Sim Chung menangis saat Joon Jae melarangnya pergi. Joon Jae lalu menggenggam tangan Sim Chung dan mengajak Sim Chung pulang. Tapi tiba2 saja, Joon Jae merasakan sakit di perutnya. Tak lama kemudian, Joon Jae terjatuh dan pingsan. Sim Chung panic, ia tak henti2nya memanggil2 nama Joon Jae.
Sementara Joon
Jae, didatengin Dam Ryung di alam bawah sadarnya.
Sim Chung terus
berusaha membangunkan Joon Jae. Karena Joon Jae tak kunjung sadar, Sim Chung
meminta bantuan orang2 yang lewat. Orang2 pun bergegas membantu Sim Chung.
Salah seorang dari mereka menghubungi ambulance.
Joon Jae dan Dam Ryung saling menatap dengan terkejut. Joon Jae kemudian bertanya siapa Dam Ryung? Dam Ryung pun memperkenalkan siapa dirinya dan meminta Joon Jae mendengarkan kata2nya dan mengingat kata2nya setelah Joon Jae sadar nanti. Joon Jae mendengarkannya dengan seksama.
“Jika kau
adalah aku di kehidupan berikutnya, ingat kata2 ini. Semuanya terulang. Takdir
yang terjadi di sini, juga sedang terjadi di sana. Lindungi wanita itu dari orang
yang berbahaya.” Ucap Dam Ryung.
Tepat setelah
itu, Joon Jae sadar dari pingsannya dan Sim Chung langsung membantunya berdiri.
Joon Jae mengatakan kalau dirinya baik2 saja. Sim Chung pun langsung memeluk
Joon Jae dengan erat.
Sekarang Joon
Jae dan Sim Chung sudah berdiri di tepi jalan. Sim Chung sekali lagi bertanya,
apa Joon Jae baik2 saja. Joon Jae tidak menjawab. Ia lebih mencemaskan Sim
Chung. Sim Chung berkata, kalau ia sudah tidak kesakitan lagi. Joon Jae lantas
memegang kedua bahu Sim Chung dan menatapnya dengan dalam.
“Saat kau
mengatakan kau mencintaiku atau tidak, kau memiliki rencana atau tidak dan
sangat menggangguku, kau berencana melarikan diri diam2? Ya, kau menakutkan.
Kemana kau pergi? Ke si pegawai negeri itu?” tanya Joon Jae.
“Jung Hoon
sudah pergi sekarang.” jawab Sim Chung.
“Kemana?” tanya
Joon Jae.
“Sangat jauh.”
Jawab Sim Chung.
“Apa kau juga berencana mengejarnya sejauh itu? Kenapa? Apa dia memintamu pergi jauh dengannya dan makan ramyun dengannya?” tanya Joon Jae.
“Bukan dia yang
memasak ramyun untukku.” Jawab Sim Chung.
“Lalu siapa?”
tanya Joon Jae.
“Aku tidak bisa
memberitahumu.” Jawab Sim Chung
Joon Jae hanya
bisa menghela napas kesalnya karena Sim Chung tak mau memberitahunya. Joon Jae
lalu mengajak Sim Chung ke mesin capit boneka. Joon Jae menyuruh Sim Chung
mengambilkan boneka gurita berwarna pink untuknya. Sim Chung hampir berhasil
mengambil boneka itu tapi ujung2nya malah gagal.
“Itu hampir
keluar, kan? Tapi itu tidak benar2 keluar, kau tahu? Hidup adalah tentang
sesuatu yang seakan bisa berhasil tapi ternyata tidak. Tapi kalau kau menyerah
di sini maka gurita merah muda yang kau pilih tidak akan pernah bisa keluar.”
Ucap Joon Jae.
Joon Jae
kemudian menyuruh Sim Chung mencobanya lagi, tapi kembali gagal. Joon Jae pun
kembali menegaskan kalau Sim Chung tidak boleh menyerah sampai mendapatkan
keinginannya. Sim Chung mencoba lagi, namun kembali gagal. Sim Chung terus
mencoba, sampai Joon Jae merasa ngantuk. Tapi lagi2 gagal.
“Dari apa yang
kulihat sepertinya ada sesuatu yang salah dengan mesin itu. Sepertinya mereka
sengaja melonggarkan cakar itu.” ucap Joon Jae.
Joon Jae pun mengajak Sim Chung pergi. Tapi Sim Chung menolak karena tidak mau menyerah. Joon Jae pun berkata, ini bukan menyerah tapi hanya berhenti sebentar.
“Sampai lain
waktu?” tanya Sim Chung.
“Tentu saja,
kau sangat pintar sekarang.” puji Joon Jae. Joon Jae lalu menambahkan kalau
yang terpenting adalah Sim Chung tidak boleh menyerah terhadap apa yang Sim
Chung pilih. Sim Chung berjanji kalau dia tidak akan menyerah. Joon Jae pun
senang mendengarnya. Joon Jae lalu mengajak Sim Chung makan sesuatu.
