• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

My Golden Life Ep 44 Part 2

Sebelumnya...


Nyonya No menuntut penjelasan Ji An. Ya, ia hanya mau mendengarnya dari mulut Ji An. Ji An pun menjelaskan, bahwa mereka memutuskan untuk berkencan selama seminggu. Ji An juga minta maaf karena sudah melanggar janjinya.


Do Kyung mau ikut menjelaskan, tapi dilarang Ji An. Ji An bilang, ia yang berjanji jadi ia pula yang harus menjelaskannya.

“Kukira aku bisa mengencaninya hanya sepekan saja.” Ucap Ji An.

“Itu ideku. Ibu kesini untuk menemuiku, kan? Akan kupanggilkan taksi untuk Ji An pulang. Seketaris Min, tolong bawa ibu ke mobil.”


Do Kyung pun menggenggam tangan Ji An. Ia mengajak Ji An pergi, tapi Ji An langsung melepaskan genggaman Do Kyung dan memilih pulang sendiri.


Setelah Ji An pergi, Do Kyung mengajak ibunya bicara di tempat lain. Do Kyung, bilang karena hari sudah larut, tidak ada kafe yang buka, jadi ia akan mengajak sang ibu bicara di tempat dimana mereka bisa bicara. Tapi Nyonya No menyuruh Do Kyung masuk ke rumah kos. Ia ingin bicara di kamar Do Kyung. Tapi Do Kyung menolak. Do Kyung beralasan, tidak bisa seenaknya membiarkan siapapun masuk ke rumah kos karena ia tidak tinggal sendiri disana.


Do Kyung membawa ibunya ke restoran kecil. Sang ibu nampak pun protes karena dibawa ke tempat seperti itu. Do Kyung bilang, hanya restoran itu yang buka sekarang. Mereka lalu duduk dan Do Kyung minta ibunya tidak mengganggu dirinya dan Ji An selama seminggu ini.


“Aku tahu kakek tidak akan membiarkan keluarganya jika aku berkencan lebih lama dari itu.” Ucap Do Kyung.

“Kau tau sifat kakekmu, kan? Dan kau cukup bodoh untuk meminta sepekan. Dia benar-benar marah.” Jawab Nyonya No.

“Aku yakin itu.” Ucap Do Kyung.


“Do Kyung-ah, kapan kau mau pulang? Pulanglah dan mulai bisnis barumu. Ibu akan membiarkanmu melakukan apapun. Ibu tahu kau punya ide, seperti White Bio, karena kau masih muda dan penasaran. Pulanglah dan ibu akan membiarkanmu melakukan apapun.” Bujuk Nyonya No.

“Lalu aku akan hidup dibalik bayang-bayang kakek. Bisnisku baru saja dimulai. Bukankah sebaiknya, aku dibiarkan sukses dulu?” jawab Do Kyung.

“Mulai apa?” tanya Nyonya No.


“Aku menemukan pabrik lain.” Jawab Do Kyung.

Nyonya No terkejut, apa? Bagaimana bisa?

“Kakek tidak tahu segalanya.” Jawab Do Kyung.
“Kau kira dia akan membiarkanmu?” tanya Nyonya No.

“Jika dia menghentikanku lagi, aku akan mulai lebih kecil. Jika aku mulai dengan kedai pinggir jalan, bagaimana dia akan menghentikanku?” jawab Do Kyung.

“Apa? Kedai pinggir jalan?” kaget Nyonya No.


“Jika dia mendesakku sampai sejauh itu, aku mungkin menjual semua sahamku. Bahkan tikus yang terpojok berhak mendapat jalan keluar.” Jawab Do Kyung.

“Kau mau menghadapi kakekmu langsung?” tanya Nyonya No.

“Melakukan semua sendirian itu seru. Aku sudah bilang begitu kepadanya. Aku sudah bilang tidak akan kembali, tapi dia tidak mau menyerah.” Jawab Do Kyung.

“Kau sudah bertemu dengannya?” tanya Nyonya No.

“Dia tidak memberi tahu Ibu? Aku ke Yangpyeong sendiri.” Jawab Do Kyung.

“Kau bilang apa kepadanya? Kau bilang tidak akan kembali? Do Kyung, apa yang kau lakukan?” protes Nyonya No.

“Aku tidak bisa menuruti perintah dan hidup seperti anjing Kakek. Jadi, aku mau Ibu tidak menggangguku juga.” Ucap Do Kyung.


Setibanya di rumah, Do Kyung langsung menghubungi Ji An. Ji An cemas, ia takut Nyonya No marah.

“Sepekan itu lebih dari cukup untuk tertangkap basah.” Jawab Do Kyung.

Lalu, Do Kyung menguap. Mendengar suara uapan Do Kyung, Ji An pun protes. Ia heran, bagaimana bisa Do Kyung menguap disaat-saat seperti ini. Tapi setelah itu, gantian Ji An yang menguap. Mereka pun tertawa.


Keesokan harinya, Ji Tae menjemput Soo A. Soo A pun heran dengan sikap Ji Tae. Dan ia tambah heran melihat Ji Tae membawanya ke motel.

Soo A ingin bicara soal perceraian. Tapi Ji Tae menyuruh Soo A istirahat.


Soo A keluar dari kamar dan mendapati Ji Tae sedang memasak. Ji Tae menyuruh Soo A makan. Ji Tae bilang, keguguran sama seperti melahirkan. Soo A pun menangis melihat perlakuan manis Ji Tae padannya.

“Temanmu tidak akan mungkin memasakkan sup ini untukmu. Ibumu tinggal diluar negeri. Hanya aku tempatmu bersandar. Kau tidak bisa memberitahuku bahwa kau kesakitan atau keguguran. Maaf, Soo A-ya. Apa yang harus kulakukan padamu?”


“Kenapa kau melakukan ini kepadaku? Bagaimana jika aku tidak keguguran? Bagaimana jika ini aborsi?” tanya Soo A.
“Walaupun begitu, kau tetap harus makan ini. Kau harus pulih.” Jawab Ji Tae.

Soo A pun menyerah. Ia akhirnya mengaku bahwa ia tidak keguguran. Ji Tae kaget, apa?

