• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

My Golden Life Ep 44 Part 1

Sebelumnya...


Ji An setuju berkencan dengan Do Kyung, tapi hanya sepekan saja. Do Kyung bilang, sepekan terlalu singkat. Ji An menjawab, jika terlalu lama tidak seru. Do Kyung pun membenarkan perkataan Ji An, kalau terlalu lama tidak lah seru.

Do Kyung lantas mendekatkan wajahnya ke Ji An. Mengira akan dicium lagi, Ji An pun langsung menghindar. Do Kyung tertawa melihat ekspresi Ji An.

Ji An lalu menanyakan pekerjaan Do Kyung. Do Kyung pun tersadar dan langsung pergi.


Setelah Do Kyung pergi, Ji An menghela nafas dan menyenderkan dirinya ke dinding.

“Apa yang sudah kulakukan?” gumamnya.


Dalam perjalanan ke studio, Ji An dihubungi Do Kyung. Ji An cemas, ia takut terjadi sesuatu lagi pada bisnisnya Do Kyung.

Do Kyung yang menyetir berkata, ia mau melapor ke pacarnya. Ji An pun kaget Do Kyung menyebut dirinya pacar. Lalu, Do Kyung bercerita bahwa Yong Gook memperkenalkannya dengan pemilik toko barang bekas yang mengetahui beberapa pabrik kecil dan sekarang, ia dalam perjalan ke sana untuk melihat-lihat mesin. Do Kyung juga mengaku akan membeli mesinnya hari itu juga dan jika pabriknya bagus, ia juga akan mengambilnya.

“Bukankah kau sudah berkendara terlalu jauh hari ini?” cemas Ji An.

“Aku bersama Sekretaris Yoo. Kami akan bergantian mengemudi.” Jawab Do Kyung.

“Hati-hati.” Ucap Ji An.

“Kau mengkhawatirkanku?” tanya Do Kyung.

Ji An pun mengalihkan pembicaraan dengan melarang Do Kyung menjawab telepon selagi mengemudi. Do Kyung pun mengerti, tapi sebelum menutup teleponnya, ia berkata akan menjemput Ji An setelah Ji An selesai bekerja.


Usai bicara dengan Do Kyung, Ji An melihat Ji Soo yang berlari ke arahnya sambil teriak2 memanggil dirinya.

“Ada apa denganmu?” tanya Ji An.

“Ini hanya berkencan. Bukankah itu yang dilakukan orang-orang seumur kita?” ucap Ji Soo.

“Apa maksudmu?” tanya Ji An.

“Apa kau akan menikahi Do Kyung Oppa sekarang jika keluarganya tidak menentang? Itu tidak benar, bukan? Orang-orang tidak langsung menikah. Mereka tidak begitu. Harus berkencan dahulu agar saling mengenal. Jadi, apa masalahmu? Kalian harus berkencan dahulu. Yang dicemaskan Haesung adalah kau menjadi bagian dari keluarga. Mereka menolakmu karena tidak ingin pernikahan. Jadi, katakan saja kepada mereka kamu tidak akan begitu lagi. Lalu karena kau mengencani Do Kyung, mungkin kau berhenti menyukainya. Aku bahkan tidak tahu pada akhirnya mengencani Hyuk.” Jawab Ji Soo.
“Itukah yang kau pikirkan semalaman?” tanya Ji An.

“Maaf, aku hanya bisa bilang begini. Tapi setelah melihat Ibu memperlakukanku dan Hyuk, aku tidak bisa mendukungmu mengejar cinta apa pun yang terjadi.” Jawab Ji Soo.

“Kami sudah memutuskan untuk melakukan itu. Kami memutuskan hanya berkencan. Hanya sepekan. Aku tidak mau terlalu lama. Akan berbahaya jika lama. Aku mau melakukan sesuatu untuknya, tapi sedih rasanya tidak bisa melakukan apa pun karena tidak berhak melakukannya. Hanya sepekan.” Ucap Ji An.


Ji Soo kemudian memeluk Ji An.