Usai makan, Joon Jae dan Sim Chung kembali ke rumah. Nam Doo yang sudah menanti Joon Jae di rumah sejak tadi pun ingin tahu apa yang terjadi dan siapa yang melakukan itu pada Joon Jae. Joon Jae pun teringat dengan Dae Young serta Bangsawan Yang di zaman Joseon.
“Aku tidak
yakin.” Jawab Joon Jae.
“Dia orangnya.”
Ucap Joon Jae sambil menatap tajam ke TV.
“Tahanan yang
melarikan diri? Ma Dae Young?” tanya Nam Doo tidak percaya.
“Dia melepaskan
topinya hari ini.” ucap Chung.
“Chung-ah, kau
ingat dia juga? Dia orangnya, kan? Orang yang mengenakan seragam dan topi
polisi saat hujan?” tanya Joon Jae.
“Dia mengenakan
topi polisi dan juga topi hitam.” Jawab Chung.
“Kau melihatnya
setelah hari itu?” tanya Joon Jae.
“Saat aku
pingsan di jalan layang waktu itu.” jawab Chung.
Nam Doo
terkejut mengetahui Chung diikuti tersangka pembunuhan yang kabur dari tahanan.
Saking kagetnya, Nam Doo bahkan sampai merinding. Joon Jae memarahi Chung yang
baru memberitahunya sekarang.
Nam Doo membela
Chung, ia berkata Chung juga baru mengetahui siapa orang itu hari ini sama
seperti Joon Jae. Tae Oh memelototi Joon Jae yang menyalahkan Sim Chung. Joon
Jae menghela napas, lalu pergi ke atas. Nam Doo menyusul Joon Jae. Tae Oh
menatap cemas Chung.
Nam Doo
penasaran kenapa Dae Young mengikuti Chung. Joon Jae langsung teringat pada Dam
Ryung yang memintanya melindungi Chung dari orang jahat. Joon Jae pun
menceritakan mimpinya pada Nam Doo.
“Aku bermimpi,
aku hidup di era Joseon. Dan aku mengenakan gelang itu.” ucap Joon Jae.
“Gelang
maksudmu gelang Kim Dam Ryung? Jadi kau mau bilang, kau adalah Kim Dam Ryung
dalam mimpi?” tanya Nam Doo.
“Aku percaya
mimpi itu.” jawab Joon Jae.
“Itu mungkin
saja setelah menonton film The Admiral : Roaring Currents, aku bermimpi dimana
aku menjadi Laksamana Yi di dalamnya.” Ucap
Nam Doo.
“Astaga,
maksudku bukan mimpi yang tidak masuk akal seperti itu!” jelas Joon Jae.
“Lihat siapa
yang bicara, mimpimu yang tidak masuk akal! Bagaimana bisa kau jadi Kim Dam
Ryung? Apa seperti kau melihat kembali kehidupan masa lalumu?” ucap Nam Doo.
“Itu tidak
seperti kehidupan masa laluku, tapi aku merasa kalau aku sedang melihat dunia
parallel. Aku di dunia lain.” Jawab Joon Jae.
“Kau di dunia
lain, bagaimana bisa? Ini karena aku membicarakan soal gelang itu padamu dan Si
A memberitahumu soal kapal karam. Itulah kenapa kau mengalami mimpi yang tidak
masuk akal. Kenyataan sudah membentuk mimpimu. Kau lah yang mempelajari ilmu
bawah sadar. Kenapa kau tidak menyadarinya?” ucap Nam Doo.
“Ah, begitu
ya?” tanya Joon Jae, tapi dia tetap merasa tidak tenang.
“Ini pasti
pertanda kalau proyek Ahn Jin Joo akan sukses besar.” Jawab Nam Doo.
Jin Joo sedang
membicarakan Seo Yoo Na dengan temannya di telepon. Ia berkata, Elizabeth
memiliki sedikit masalah dengan Yoo Na. Jin Joo lalu terkejut saat temannya
bilang ibu Yoo Na menghubungi temannya itu karena ingin Yoo Na masuk tim renang
mereka. Jin Joo pun bertanya, apa temannya itu setuju Yoona masuk tim renang
anak mereka. Jin Joo senang mendengar temannya itu tidak memasukkan Yoo Na ke
tim anak mereka. Ia berkata, anak2 mereka akan menderita kalau anak seperti Yoo
Na masuk ke tim anak mereka.
Tak lama
kemudian, Dong Sik datang dan Jin Joo pun langsung menyudahi pembicaraannya
dengan temannya. Dong Sik protes karena Jin Joo berbicara yang tidak perlu di
telepon selama setengah jam. Jin Joo pun mengajak Dong Sik duduk dan bertanya
apa Dong Sik sempat bicara dengan CEO Heo.