“Itu anak kita. Bagaimana aku bisa mengaborsinya tanpa izinmu? Aku mau membuatmu menyerah. Aku membencinya. Apa gunanya punya anak jika tidak bersamamu? Aku merasa seperti itu, tapi kau hanya mau bayinya. Kau mau menceraikanku.” Ucap Soo A.

“Kau berbohong?” tanya Ji Tae.

“Maaf. Aku mau mengetahui apa artinya aku bagimu jika aku kehilangan bayinya.” Jawab Soo A.


“Soo A-ya,  kau tidak tahu betapa berartinya dirimu untukku?  Aku tidak mau menikah, tapi aku menikahimu. Aku mencintai bayi itu karena itu bayi kita. Aku tidak mau kehilangan dirimu atau pun bayinya, tapi aku tidak bisa menyiksamu lebih lama lagi. Aku mengirimmu pesan bilang kau bisa melakukan yang benar-benar ingin kau lakukan saat aku ditelepon.” Ucap Ji Tae.

“Sungguh?” tanya Soo A.

“Lantas, bagaimana dengan bayinya?” tanya Ji Tae.

“Besarkanlah bayinya. Aku hanya akan melahirkannya.” Jawab Soo A.


Ji Tae lalu memeluk Soo A.


Di dapur, Nyonya Yang menyiapkan makanan untuk Tuan Seo. Rencananya hari itu, Ji An dan Ji Soo akan mengunjungi Tuan Seo. Ji An mengajak ibunya ikut, tapi sang ibu menolak demi kebaikan Tuan Seo.

“Ibu tidak pernah takut dengan ayah.” Ucap Ji An.

“Dia tidak pernah semarah ini. Ini parah. Ibu akan mengunjunginya nanti. Bersiaplah selagi ibu bungkus sisanya.” Jawab Nyonya Yang.


Lalu, Ji An menunggu Ji Soo di depan rumah. Tak lama, Ji Soo datang bersama Hyuk. Ji Soo turun dari mobil dan langsung berlari menghampiri sang kakak dengan wajah ceria.

“Pak Sunwoo yang gagah perkasa. Memberiku hari libur, meminjamkan mobilnya, dan bahkan mengantarkan adikku kemari.” Puji Ji An.

“Serta membawakan ini juga.” Tambah Hyuk sembari mengangkat box berisi makanan.


“Ini seperti kencan. Kau menikmati perjalanannya?” tanya Ji An, menggoda Ji Soo.

“Aku tidak akan melakukan ini jika bisa berkendara sendiri. Dia harus pulang sendiri.” Jawab Ji Soo.

“Lantas, kau mau kita mengantarkannya dalam perjalanan?” tanya Ji An.


“Hey, aku bukan anak kecil. Kalian bisa menurunkanku di halte.” Jawab Hyuk.

“Masuklah, udaranya dingin.” Ucap Hyuk pada Ji Soo.


Hyuk lalu memeluk Ji Soo dan membawanya ke mobil. Ji Soo pun tersenyum diperlakukan manis oleh Hyuk. Begitupun dengan Ji An yang juga tersenyum melihat cara manis Hyuk memperlakukan adiknya.


“Kau tidak boleh menangis saat melihatnya. Kami semua berpura-pura tidak peduli.” Ucap Ji An.

“Kurasa aku akan menangis.” Jawab Ji Soo.

“Tidak boleh. Hadiahnya harus tersenyum, bukan menangis.” Ucap Ji An.

“Hadiah?” tanya Ji Soo.

“Kembalinya dirimu akan menjadi hadiah besar baginya. Jadi, tersenyumlah yang lebar.” Jawab Ji An.

“Tapi bukankah kita seharusnya meminta maaf agar dia merasa lebih baik?” tanya Ji Soo.

“Apa gunanya meminta maaf sekarang? Itu hanya kata-kata. Aku lupa dan kau pun begitu. Kita semua lupa. Hari baik kita lebih banyak dari hari buruk, tapi kita lupa. Kita harus mengingatkannya bahwa kita ingat semua agar dia merasa lebih baik.” Jawab Ji An.


“Ini sungguh aneh. Kebencian dan kesalahpahaman menghambatku, tapi itu semua menghilang saat kuingat kenangan kita. Kita saling menyayangi. Kita bersenang-senang. Orang-orang ini amat berarti bagiku.” Ucap Ji Soo.

“Apa kau sungguh Seo Ji Soo?” goda Ji An.

“Seo Ji Soo sudah dewasa.” Jawab Ji Soo.

“Kau memang sudah jauh lebih dewasa. Apakah ini kekuatan cinta?” ucap Ji an.

“Sepertinya begitu. Hyuk bilang padaku,  dia menyukaiku apa adanya.” Jawab Ji Soo.

Ji An pun tersenyum sambil mengelus kepala Ji Soo.


Nyonya No memikirkan kata-kata Do Kyung malam itu. Lalu, Nyonya No teringat kata2 CEO No yang akan mencoret Do Kyung sebagai calon penerus Haesung jika Do Kyung tidak mau kembali.

Nyonya No juga ingat saat memergoki Do Kyung dan Ji An sedang bersama.

Kemudian, ia ingat saat CEO No memuji2 Jin Hee dan Tuan Jung dalam rapat.

Sekarang, Nyonya No sudah duduk bersama Tuan Choi.

“Apa kau sudah gila?” tanya Tuan Choi.

Ji An dan Ji Soo akhirnya tiba di kampung halaman sang ayah. Ji Soo ingin menangis saat melihat Tuan Seo yang berdiri di luar, menunggu mereka. Ji An mengingatkan Ji Soo, untuk tidak menangis.


Mereka lalu turun dan Ji Soo langsung berlari ke pelukan Tuan Seo.

“Kau baik-baik saja?” tanya Tuan Seo.

“Ya, berkat Ayah. Ayah memberi tahu Ji An bahwa aku bertingkah aneh. Bahwa aku pergi ke luar negeri padahal tidak mau.” Jawab Ji Soo.
“Ayah hanya merasa seperti itu. Ayah mengenalmu, jadi, ayah khawatir.” Ucap Tuan Seo.