Do Kyung yang masih menyetir, akhirnya menyadari dirinya diikuti. Sadar, itu orang suruhan kakeknya, Do Kyung pun segera menepikan mobilnya. Do Kyung kemudian turun dari mobilnya dan berjalan dengan cepat ke arah mobil si penguntit. Do Kyung membuka paksa pintu mobil si penguntit, lalu menyeret si penguntit keluar dan memukulnya.

“Bilang pada bosmu kalau kau ditinju. Aku akan membunuhmu jika kau membuntutiku lagi.” Ucap Do Kyung.


Si kakek pun terkejut mendengar Do Kyung memukul orang sewaannya.


Do Kyung dan Seketaris Yoo sedang meninjau mesin dan pabriknya. Mereka dibantu oleh salah satu penghuni rumah kos, si pemilik toko barang bekas.


Hee ke toko roti dan sikapnya mulai tidak ramah pada Ji Soo. Ji Soo bilang, Boss Kang menyuruhnya membuat adonan pizza karena mereka akan makan malam dengan pizza. Dengan ketus, Hee bilang kalau Ji Soo tidak perlu melakukannya karena ia akan memasak semur dumpling.

Boss Kang pun mencoba menenangkan Hee. Ia bilang, ayah Ji Soo sudah mengurus semuanya jadi mereka tidak perlu cemas lagi.


Ji Soo pun minta maaf sudah membuat mereka cemas. Suasana pun tambah kacau saat Ji Soo mendapat telepon dari Nyonya No. Usai menerima telepon ibunya, Ji Soo terdiam. Boss Kang bisa menebak kalau Nyonya No mengajak Ji Soo ketemuan.

“Sepertinya, sebelum menguliahkanmu dan menaikkan statusmu, dia tidak mau mendaftarkanmu dalam kartu keluarga, bukan?” ucap Boss Kang.

“Ya. Bahkan saat ini, mungkin dia ingin menemuiku untuk membujukku agar aku ke luar negeri.” Jawab Ji Soo.
                                                                                                                               
“Dia tidak berhak memaksamu. Kau bukan putrinya secara sah.” Ucap Boss Kang.


Lalu, Ji Soo dan Nyonya No bertemu di sebuah kafe. Nyonya No berkata, meskipun Ji Soo hidup miskin selama ini, tapi Ji Soo tetaplah putrinya yang berharga.

“Aku tidak hidup miskin.” Jawab Ji Soo.

“Justru itulah masalahnya. Kau belum melihat dunia di duniamu yang sempit.” Ucap Nyonya No.

“Maaf, tapi aku datang ke keluarga ini karena ingin melawan orang tuaku. Aku sungguh minta maaf.” Jawab Ji Soo.

“Melawan?” tanya Nyonya No.

“Saat aku diseret ke bandara, kukira aku tidak bisa menjadi Seo Ji Soo lagi. Kukira aku akan kembali sebagai orang asing, Choi Eun Seok. Saat memikirkan itu, aku melihat banyak hal yang belum pernah kulihat. Aku menyadari cinta dari orang tuaku lamaku nyata. Aku merindukan Ji An dan sedih harus meninggalkan Hyuk. Aku sungguh sedih dan penuh penyesalan. Serta aku takut.” Jawab Ji Soo.

“Kau sudah lupa dengan perbuatan mereka kepadamu?” tanya Nyonya No kesal.


“Itu tidak penting. Aku tidak bahagia selama tinggal beberapa bulan dengan orang tua kandungku.” Jawab Ji Soo.

“Itu karena kau belum mencobanya. Kau belum menikmati hidup. Ini bukan sekadar masalah uang. Tidak ada yang boleh memperlakukanmu dengan tidak benar. Kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan dalam hidup. Kenapa kau tidak bisa mengerti kalau ibu ingin memberikan yang terbaik untukmu.” Ucap Nyonya No.

“Ibu ingat memberikanku kartu kredit? Pernahkah aku memakainya?” tanya Ji Soo.

“Kau benar. Kenapa tidak dipakai? Itu tidak ada batasnya.” Jawab Nyonya No.