“Aku
mengundangnya makan malam tapi dia berpura2 sibuk dan tidak bisa meluangkan
waktu.” Jawab Dong Sik.
Jin Joo langsung
sewot. Ia sudah menyiapkan banyak lauk untuk CEO Heo, tapi CEO Heo tidak mau
datang. Dong Sik pun berkata, CEO Heo bukan orang yang mudah ditaklukkan.
“Jika ada
sesuatu yang memiliki nilai investasi, ia akan melakuknnya sendiri tanpa
melibatkan kami.” jawab Dong Sik.
“Itu sebabnya
kami berusaha keras agar dia membaginya beberapa” ucap Jin Joo.
“Sudah begitu
sulit untuk mengesampingkan dana rahasia itu. Aku sangat berhati-hati agar
tidak terjebak oleh audit eksternal atau Layanan
Pajak Nasional. Kami mengumpulkannya dengan bekerja menggunakan darah dan
keringat kami.” ucap Jin Joo.
“Tentu saja.
Kalau kau menyebut ini penggelapan uang,aku merasa difitnah. Aku bekerja sangat
keras untuk uang itu!” jawab Dong Sik.
“Berdoalah,
sayang! Kau telah bekerja sangat keras. Kami benar-benar menginvestasikan uang
ini dengan baik dan tidak akan membiarkan usahamu menjadi sia-sia.” Ucap Jin
Joo.
Dae Young
menyamar sebagai tukang pos dan mendatangi rumah CEO Heo untuk bertemu Seo Hee.
Seo Hee panic, ia berkata berani sekali Dae Young ke rumahnya. Apa Dae Young
sudah gila. Dae Young tak punya pilihan lain selain mendatangi Seo Hee karena
ia sudah kehabisan uang. Seo Hee pun langsung memberikan Dae Young segepok uang
agar Dae Young cepat pergi.
“Heo Joon Jae
bukanlah target yang mudah. Dia selalu berhasil meloloskan diri.” Ucap Dae
Young.
“Presdir Heo
berusaha menemui anak itu dengan pengacaranya untuk melegalkan wasiatnya. Kau
akan sadar setelah aku kehilangan semuanya? Apa yang akan kita lakukan kalau
Presdir Heo berhasil menemui Joon Jae dan memberikan semua kekayaannya untuk
dia?” jawab Seo Hee.
Pembicaraan
mereka pun berakhir karena Chi Hyun datang. Seo Hee langsung menyuruh Dae Young
pergi. Tak mau Chi Hyun curiga, Dae Young pura2 memberikan suratnya dan meminta
maaf sudah mengganggu Seo Hee malam2.
Chi Hyun heran
tukang pos datang mengirimkan surat selarut ini. Seo Hee pun beranggapan si
tukang pos sibuk melayani pengiriman di akhir tahun. Seo Hee lalu mengajak Chi
Hyun masuk.
“Ibu, apa ibu
mendengar kabar tentang Joon Jae?” tanya Chi Hyun.
“Bagaimana aku
tahu?” jawab Seo Hee.
“Aku bertemu
dia baru-baru ini. Benar-benar kebetulan.” Ucap Chi Hyun.
“Oh, benarkah? Apa
kau memberitahu ayahmu?” tanya Seo Hee.
“Tentu saja
tidak. Aku memberitahumu terlebih dulu.” Jawab Chi Hyun.
“Kerja bagus. Ayahmu
sedang stres karena sesuatu belakangan ini. Aku pikir akan lebih baik kalau kau
tidak mengatakan kepadanya tentang itu untuk sementara waktu.” Ucap Seo Hee.
“Mungkinkah, ibu
tahu?” tanya Chi Hyun.
“Apa?” tanya
Seo Hee.
“Di mana Joon
Jae tinggal dan bagaimana keadaannya.” Jawab Chi Hyun.
“Sudah ibu
bilang kan ibu tidak tahu.” ucap Seo Hee.
“Lalu kenapa
ibu tidak bertanya lagi padaku soal dia? Ibu tidak penasaran karena aku sudah
bertemu dengannya?” tanya Chi Hyun.
“Ayahmu dan aku memiliki bekas luka besar yang kami dapatkan dari Joon Jae. Bukankah aneh kalau aku tertarik sedangkan ayahmu tidak?” ucap Seo Hee.
“Ibu, bagaimana kalau ayah tidak bisa menunjukkan perasaannya karena kita berdua?” tanya Chi Hyun.
“Aku menyesal
karena hubungan mereka tidak berjalan dengan baik. Tapi aku tidak yakin apa dia
mau kembali. Apa kau tidak suka keadaan yang sekarang ini? Kau pikir semua akan
sama saja kalau Joon Jae kembali? Kau pikir kau akan memiliki yang kau miliki
sekarang kalau dia kembali?” ucap Seo Hee.
