• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

My Golden Life Ep 41 Part 1

Sebelumnya...


Do Kyung dan Ji An dikejutkan dengan kedatangan CEO No pagi itu. Yong Gook yang juga mengetahui siapa CEO No, juga ikut terkejut. Sementara penghuni kos yang lain kelihatan bingung. CEO No mau bicara. Ia juga bertanya siapa pemilik rumah kos itu. Yong Gook pun menyuruh penghuni kos yang lain ke atas.

“Harabeoji, jangan salah paham. Aku dan Ji An tidak punya hubungan apa-apa.” Ucap Do Kyung.

“Aku rasa aku harus bicara dengan pemilik rumah ini.” Jawab CEO No.

Do Kyung mengajak CEO No bicara diluar, tapi CEO No malah menyuruh mereka duduk. Do Kyung pun menjelaskan sekali lagi, kalau ia dan Ji An sudah berakhir. Ji An ikut bicara, ia berkata akan pindah ke rumahnya akhir bulan. Do Kyung terkejut mendengarnya. Sementara CEO No menyuruh Ji An tetap tinggal di rumah kos.

CEO No berniat membeli rumah kos itu. Ia melemparkan amplop berisi uang ke atas meja. Tapi Yong Gook menolaknya. Yong Gook berkata, bahwa ia tidak tertarik menjual rumah kos itu. CEO No lalu melemparkan satu amplop lagi ke atas meja.

“Akan kubeli rumah ini, jadi usir semua orang dan cobalah hidup dengan Ji An disini.” Ucap CEO No.


Yong Gook pun akhirnya berdiri dan memperkenalkan dirinya sebagai cucu Presdir Lee Chul Min dari Daeryun Group. Sontak, CEO No terkejut mendengarnya.

“Dulu kita bertemu saat aku masih muda. Pada awal terbentuknya N-Gaon.” Ucap Yong Gook.

“Jadi kau pemilik rumah ini?” tanya CEO No.

“Benar. Aku yang mendirikan rumah kos ini. Aku tidak akan menjualnya karena rumah ini bernilai bagiku.” Jawab Yong Gook.

“Apa kau CEO Mamdaero juga?” tanya CEO No.

“Benar, aku adalah wakil Mamdaero.” Jawab Yong Gook.

“Kalau begitu, aku tidak akan bisa menyentuh usahamu.” Ucap CEO No.

“Ayah dan kakekku sudah memberiku izin.” Jawab Yong Gook.duduknya.

“Aku harus menyusun rencana baru.” Ucap CEO No.


CEO No lalu bangkit dari duduknya dan menatap tajam Ji An. Takut kakeknya melukai Ji An, Do Kyung pun meminta kakeknya berhenti melakukan itu. CEO No menyuruh Do Kyung pulang, maka ia tidak akan menyentuh Ji An.

“Akulah yang akan memutuskan kapan aku akan kembali.” Jawab Do Kyung.


CEO No akhirnya pergi. Yong Gook mengejar CEO No keluar dan menegaskan kembali kalau diantara Do Kyung dan Ji An tidak ada apa-apa. Yong Gook juga bilang, kalau Ji An akan segera pindah dari rumah kos nya.

“Kenapa kau menyia-nyiakan hidupmu untuk bisnis yang tidak berguna? Kudengar kau menginvestasikan uangmu untuk perusahaan sosial. Aku rasa itu menyedihkan.” Jawab CEO No.

“Setiap orang memiliki pandangan berbeda. Aku bahagia dengan pekerjaanku.” Ucap Yong Gook.

“Sampaikan salahmu pada kakekmu.”  Jawab CEO No.


Di dalam, Do Kyung dan Ji An tidak tahu harus mengatakan apa. Ji An menghela napasnya. Do Kyung lantas minta maaf. Ji An pun berkata, Do Kyung tidak perlu merasa bersalah karena bukan Do Kyung yang mempermalukan dirinya. Ji An juga mengaku kalau ia sudah mempersiapkan dirinya untuk hal itu. Ji An bilang, ia hanya tidak menyangka CEO No akan berkata seperti itu padanya.


Yong Gook berdiri di belakang, mendengarkan pembicaraan mereka.


“Kenapa kau tidak marah? Tidakkah kau kesal?” tanya Do Kyung.

“Aku sangat marah. Tapi aku tidak bisa marah padamu.” Jawab Ji An.

“Kenapa tidak?” tanya Do Kyung.

“Aku membayangkan, kakekmu akan kasar padaku. Aku sudah tahu bagaimana sifat kakekmu. Aku tidak akan kecewa padanya. Kakekmu tidak layak mendapatkannya. Pasti sulit untukmu. Aku merasa kasihan padamu. Aku menolakmu dan kau diintimidasi keluargamu.” Jawab Ji An.

“Aku malu menatap wajahmu.” Ucap Do Kyung.


Yong Gook akhirnya mendekati mereka dan mencoba mencairkan suasana. Ji An pun pergi dengan alasan mau menghirup udara segar.


Stress, Ji An pergi ke permainan pukul boneka. Dia mengerahkan seluruh tenaganya memukul boneka sambil menggerutu.