“Aku cukup nyaman dengan uang yang kuhasilkan sendiri. Aku tidak butuh uang sebanyak itu. Bagiku, semua makanan enak dan karena gen ibu yang bagus, aku tampak cantik mengenakan apa pun. Jadi, aku tidak suka pergi ke restoran terkenal dan tidak suka berbelanja juga. Itulah alasannya aku bahagia selama bertahun-tahun dengan pekerjaan paruh waktu. Aku tidak butuh lebih.” Ucap Ji Soo.

“Kau sudah terbiasa hidup miskin. Itu membuat ibu kecewa dan kesal.” Jawab Nyonya No.

“Tapi karena itu, aku tidak mau kembali. Aku tidak mau hidup sebagai Choi Eun Seok. Aku tidak merasa bahwa kau adalah ibuku.  Aku tidak sedih melepaskan semua hak istimewa yang bisa kunikmati di Haesung. Satu-satunya alasan aku bersyukur karena anda sudah melahirkanku.” Ucap Ji Soo.

Nyonya No tidak menyerah. Ia berjanji, tidak akan memaksa Ji Soo lagi keluar negeri. Ia juga mengizinkan Ji Soo pacaran dengan Hyuk dan Ji Soo juga boleh kerja di toko roti, asalkan Ji Soo mau kembali ke rumahnya.

“Sudah terlambat.” Jawab Ji Soo.

“Terlambat?” tanya Nyonya No.

“Terima kasih sudah melahirkanku. Aku hanya mau berterima kasih untuk itu.” Jawab Ji Soo, lalu bangkit dari duduknya.

“Kau akan menyesalinya.” Ancam Nyonya No, tapi Ji Soo tidak peduli dan beranjak pergi.


Di studio, Ji An gelisah menunggu kabar dari Do Kyung. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Pesan dari Do Kyung. Do Kyung bilang, akan tiba 5 menit lagi. Ji An pun langsung berdandan.

“Ayo pergi, aku ingin naik kereta bawah tanah denganmu.” Ucap Do Kyung.


Di kereta, Ji An merasa canggung. Apalagi, setelah Do Kyung mengajaknya berdiri di dekat pintu. Do Kyung, bilang pasangan selalu berdiri di sana. Do Kyung lantas menggeser tubuh Ji An, agar tidak terlalu ke dekat pintu. Do Kyung bilang, terlalu berbahaya berdiri di dekat pintu.

Kereta mulai penuh, Do Kyung dan Ji An pun terpaksa berdiri berdekatan.


Lalu, mereka nonton film sambil makan popcorn. Ji An nampak kesulitan mengambil popcorn nya karena wadahnya terlalu tinggi.

Melihat itu, Do Kyung pun menggunakan tangannya sebagai wadah popcorn.

“Kau lebih suka menatapku daripada menonton film?” goda Do Kyung, membuat Ji An tersipu malu.


Ji An lantas kembali mengalihkan pandangannya ke film. Ia terus makan sampai tidak menyadari popcorn di tangan Do Kyung sudah habis.


Do Kyung menggenggam tangan Ji An. 




Awalnya, Ji An terkejut tapi kemudian ia membalas genggaman itu.


Karena Ji An merespon genggamannya, Do Kyung pun mengubah posisi genggamannya dan mendekatkan tangan Ji An ke dadanya.


Alur cerita film mulai sedih. Ji An menangis. Melihat itu, Do Kyung pun mengeluarkan sapu tangannya dan menghapus air mata Ji An. Ji An menoleh, lalu mengambil sapu tangan Do Kyung.


Tuan Seo ternyata juga sedang menonton film di bioskop.


Tuan Choi pun sama. Mereka semua menonton film sedih.


Do Kyung dan Ji An keluar dari bioskop sambil bergandengan tangan dan membahas cerita film yang mereka tonton tadi.

“Menurutmu, kau bisa lolos dari ketujuh sidang alam baka?” tanya Ji An.