“Ibu, aku ingin
melindungimu.” Jawab Chi Hyun.
“Kau putraku
yang baik. Bagaimana pun, sudah tugasku untuk melindungi kita berdua.” Ucap Seo
Hee.
Seo Hee lantas
menyuruh Chi Hyun masuk. Chi Hyun semakin curiga pada ibunya. Ia takut dan
gelisah kalau ibunya memang seperti yang ia pikirkan.
Keesokan harinya, di perjalanan, Chi Hyun menghubungi nomor semua orang satu per satu. Ia lalu mematikan panggilannya dan membuat tanda silang di setiap nomor telepon di daftar telepon yang ia pegang, lalu menghubungi nomor yang lain.
Joon Jae, Nam Doo dan Tae Oh sedang melihat rekaman CCTV Dae Young yang mereka dapat dari salah satu toko terdekat di kawasan rumah mereka. Dalam video itu, Dae Young tampak keluar dari toko tapi yang terlihat hanyalah punggungnya.
“Dia tahu dimana
letak kamera pengawas.” Ucap Nam Doo.
“Itu sebabnya
polisi belum mampu menangkap dia sejauh ini.” jawab Joon Jae.
Seseorang
menghubungi Joon Jae dan bertanya apa Joon Jae mengenal Kepala Departemen Nam
Seong Joon? Joon Jae ingin tahu dengan siapa ia bicara.
“Ini Joon Jae,
kan? Iya, itu kau. Aku Chi Hyun.” Ucap Chi Hyun.
“Darimana kau
mendapatkan nomorku?” tanya Joon Jae.
“Bukan itu yang
penting. Kepala departemen Nam terluka parah. Nomormu adalah nomor terakhir
yang dihubunginya sebelum kecelakaan.” Jawab Chi Hyun.
Rupanya, nomor
yang dihubungi Chi Hyun adalah nomor2 yang tertera di catatan panggilan Sopir
Nam dan nomor Joon Jae terdaftar sebagai nomor terakhir yang dihubungi Sopir
Nam. Joon Jae terkejut mendengar pamannya kecelakaan.
Joon Jae langsung bersiap2 mau ke rumah sakit. Namun sebelum pergi, ia menanyakan dimana Chung pada Nam Doo dan Tae Oh. Nam Doo dengan santainya bilang Chung sedang keluar dan ia tak tahu kemana.
“Bagaimana bisa
kau membiarkan dia pergi? Saat kau tidak tahu kapan dan di mana bajingan gila itu
akan muncul. Dia adalah orang yang memiliki ponsel Kepala departemen Nam.”
Sewot Joon Jae.
“Ya ampun,
kenapa kau melampiaskan kemarahanmu padaku?” protes Nam Doo.
Joon Jae pun langsung menghubungi Chung tapi ponsel Chung gak aktif. Ia pun mencari keberadaan Chung lewat google map nya.
“Kenapa dia
sangat sering pergi ke sana?” ucapnya setelah tahu dimana Chung.
Sim Chung duduk
di tepi jalan sambil menyeruput kopi dengan teman pengemisnya. Teman
pengemisnya menanyakan soal Joon Jae yang memiliki rencana menyukai Sim
Chung.Sim Chung mengiyakan. Teman pengemis Sim Chung pun berkata, itu adalah
hari pertama.
“Satu-satunya
hari dalam kehidupan cintamu.Tentu saja, kau akan memiliki satu lagi saat kau
mulai berkencan dengan pria lain.” Ucap teman pengemis Sim Chung.
“Benarkah?”
tanya Sim Chung.
“Apa yang kau
lakukan mulai sekarang sangat penting kalau kau ingin dia jungkir balik
untukmu.” Jawab teman pengemis.
“Katakan
kepadaku. Bagaimana caranya membuat dia mau jungkir balik untukku. Jadi dia
tidak akan pernah bisa mengangkat kepalanya lagi. Dengan begitu aku bisa
tinggal di sini selamanya tanpa merasa sakit.” Ucap Sim Chung.
“Memangnya kau
Misery Chastain? Dan apa kau pikir aku akan menjadi seperti ini kalau aku tahu
caranya melakukan hal itu?” jawab si tunawisma.
Si tunawisma
lalu meletakkan cangkir kopinya di bawah dan memberitahu Sim Chung 3 langkah
cinta. Lang pertama adalah cinta yang romantic. Langkah kedua cinta yang hot,
dan yang ketiga cinta yang kotor.
“Dalam kasusku,
aku akan langsung ke Kotor; tapi dalam kasusmu,
kau harus mulai
dengan romantis.” Ucap si tunawisma.
“Bagaimana kau
menjadi Romantis?” tanya Sim Chung.