“Beraninya kau memandang rendah diriku! Itu sebabnya, aku membenci keluargamu! Aku tidak akan pergi, bahkan jika kau memohon dan berlutut padaku! Kalau saja dia bukan keluarga Do Kyung, aku pasti sudah melaporkannya pada pers!” gerutu Ji An.

Tiba-tiba, Do Kyung nongol dan memasukkan koin ke permainan yang sama.
“Kenapa, kenapa, kenapa! Kenapa kau melakukan ini padaku, kakek! Aku tidak bisa melawan keluargaku! Inilah kenapa Ji An tidak menyukaiku! Itulah alasannya!” gerutu Do Kyung.

“Apa-apaan itu?” tanya Ji An.

“Ini menyenangkan.” Jawab Do Kyung.

“Dulu aku sering memainkan ini dengan Ji Soo.” Ucap Ji An.

“Apa yang kau katakan, akhirnya menjadi kenyataan. Aku merasa malu.” Jawab Do Kyung.


“Apa kau mengikutiku?” tanya Ji An.

“Aku hendak menemui seseorang.” Jawab Do Kyung.

“Kalau begitu, kau harus pergi sekarang.” Ucap Ji An.

“Tapi, apa kau akan kembali ke rumahmu?” tanya Do Kyung.

Ji An mengangguk.

“Kapan?” tanya Do Kuung.

“Dua hari lagi. Ada yang harus kulakukan besok.” Jawab Ji An.


“Haruskah kami membuat pesta perpisahan?” tanya Do Kyung.

“Tidak ada pesta perpisahan di rumah kos.” Jawab Ji An.

“Kudengar kau menghadiri kelas desain.” Ucap Do Kyung.

“Itu menyenangkan.” Jawab Ji An.

“Kau benar-benar menemukan tempatmu sekarang.” Ucap Do Kyung.


Do Kyung lalu memberitahu Ji An kalau Seketaris Yoo lah yang berinvestasi pada bisnisnya. Ji An pun terkejut. Do Kyung juga memberitahu Ji An kalau ia akan pergi menemui Seketaris Yoo untuk membicarakan bisnisnya.

“Kuharap semuanya berjalan dengan baik.” Jawab Ji An.

Mereka lalu berpisah untuk mengerjakan urusan masing2.


CEO No menerobos masuk ke ruangan Nyonya No dan memarahi Nyonya No karena tidak memberitahunya tentang Do Kyung dan Ji An yang tinggal bersama. Nyonya No yang memang tidak mengetahui hal itu, sontak terkejut.


Nyonya No minta maaf karena tidak jujur soal Ji An pada sang ayah. Ia beralasan, takut sang ayah akan semakin kecewa pada Do Kyung. Nyonya No juga berjanji akan memisahkan Do Kyung dan Ji An.

“Kau tidak bisa melakukannya. Pemilik tempat itu adalah cucu Presdir Lee dari Daeryun Group.” Jawab CEO No.

Nyonya No terkejut. CEO No berkata lagi, kalau mereka tidak bisa menyentuh Yong Gook. Nyonya No pun bingung, apa yang harus mereka lakukan. CEO No marah, ia bilang seharusnya Nyonya No menghancurkan Ji An begitu tau hubungan Do Kyung dan Ji An.

Kenapa Ji Soo masih di sini?” tanya CEO No lagi.

“Aku harus mencari sekolah yang bagus dan mengatur beberapa hal.” Jawab Nyonya No.


“Kau selalu tertinggal, bukan? Untuk apa kau mencari sekolah? Dia bisa pergi ke sana dan mencari sendiri. Ji Soo kabur dari acara yayasan. Dia pemberontak. Jadi, sebaiknya kau jinakkan dia dengan baik atau pastikan dia tidak berani melawanmu. Atau buat dia takut jika perlu.” Ucap CEO No.

“Dia akan pergi lusa.” Jawab Nyonya No.

“Lusa?” tanya CEO No.

“Ayah tidak perlu mencemaskan Ji Soo.” Jawab Nyonya No.

“Itu kabar bagus.” Ucap CEO No.

“Aku akan menemui Ji An lagi dan menyelesaikan semuanya.” Jawab Nyonya No.

“Dia bilang akan pulang ke rumahnya. Kau mau bilang apa? Kalian sudah bertemu. Jika bertindak tanpa alasan, itu akan menjadi bumerang. Kau hanya akan memprovokasi Do Kyung. Do Kyung bilang dia sudah merelakan Ji An.” Ucap CEO No.


“Dia sudah merelakannya?” tanya Nyonya No.

“Mereka hanya bersandiwara. Meski Ji An berkata jujur, itu tidak ada artinya. Itu yang dia rasakan sekarang. Orang sering berubah pikiran. Itu sebabnya mereka menakutkan. Kau tidak boleh memercayai siapa pun.” Jawab CEO No.

“Do Kyung bilang apa? Jika sudah merelakannya, akankah dia pulang?” tanya Nyonya No.

“Tampaknya dia tidak mau pulang. Itu sebabnya ayah curiga mereka hanya bersandiwara.” Jawab CEO No.

“Maafkan aku, Ayah. Aku membuat kesalahan dengan membawa Ji An ke keluarga ini. Akhirnya dia malah berurusan dengan Do Kyung.” Ucap Nyonya No.

“Andaikan saja Do Kyung bukan anak sulung... Andaikan saja Ji Soo lebih tua daripada Do Kyung...” gumam CEO No.