“Tidak. Aku kehilangan kesempatanku untuk bereinkarnasi. Jadi, aku akan berusaha yang terbaik di kehidupan saat ini.” Jawab Do Kyung.

“Kukira kita akan bersama di kehidupan yang selanjutnya, tapi tampaknya tidak.” Ucap Ji An.

“Kau juga tidak bisa bereinkarnasi. Kau akan didakwa berbohong. Kau berpura-pura tidak menyukaiku.” Jawab Do Kyung.

“Aku tidak pernah bilang tidak menyukaimu.” Ucap Ji An.

“Benar juga. Kau meneriakiku dan bilang kamu menyukaiku.” Jawab Do Kyung.

“Yang benar saja.” Balas Ji An.

“Aku terlalu lapar untuk marah.” Ucap Ji An kemudian.

“Benar, kau lapar, bukan? Kau bisa memilih mau makan malam apa. Aku tadinya mau memesan tempat di restoran, tapi aku tidak tahu apa yang kau sukai.” Jawab Do Kyung.


Mereka pun pergi makan di restoran yang Ji An pilih. Do Kyung bingung melihat menu makanannya.

“Ini yang dulu biasa kumakan saat berkuliah. Tteokbooki, keju, ceker ayam, dan jumeokbap.” Ucap Ji An.

“Kau makan ceker?” tanya Do Kyung kaget.

“Kau tidak makan, ya?” tanya Ji An.

Do Kyung pun menggeleng cepat2.


Ji An lalu menyantap ceker ayamnya dengan menggunakan sumpit, tapi ia agak kesulitan karena harus makan dengan sumpit.


Do Kyung lalu melihat sekitarnya dan melihat orang2 makan ceker pakai tangan.

“Bukan begitu cara makannya, bukan? Lakukan saja seperti biasa.” Ucap Do Kyung sambil menyodorkan sarung tangan plastik.

Tapi Ji An menolak dan memilih makan pakai sumpit.


“Aku juga akan makan agar kau bisa makan.” Ucap Do Kyung, lalu memakai sarung tangan plastiknya dan mulai menyantap ceker ayam.

Ji An tersenyum dan mulai makan ceker ayam dengan tangannya.


Di kamarnya, Ji Tae sedang mengetik pesan untuk Soo A. Tapi Seung Won, temannya Soo A, tiba-tiba menghubunginya. Seung Won memberitahu, kalau Soo A keguguran. Ji Tae pun terkejut.

“Sore ini dia terus bilang perutnya sakit. Dia beristirahat di rumahku sekarang. Kukira kau harus tahu. Itulah alasanku menelepon.”


Berpindah ke Seohyun yang masuk ke klub seorang diri. Seohyun meyakin dirinya, kalau ia pasti bisa bersenang-senang seorang diri sekarang.

Seohyun lalu melihat Ji Ho yang sedang bekerja. Ia kaget dan buru-buru pergi.

Ji Ho sempat melihat punggung Seohyun, tapi ia meyakinkan dirinya kalau itu bukan Seohyun.


Seohyun pun heran kenapa ia melarikan diri. Lalu, Seohyun ingat saat Ji Ho menggagalkan ciumannya dengan Supir Ryu saat ia melihat mobil yang terparkir di sana.

Ia juga ingat saat Ji Ho memberikanya uang hasil dari mereka menjual pakaian di pinggir jalan.

Seohyun pun tersenyum.

Tapi kemudian, ia tersadar dan memukul pipinya sendiri.

“Tidak mungkin. Aku pasti gila. Kenapa kau terus memikirkannya? Seo Hyun, kau mencintainya? Dia putra musuh keluargamu.” Ucapnya.


Do Kyung mengantarkan Ji An pulang dan mereka masih bergandengan tangan. Do Kyung tidak menyangka, akan kembali lagi ke lingkungan Ji An. Ji An bilang, Do kyung selalu bilang tidak akan pernah kembali tapi kenyataannya Do Kyung selalu kembali.

“Aku sebaiknya tidak memakai kata "tidak akan pernah".” Jawab Do Kyung.