“Jujur, yang
semacam itu memiliki banyak lonceng dan peluit untuk sebuah pertunjukan. Minum
teh, makan, pergi ke bioskop, mengantarmu pulang, mengirim teks untuk memeriksa
keadaanmu, mendapatkan emoji baru, pergi melihat bintang, merencanakan acara
untukmu, saling dorong, dan mengakui perasaannya kepadamu. Tapi semua ini...
sebenarnya mengarah ke kotor.” Jawab si tunawisma.
“Belum waktunya
untukmu. Itu, kalau kau sembarangan maka itu benar-benar bisa berakhir menjadi
sesuatu yang buruk. Kau bisa saja menembakan senjata cinta.” Ucap si tunawisma.
“Senjata? Yang
bisa menyebabkan kematian?” tanya Sim Chung.
“Mereka mati,
mereka sangat suka mati.Lihat itu! Lihat itu; mereka masih muda.” Ucap si
tunawisma sambil menunjuk pasangan kekasih yang lewat di depan mereka.
“Dia menembakan
peluru hati dan semuanya. Apa kalian membuat julukan untuk satu sama lain? Bukan
namamu, tapi sesuatu yang hanya kalian berdua pakai.” Tanya si tunawisma.
“Tidak.” Jawab
Sim Chung.
“Pria pertama
memanggilku Mong2.Tapi berakhir setelah pertengkaran. Jangan menggunakan nama hewan.
Akhirnya tidak akan baik.” Ucap si tunawisma.
“Mermaid?”
tanya Sim Chung.
“Mermaid apa?
Kau perlu sesuatu yang ada di dunia ini.” jawab si tunawisma.
“Tidak ada mermaid
di dunia ini?” tanya Sim Chung.
“Kenapa kau
bicara seakan Hans Andersen hidup kembali? Maka akan ada sesuatu seperti itu?”
jawab si tunawisma.
Tak lama, Joon Jae datang dan langsung marah2 karena Sim Chung tidak menjawab teleponnya. Sim Chung menyuruh Joon Jae menyapa si tunawisma yang dia akui sebagai temannya. Si tunawisma mengulurkan tangannya, tapi Joon Jae yang merasa jijik hanya menyentuh jari si tunawisma saja.
“Hei, kau
datang ke sini dan bermain dengan pengemis ini setiap hari?” tanya Joon Jae
pada Sim Chung.
“Aku bisa
mendengar itu semua, kau tahu.” jawab si tunawisma kesal.
“Maafkan aku.”
ucap Joon Jae, lalu mengajak Sim Chung pergi.
“Aku bukan
pengemis! Aku tunawisma! Orang-orang jalanan!” teriak si tunawisma.
Tapi tiba2,
seseorang yang lewat meletakkan uang di dalam cangkir kopinya. Si tunawisma pun
sewot dan berteriak kalau ia bukan pengemis dan tidak menerima barang gratis.
Joon Jae
menjenguk Sopir Nam ditemani istri Sopir Nam. Istri Sopir Nam memberitahu
suaminya kalau Joon Jae datang.
“Joon Jae yang
kau rawat lebih dari putramu sendiri. Kau selalu mengatakan uri Joon Jae, uri
Joon Jae, jadi tolong bangunlah.” Ucap istri Sopir Nam.
“Ahjussi tidak
minum dan mengemudi. Apa kau sudah memeriksa kotak hitamnya?” tanya Joon Jae.
“Tidak ada rekaman
dari hari itu. Itu pasti sudah rusak.” Jawab istri Sopir Nam.
Joon Jae merasa
aneh. Ia curiga kalau Dae Young sudah menghapus rekaman itu.
Sementara CEO
Heo sedang mendengarkan penjelasan dokter tentang matanya. Dokter berkata, itu
katarak traumatic. Dokter lalu menunjuk hasil rontgen mata CEO Heo.
“Lihat ini di
sini, ada luka kecil. Mungkin, kau menggosok matamu terlalu keras atau itu
tertusuk?” tanya dokter.
“Tidak satu pun
dari itu. Belakangan ini penglihatanku kabur dan gelap. Aku pikir itu karena
penuaan.” Jawab CEO Heo.
“Bagaimanapun,
aku akan meresepkan anti-inflamasi dan antibiotik. Minum obat ini dengan baik.
Kalau ini semakin buruk maka komplikasi bisa timbul. Karena tidak pada vena
maka pada kornea, kalau itu menjadi semakin buruk, tidak akan ada cara lain
selain transplantasi. Jangan hanya mengurus uang tapi juga jaga kesehatanmu.”
Ucap dokter.
Sim Chung menunggu Joon Jae di depan kamar rawat Sopir Nam. Tak lama kemudian, Chi Hyun datang dan Sim Chung langsung menatapnya dengan waspada. Chi Hyun tersenyum saat mendengar Sim Chung memanggilnya dengan panggilan Keluarga Heo Joon Jae.