Ji Soo akan keluar dari toko roti. Boss Kang awalnya terkejut Ji Soo minta berhenti, tapi kemudian dia ingat kata-kata Hyuk kalau Ji Soo adalah keturunan Haesung Group.

“Apakah karena adik iparku?” tanya Boss Kang.

“Aku akan bekerja hanya sampai besok.” Jawab Ji Soo.

“Kau sudah memikirkannya matang-matang? Ini keputusanmu?” tanya Boss Kang.

“Tentu saja.” Jawab Ji Soo.

“Ada yang ingin kau ceritakan atau yang bisa kubantu?” tanya Boss Kang.

“Tidak ada. Maafkan aku.” Jawab Ji Soo.


Di kantornya, Hyuk lagi membaca komentar yang ditinggalkan Ji Soo lewat akun Bread Pit.

“Sudah lama dia tidak menulis komentar.” Gumam Hyuk.


Lalu, Yong Gook datang. Yong Gook memberitahu Hyuk kalau orang-orang yang datang saat Hyuk hendak pergi adalah pimpinan Haesung Group.

“Mereka luar biasa, bukan? Ji An pasti merasa sedih.” Jawab Hyuk.

“Aku terkesan dengan Ji An hari ini. Dia bukan hanya akan merasa sedih. Dia pasti merasa terhina. Tapi dia menanganinya dengan baik.” Ucap Yong Gook.

“Dia sudah dewasa.” Jawab Hyuk.

“Tidak, dia melakukannya demi Do Kyung. Dia melihat wajah Do Kyung menjadi pucat.” Ucap Yong Gook.

“Apa semua orang kaya seperti itu? Kau pernah mengatakannya. Katamu orang dari duniamu tidak bisa mengencani orang biasa.” Jawab Hyuk.

“Tidak semua orang kaya seperti itu. Tapi lihatlah sekitarmu. Lihat berapa banyak orang kaya yang menikahi orang biasa. Apakah terbatas hanya pada dunia bisnis? Sama saja dengan dunia politik. Mereka saling menikah. Seperti itulah mereka memperkuat kekuasaan mereka.” Ucap Yong Gook.

“Kau benar. Ji An bijak. Dia tahu apa yang akan terjadi.” Jawab Hyuk.

“Tapi kenapa kau tampak lebih serius daripada Ji An?” tanya Yong Gook.


Seketaris Yoo melaporkan hasil risetnya pada Do Kyung. Do Kyung pun protes karena berkasnya banyak sekali.

“Aku mempelajari semua hal tentang kayu sisa dan pelet.” Jawab Seketaris Yoo.

“Untuk keperluan industri, pembangkit listrik, keperluan rumah tangga, dan binatang peliharaan. Aku tidak tahu ini bisa digunakan untuk binatang peliharaan.” Ucap Do Kyung.


Ji Soo menyambut ayahnya yang baru pulang. Sang ayah pun terkejut melihat Ji Soo menggunakan apron. Ji Soo mengaku sedang membuat rabokki dan menawari sang ayah.

“Tentu saja. Ayah suka rabokki.” Jawab Tuan Choi.


“Aku tidak tahu bagaimana rasanya.” Ucap Ji Soo sambil menyajikan rabokki nya untuk sang ayah.

“Ini enak, Ji Soo-ya. Kau juga mahir memasak.” Puji Tuan Choi.

“Tidak juga. Aku tidak pernah memasak di rumah. Ji An yang selalu memasak.” Jawab Ji Soo.


Tuan Choi pun terdiam. Ji Soo lalu berkata lagi kalau rabokki yang ia buat adalah resep dari kakaknya, Ji Tae. Ji Soo mengaku, ia ingin memasak sesuatu untuk ayahnya sebelum ia pergi, tapi ia hanya tahu cara membuat rabokki.

“Sebelum Kakak pergi?” tanya Seohyun.

“Aku akan belajar di luar negeri. Aku akan pergi lusa. Aku akan pergi ke Prancis.” Jawab Ji Soo.

Tuan Choi dan Seohyun sontak terkejut.


Nyonya No kemudian datang dan Seohyun langsung menanyakan soal Ji Soo yang akan sekolah keluar negeri. Nyonya No pun berkata, kalau ia baru mau memberitahu mereka soal Ji Soo.


Tuan Choi dan Nyonya No bicara di kamar. Tuan Choi tak setuju Ji Soo sekolah di luar negeri. Tuan Choi yakin, Nyonya No sudah mengancam Ji Soo. Nyonya No tidak mengaku. Ia bilang, ia hanya menyuruh Ji Soo pergi dan Ji Soo menyetujuinya.


Di lantai atas, Seohyun mendesak Ji Soo bicara tapi Ji Soo tetap tidak mau bicara. Ji Soo hanya bilang, ia pergi karena memang harus pergi. Seohyun pun menebak, kalau sang ibu sudah tahu tentang pria yang disukai Ji Soo. Seohyun bilang, jika bukan karena pria itu, sang ibu tidak akan memaksa Ji Soo pergi seperti ini.

“Apa yang terjadi? Kakak memacarinya?” tanya Seohyun.

Ji Soo tidak menjawab, namun matanya nampak berkaca-kaca.