“Benar juga. Kata "tidak akan pernah" sungguh tidak berarti.” Ucap Ji An.

“Bukankah kau juga sering menggunakan kata itu?” jawab Do Kyung.

Ji An pun tersenyum.


Karena sudah hampir sampai di rumah, Ji An pulang cukup sampai disitu saja Do Kyung mengantarnya. Do Kyung mengerti. Ji An kemudian berterima kasih karena Do Kyung sudah mengantarnya pulang. Do Kyung bilang, itu kewajibannya mengantar Ji An pulang.

“Pasti dingin dalam perjalanan pulang.” Cemas Ji An.

“Aku akan berlari ke halte bus.” Jawab Do Kyung.

“Jaga dirimu.” Ucap Ji An.

“Apa rencanamu besok?” tanya Do Kyung.


Ji An pun terdiam. Ia menunduk dan matanya seketika berkaca-kaca.

“Kau tidak mau melakukan apa pun untukku?” tanya Do Kyung.

“Aku mau menonton, berjalan-jalan, pergi ke galeri seni, berolahraga bersama, bicara di telepon kapan pun kumau, pergi ke bar dan kafe, dan pergi ke taman bermain bersamamu.” Jawab Ji An.

Do Kyung pun terkejut.

“Sampai jumpa besok.” Ucap Ji An.

Do Kyung tersenyum, lalu berkata sampai jumpa besok.

“Sampai jumpa besok.” Balas Ji An, sambil tersenyum dan memandangi wajah Do Kyung.


Genggaman tangan mereka nampak semakin erat.


Keesokan paginya, Hyuk yang baru keluar dari kamar mendapati Ji Soo sedang melipati pakaian pria. Ji Soo bilang, itu pakaian Do Kyung. Lalu, Ji Soo melipat daleman Do Kyung dengan santainya. Hyuk sontak terkejut.

“Bagaimana bisa kau melipat pakaian dalam pria begitu saja?” tanya Hyuk.

“Apa? Memangnya salah? Aku punya dua saudara pria, jadi, sudah terbiasa.” Jawab Ji Soo.

Ji Soo lalu menggoda Hyuk. Ia mengangkat daleman Do Kyung dan bertanya, apa Hyuk malu.

Hyuk yang malu, langsung mengambil daleman Do Kyung dan menyuruh Ji Soo melipat handuk saja.

“kau menjadi ceria setelah menemuimu ibumu.” Ucap Hyuk.

“Ya. Memikirkan orang-orang yang menyayangiku membuatku berani. Jadi, aku mengungkapkan semua yang kupikirkan kepadanya. Itu terasa amat melegakan.” Jawab Ji Soo.

“Lantas, aku sebaiknya menemui ayahmu.” Ucap Hyuk.

“Ayahku?” tanya Ji Soo.

“Aku membantumu kabur. Jadi, aku harus meminta maaf kepadanya dan meminta restunya mengencanimu. Aku tidak enak membiarkanmu melewati segalanya sendirian.” Jawab Hyuk.

“Ayahku baik. Aku yakin dia juga akan menyukaimu.” Ucap Ji Soo.


Saat rapat, CEO No memuji putri bungsunya yang pergi ke Eropa sendiri dan membeli tanah sendiri untuk resort baru mereka.


Nyonya No kesal mendengar pujian itu.


Jin Hee bilang, itu berkat koneksi suaminya.

CEO No lalu melirik ke arah Tuan Choi yang sedang minum dengan santai.


“No Daepyeonim, sampai kapan kau akan membiarkan Haesung Food & Beverages tersendat? Franchise burger, bar salad dan restoran Korea. Kau sudah punya tiga. Air yang tersendat akan membusuk. Kau sudah punya terlalu banyak franchise. Kapan kau akan meluncurkan merek baru? Aku sudah menyuruhmu sejak lama.” Ucap CEO No.

“Itu tertunda karena ekspansi Vietnam. Ini era kejayaan waralaba, jadi, kami berusaha melakukan sesuatu yang unik. Sebentar lagi...”