“Setidaknya,
hanya Nona Sim Chung yang menyebutku keluarga Joon Jae.” Jawab Chi Hyun.
“Aku sudah
mengatakannya, tapi aku tidak putus dengan Heo Joon Jae.” Jawab Sim Chung.
“Aku mengerti. Tapi
kalian berdua pasti dekat. Apa kalian akan menikah?” tanya Chi Hyun.
“Untuk saat
ini, kami masih merencanakannya.” Jawab Sim Chung.
“Apa?” tanya
Chi Hyun.
“Banyak hal.”
Jawab Sim Chung.
Chi Hyun pun mengerti. Sim Chung lalu berkata, kalau sebuah keluarga seharusnya hangat dan manis, tapi Joon Jae dan Chi Hyun berbeda.
“Ada apa dengan
kau dan Heo Joon Jae?” tanya Sim Chung.
Chi Hyun
bingung menjawabnya. Tiba2, CEO Heo datang dan Chi Hyun langsung
menghampirinya. CEO Heo bertanya, siapa gadis yang mengobrol dengan Chi Hyun.
Belum sempat Chi Hyun menjawab, Sim Chung sudah menjawab duluan dengan bertanya
apa CEO Heo keluarga Joon Jae juga.
“Apa kau seseorang
yang mengenal uri Joon Jae?” tanya CEO Heo.
Saat Chi Hyun
mau menjelaskan, Joon Jae keluar dari kamar rawat Sopir Nam. Joon Jae terdiam
melihat ayahnya dan sang ayah terkejut melihatnya.
Joon Jae dan ayahnya lalu duduk di kantin rumah sakit. Mereka saling menatap tanpa bicara. Ingatan CEO Heo pun langsung melayang ke masa lalu saat Joon Jae kecil merengek minta dibelikan susu pisang. CEO Heo membelai kepala Joon Jae kecil, keduanya lalu masuk ke sebuah toko untuk membeli susu pisang.
Sementara Joon Jae
teringat masa lalunya yang buruk.
Flashback… Joon Jae kecil berbaring di kasurnya dan menangis. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat. CEO Heo yang baru pulang bekerja, menanyakan Joon Jae pada Seo Hee. Namun Seo Hee berkata kalau Joon Jae ingin tidur lebih awal.
“Ayo kita pergi bertiga saja.
Kita bisa membelikan dia makanan nanti.” Ucap Seo Hee.
“Chi Hyeon, ayo kita pergi. Kau
ingin makan apa?” tanya CEO Heo.
“Steak!” seru Chi Hyun kecil.
Ketiganya lalu beranjak pergi.
Sementara di kamar, Joon Jae terus menerus memanggil ayahnya dan mengatakan
kalau ia sakit.
Flashback end…
CEO Heo dengan sedikit berkaca2 bertanya, ada apa dengan wajah Joon Jae? Kenapa Joon Jae bisa terluka? Namun Joon Jae menanggapi pertanyaan ayahnya dengan sinis.
“Jadi siapa
yang menyuruhmu untuk meninggalkan rumah dan menderita?” tanya CEO Heo.
“Aku tidak pergi
dari rumah tapi aku pergi dari sisimu. Dan aku tidak begitu menderita. Kalau
kau membandingkan ini dengan berada di rumah itu, ini jauh lebih baik. Aku juga
merasa seperti beban telah diangkat dariku.” Jawab Joon Jae.
“Apa yang sudah aku lakukan? Kau berpikir aku lebih menyayangi Chi Hyun daripada kau? Seorang anak bahkan tidak mengerti isi hati ayahnya? Apa kau benar-benar berpikir aku lebih memilih Chi Hyun daripada kau? Kau putraku itu sebabnya aku dengan sengaja…”
“Kau menyerah. Pada
ibu dan aku. Dan pada saat kita bersama-sama Kau mengabaikan semua itu. Tanpa
melihat ke belakang.” Ucap Joon Jae.
Mata Joon Jae
mulai berkaca2. CEO Heo diam saja.
“Karena kau
menyerah dan memilih sesuatu yang lain jadi jangan berpegang pada apa yang kau
relakan dan lupakan saja.” Ucap Joon Jae.
“Kau akan tahu seiring dengan kehidupanmu. Hidup tidak berjalan seperti yang kau inginkan. Aku sekarang sudah tua dan saatnya untuk menetapkan masalah warisan. Jadi, kau harus kembali ke rumah.” Jawab CEO Heo.
Tapi Joon Jae
menolaknya dengan tegas.
“Aku tidak akan
menerima apapun. Baik itu uang atau cara hidup. Atau cara untuk menjauh dari
orang lain, apa pun itu. Aku tidak ingin menerima apapun darimu. Aku tidak
ingin terlibat denganmu. Aku tidak pernah ingin bertemu denganmu lagi.”