Seketaris Min yang baru pulang, langsung menghadap Nyonya No. Sambil menyerahkan amplop cokelat itu, ia mengaku sudah menemukan keberadaan Ji An dan Do Kyung.

“Kau terlambat. Ayah sudah menemukan mereka.” Jawab Nyonya No.


Nyonya No lalu bertanya, apa saja yang dilakukan orang2nya Seketaris Min saat orang2 suruhan ayahnya mencari tempat tinggal Do Kyung dan Ji An.

Seketaris Min pun hanya meminta maaf. Nyonya No lalu berkata bahwa ia penasaran bagaimana ayahnya bisa tahu tempat tinggal Do Kyung dan Ji An.

“Entahlah.” Jawab Seketaris Min.


Tuan Choi menemui Ji Soo di kamar. Tuan Choi bilang, Ji Soo tak harus pergi jika tak mau pergi. Ji Soo berkata, tidak ada alasan baginya untuk tetap stay di Korea.

“Selain itu, aku harus menjadi orang yang pantas berada di keluarga ini.” Ucap Ji Soo.

“Tapi ini terlalu tiba-tiba. Apakah ibumu memarahimu? Atau dia mengatakan hal yang membuatmu cemas? Ayah harap kau mau menceritakan alasan sebenarnya.” Jawab Tuan Choi.

“Aku merasa bersalah kepada ayah. Aku tahu ayah orang baik. Ayah bilang dahulu amat merindukanku. Tapi aku tidak yakin ayah merindukanku atau wanita yang bernama Eun Seok.” Ucap Ji Soo.

“Apa maksudmu?” tanya Tuan Choi.

“Kurasa ada citra Eun Seok yang diinginkan keluarga ini. Bukan aku atau Ji An.” Jawab Ji Soo.

“Itu tidak benar. Kau Eun Seok. Kita sudah terlalu lama terpisah.” Ucap Tuan Choi.

“Benar. Kita tidak bisa menjadi keluarga dalam waktu semalam.” Jawab Ji Soo.


Di ruang kerjanya, Tuan Choi nampak sedih memikirkan keputusan Ji Soo yang akan pergi keluar negeri. Sesekali, ia menenggak minumannya.


Do Kyung dan Seketaris Yoo sedang di warnet. Mereka lagi mengumpulkan informasi soal bisnis ramah lingkungan yang akan mereka kerjakan.


Di kamarnya, Ji An nampak serius membuat desain untuk kompetisi di sekolahnya. Ia mengirimkan hasil desainnya lewat email.


Tuan Seo baru selesai mandi. Begitu masuk ke kamarnya, ia langsung mengecek ponselnya dan menemukan pesan dari ketiga anaknya.

"Ayah sudah mendengar kabar dari Kak Ji An, bukan? Aku kehilangan 5.000 dolar. Seharusnya aku mendengarkan ayah." (Ji Ho)

"Nanti malam akan sangat dingin. Sebaiknya pemanasnya dinyalakan." (Ji Tae)

"Ayah, aku membuatkan lemari kecil berlaci tiga. Ayah bisa menyimpan buku di atasnya. Gunakan sebagai rak buku." (Ji An)

Tak lama kemudian, Tuan Seo menerima sebuah pesan lagi dari Ji Ho.

"Ayah, aku mencoba berjualan di jalanan hari ini. Latihanku berhasil."


Saat sarapan, Tuan Choi menanyakan rencana Ji Soo hari itu. Ji Soo bilang, itu adalah hari terakhirnya bekerja di  toko roti dan ia mau bermalam di rumah lamanya. Nyonya No nampak keberatan. Ji Soo pun menjelaskan, kalau tiga tahun lagi, saat ia kembali dari luar negeri, ia akan menjadi Choi Eun Seok. Karena itu adalah hari terakhirnya hidup sebagai Seo Ji Soo, jadi ia ingin menghabiskan hari terakhirnya di tempat ia dibesarkan sebagai Ji Soo.

Tuan Choi mengizinkan. Lalu, Ji Soo berkata kalau besok pagi ia akan sarapan di rumah.


Ji Soo ke studio kayu, namun ia hanya berdiri diluar. Ji Soo bergumam, soal Ji An yang menyukai kayu.


Ji An lalu datang dan Ji Soo buru2 sembunyi. Ji Soo pun teringat kata-kata Ji An saat mereka ketemuan di kafe membahas soal Hyuk.

“Tanpa tahu sebenarnya itu dirimu,  aku melepaskan tanganmu dan meninggalkanmu. Tapi ternyata bukan aku. Pikirmu mudah bagiku menerimanya? Kau bukan orang asing. Kau tahu betapa malunya aku berhadapan denganmu?” ucap Ji An.

“Kau sangat ingin belajar di luar negeri, tapi malah aku yang pergi. Mianhae, Eonni-ya. Jal Itsuh.” Batin Ji Soo.


Ji An sudah masuk ke studio, tapi ia kemudian menyadari ada orang di belakangnya. Ia menoleh dan terkejut melihat Ji Soo. Sementara Ji Soo tak sempat pergi. Ji An pun keluar lagi dan bergegas menghampiri Ji Soo.

“Aku bertanya-tanya apakah itu kau, ternyata benar. Kau ingin menemuiku?” tanya Ji An.