CEO No pun memotong kata-kata Nyonya No. Ia bilang, ekspansi vietnam sudah menjadi tanggung jawab Tuan Choi.

Jin Hee dan suaminya nampak senang.


Lalu, salah seorang peserta rapat bertanya kapan Do Kyung akan kembali dari cuti.

“Dia mau cuti untuk menyegarkan diri, jadi, aku membiarkannya mengambil cuti panjang. Aku malu melihat para anggota dewan.” jawab CEO No.


CEO No lalu menatap kesal ke arah Nyonya No. Jin Hee tambah senang melihatnya.


Begitu rapat selesai, Tuan Choi langsung meninggalkan ruangan rapat. Lalu, Nyonya No mengajak ayahnya minum teh. Sang ayah menolak dengan alasan sibuk, tapi ia mengajak Tuan Jung minum teh.


Jin Hee lantas mengajak kakaknya itu minum teh. Nyonya No kesal dan meminta Jin Hee tidak mengganggunya.


Nyonya No menerobos masuk ke ruangan suaminya dan panic mendapati sang suami tidak berada di sana.


Tuan Choi sedang berdiri di depan gedung Haesung. Ia menatap langit dan tidak mempedulikan ponselnya yang terus bergetar sejak tadi.


Nyonya No lah yang menghubungi Tuan Choi. Saat kembali ke ruangannya, Nyonya No terkejut melihat adiknya sudah berada di sana.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Nyonya No.

“Aku mau bertanya soal keponakanku, tapi kau tidak memperbolehkanku. Biarkan aku menemui Eun Seok.” Ucap Jin Hee.

“Eun Seok belajar ke luar negeri.” Jawab Nyonya No.

“Lalu Do Kyung?” tanya Jin Hee.


“Dia akan segera kembali.” Jawab Nyonya No.

“Eonni, aku sudah mengenal Do Kyung selama bertahun-tahun. Aku tidak tahu siapa wanita itu, tapi bagaimana jika Do Kyung malah menyerahkan Haesung Grup padanya?” tanya Jin Hee.

“Jangan bicara omong kosong!” jawab Nyonya No.

“Edward VIII bahkan turun takhta demi wanita. Dia melakukannya demi menikahi Walls Simpson. Kau pasti tahu karena dulu kau juga dibutakan cinta.” Ucap Jin Hee.

“No Jin Hee!”


“Aku mendengar kabar soal Jang So Ra.  Aku belum memberi tahu ayah. Itu akan membuat keadaan amat buruk, bukan?” jawab Jin Hee.

“Kau masih menyerang orang sambil tersenyum. Itulah alasanku membencimu.” Ucap Nyonya No.

“Aku menyerangmu? Maksudmu pada hari kau kehilangan Eun Seok?” tanya Jin Hee.

Flashback...


Nyonya No memakaikan jepit rambut berlian itu ke rambut Eun Seok. Kemudian, Nyonya No disuruh Jin Hee meninggalkan Eun Seok di rumah perawat di Yangpyeong.


Saat keluar dari toilet di rest area, Nyonya No dihubungi oleh Jin Hee.

Datanglah ke rumah perawat di Yangpyeong.

“Suamimu menyewa seseorang untuk mengikutimu. Kau belum ketahuan?” tanya Jin Hee.


Panic, Nyonya No pun langsung masuk ke mobil dan meninggalkan rest area tanpa menyadari Eun Seok sudah menghilang.

Ketika mobilnya sudah melaju, Nyonya No baru sadar Eun Seok tidak ada di kursi belakang.


Nyonya No pun buru2 memutar mobilnya, mau kembali ke rest area. Tepat saat itu, sebuah truk datang dan menabrak mobil Nyonya No.

Tuan Choi pun marah, di mana kau meninggalkan Eun Seok!  Di mana kau meninggalkan Eun Seok!
Flashback end...


“Jika bukan karena tebakan salahmu, aku tidak akan kehilangan Eun Seok.” Ucap Nyonya No.

“Kau kira itu salahku, bukan? Kau tidak pernah merasa bertanggung jawab, bukan?” tanya Jin Hee.