“Anak ini…”
ucap CEO Heo dengan berkaca2.
“Tapi tolong jaga
kesehatanmu.” Pinta Joon Jae, lalu beranjak pergi.
CEO Heo mau mengejar Joon Jae, tapi tiba2 saja ia merasa pusing dan penglihatannya mulai kabur. Samar2 ia melihat kepergian Joon Jae. CEO Heo mengerjap2kan matanya. Saat penglihatannya kembali jelas, Joon Jae sudah pergi.
Sepanjang perjalanan, Joon Jae diam saja. Nampak jelas kesedihan di wajahnya. Sesampainya di rumah, ia meminum obat tidur. Sim Chung menatap Joon Jae dengan tatapan bingung. Joon Jae lantas menuju ke atas. Sim Chung mengikutinya. Langkah Joon Jae seketika terhenti.
“Kau juga boleh
pergi, kalau kau mau. Saat aku mengatakan kepadamu, "jangan menyerah pada
apa yang telah kau pilih," itu semua omong kosong. Di mana ada hal seperti
itu? Aku juga... itu jauh lebih nyaman dan baik saat kau tidak ada di sini.”
Ucap Joon Jae.
Joon Jae lalu
pergi ke kamarnya. Sim Chung menatap Joon Jae dengan bingung.
Joon Jae
langsung berbaring setibanya di kamar. Kenangan buruk itu kembali terbayang di
benaknya. Joon Jae lalu memejamkan matanya.
Sekarang… kita melihat Sim Chung yang memegang erat tangan Joon Jae. Sim Chung juga mengompres Joon Jae. Tak lama kemudian, Joon Jae terbangun.
“Apa kau
baik-baik saja?” tanya Sim Chung sembari meletakkan tangannya di kening Joon
Jae.
“Aku melihatnya
di TV. Melakukan hal ini menjadikannya lebih baik. Sekarang kau tidak sepanas
tadi.” Ucap Sim Chung.
“Siapa yang
memintamu melakukan hal semacam ini?” tanya Joon Jae.
“Kau mengatakan
itu, tapi kau berharap bahwa aku akan tetap ada
di sebelahmu,
bukan?” tebak Sim Chung.
Joon Jae pun
langsung menatap Sim Chung.
“Tidak peduli
berapa banyak kau memintaku untuk menyerah, aku tidak akan menyerah. Kau ingin
aku mengatakan itu, kan?” ucap Sim Chung lagi.
Ingatan Joon
Jae langsung melayang ke kata2nya pada sang ayah tadi.
“Lupakan apa yang sudah kau
relakan. Jangan terlalu lama memendam perasaan.”
“Tidak, aku
tidak mau. Aku tidak akan menyerah. Tidak peduli apa yang kau katakan, aku akan
tetap sendiri tanpa menyerah, jadi jangan marah karena tidak mampu untuk
mengatakan apapun yang kau mau.” ucap Sim Chung.
Tangis Joon Jae pun mengalir. Joon Jae lantas mengaku bahwa ia tidak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan pada ayahnya.Joon Jae mengaku, sangat berat baginya meninggalkan rumah. Bahwa ia membenci ayahnya tapi karena berpikir sang ayah mungkin akan mencarinya, itulah sebabnya ia tidak merubah nomor ponselnya agar sang ayah bisa menghubunginya. Tapi pada akhirnya, sang ayah tidak pernah menghubunginya.
“… betapa
kesepiannya aku... Aku mengambil ujian kualifikasiku sendiri dan pergi ke
perguruan tinggi sendiri dan saat aku hidup sendiri… betapa aku
merindukannya... Bahwa aku... sangat merindukannya...” ucap Joon Jae.
Sim Chung pun
mendekap Joon Jae. Dalam dekapan Sim Chung, tangis Joon Jae semakin pecah.
Dan sekarang…
keduanya sama2 duduk di tepi ranjang. Joon Jae sudah mulai tenang. Joon Jae
yang malu, ingin menjelaskan soal tangisannya. Joon Jae berkilah kalau ia tidak
menangis. Ia berkata air matanya hanya sedikit keluar.
“Intinya, aku
mengambil beberapa obat flu sebelum tidur jadi aku tidak dalam keadaan yang
bisa berpikir dengan benar. Kurasa tidak perlu memberitahu Nam Doo atau Tae Oh
tentang hal itu.” ucap Joon Jae.
“Kau jangan
cemas. Aku sudah melupakannya.” Jawab Sim Chung.
“Baiklah. Kalau
begitu bagus.” Ucap Joon Jae.
“Mulai
sekarang, kau ceritakan sebanyak yang kau mau. Apa yang tidak bisa kau beritahu
kepada orang lain. Aku akan mendengarkan semuanya dan melupakan semuanya.Dengan
segala sesuatu dalam diriku.” jawab Sim Chung.