“Tidak, aku hendak ke toko roti.” Elak Ji Soo.

“Aku mendengarnya dari Hyuk. Itu pasti berat bagimu. Aku memang hendak menghubungimu hari ini.” Ucap Ji An.


“Tidak usah menghubungiku. Aku baik-baik saja.” Jawab Ji Soo.

“Mana mungkin kau baik-baik saja?” ucap Ji An.


Ji An lantas mengajak Ji Soo bertemu lagi sepulang kerja. Tapi Ji Soo menolak dengan alasan harus menemui seseorang.

“Lalu kapan kau bisa? Luangkan waktu untukku. Ada yang ingin kukatakan.” Ucap Ji An.

“Sudah terlambat.” Gumam Ji Soo.

“Apa?” tanya Ji An.

“Aku sudah terlambat bekerja. Jaga dirimu. Dan jaga kesehatanmu.” Ucap Ji Soo.

“Ada apa? Kenapa kau bicara seakan-akan kau mau pergi?” tanya Ji An bingung.

“Bukan apa-apa. Setelah melihat semuanya berlalu, semua tampak konyol. Aku ingin semuanya terselesaikan sendiri.” Jawab Ji Soo.

Ji Soo lalu pergi. Sambil menatap kepergian Ji Soo, Ji An bertanya-tanya apa Ji Soo datang ke studio untuk menemui Hyuk.


Hyuk sendiri baru tahu dari Boss Kang kalau Ji Soo berhenti dari toko roti dan hari itu adalah hari terakhir Ji Soo bekerja di toko roti.


Ji Soo yang sedang bekerja di toko roti, disuruh Boss Kang menemui Hyuk di kafe Hee.


“Kenapa kau berhenti bekerja di toko roti? Kau tidak perlu melakukan itu karena aku.” Ucap Hyuk.

“Bukan karena dirimu.” Jawab Ji Soo.

“Lantas kenapa tiba-tiba kau berhenti?” tanya Hyuk.


“Kau lupa? Keluargaku pemilik Perusahaan Haesung. Pikirmu aku akan tetap bekerja di toko roti kecil? Mereka membiarkanku tetap bekerja sembari beradaptasi. Kurasa sudah saatnya. Itu sebabnya aku memutuskan untuk berhenti.” Jawab Ji Soo.

“Tapi aku tahu betapa kau menyukai roti Kak Nam Goo dan betapa inginnya kau belajar membuat roti.” Ucap Hyuk.

“Ya, aku bersenang-senang. Tapi ini bukan satu-satunya tempat. Aku bisa belajar dari patissier terkenal. Atau aku bisa membuka toko roti.” Jawab Ji Soo.

“Kau bersungguh-sungguh?” tanya Hyuk kaget.


“Aku sadar bahwa kau benar. Aku senang mengetahuinya sebelum bertambah serius. Kini, aku memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Haesung.” Jawab Ji Soo.

“Kau terdengar tidak peduli. Kau bicara seakan-akan ini tidak ada artinya.” Ucap Hyuk.

“Seharusnya kau menerimaku lebih awal. Maka setidaknya kita bisa berkencan lebih lama. Kini sudah terlambat.” Jawab Ji Soo.


Ji Soo pun pergi. Hyuk menatap kepergian Ji Soo. Setelah Ji Soo menghilang dari pandangannya, ia pun mulai mengayuh sepedanya. Hujan seketika turun.


Namun Hyuk berhenti mengayuh sepedanya saat tiba di depan kafe Hee. Hyuk mengingat masa lalunya dengan Ji Soo.


Flashback...

Hujan turun sangat deras. Di depan kafe Hee yang saat itu belum jadi, Ji Soo nampak menutupi kayu2 milik Hyuk agar tidak terkena air hujan.

Hyuk yang melihat Ji Soo menutupi kayunya dengan koran dari dalam mobil pun turun dari mobilnya dan menghampiri Ji Soo.

“Sedang apa kau di sini?” tanya Hyuk.

“Ini sedang hujan. Aku tidak mau kayunya kebasahan.” Jawab Ji Soo.
“Ini kayu terawat. Tidak apa-apa kalau basah.” Ucap Hyuk.

“Aku tidak tahu.” Jawab Ji Soo.

“Tapi terima kasih.” Ucap Hyuk.


Hyuk lalu bergegas menuju ke mobilnya, tapi ia kembali menoleh ke Ji Soo dan melihat Ji Soo sedang membereskan koran2 itu.

“Biarkan saja begitu. Aku akan membereskannya.” Ucap Hyuk.

“Tidak, semua ini ulahku. Aku yang harus membereskannya.” Jawab Ji Soo.

“Kau tidak punya payung?” tanya Hyuk.

“Ada. Aku punya payung.” Jawab Ji Soo, lalu buru-buru mengambil payungnya.

“Kenapa tidak memakai payungnya?” gumam Hyuk sembari menuju ke mobilnya.

Ji Soo hendak memberikan payungnya, tapi Hyuk keburu pergi. Ji Soo pun terdiam sembari memegangi payungnya.

Flashback end...


Hyuk mendekati tempat Ji Soo berdiri. Ia seolah-olah melihat Ji Soo yang dulu ada di sana.


Hyuk lalu ingat saat ia memayungi Ji Soo.

