi dan antibiotik. Minum obat ini dengan baik. Kalau ini semakin buruk maka komplikasi bisa timbul. Karena tidak pada vena maka pada kornea, kalau itu menjadi semakin buruk, tidak akan ada cara lain selain transplantasi. Jangan hanya mengurus uang tapi juga jaga kesehatanmu.” Ucap dokter.


Sim Chung menunggu Joon Jae di depan kamar rawat Sopir Nam. Tak lama kemudian, Chi Hyun datang dan Sim Chung langsung menatapnya dengan waspada. Chi Hyun tersenyum saat mendengar Sim Chung memanggilnya dengan panggilan Keluarga Heo Joon Jae.

“Setidaknya, hanya Nona Sim Chung yang menyebutku keluarga Joon Jae.” Jawab Chi Hyun.


Chi Hyun lalu bertanya, apa Sim Chung datang dengan Joon Jae?

“Aku sudah mengatakannya, tapi aku tidak putus dengan Heo Joon Jae.” Jawab Sim Chung.

“Aku mengerti. Tapi kalian berdua pasti dekat. Apa kalian akan menikah?” tanya Chi Hyun.

“Untuk saat ini, kami masih merencanakannya.” Jawab Sim Chung.

“Apa?” tanya Chi Hyun.

“Banyak hal.” Jawab Sim Chung.


Chi Hyun pun mengerti. Sim Chung lalu berkata, kalau sebuah keluarga seharusnya hangat dan manis, tapi Joon Jae dan Chi Hyun berbeda.

“Ada apa dengan kau dan Heo Joon Jae?” tanya Sim Chung.

Chi Hyun bingung menjawabnya. Tiba2, CEO Heo datang dan Chi Hyun langsung menghampirinya. CEO Heo bertanya, siapa gadis yang mengobrol dengan Chi Hyun. Belum sempat Chi Hyun menjawab, Sim Chung sudah menjawab duluan dengan bertanya apa CEO Heo keluarga Joon Jae juga.

“Apa kau seseorang yang mengenal uri Joon Jae?” tanya CEO Heo.


Saat Chi Hyun mau menjelaskan, Joon Jae keluar dari kamar rawat Sopir Nam. Joon Jae terdiam melihat ayahnya dan sang ayah terkejut melihatnya.


Joon Jae dan ayahnya lalu duduk di kantin rumah sakit. Mereka saling menatap tanpa bicara. Ingatan CEO Heo pun langsung melayang ke masa lalu saat Joon Jae kecil merengek minta dibelikan susu pisang. CEO Heo membelai kepala Joon Jae kecil, keduanya lalu masuk ke sebuah toko untuk membeli susu pisang.


Sementara Joon Jae teringat masa lalunya yang buruk.


Flashback… Joon Jae kecil berbaring di kasurnya dan menangis. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat. CEO Heo yang baru pulang bekerja, menanyakan Joon Jae pada Seo Hee. Namun Seo Hee berkata kalau Joon Jae ingin tidur lebih awal.

“Ayo kita pergi bertiga saja. Kita bisa membelikan dia makanan nanti.” Ucap Seo Hee.
“Chi Hyeon, ayo kita pergi. Kau ingin makan apa?” tanya CEO Heo.

“Steak!” seru Chi Hyun kecil.

Ketiganya lalu beranjak pergi. Sementara di kamar, Joon Jae terus menerus memanggil ayahnya dan mengatakan kalau ia sakit.

Flashback end…


CEO Heo dengan sedikit berkaca2 bertanya, ada apa dengan wajah Joon Jae? Kenapa Joon Jae bisa terluka? Namun Joon Jae menanggapi pertanyaan ayahnya dengan sinis.

“Jadi siapa yang menyuruhmu untuk meninggalkan rumah dan menderita?” tanya CEO Heo.