“Ini sungguh tidak adil, ayah. Kenapa Ayah tidak menyuruh Ji Soo untuk pergi saja? Aku merasa terasing.” Balas Ji An.

“Dia tidak sepertimu.” Jawab Tuan Seo.


“Tunggu, maksud Ayah, dia anak Ayah dan aku bukan? Ini alasanku kesal dan pergi dari rumah.” Ucap Ji Soo.

“Bukan seperti itu, Ji Soo. Bukan seperti itu sama sekali.” Jawab Tuan Seo.

“Benarkah? Jika bukan, putar.” Ucap Ji Soo, lalu memutar kedua tangannya dan meletakkannya di pipi.

Ji An tertawa, lalu mengelus kepala Ji Soo. Tuan Seo juga nampak sedikit tertawa.

Kemudian, Ji Soo mengaku lapar. Ji Soo bilang, ada restoran China di dekat sana.


Tuan Seo bercerita, dulu ia sering makan disana dengan orang tuanya.


Lalu, Tuan Seo teringat masa lalunya, saat ia makan di sana bersama kedua orang tuanya.


Ji An dan Ji Soo kemudian membujuk Tuan Seo pulang, tapi Tuan Seo lagi2 menolak dengan alasan tidak mau membebani anak-anaknya.


Dalam perjalanan kembali ke Seoul, Ji Soo pun menangis.


Ponsel Ji An tiba2 berdering. Ji An dan Ji Soo sontak terkejut karena itu telepon dari Tuan Choi. Tuan Choi mengajak Ji An bertemu.


Do Kyung yang sedang di kantor barunya, dihubungi Ji An. Ji An memberitahu, sesuatu baru terjadi tapi ia tidak menceritakan detailnya.


Usai bicara dengan Ji An, Do Kyung dihubungi Tuan Choi yang mengajaknya bertemu.


Do Kyung dan Ji An bertemu di restoran mewah.  Do Kyung pun bertanya-tanya, kenapa sang ayah ingin bertemu dengan mereka.


Setibanya di atas, mereka kembali dikejutkan dengan keberadaan Nyonya No. Dengan angkuhnya, Nyonya No menyuruh Ji An menuangkan teh untuk mereka.


Ji An pun mengambil teko tehnya dengan tangan gemetaran. Melihat itu, Do Kyung pun mengambil teko tehnya dari tangan Ji An dan menyuruh Ji An duduk.

Keterkejutan mereka pun semakin bertambah kala Nyonya No menyuruh mereka menikah.

My Golden Life Ep 44 Part 1

Sebelumnya...


Ji An setuju berkencan dengan Do Kyung, tapi hanya sepekan saja. Do Kyung bilang, sepekan terlalu singkat. Ji An menjawab, jika terlalu lama tidak seru. Do Kyung pun membenarkan perkataan Ji An, kalau terlalu lama tidak lah seru.

Do Kyung lantas mendekatkan wajahnya ke Ji An. Mengira akan dicium lagi, Ji An pun langsung menghindar. Do Kyung tertawa melihat ekspresi Ji An.

Ji An lalu menanyakan pekerjaan Do Kyung. Do Kyung pun tersadar dan langsung pergi.


Setelah Do Kyung pergi, Ji An menghela nafas dan menyenderkan dirinya ke dinding.

“Apa yang sudah kulakukan?” gumamnya.


Dalam perjalanan ke studio, Ji An dihubungi Do Kyung. Ji An cemas, ia takut terjadi sesuatu lagi pada bisnisnya Do Kyung.

Do Kyung yang menyetir berkata, ia mau melapor ke pacarnya. Ji An pun kaget Do Kyung menyebut dirinya pacar. Lalu, Do Kyung bercerita bahwa Yong Gook memperkenalkannya dengan pemilik toko barang bekas yang mengetahui beberapa pabrik kecil dan sekarang, ia dalam perjalan ke sana untuk melihat-lihat mesin. Do Kyung juga mengaku akan membeli mesinnya hari itu juga dan jika pabriknya bagus, ia juga akan mengambilnya.

“Bukankah kau sudah berkendara terlalu jauh hari ini?” cemas Ji An.

“Aku bersama Sekretaris Yoo. Kami akan bergantian mengemudi.” Jawab Do Kyung.

“Hati-hati.” Ucap Ji An.

“Kau mengkhawatirkanku?” tanya Do Kyung.

Ji An pun mengalihkan pembicaraan dengan melarang Do Kyung menjawab telepon selagi mengemudi. Do Kyung pun mengerti, tapi sebelum menutup teleponnya, ia berkata akan menjemput Ji An setelah Ji An selesai bekerja.


Usai bicara dengan Do Kyung, Ji An melihat Ji Soo yang berlari ke arahnya sambil teriak2 memanggil dirinya.

“Ada apa denganmu?” tanya Ji An.

“Ini hanya berkencan. Bukankah itu yang dilakukan orang-orang seumur kita?” ucap Ji Soo.

“Apa maksudmu?” tanya Ji An.

“Apa kau akan menikahi Do Kyung Oppa sekarang jika keluarganya tidak menentang? Itu tidak benar, bukan? Orang-orang tidak langsung menikah. Mereka tidak begitu. Harus berkencan dahulu agar saling mengenal. Jadi, apa masalahmu? Kalian harus berkencan dahulu. Yang dicemaskan Haesung adalah kau menjadi bagian dari keluarga. Mereka menolakmu karena tidak ingin pernikahan. Jadi, katakan saja kepada mereka kamu tidak akan begitu lagi. Lalu karena kau mengencani Do Kyung, mungkin kau berhenti menyukainya. Aku bahkan tidak tahu pada akhirnya mengencani Hyuk.” Jawab Ji Soo.
“Itukah yang kau pikirkan semalaman?” tanya Ji An.

“Maaf, aku hanya bisa bilang begini. Tapi setelah melihat Ibu memperlakukanku dan Hyuk, aku tidak bisa mendukungmu mengejar cinta apa pun yang terjadi.” Jawab Ji Soo.