“Jadi, ini payungnya.” Gumam Hyuk.


Tak lama kemudian, Hee keluar dari dalam kafe dan memayungi Hyuk.

“Hyuk-ah, kenapa kau hujan-hujanan?” tanya Hee.


Sekarang, Hyuk sudah duduk di dalam kafe. Sorot matanya nampak pedih.

Tak lama kemudian, Hee datang membawakan Hyuk kopi dan mengeringkan rambut Hyuk.

“Noona, ini soal Ji Soo.” Ucap Hyuk.

“Kakak mengerti. Kakak dengar kalian sudah putus.” Jawab Hee.

“Dahulu aku berpikir dia bodoh dan konyol. Dia menutupi kayu terawat dengan koran agar tidak basah. Saat itu aku tidak menyadarinya. Alasan dia melakukan itu.
 Seperti itulah dirinya. Tapi aku baru menyadarinya setelah sekian lama.” Ucap Hyuk.

Hyuk lantas menangis.


Ji Tae menunggu Soo A. Begitu Soo A datang, Ji Tae bilang tak bisa mengantar Soo A karena harus lembur tapi ia mengajak Soo A makan malam karena harus mengatakan sesuatu.

“Kanker imajiner?” tanya Soo A kaget.

“Ya. Lucu, bukan?” jawab Ji Tae.

“Tidak lucu. Kenapa kau bilang begitu? Dia pasti sangat stres dan itu membuatnya sakit.” Ucap Soo A.

“Aku bukan mau memaksamu atau semacamnya. Selagi menghadapi semua ini, aku menyadari sesuatu lagi. Aku putra sulungnya. Aku merasa bersalah kepadanya. Di sisi lain, aku merasa mungkin sebaiknya kau hidup sendirian agar bisa bebas seperti yang selalu kau inginkan. Kita hanya hidup sekali. Kurasa ini saatnya memberi tahu orang tuaku tentang kita. Aku ingin memperjelas posisimu.” Jawab Ji Tae.


“Maksudmu, perceraian kita?” tanya Soo A kecewa.

“Ya.” Jawab Ji Tae.

“Mari katakan kita akan bercerai.” Ucap Soo A,

“Aku hanya akan menceraikanmu setelah bayi kita lahir.” Jawab Ji Tae.

“Jadi, kau akan menungguku setiap malam? Bagaimana jika aku cuti dan pergi ke dokter?” ucap Soo A.

“Jika begitu, kau tidak bisa menceraikanku. Kau penyebab perceraian kita.” Jawab Ji Tae.

“Baiklah. Aku akan melahirkan bayinya. Setelah itu, baru bercerai. Jangan pernah berharap aku akan berubah pikiran setelah melahirkan bayinya.” Ucap Soo A.

“Aku sedang mencoba tidak berharap. Kau mungkin benar soal ini. Mungkin sebaiknya aku menurutimu.  Tapi aku tidak bisa melakukan ini. Maafkan aku, Soo A-ya.” Jawab Ji Tae.

“Aku mengerti, jadi, jangan menungguku lagi. Beri tahu orang tuamu tentang kita sesukamu. Aku bisa tinggal dengan Seung Hun.” Ucap Soo A.

Soo A lantas pergi. 

Tuan Seo sedang berkumpul bersama pecinta gitar klasik.

Sekarang, Tuan Seo sudah duduk di bus, mau kembali ke rumah lamanya. Tiba-tiba, Ji Soo menelponnya.

“Appa, aku akan ke rumahmu nanti malam.” Ucap Ji Soo.


Tuan Seo kaget, Uri jip?

Ruby Ring Ep 7 Part 1

Sebelumnya...


Roo Bi yang sedang serius menulis proposalnya, tidak terlalu menanggapi omongan Roo Na. Roo Na marah, ia menutup laptop Roo Bi dengan kasar dan menatap tajam Roo Bi. Roo Bi jelas kaget dengan perilaku Roo Na.

“Jangan mengabaikanku ketika aku sedang bicara. Apa kau benar-benar kakakku? Apa yang sudah kau lakukan untukku sebagai seorang kakak! Siapa kau beraninya mengabaikanku!”

Roo Bi terkejut, Jeong Roo Na...

“Kurasa aku pantas mendapatkannya karena aku pecundang yang menyedihkan. Lupakan saja aku! Miliki kehidupanmu yang hebat itu!”

Roo Na lalu pergi dan Roo Bi bergegas menyusul Roo Na.


Mereka bicara di kafe. Roo Bi membawakan Roo Na segelas minuman. Roo Bi meminta Roo Na bercerita. Tapi Roo Na diam saja. Roo Bi pun mengerti dan tidak memaksa Roo Na bercerita.

“Aku hamil.” Ucap Roo Na.

Roo Bi pun terkejut.

“Kau terkejut, kan? Kau diam-diam mengejekku, kan? Kau mengharapkan hal ini, kan?” tuduh Roo Na.

“Bagaimana bisa kau mengatakan itu?” jawab Roo Bi.


“Eonni, apa yang harus kulakukan?” tanya Roo Na.

“Apa yang dikatakan ayah bayi itu?” tanya Roo Bi.