“Aku tidak pergi dari rumah tapi aku pergi dari sisimu. Dan aku tidak begitu menderita. Kalau kau membandingkan ini dengan berada di rumah itu, ini jauh lebih baik. Aku juga merasa seperti beban telah diangkat dariku.” Jawab Joon Jae.


“Apa yang sudah aku lakukan? Kau berpikir aku lebih menyayangi Chi Hyun daripada kau? Seorang anak bahkan tidak mengerti isi hati ayahnya? Apa kau benar-benar berpikir aku lebih memilih Chi Hyun daripada kau? Kau putraku itu sebabnya aku dengan sengaja…”

“Kau menyerah. Pada ibu dan aku. Dan pada saat kita bersama-sama Kau mengabaikan semua itu. Tanpa melihat ke belakang.” Ucap Joon Jae.

Mata Joon Jae mulai berkaca2. CEO Heo diam saja.

“Karena kau menyerah dan memilih sesuatu yang lain jadi jangan berpegang pada apa yang kau relakan dan lupakan saja.” Ucap Joon Jae.


“Kau akan tahu seiring dengan kehidupanmu. Hidup tidak berjalan seperti yang kau inginkan. Aku sekarang sudah tua dan saatnya untuk menetapkan masalah warisan. Jadi, kau harus kembali ke rumah.” Jawab CEO Heo.

Tapi Joon Jae menolaknya dengan tegas.

“Aku tidak akan menerima apapun. Baik itu uang atau cara hidup. Atau cara untuk menjauh dari orang lain, apa pun itu. Aku tidak ingin menerima apapun darimu. Aku tidak ingin terlibat denganmu. Aku tidak pernah ingin bertemu denganmu lagi.”

“Anak ini…” ucap CEO Heo dengan berkaca2.

“Tapi tolong jaga kesehatanmu.” Pinta Joon Jae, lalu beranjak pergi.


CEO Heo mau mengejar Joon Jae, tapi tiba2 saja ia merasa pusing dan penglihatannya mulai kabur. Samar2 ia melihat kepergian Joon Jae. CEO Heo mengerjap2kan matanya. Saat penglihatannya kembali jelas, Joon Jae sudah pergi.


Sepanjang perjalanan, Joon Jae diam saja. Nampak jelas kesedihan di wajahnya. Sesampainya di rumah, ia meminum obat tidur. Sim Chung menatap Joon Jae dengan tatapan bingung. Joon Jae lantas menuju ke atas. Sim Chung mengikutinya. Langkah Joon Jae seketika terhenti.

“Kau juga boleh pergi, kalau kau mau. Saat aku mengatakan kepadamu, "jangan menyerah pada apa yang telah kau pilih," itu semua omong kosong. Di mana ada hal seperti itu? Aku juga... itu jauh lebih nyaman dan baik saat kau tidak ada di sini.” Ucap Joon Jae.

Joon Jae lalu pergi ke kamarnya. Sim Chung menatap Joon Jae dengan bingung.


Joon Jae langsung berbaring setibanya di kamar. Kenangan buruk itu kembali terbayang di benaknya. Joon Jae lalu memejamkan matanya.


Sekarang… kita melihat Sim Chung yang memegang erat tangan Joon Jae. Sim Chung juga mengompres Joon Jae. Tak lama kemudian, Joon Jae terbangun.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Sim Chung sembari meletakkan tangannya di kening Joon Jae.

“Aku melihatnya di TV. Melakukan hal ini menjadikannya lebih baik. Sekarang kau tidak sepanas tadi.” Ucap Sim Chung.


Sim Chung lalu membantu Joon Jae bangun.

“Siapa yang memintamu melakukan hal semacam ini?” tanya Joon Jae.

“Kau mengatakan itu, tapi kau berharap bahwa aku akan tetap ada
di sebelahmu, bukan?” tebak Sim Chung.

Joon Jae pun langsung menatap Sim Chung.

“Tidak peduli berapa banyak kau memintaku untuk menyerah, aku tidak akan menyerah. Kau ingin aku mengatakan itu, kan?” ucap Sim Chung lagi.