“Kami sudah memutuskan untuk melakukan itu. Kami memutuskan hanya berkencan. Hanya sepekan. Aku tidak mau terlalu lama. Akan berbahaya jika lama. Aku mau melakukan sesuatu untuknya, tapi sedih rasanya tidak bisa melakukan apa pun karena tidak berhak melakukannya. Hanya sepekan.” Ucap Ji An.


Ji Soo kemudian memeluk Ji An.


Do Kyung yang masih menyetir, akhirnya menyadari dirinya diikuti. Sadar, itu orang suruhan kakeknya, Do Kyung pun segera menepikan mobilnya. Do Kyung kemudian turun dari mobilnya dan berjalan dengan cepat ke arah mobil si penguntit. Do Kyung membuka paksa pintu mobil si penguntit, lalu menyeret si penguntit keluar dan memukulnya.

“Bilang pada bosmu kalau kau ditinju. Aku akan membunuhmu jika kau membuntutiku lagi.” Ucap Do Kyung.


Si kakek pun terkejut mendengar Do Kyung memukul orang sewaannya.


Do Kyung dan Seketaris Yoo sedang meninjau mesin dan pabriknya. Mereka dibantu oleh salah satu penghuni rumah kos, si pemilik toko barang bekas.


Hee ke toko roti dan sikapnya mulai tidak ramah pada Ji Soo. Ji Soo bilang, Boss Kang menyuruhnya membuat adonan pizza karena mereka akan makan malam dengan pizza. Dengan ketus, Hee bilang kalau Ji Soo tidak perlu melakukannya karena ia akan memasak semur dumpling.

Boss Kang pun mencoba menenangkan Hee. Ia bilang, ayah Ji Soo sudah mengurus semuanya jadi mereka tidak perlu cemas lagi.


Ji Soo pun minta maaf sudah membuat mereka cemas. Suasana pun tambah kacau saat Ji Soo mendapat telepon dari Nyonya No. Usai menerima telepon ibunya, Ji Soo terdiam. Boss Kang bisa menebak kalau Nyonya No mengajak Ji Soo ketemuan.

“Sepertinya, sebelum menguliahkanmu dan menaikkan statusmu, dia tidak mau mendaftarkanmu dalam kartu keluarga, bukan?” ucap Boss Kang.

“Ya. Bahkan saat ini, mungkin dia ingin menemuiku untuk membujukku agar aku ke luar negeri.” Jawab Ji Soo.
                                                                                                                               
“Dia tidak berhak memaksamu. Kau bukan putrinya secara sah.” Ucap Boss Kang.


Lalu, Ji Soo dan Nyonya No bertemu di sebuah kafe. Nyonya No berkata, meskipun Ji Soo hidup miskin selama ini, tapi Ji Soo tetaplah putrinya yang berharga.

“Aku tidak hidup miskin.” Jawab Ji Soo.

“Justru itulah masalahnya. Kau belum melihat dunia di duniamu yang sempit.” Ucap Nyonya No.

“Maaf, tapi aku datang ke keluarga ini karena ingin melawan orang tuaku. Aku sungguh minta maaf.” Jawab Ji Soo.

“Melawan?” tanya Nyonya No.

“Saat aku diseret ke bandara, kukira aku tidak bisa menjadi Seo Ji Soo lagi. Kukira aku akan kembali sebagai orang asing, Choi Eun Seok. Saat memikirkan itu, aku melihat banyak hal yang belum pernah kulihat. Aku menyadari cinta dari orang tuaku lamaku nyata. Aku merindukan Ji An dan sedih harus meninggalkan Hyuk. Aku sungguh sedih dan penuh penyesalan. Serta aku takut.” Jawab Ji Soo.

“Kau sudah lupa dengan perbuatan mereka kepadamu?” tanya Nyonya No kesal.


“Itu tidak penting. Aku tidak bahagia selama tinggal beberapa bulan dengan orang tua kandungku.” Jawab Ji Soo.

“Itu karena kau belum mencobanya. Kau belum menikmati hidup. Ini bukan sekadar masalah uang. Tidak ada yang boleh memperlakukanmu dengan tidak benar. Kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan dalam hidup. Kenapa kau tidak bisa mengerti kalau ibu ingin memberikan yang terbaik untukmu.” Ucap Nyonya No.

“Ibu ingat memberikanku kartu kredit? Pernahkah aku memakainya?” tanya Ji Soo.

“Kau benar. Kenapa tidak dipakai? Itu tidak ada batasnya.” Jawab Nyonya No.


“Aku cukup nyaman dengan uang yang kuhasilkan sendiri. Aku tidak butuh uang sebanyak itu. Bagiku, semua makanan enak dan karena gen ibu yang bagus, aku tampak cantik mengenakan apa pun. Jadi, aku tidak suka pergi ke restoran terkenal dan tidak suka berbelanja juga. Itulah alasannya aku bahagia selama bertahun-tahun dengan pekerjaan paruh waktu. Aku tidak butuh lebih.” Ucap Ji Soo.

“Kau sudah terbiasa hidup miskin. Itu membuat ibu kecewa dan kesal.” Jawab Nyonya No.

“Tapi karena itu, aku tidak mau kembali. Aku tidak mau hidup sebagai Choi Eun Seok. Aku tidak merasa bahwa kau adalah ibuku.  Aku tidak sedih melepaskan semua hak istimewa yang bisa kunikmati di Haesung. Satu-satunya alasan aku bersyukur karena anda sudah melahirkanku.” Ucap Ji Soo.

Nyonya No tidak menyerah. Ia berjanji, tidak akan memaksa Ji Soo lagi keluar negeri. Ia juga mengizinkan Ji Soo pacaran dengan Hyuk dan Ji Soo juga boleh kerja di toko roti, asalkan Ji Soo mau kembali ke rumahnya.

“Sudah terlambat.” Jawab Ji Soo.

“Terlambat?” tanya Nyonya No.

“Terima kasih sudah melahirkanku. Aku hanya mau berterima kasih untuk itu.” Jawab Ji Soo, lalu bangkit dari duduknya.