Sim Chung
kemudian tersenyum dan hendak pergi, tapi Joon Jae menahan Sim Chung dengan
memegang tangan Sim Chung.
“Kau benar2 mau
melupakannya?” tanya Joon Jae. Sim Chung mengangguk.
“Lalu apa kau
juga akan melupakan yang ini?” tanya Joon Jae.
Joon Jae lalu
mencium Sim Chung…
Keesokan harinya, Joon Jae sibuk memasak pasta kesukaan Sim Chung. Tak lama, Nam Doo datang dan berkata kalau ia lebih menyukai nasi daripada pasta. Joon Jae lalu mengaku kalau ia membuat pasta karena ingin makan pasta.
“Kau
melakukannya untuk memakannya sendiri?” tanya Nam Doo.
Di kamar, Sim
Chung sedang berdandan.
Sim Chung ke
ruang makan. Nam Doo pun memuji kecantikan Chung. Joon Jae juga mengakui
kecantikan Sim Chung dengan senyum2. Tae Oh kemudian datang dan memotret Sim
Chung. Tae Oh lalu berkata kalau Sim Chung cantik.
“Benarkah? Aku
cantik?” tanya Sim Chung senang.
Joon Jae yang kesal, langsung merebut ponsel Tae Oh. Joon Jae menasehati Tae Oh kalau Tae Oh tidak boleh memotret seseorang tanpa izin. Tapi Sim Chung mengaku kalau dia tidak masalah dipotret Tae Oh. Tapi Joon Jae tidak peduli. Ia menghapus foto Sim Chung di ponselnya Tae Oh. Namun sebelum menghapusnya, ia diam2 mengirim foto itu ke ponselnya.
Joon Jae lalu
melihat Sim Chung dan teringat ciuman mereka semalam. Tiba2 saja, Joon Jae jadi
salah tingkah. Joon Jae lantas menyuruh Sim Chung makan. Nam Doo menjelaskan
kalau Joon Jae membuat pasta untuk dimakannya sendiri.
Joon Jae yang salah tingkah masuk ke kamarnya. Sampai di kamarnya, ia mengintip Sim Chung. Joon Jae kemudian protes sendiri karena Chung tidak merasa canggung seperti dirinya setelah berciuman tadi malam.
Joon Jae
kemudian duduk di depan meja dan senyum2 sendiri melihat foto Sim Chung.
Nam Doo membukakan pintu untuk Si A. Si A mengaku ia datang karena membawakan sesuatu untuk Joon Jae. Sim Chung menatap Si A dengan tajam. Si A yang ingin berduaan dengan Joon Jae, mengajak Joon Jae ngobrol di halaman belakang.
Sim Chung mengintip mereka, tapi Si A yang gak mau Sim Chung mengganggu mereka dengan sengaja menutup jendela halaman belakang.
Si A menunjukkan artikel Dam Ryung pada Joon Jae. Joon Jae terkejut dan langsung membaca artikel yang dibawa Si A.
“Segera setelah
kami memulihkan kondisi peninggalan dari kapal karam, kami akan membuka
pameran. Kalau ada hal lain yang muncul dari lokasi penggalian ini, aku pikir
itu akan bagus.” Ucap Si A.
“Kau mengatakan
ini adalah rumah keluarga Dam Ryung?” tanya Joon Jae.
Si A
mengiyakan.
Tepat saat itu,
Dam Ryung terbangun dari mimpi buruknya. Dam Ryung lalu mondar mandir dengan
gelisah memikirkan apa yang harus ia lakukan agar orang yang ada di dalam
mimpinya percaya bahwa keberadaannya nyata.
Joon Jae lantas
melihat sesuatu dan mulai berpikir.
Pekerja proyek
menemukan sesuatu dalam tanah yang digalinya.
Adegan lalu
berpindah pada Seo Hee yang menukar obat CEO Heo dengan obat lain. Begitu CEO
Heo datang, Seo Hee langsung menghampirinya dan bertanya apa yang dikatakan
dokter.
“Mereka pikir
itu adalah sejenis katarak. Mereka ingin aku untuk meminum obat dan melihat apa
yang terjadi.” Jawab CEO Heo.
“Cepat, minum
obatmu, dan tidurlah. Kau kelihatan benar-benar lelah hari ini.” suruh Seo Hee.
Dan CEO Heo pun meminum obat yang telah ditukar Seo Hee.
Seo Hee lalu menyarankan CEO Heo untuk mempekerjakan orang baru pengganti Sopir Nam untuk sementara. Namun CEO Heo menolak. Ia yakin Sopir Nam akan segera pulih. Seo Hee pun kesal dengan penolakan CEO Heo.
0 Comments:
Post a Comment