Ingatan Joon Jae langsung melayang ke kata2nya pada sang ayah tadi.

“Lupakan apa yang sudah kau relakan. Jangan terlalu lama memendam perasaan.”

“Tidak, aku tidak mau. Aku tidak akan menyerah. Tidak peduli apa yang kau katakan, aku akan tetap sendiri tanpa menyerah, jadi jangan marah karena tidak mampu untuk mengatakan apapun yang kau mau.” ucap Sim Chung.


Tangis Joon Jae pun mengalir. Joon Jae lantas mengaku bahwa ia tidak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan pada ayahnya.Joon Jae mengaku, sangat berat baginya meninggalkan rumah. Bahwa ia membenci ayahnya tapi karena berpikir sang ayah mungkin akan mencarinya, itulah sebabnya ia tidak merubah nomor ponselnya agar sang ayah bisa menghubunginya. Tapi pada akhirnya, sang ayah tidak pernah menghubunginya.

“… betapa kesepiannya aku... Aku mengambil ujian kualifikasiku sendiri dan pergi ke perguruan tinggi sendiri dan saat aku hidup sendiri… betapa aku merindukannya... Bahwa aku... sangat merindukannya...” ucap Joon Jae.

Sim Chung pun mendekap Joon Jae. Dalam dekapan Sim Chung, tangis Joon Jae semakin pecah.


Dan sekarang… keduanya sama2 duduk di tepi ranjang. Joon Jae sudah mulai tenang. Joon Jae yang malu, ingin menjelaskan soal tangisannya. Joon Jae berkilah kalau ia tidak menangis. Ia berkata air matanya hanya sedikit keluar.

“Intinya, aku mengambil beberapa obat flu sebelum tidur jadi aku tidak dalam keadaan yang bisa berpikir dengan benar. Kurasa tidak perlu memberitahu Nam Doo atau Tae Oh tentang hal itu.” ucap Joon Jae.

“Kau jangan cemas. Aku sudah melupakannya.” Jawab Sim Chung.

“Baiklah. Kalau begitu bagus.” Ucap Joon Jae.

“Mulai sekarang, kau ceritakan sebanyak yang kau mau. Apa yang tidak bisa kau beritahu kepada orang lain. Aku akan mendengarkan semuanya dan melupakan semuanya.Dengan segala sesuatu dalam diriku.” jawab Sim Chung.


Sim Chung kemudian tersenyum dan hendak pergi, tapi Joon Jae menahan Sim Chung dengan memegang tangan Sim Chung.

“Kau benar2 mau melupakannya?” tanya Joon Jae. Sim Chung mengangguk.

“Lalu apa kau juga akan melupakan yang ini?” tanya Joon Jae.

Joon Jae lalu mencium Sim Chung…


Keesokan harinya, Joon Jae sibuk memasak pasta kesukaan Sim Chung. Tak lama, Nam Doo datang dan berkata kalau ia lebih menyukai nasi daripada pasta. Joon Jae lalu mengaku kalau ia membuat pasta karena ingin makan pasta.

“Kau melakukannya untuk memakannya sendiri?” tanya Nam Doo.


Di kamar, Sim Chung sedang berdandan.

Sim Chung ke ruang makan. Nam Doo pun memuji kecantikan Chung. Joon Jae juga mengakui kecantikan Sim Chung dengan senyum2. Tae Oh kemudian datang dan memotret Sim Chung. Tae Oh lalu berkata kalau Sim Chung cantik.

“Benarkah? Aku cantik?” tanya Sim Chung senang.

Joon Jae yang kesal, langsung merebut ponsel Tae Oh. Joon Jae menasehati Tae Oh kalau Tae Oh tidak boleh memotret seseorang tanpa izin. Tapi Sim Chung mengaku kalau dia tidak masalah dipotret Tae Oh. Tapi Joon Jae tidak peduli. Ia menghapus foto Sim Chung di ponselnya Tae Oh. Namun sebelum menghapusnya, ia diam2 mengirim foto itu ke ponselnya.