“Kau akan menyesalinya.” Ancam Nyonya No, tapi Ji Soo tidak peduli dan beranjak pergi.


Di studio, Ji An gelisah menunggu kabar dari Do Kyung. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Pesan dari Do Kyung. Do Kyung bilang, akan tiba 5 menit lagi. Ji An pun langsung berdandan.

“Ayo pergi, aku ingin naik kereta bawah tanah denganmu.” Ucap Do Kyung.


Di kereta, Ji An merasa canggung. Apalagi, setelah Do Kyung mengajaknya berdiri di dekat pintu. Do Kyung, bilang pasangan selalu berdiri di sana. Do Kyung lantas menggeser tubuh Ji An, agar tidak terlalu ke dekat pintu. Do Kyung bilang, terlalu berbahaya berdiri di dekat pintu.

Kereta mulai penuh, Do Kyung dan Ji An pun terpaksa berdiri berdekatan.


Lalu, mereka nonton film sambil makan popcorn. Ji An nampak kesulitan mengambil popcorn nya karena wadahnya terlalu tinggi.

Melihat itu, Do Kyung pun menggunakan tangannya sebagai wadah popcorn.

“Kau lebih suka menatapku daripada menonton film?” goda Do Kyung, membuat Ji An tersipu malu.


Ji An lantas kembali mengalihkan pandangannya ke film. Ia terus makan sampai tidak menyadari popcorn di tangan Do Kyung sudah habis.


Do Kyung menggenggam tangan Ji An. 




Awalnya, Ji An terkejut tapi kemudian ia membalas genggaman itu.


Karena Ji An merespon genggamannya, Do Kyung pun mengubah posisi genggamannya dan mendekatkan tangan Ji An ke dadanya.


Alur cerita film mulai sedih. Ji An menangis. Melihat itu, Do Kyung pun mengeluarkan sapu tangannya dan menghapus air mata Ji An. Ji An menoleh, lalu mengambil sapu tangan Do Kyung.


Tuan Seo ternyata juga sedang menonton film di bioskop.


Tuan Choi pun sama. Mereka semua menonton film sedih.


Do Kyung dan Ji An keluar dari bioskop sambil bergandengan tangan dan membahas cerita film yang mereka tonton tadi.

“Menurutmu, kau bisa lolos dari ketujuh sidang alam baka?” tanya Ji An.

“Tidak. Aku kehilangan kesempatanku untuk bereinkarnasi. Jadi, aku akan berusaha yang terbaik di kehidupan saat ini.” Jawab Do Kyung.

“Kukira kita akan bersama di kehidupan yang selanjutnya, tapi tampaknya tidak.” Ucap Ji An.

“Kau juga tidak bisa bereinkarnasi. Kau akan didakwa berbohong. Kau berpura-pura tidak menyukaiku.” Jawab Do Kyung.

“Aku tidak pernah bilang tidak menyukaimu.” Ucap Ji An.

“Benar juga. Kau meneriakiku dan bilang kamu menyukaiku.” Jawab Do Kyung.

“Yang benar saja.” Balas Ji An.

“Aku terlalu lapar untuk marah.” Ucap Ji An kemudian.

“Benar, kau lapar, bukan? Kau bisa memilih mau makan malam apa. Aku tadinya mau memesan tempat di restoran, tapi aku tidak tahu apa yang kau sukai.” Jawab Do Kyung.


Mereka pun pergi makan di restoran yang Ji An pilih. Do Kyung bingung melihat menu makanannya.

“Ini yang dulu biasa kumakan saat berkuliah. Tteokbooki, keju, ceker ayam, dan jumeokbap.” Ucap Ji An.

“Kau makan ceker?” tanya Do Kyung kaget.

“Kau tidak makan, ya?” tanya Ji An.

Do Kyung pun menggeleng cepat2.


Ji An lalu menyantap ceker ayamnya dengan menggunakan sumpit, tapi ia agak kesulitan karena harus makan dengan sumpit.


Do Kyung lalu melihat sekitarnya dan melihat orang2 makan ceker pakai tangan.

“Bukan begitu cara makannya, bukan? Lakukan saja seperti biasa.” Ucap Do Kyung sambil menyodorkan sarung tangan plastik.

Tapi Ji An menolak dan memilih makan pakai sumpit.


“Aku juga akan makan agar kau bisa makan.” Ucap Do Kyung, lalu memakai sarung tangan plastiknya dan mulai menyantap ceker ayam.

Ji An tersenyum dan mulai makan ceker ayam dengan tangannya.


Di kamarnya, Ji Tae sedang mengetik pesan untuk Soo A. Tapi Seung Won, temannya Soo A, tiba-tiba menghubunginya. Seung Won memberitahu, kalau Soo A keguguran. Ji Tae pun terkejut.

“Sore ini dia terus bilang perutnya sakit. Dia beristirahat di rumahku sekarang. Kukira kau harus tahu. Itulah alasanku menelepon.”


Berpindah ke Seohyun yang masuk ke klub seorang diri. Seohyun meyakin dirinya, kalau ia pasti bisa bersenang-senang seorang diri sekarang.

Seohyun lalu melihat Ji Ho yang sedang bekerja. Ia kaget dan buru-buru pergi.

Ji Ho sempat melihat punggung Seohyun, tapi ia meyakinkan dirinya kalau itu bukan Seohyun.


Seohyun pun heran kenapa ia melarikan diri. Lalu, Seohyun ingat saat Ji Ho menggagalkan ciumannya dengan Supir Ryu saat ia melihat mobil yang terparkir di sana.

Ia juga ingat saat Ji Ho memberikanya uang hasil dari mereka menjual pakaian di pinggir jalan.

Seohyun pun tersenyum.

Tapi kemudian, ia tersadar dan memukul pipinya sendiri.

“Tidak mungkin. Aku pasti gila. Kenapa kau terus memikirkannya? Seo Hyun, kau mencintainya? Dia putra musuh keluargamu.” Ucapnya.


Do Kyung mengantarkan Ji An pulang dan mereka masih bergandengan tangan. Do Kyung tidak menyangka, akan kembali lagi ke lingkungan Ji An. Ji An bilang, Do kyung selalu bilang tidak akan pernah kembali tapi kenyataannya Do Kyung selalu kembali.