“Bahwa dia akan menjagaku. Dia mengajakku menikah, tapi bukan itu yang kuinginkan. Aku tidak berhasrat untuk menikah. Kupikir, aku harus aborsi. Tapi mereka bilang, itu pembunuhan. Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa membiarkan bayi ini mengacaukan hidupku.” Jawab Roo Na.

Roo Na lantas meminta Roo Bi menjadi walinya.

“Tidak bisakah kau mempertimbangkannya lagi? Tidakkah kau mencintai pria itu?” tanya Roo Bi.

“Kau percaya cinta? Aku tidak.” Jawab Roo Na.

“Runa.” Bujuk Roo Bi.


“Jika pria yang kau cintai tidak memiliki apa-apa, orang tuanya tidak kaya, tidak memiliki pendidikan dan karir yang cemerlang, masihkah kau memilihnya?” tanya Roo Na.

“Itu tidak benar. Cinta dapat mengatasi apapun.” Jawab Roo Bi.

“Mungkin iya bagimu, tapi tidak bagiku.” Ucap Roo Na.

Roo Na lalu kembali meminta Roo Bi menemaninya ke rumah sakit agar ia bisa aborsi.


Beralih ke Tuan Bae dan Nyonya Park.

Nyonya Park : Gyeong Min pulang terlambat.

Tuan Bae : Dia sedang kasmaran, jadi biarkan saja dia.

Nyonya Park : Aku hanya takut dia lelah.

Tuan Bae : Dia mungkin kelelahan karena harus bekerja setiap hari. Tapi baginya, itu bukan pekerjaan. Dia pergi menemui kekasihnya.

Tuan Bae kemudian bertanya, kapan mereka akan menemui keluarga Roo Bi. Nyonya Park berkata, minggu depan dan ia sudah membuat reservasi di Hotel Presdir Ji.

Tuan Bae senang mendengarnya. Nyonya Park lalu berkata lagi, kalau ia ingin Gyeong Min menemui gadis pilihannya. Tuan Bae pun langsung menegur istrinya.


Di kantor, Jin Hee kebingungan karena Roo Bi belum datang padahal mereka harus segera menemui klien.


Roo Bi sendiri sedang menunggui Roo Na di rumah sakit. Ponselnya berdering. Telepon dari Jin Hee, tapi Roo Bi tidak menjawabnya. Tak lama kemudian, Roo Na datang dan menggeleng pada Roo Bi. Pihak rumah sakit tidak mau membantu Roo Na.


Roo Bi dan Roo Na lantas meninggalkan rumah sakit. Ponsel Roo Bi berdering lagi, kali ini dari Hyeryeon. Roo Bi berkata, akan segera kembali.

Roo Na pun kesal, ia bertanya apa pekerjaan lebih penting bagi Roo Bi daripada dirinya. Roo Bi pun meminta maaf. Roo Na mengalah. Ia membiarkan Roo Bi pergi meski dengan wajah kesal. Sebelum pergi, Roo Bi menggenggam tangan Roo Na dan menasehati Roo Na.

“Cobalah untuk tidak cemas dan pikirkan lagi.” Ucap Roo Bi.


Roo Bi tiba di kantor saat Jin Hee sedang bicara dengan klien di telepon. Ia terlihat panik. Usai bicara dengan klien, Jin Hee langsung bertanya pada Roo Bi soal proposal yang diketik Roo Bi semalam. Jin Hee juga bilang, mereka harus ke Seoul dan menunjukkan konsep proposalnya pada mereka.

“Cetak apa yang kau miliki dan kita akan mulai dengan itu.” Ucap Jin Hee.

“Aku mengerjakannya di rumah dan menyimpannya di laptopku.” Jawab Roo Bi.

“Kalau begitu, kita harus mengambilnya.” Ucap Jin Hee.

“Akan kucoba menelpon ke rumah.” Jawab Roo Bi.


Tak lama kemudian, Roo Na datang membawakan laptop Roo Bi. Roo Bi minta maaf karena sudah membuat Roo Na repot dengan mengantarkan laptopnya ke kantor.

Roo Na lalu pergi, tapi kepalanya tiba-tiba pusing saat ia menuruni tangga. Roo Na pun jatuh.

Bersamaan dengan itu, Gyeong Min tiba di tangga dan bergegas menolong Roo Na.


Lutut Roo Na terluka. Gyeong Min pun mengeluarkan sapu tangannya dan berusaha menghentikan darah Roo Na. Roo Na terpana melihat sosok Gyeong Min dari jarak dekat.

Jin Hee lewat dan melihat Gyeong Min sedang bicara dengan Roo Na. Lalu, rekan Jin Hee lewat dan langsung menarik Jin Hee pergi.


Hak sepatu Roo Na patah. Gyeong Min mengambil patahan hak Roo Na dan mengembalikannya pada Roo Na. Gyeong Min cemas kalau sepatu Roo Na tidak bisa diperbaiki. Roo Na hanya mengangguk. Tapi saat Gyeong Min mau pergi, dia meminta Gyeong Min mentraktirnya kopi atau makan malam. Gyeong Min pun terkejut.

“Tidak boleh kah aku meminta kakak iparku mentraktirku makan malam?” tanya Roo Na sembari tersenyum.

“Jadi kau...”

“Benar, aku adiknya.”