Joon Jae lalu melihat Sim Chung dan teringat ciuman mereka semalam. Tiba2 saja, Joon Jae jadi salah tingkah. Joon Jae lantas menyuruh Sim Chung makan. Nam Doo menjelaskan kalau Joon Jae membuat pasta untuk dimakannya sendiri.


Joon Jae yang salah tingkah masuk ke kamarnya. Sampai di kamarnya, ia mengintip Sim Chung. Joon Jae kemudian protes sendiri karena Chung tidak merasa canggung seperti dirinya setelah berciuman tadi malam.


Joon Jae kemudian duduk di depan meja dan senyum2 sendiri melihat foto Sim Chung.


Nam Doo membukakan pintu untuk Si A. Si A mengaku ia datang karena membawakan sesuatu untuk Joon Jae. Sim Chung menatap Si A dengan tajam. Si A yang ingin berduaan dengan Joon Jae, mengajak Joon Jae ngobrol di halaman belakang.


Sim Chung mengintip mereka, tapi Si A yang gak mau Sim Chung mengganggu mereka dengan sengaja menutup jendela halaman belakang.


Si A menunjukkan artikel Dam Ryung pada Joon Jae. Joon Jae terkejut dan langsung membaca artikel yang dibawa Si A.

“Segera setelah kami memulihkan kondisi peninggalan dari kapal karam, kami akan membuka pameran. Kalau ada hal lain yang muncul dari lokasi penggalian ini, aku pikir itu akan bagus.” Ucap Si A.

“Kau mengatakan ini adalah rumah keluarga Dam Ryung?” tanya Joon Jae.

Si A mengiyakan.


Tepat saat itu, Dam Ryung terbangun dari mimpi buruknya. Dam Ryung lalu mondar mandir dengan gelisah memikirkan apa yang harus ia lakukan agar orang yang ada di dalam mimpinya percaya bahwa keberadaannya nyata.

Joon Jae lantas melihat sesuatu dan mulai berpikir.


Pekerja proyek menemukan sesuatu dalam tanah yang digalinya.


Adegan lalu berpindah pada Seo Hee yang menukar obat CEO Heo dengan obat lain. Begitu CEO Heo datang, Seo Hee langsung menghampirinya dan bertanya apa yang dikatakan dokter.

“Mereka pikir itu adalah sejenis katarak. Mereka ingin aku untuk meminum obat dan melihat apa yang terjadi.” Jawab CEO Heo.


“Cepat, minum obatmu, dan tidurlah. Kau kelihatan benar-benar lelah hari ini.” suruh Seo Hee.

Dan CEO Heo pun meminum obat yang telah ditukar Seo Hee.


Seo Hee lalu menyarankan CEO Heo untuk mempekerjakan orang baru pengganti Sopir Nam untuk sementara. Namun CEO Heo menolak. Ia yakin Sopir Nam akan segera pulih. Seo Hee pun kesal dengan penolakan CEO Heo.

The Legend Of The Blue Sea Ep 8 Part 2

Sebelumnya...


Kim Hye Jin dan Sim Chung duduk di tepi sungai dekat kantor Jung Hoon. Hye Jin mengaku tidak menyangka Jung Hoon memiliki teman untuk berbagi cerita. Hye Jin mengaku Jung Hoon tidak mau berbagi rahasia dengannya. Sim Chung bertanya, apa Hye Jin meninggalkan Jung Hoon karena membenci rahasia yang dimiliki Jung Hoon.


“Rahasia ada karena manusia berbeda. Sebab kau harus berusaha agar tidak tertangkap dalam perbedaan. Itulah sebabnya rahasia itu pada akhirnya saling memberi luka. Baik orang yang menyembunyikan sesuatu dan terhadap orang yang disembunyikannya... Semuanya terluka. Itulah sebabnya, jika keduanya berbeda... Pada akhirnya, mereka tak bisa bersama.” Jawab Hye Jin.