“Aku sebaiknya tidak memakai kata "tidak akan pernah".” Jawab Do Kyung.

“Benar juga. Kata "tidak akan pernah" sungguh tidak berarti.” Ucap Ji An.

“Bukankah kau juga sering menggunakan kata itu?” jawab Do Kyung.

Ji An pun tersenyum.


Karena sudah hampir sampai di rumah, Ji An pulang cukup sampai disitu saja Do Kyung mengantarnya. Do Kyung mengerti. Ji An kemudian berterima kasih karena Do Kyung sudah mengantarnya pulang. Do Kyung bilang, itu kewajibannya mengantar Ji An pulang.

“Pasti dingin dalam perjalanan pulang.” Cemas Ji An.

“Aku akan berlari ke halte bus.” Jawab Do Kyung.

“Jaga dirimu.” Ucap Ji An.

“Apa rencanamu besok?” tanya Do Kyung.


Ji An pun terdiam. Ia menunduk dan matanya seketika berkaca-kaca.

“Kau tidak mau melakukan apa pun untukku?” tanya Do Kyung.

“Aku mau menonton, berjalan-jalan, pergi ke galeri seni, berolahraga bersama, bicara di telepon kapan pun kumau, pergi ke bar dan kafe, dan pergi ke taman bermain bersamamu.” Jawab Ji An.

Do Kyung pun terkejut.

“Sampai jumpa besok.” Ucap Ji An.

Do Kyung tersenyum, lalu berkata sampai jumpa besok.

“Sampai jumpa besok.” Balas Ji An, sambil tersenyum dan memandangi wajah Do Kyung.


Genggaman tangan mereka nampak semakin erat.


Keesokan paginya, Hyuk yang baru keluar dari kamar mendapati Ji Soo sedang melipati pakaian pria. Ji Soo bilang, itu pakaian Do Kyung. Lalu, Ji Soo melipat daleman Do Kyung dengan santainya. Hyuk sontak terkejut.

“Bagaimana bisa kau melipat pakaian dalam pria begitu saja?” tanya Hyuk.

“Apa? Memangnya salah? Aku punya dua saudara pria, jadi, sudah terbiasa.” Jawab Ji Soo.

Ji Soo lalu menggoda Hyuk. Ia mengangkat daleman Do Kyung dan bertanya, apa Hyuk malu.

Hyuk yang malu, langsung mengambil daleman Do Kyung dan menyuruh Ji Soo melipat handuk saja.

“kau menjadi ceria setelah menemuimu ibumu.” Ucap Hyuk.

“Ya. Memikirkan orang-orang yang menyayangiku membuatku berani. Jadi, aku mengungkapkan semua yang kupikirkan kepadanya. Itu terasa amat melegakan.” Jawab Ji Soo.

“Lantas, aku sebaiknya menemui ayahmu.” Ucap Hyuk.

“Ayahku?” tanya Ji Soo.

“Aku membantumu kabur. Jadi, aku harus meminta maaf kepadanya dan meminta restunya mengencanimu. Aku tidak enak membiarkanmu melewati segalanya sendirian.” Jawab Hyuk.

“Ayahku baik. Aku yakin dia juga akan menyukaimu.” Ucap Ji Soo.


Saat rapat, CEO No memuji putri bungsunya yang pergi ke Eropa sendiri dan membeli tanah sendiri untuk resort baru mereka.


Nyonya No kesal mendengar pujian itu.


Jin Hee bilang, itu berkat koneksi suaminya.

CEO No lalu melirik ke arah Tuan Choi yang sedang minum dengan santai.


“No Daepyeonim, sampai kapan kau akan membiarkan Haesung Food & Beverages tersendat? Franchise burger, bar salad dan restoran Korea. Kau sudah punya tiga. Air yang tersendat akan membusuk. Kau sudah punya terlalu banyak franchise. Kapan kau akan meluncurkan merek baru? Aku sudah menyuruhmu sejak lama.” Ucap CEO No.

“Itu tertunda karena ekspansi Vietnam. Ini era kejayaan waralaba, jadi, kami berusaha melakukan sesuatu yang unik. Sebentar lagi...”

CEO No pun memotong kata-kata Nyonya No. Ia bilang, ekspansi vietnam sudah menjadi tanggung jawab Tuan Choi.

Jin Hee dan suaminya nampak senang.


Lalu, salah seorang peserta rapat bertanya kapan Do Kyung akan kembali dari cuti.

“Dia mau cuti untuk menyegarkan diri, jadi, aku membiarkannya mengambil cuti panjang. Aku malu melihat para anggota dewan.” jawab CEO No.


CEO No lalu menatap kesal ke arah Nyonya No. Jin Hee tambah senang melihatnya.


Begitu rapat selesai, Tuan Choi langsung meninggalkan ruangan rapat. Lalu, Nyonya No mengajak ayahnya minum teh. Sang ayah menolak dengan alasan sibuk, tapi ia mengajak Tuan Jung minum teh.


Jin Hee lantas mengajak kakaknya itu minum teh. Nyonya No kesal dan meminta Jin Hee tidak mengganggunya.


Nyonya No menerobos masuk ke ruangan suaminya dan panic mendapati sang suami tidak berada di sana.


Tuan Choi sedang berdiri di depan gedung Haesung. Ia menatap langit dan tidak mempedulikan ponselnya yang terus bergetar sejak tadi.


Nyonya No lah yang menghubungi Tuan Choi. Saat kembali ke ruangannya, Nyonya No terkejut melihat adiknya sudah berada di sana.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Nyonya No.

“Aku mau bertanya soal keponakanku, tapi kau tidak memperbolehkanku. Biarkan aku menemui Eun Seok.” Ucap Jin Hee.

“Eun Seok belajar ke luar negeri.” Jawab Nyonya No.

“Lalu Do Kyung?” tanya Jin Hee.


“Dia akan segera kembali.” Jawab Nyonya No.