Gyeong Min membawa Roo Na ke restoran mewah. Roo Na tidak menyangka ada restoran semewah itu di Chuncheon. Lalu, Gyeong Min datang sambil bicara dengan Roo Bi di telepon.

“Jangan mendorong dirimu terlalu keras. Oke.” Ucap Gyeong Min pada Roo Bi.

Usai bicara dengan Roo Bi, Gyeong Min memberitahu Roo Na kalau Roo Bi menyuruhnya memberikan pelayanan VIP pada Roo Na.

“Tentu saja. Hanya aku adiknya.” Jawab Roo Na.

“Itulah kenapa aku menawarkan layanan spesial ini agar kau terkesan padaku.” Ucap Gyeong Min sambil menunjukkan sepatu Roo Na yang sudah diperbaikinya.

“Berikan kakimu.” Suruh Gyeong Min.


Roo Na pun menyodorkan kakinya. Gyeong Min memakaikan Roo Na sepatu itu. Roo Na nampak tertarik pada Gyeong Min. Gyeong Min memuji Roo Na yang nampak cocok memakai sepatu itu.

“Tentu saja, ini sepatuku.” Jawab Roo Na.

“Mungkin kau akan benar-benar menjadi cinderella. Jangan lupakan aku. Aku akan mengatakan, bahwa itulah yang kulakukan dan kau berutang besar padaku.” Ucap Gyeong Min.

“Baiklah. Gomawoyo.” Jawab Gyeong Min.


Saat makan, Roo Na bertanya apa Gyeong Min sangat menyukai kakaknya. Gyeong Min pun bercerita sembari tertawa bahwa hanya Roo Bi lah yang menarik perhatiannya dari sekian banyak gadis di kampus.

“Tidak ada alasan spesial. Aku ingin menghabiskan hidupku hanya dengannya. Dia takdirku. “ ucap Gyeong Min.

“Kita pun bertemu juga karena takdir.” Jawab Roo Na.

“Uri?” tanya Gyeong Min.

“Setelah kau menikahi kakakku, kita akan menjadi keluarga, jadi takdir membuat kita bersama juga.” Jawab Roo Na.

Gyeong Min pun takjub dengan jawaban Roo Na. Gyeong Min lantas bertanya, apa Roo Na sudah punya pacar. Roo Na berkata, dia masih menunggu sampai takdir mempertemukannya dengan pria seperti Gyeong Min. Gyeong Min yakin, Roo Na akan bertemu pria yang lebih baik darinya.


Roo Na lantas bicara dalam hatinya, kalau ia menginginkan pria seperti Gyeong Min.

Lalu, Gyeong Min mengajak Roo Na ke suatu tempat.


Gyeong Min mengajak Roo Na ke tempat ia akan melamar Roo Bi. Gyeong Min berkata, tempat itu akan menjadi kenangan special baginya dan Roo Bi. Dan jika ia dan Roo Bi mengalami situasi yang sulit, tempat itu akan membantu mereka untuk bertahan.

“Aku benar-benar cemburu.” Jawab Roo Na.


Roo Na lantas menanyakan soal cincin. Dan Gyeong Min pun menunjukkan cincin bertahtakan batu Ruby yang akan ia pakai untuk melamar Roo Bi. Gyeong Min mengaku, tidak tahu ukuran Roo Bi jadi ia hanya menebak-nebak ukurannya saja. Gyeong Min yakin, ukuran Roo Na dan Roo Bi sama karena mereka kembar.

“Bolehkah aku mencobanya?” tanya Roo Na.


Gyeong Min pun mengangguk. Roo Na langsung mencobanya. Ia terdiam sejenak sambil menatap cincin Ruby di tangannya dengan mata berbinar-binar. Tak lama kemudian, Roo Na pun berkata pada Gyeong Min kalau kakaknya akan menyukainya.


Ponsel Gyeong Min berdering. Telepon dari Roo Bi yang memberitahunya kalau ia sudah sampai.


Roo Bi terpana melihat indahnya tempat itu. Tak lama kemudian, Gyeong Min menghampiri Roo Bi dan menuntun Roo Bi ke sebuah meja yang sudah ia siapkan. Musik pun mengalun lembut, mengiringi langkah mereka.


Lalu, Gyeong Min menyuruh Roo Bi duduk. Roo Bi pun duduk dan Gyeong Min berlutut di hadapannya.

“Aku mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” lamar Gyeong Min.

Roo Bi awalnya diam saja, tapi hanya sebentar karena beberapa saat kemudian, ia mengangguk, menerima lamaran Gyeong Min.


Gyeong Min pun tersenyum. Gyeong Min lalu berdiri. Ia mencium tangan Roo Bi.


Setelah itu, Gyeong Min menyematkan cincin itu ke jari Roo Bi.


Mata Roo Bi langsung berkaca-kaca, ia terharu. Roo Bi kemudian berdiri.

“Jangan kecewa karena itu bukan berlian. Berjanjilah padaku, kau tidak akan melepaskan cincin ini tidak peduli apapun yang terjadi, bahkan meski kita terpisah, sekalipun kita mati.” Ucap Gyeong Min.


Roo Bi pun mengangguk. Ia teramat bahagia. Gyeong Min kemudian mencium Roo Bi.

Dari lantai atas, Roo Na tampak cemburu menyaksikan pemandangan itu.