“Orang tidak bisa bersama, jika berbeda?” tanya Sim Chung.

“Biar bagaimana, orang tahu jika hanya akan saling melukai. Apakah kau akan sanggup bersama hanya dengan alasan mencintai orang tersebut?” ucap Hye Jin.

“Jung Hoon bilang padaku dia tak menyesalinya. Karena itu hati yang hanya berdetak untuk satu orang, meski akhirnya mengeras dan mati. Dia bilang tak akan menyesal datang kemari. Saat ditanya kenapa dia tak menghapus ingatan saat dirinya ketahuan, dia bilang terlalu banyak kenangan indah untuk dihapus. Dia berharap kenangan itu akan tinggal dengan orang yang dia cintai dan memberi orang itu kekuatan.” Jawab Sim Chung.


Hye Jin yang sudah tak tahan lagi membendung kesedihannya, akhirnya beranjak pergi. Namun baru beberapa langkah, ia jatuh terduduk dan tangisnya pecah.


Joon Jae akhirnya tiba di tempat ia dan Sopir Nam janjian bertemu. Joon Jae merasa aneh Sopir Nam mengajaknya bertemu di tempat yang gelap dan sepi. Karena itulah, ia mengambil pistol kecil dari mobilnya dan menyelipkannya di sakunya. Kecurigaan Joon Jae semakin kuat saat ia menemukan lampu alarm yang tergeletak di lantai bangunan tak terpakai itu. Ingatan Joon Jae seketika melayang pada Dae Young yang mengikutinya saat ia dan Chung tengah menuju ke rumah juga saat Dae Young mendatangi rumahnya dan bicara pada Chung.


Joon Jae lantas menghubungi ponsel Sopir Nam. Ia terkejut mendengar suara ponsel itu tak jauh darinya. Joon Jae lalu melangkah dengan jantung dag dig dug mendekati sumber suara tapi tak ada apa2 di sana, ia pun menarik napas lega. Tapi kemudian ponselnya berbunyi, membuat ia kaget setengah mati.

“Heo Joon Jae.” Ucap Chung dengan suara lemas.

“Ada apa dengan suaramu? Kau sakit? Kau dimana sekarang. Kau di rumah? Chung-ah.” Jawab Joon Jae.


Usai bicara dengan Chung, ia dikejutkan dengan Dae Young yang sudah berdiri di belakangnya sejak tadi saat ia bicara dengan Chung di telepon. Dae Young tersenyum menyeringai pada Joon Jae. Joon Jae yakin orang di depannya adalah orang yang mengikutinya saat itu, juga orang yang datang ke rumahnya dengan menyamar sebagai polisi.

“Dimana pamanku? Kenapa ponselnya ada padamu?” tanya Joon Jae.

“Banyak sekali pertanyaanmu.” Jawab Dae Young.

“Menurutmu kenapa aku menanyakan banyak pertanyaan padamu? Itu karena aku ingin kau segera menjawabnya dan pergi. Cepatlah jawab karena ada seseorang yang menungguku di rumah.” Ucap Joon Jae.

“Kau tak bisa pergi.” Jawab Dae Young.


Dae Young lalu mengeluarkan martilnya dan bersiap memukul Joon Jae. Namun Joon Jae dengan cepat, mengambil pistolnya dan mengarahkannya ke mata Dae Young kemudian menyemprotkan isi pistol itu ke mata Dae Young. Seketika mata Dae Young perih. Joon Jae lalu menyalakan koreknya, membuat cahaya dan mengarahkannya ke wajah Dae Young untuk melihat wajah Dae Young. Ia terkejut melihat wajah Dae Young yang mirip dengan Bangsawan Yang.