“Eonni, aku sudah mengenal Do Kyung selama bertahun-tahun. Aku tidak tahu siapa wanita itu, tapi bagaimana jika Do Kyung malah menyerahkan Haesung Grup padanya?” tanya Jin Hee.

“Jangan bicara omong kosong!” jawab Nyonya No.

“Edward VIII bahkan turun takhta demi wanita. Dia melakukannya demi menikahi Walls Simpson. Kau pasti tahu karena dulu kau juga dibutakan cinta.” Ucap Jin Hee.

“No Jin Hee!”


“Aku mendengar kabar soal Jang So Ra.  Aku belum memberi tahu ayah. Itu akan membuat keadaan amat buruk, bukan?” jawab Jin Hee.

“Kau masih menyerang orang sambil tersenyum. Itulah alasanku membencimu.” Ucap Nyonya No.

“Aku menyerangmu? Maksudmu pada hari kau kehilangan Eun Seok?” tanya Jin Hee.

Flashback...


Nyonya No memakaikan jepit rambut berlian itu ke rambut Eun Seok. Kemudian, Nyonya No disuruh Jin Hee meninggalkan Eun Seok di rumah perawat di Yangpyeong.


Saat keluar dari toilet di rest area, Nyonya No dihubungi oleh Jin Hee.

Datanglah ke rumah perawat di Yangpyeong.

“Suamimu menyewa seseorang untuk mengikutimu. Kau belum ketahuan?” tanya Jin Hee.


Panic, Nyonya No pun langsung masuk ke mobil dan meninggalkan rest area tanpa menyadari Eun Seok sudah menghilang.

Ketika mobilnya sudah melaju, Nyonya No baru sadar Eun Seok tidak ada di kursi belakang.


Nyonya No pun buru2 memutar mobilnya, mau kembali ke rest area. Tepat saat itu, sebuah truk datang dan menabrak mobil Nyonya No.

Tuan Choi pun marah, di mana kau meninggalkan Eun Seok!  Di mana kau meninggalkan Eun Seok!
Flashback end...


“Jika bukan karena tebakan salahmu, aku tidak akan kehilangan Eun Seok.” Ucap Nyonya No.

“Kau kira itu salahku, bukan? Kau tidak pernah merasa bertanggung jawab, bukan?” tanya Jin Hee.

“Itulah alasanku tidak akan pernah membiarkanmu memiliki Haesung. Aku akan membuat Do Kyung langsung mewarisinya.” Jawab Nyonya No.

“Aku juga suka bersaing. Di samping itu, kurasa ayah berubah pikiran.” Ucap Jin Hee, yang sukses membuat Nyonya No khawatir.

Sadar, kakaknya itu sedang khawatir, Jin Hee pun berkata akan memikirkan cara untuk semakin mengubah pikiran CEO No. Jin Hee lalu pergi. Nyonya No menghela napasnya.


Do Kyung dan Seketaris Yoo membersihkan pabrik baru mereka. Do Kyung nampak bersemangat.

Dan di ruangan kantornya yang sempit, Do Kyung memberi instruksi pada Seketaris Yoo.

“Aku harus menyelesaikannya dengan cepat dan pergi. Ayo bergegas dan lakukan percobaan, buat sampel, lakukan pengecekan kualitas, dan tentukan kapan kita akan membuka pabrik serta desain kemasan peletnya. Tolong catat semua yang kita butuhkan.” Ucap Do Kyung.

“Jangan khawatir. Anda pergi saja. Jangan menyia-nyiakan waktu.” Jawab Seketaris Yoo.

“Terima kasih.” Ucap Do Kyung, lalu bangkit dari duduknya.

“Omong-omong, anda tidak masalah hanya seminggu?” tanya Seketaris Yoo.

“Kita tidak pernah tahu. Mungkin nanti terjadi keajaiban.” Jawab Do Kyung, lalu membuka jaketnya.

Tuan Sunwoo dan Sun Tae pulang duluan. Setelah mereka pulang, Ji An membuka laci dan mengambil boneka kayu ayahnya yang sedang memeluk gitar.


Lalu Ji Soo menelponnya. Ji Soo berencana mengenalkan Hyuk pada ayah kandungnya dan orang tua angkatnya. Ji Soo bertanya, kapan sang ayah (Tuan Seo) punya waktu. Ji An pun terdiam sejenak sebelum akhirnya memberitahu Ji Soo apa yang terjadi pada ayahnya.

Do Kyung sampai di studio dan turun dari mobil dengan wajah sumringah.


Ji An nampak serius menyelesaikan boneka kayu ayahnya.

Saking seriusnya, sampai2 dia tidak menyadari Do Kyung ada di belakangnya dan sedang menyodorkan bunga padanya.

Do Kyung tersenyum dan mulai memperhatikan Ji An yang serius mengukir patung sang ayah.

Ji An akhirnya selesai mengukir patung ayahnya.


Ia kemudian terkejut begitu melihat Do Kyung yang duduk di hadapannya dan sedang tersenyum kepadanya.

“Kapan kau datang?” tanya Ji An.

“Sekitar sejam lalu.” Jawab Do Kyung.

“Sejam lalu? Apa yang kau lakukan selama sejam? Kenapa tidak meneleponku?” protes Ji An.

“Tidak apa-apa.” Jawab Do Kyung.

“Kau seharusnya meneleponku. Ini sudah hampir pukul 20.00.” ucap Ji An.


Do Kyung pun beranjak mendekati Ji An dan memberikan bunganya. Ji An senang dapat bunga dari Do Kyung.


Do Kyung lalu melihat ukiran patung Tuan Seo.

“Ini ayahmu?” tanya Do Kyung.

“Bagaimana kau tahu?” kaget Ji An.

“Aku sudah pernah bertemu dengannya. Ini mirip sekali dengannya. Kau mau mengecatnya juga?”

“Tidak. Aku bisa mengecatnya besok.”

“Mari cat ini, lalu pergi.”


Ji An pun mulai mengecat patung ayahnya, sementara Do Kyung menuangkan catnya. Ji An lalu menyuruh Do Kyung mengecat bagian celananya. Awalnya, Do Kyung menolak karena takut boneka kayunya jadi rusak, tapi Ji An bilang ia bisa memperbaikinya jika itu rusak.