Dae Young kembali menyerang Joon Jae. Ia bahkan memukul Joon Jae dengan kursi. Joon Jae terjatuh dan mengerang kesakitan. Dae Young kemudian mengeluarkan obengnya dan bersiap membunuh Joon Jae. Tapi tepat saat itu, ia dikejutkan dengan bunyi klakson dan sorot cahaya yang menyinari wajahnya. Dae Young pun langsung kabur.


Joon Jae kemudian berjalan keluar bangunan. Diluar, sudah banyak sekali taksi yang menunggunya. Ternyata, seseorang yang dihubungi Joon Jae sebelum masuk ke bangunan tak terpakai itu adalah Nam Doo. Nam Doo awalnya mau menghubungi polisi, tapi Joon Jae menyuruh Nam Doo menghubungi layanan taksi tercepat karena menurutnya taksi akan lebih cepat ketimbang polisi.


Joon Jae pun langsung menuju ke tempat Sim Chung dengan salah satu taksi yang dipesannya. Di dalam taksi, ia mengelap darah di wajahnya akibat pukulan Dae Young tadi. Joon Jae menyuruh sopir taksi menyetir lebih cepat karena khawatir Sim Chung sakit. Ia tak mempedulikan lukanya sendiri.


Sementara Sim Chung menunggu Joon Jae di tepi Sungai Han. Sim Chung berpikir untuk pergi. Tepat saat itu, Joon Jae datang dan melarang Sim Chung pergi. Sim Chung kemudian mendekati Joon Jae. Dan ia langsung cemas melihat luka di wajah Joon Jae.

“Bagaimana denganmu? Apa yang sakit? Apa kau terluka ketika menyeberang tanpa memperhatikan lagi?” tanya Joon Jae.

“Joon Jae. Kenapa kau terluka?” tanya Sim Chung.

“Aku yang bertanya. Apa kau sakit?” tanya Joon Jae, lalu meletakkan tangannya di kening Sim Chung untuk memeriksa suhu tubuh Sim Chung.


Tangis Sim Chung pun keluar. Sim Chung lalu mengaku kalau ia punya banyak rahasia. Tapi ia tak bisa memberitahu Joon Jae apa rahasianya.

“Tapi tetap saja, aku tak ingin kau sedih, sakit, atau terluka karena rahasiaku. Aku juga tak suka membuatmu sedih pada akhirnya.” ucap Sim Chung.

“Dan kalau kau tak menyukainya maka…

“Aku akan pergi. Ke tempat dimana aku berasal, sebelum semuanya terlambat.” Ucap Sim Chung.

“Mungkin… kau bilang aku harus mengatakan kalau aku punya rencana menyukaimu, bukan? Aku punya... rencana. Jadi... jangan pergi.” Pinta Joon Jae.


Kita lalu kembali ke masa lalu—Dam Ryung terus menjaga Sae Wa, ia tak peduli meski dirinya sudah mengantuk. Sae Wa akhirnya tersadar dan berniat kembali ke laut karena itulah satu2nya cara agar mereka berdua bisa hidup.

“Seperti ketika kita berpisah pertama kali, hanya aku yang akan memiliki kenangan, dan kau tidak. Kita harus hidup seperti itu di dunia kita sendiri. Sekarang aku tidak akan kembali lagi. Jadi kau harus melupakan semuanya.” ucap Sae Wa.

“Biar kutanyakan satu hal. Pertama kali kita putus, kenapa kamu menghapus ingatanku?” tanya Dam Ryung.

“Kalau aku tidak menghapusnya, aku tahu kau akan merasa pedih sepanjang waktu.” Jawab Sim Chung.

“Kalau kau tidak menghapusnya, maka aku bisa merindukanmu sepanjang waktu. Kali ini... jangan hapus. Kau tak boleh menghapusnya. Ingatan ini, kenangan ini… meski menyakitkan, aku akan membawanya sampai akhir.” Ucap Dam Ryung.

Dam Ryung lantas mendekatkan bibirnya ke bibir Sae Wa. Ia mencium Sae Wa.