Dan mereka pun mulai mengecat patung Tuan Seo bersama.


Mereka lalu pergi makan malam. Ji An merasa, ia sudah merusak rencana Do Kyung malam ini.

“Aku tidak punya rencana. Aku amat sibuk sampai hanya memikirkan menemuimu sepulang kerja. Aku tidak bisa memikirkan rencana lain.” Ucap Do Kyung.

“Kau sudah selesai mengurus pabrik dalam sehari? Kau luar biasa.” Puji Ji An.

“Kau juga. Kau bahkan tidak mendengarku memanggilmu. Kau benar-benar berfokus pada pekerjaanmu.” Jawab Do Kyung.


Do Kyung lalu bertanya apa Ji An seperti itu juga saat sedang mengerjakan pesenan lampunya.

“Lampu itu rupanya. Amat sulit berkonsentrasi saat itu. Omong-omong, apa yang kau lakukan dengan lampu So Ra?”

“Aku menyimpannya.” Jawab Do Kyung.
“Kenapa kau menyimpannya?” tanya Ji An.

“Itu... So Ra seharusnya mengirimkan alamatnya, tapi belum sampai sekarang.” Jawab Do Kyung.

“So Ra? Belum? Tampaknya kalian berdua amat akrab.”

“Kami sudah saling mengenal sejak kecil.”

“Sungguh?” tanya Ji An, lalu mulai melahap makanannya. Wajahnya nampak sedikit kesal.

“Kau kesal?” tanya Do Kyung.

“Untuk apa aku kesal? Aku hanya lapar.” Jawab Ji An.


Tapi saat Do Kyung mulai menyuap makanannya, Ji An bertanya apa saja yang Do Kyung makan dengan So Ra dan Do Kyung pergi kemana saja dengan So Ra. Do Kyung pun tertawa menyadari Ji An cemburu.


Di kamar, Nyonya No kesal karena Tuan Choi tidak memberinya kabar sama sekali setelah meeting selesai. Nyonya No penasaran, kemana saja Tuan Choi pergi sepanjang hari. Tuan Choi bilang, ia pergi mencari angin.

“Kau pergi mencari angin setelah melalui semua itu? Kau tidak dengar ucapan Ayah? Dia amat kesal dengan Do Kyung.” ucap Nyonya No.

“Dia juga kecewa denganku.” Jawab Tuan Choi enteng.

“Itulah maksudku. Kenapa kau bertingkah seolah-olah sudah menyerah dengan semuanya? Demi Do Kyung, kau harus mengurus semuanya.” ucap Nyonya No.

“Itu tidak benar. Ayahmu merestui pernikahan kita untuk memanfaatkanku hingga sejauh ini. Aku mau berperan sebagai jembatan untuk Do Kyung jika terjadi sesuatu kepada ayahmu. Aku melakukannya untukmu dan putraku. Tapi aku tidak mau melakukan itu lagi.” Jawab Tuan Choi.

“Kenapa?” tanya Nyonya No.

“Aku mau membiarkan Do Kyung berbuat sesukanya. Jadi, kau harus meyakinkannya jika mau.” Jawab Tuan Choi, lalu masuk ke kamar mandi.

Nyonya No pun makin bingung.


Do Kyung mengajak Ji An main ice skating. Do Kyung menyuruh Ji An memakai sarung tangan, tapi Ji An malah menatapnya galak. Do Kyung pun langsung menjelaskan, kalau ia tidak pernah memakaikan sarung tangan pada So Ra.

“Aku tidak bilang apa-apa.” Jawab Ji An, lalu meminta sarung tangannya.

“Tidak menyenangkan berseluncur begini saja.” Ucap Ji An.

Ji An lantas mengajak Do Kyung bertanding dan yang kalah akan mengabulkan permintaan yang menang.


Ji An pun meluncur duluan. Do Kyung menyusulnya di belakang. Keduanya terlihat bahagia.

Tiba2, Ji An ditabrak orang dan ia nyaris saja jatuh. Untung, Do Kyung cepat menangkap Ji An.

Do Kyung nampak khawatir. Ia takut Ji An terluka.

“Aku baik2 saja, tapi...”

“Apa? Kau terluka?” tanya Do Kyung.

“Tidak.” Jawab Ji An.


Lalu, Ji An tersenyum dan berkata kalau permainan belum berakhir. Ji An pun kembali meluncur.

Ji An lantas tersenyum pada Do Kyung. Sontak, senyum Ji An itu mengingatkan Do Kyung pada senyum Ji An yang membuatnya terpesona.


Flashback—saat itu, Ji An membantu Do Kyung menyabotase mobil agar tidak perlu ke Yangpyeong menemui kakek. Setelah beberapa jam, akhirnya Ji An berhasil memotong kabelnya dan tersenyum pada Do Kyung sambil menunjukkan kabel itu—Flashback end


Ji An akhirnya sampai duluan di pintu dan ia terlihat sangat sangat bahagia. Ji An bilang, ia akan mengatakan keinginannya pada Do Kyung nanti.


Mereka lalu main ice skating lagi, kali ini sambil bergandengan tangan.


Saat pulang, gantian Ji An yang menyetir. Ji An bilang, sudah menjadi keinginannya sejak lama untuk mengantarkan pacarnya pulang. Do Kyung pun tertawa, lalu pura-pura tidur saat mendengar impian Ji An adalah mengantarkan pacarnya yang kelelahan pulang dan tertidur di mobil.

Mereka akhirnya tiba di rumah kos. Do Kyung ketiduran. Ji An tidak membangunkan Do Kyung.


Ji An menatap Do Kyung sejenak, sebelum akhirnya ia ikut tertidur di dalam mobil.


Mereka lalu terbangun karena sebuah cahaya yang sangat terang menyinari mereka.
Keduanya terkejut melihat Nyonya No turun dari mobil bersama Seketaris Min.


Nyonya No menatap Ji An dengan tajam. Do Kyung ingin menjelaskan, tapi Nyonya No tidak mau mendengar penjelasan Do Kyung. Nyonya No hanya mau mendengar penjelasan Ji An.