“Itulah alasanku tidak akan pernah membiarkanmu memiliki Haesung. Aku akan membuat Do Kyung langsung mewarisinya.” Jawab Nyonya No.

“Aku juga suka bersaing. Di samping itu, kurasa ayah berubah pikiran.” Ucap Jin Hee, yang sukses membuat Nyonya No khawatir.

Sadar, kakaknya itu sedang khawatir, Jin Hee pun berkata akan memikirkan cara untuk semakin mengubah pikiran CEO No. Jin Hee lalu pergi. Nyonya No menghela napasnya.


Do Kyung dan Seketaris Yoo membersihkan pabrik baru mereka. Do Kyung nampak bersemangat.

Dan di ruangan kantornya yang sempit, Do Kyung memberi instruksi pada Seketaris Yoo.

“Aku harus menyelesaikannya dengan cepat dan pergi. Ayo bergegas dan lakukan percobaan, buat sampel, lakukan pengecekan kualitas, dan tentukan kapan kita akan membuka pabrik serta desain kemasan peletnya. Tolong catat semua yang kita butuhkan.” Ucap Do Kyung.

“Jangan khawatir. Anda pergi saja. Jangan menyia-nyiakan waktu.” Jawab Seketaris Yoo.

“Terima kasih.” Ucap Do Kyung, lalu bangkit dari duduknya.

“Omong-omong, anda tidak masalah hanya seminggu?” tanya Seketaris Yoo.

“Kita tidak pernah tahu. Mungkin nanti terjadi keajaiban.” Jawab Do Kyung, lalu membuka jaketnya.

Tuan Sunwoo dan Sun Tae pulang duluan. Setelah mereka pulang, Ji An membuka laci dan mengambil boneka kayu ayahnya yang sedang memeluk gitar.


Lalu Ji Soo menelponnya. Ji Soo berencana mengenalkan Hyuk pada ayah kandungnya dan orang tua angkatnya. Ji Soo bertanya, kapan sang ayah (Tuan Seo) punya waktu. Ji An pun terdiam sejenak sebelum akhirnya memberitahu Ji Soo apa yang terjadi pada ayahnya.

Do Kyung sampai di studio dan turun dari mobil dengan wajah sumringah.


Ji An nampak serius menyelesaikan boneka kayu ayahnya.

Saking seriusnya, sampai2 dia tidak menyadari Do Kyung ada di belakangnya dan sedang menyodorkan bunga padanya.

Do Kyung tersenyum dan mulai memperhatikan Ji An yang serius mengukir patung sang ayah.

Ji An akhirnya selesai mengukir patung ayahnya.


Ia kemudian terkejut begitu melihat Do Kyung yang duduk di hadapannya dan sedang tersenyum kepadanya.

“Kapan kau datang?” tanya Ji An.

“Sekitar sejam lalu.” Jawab Do Kyung.

“Sejam lalu? Apa yang kau lakukan selama sejam? Kenapa tidak meneleponku?” protes Ji An.

“Tidak apa-apa.” Jawab Do Kyung.

“Kau seharusnya meneleponku. Ini sudah hampir pukul 20.00.” ucap Ji An.


Do Kyung pun beranjak mendekati Ji An dan memberikan bunganya. Ji An senang dapat bunga dari Do Kyung.


Do Kyung lalu melihat ukiran patung Tuan Seo.

“Ini ayahmu?” tanya Do Kyung.

“Bagaimana kau tahu?” kaget Ji An.

“Aku sudah pernah bertemu dengannya. Ini mirip sekali dengannya. Kau mau mengecatnya juga?”

“Tidak. Aku bisa mengecatnya besok.”

“Mari cat ini, lalu pergi.”


Ji An pun mulai mengecat patung ayahnya, sementara Do Kyung menuangkan catnya. Ji An lalu menyuruh Do Kyung mengecat bagian celananya. Awalnya, Do Kyung menolak karena takut boneka kayunya jadi rusak, tapi Ji An bilang ia bisa memperbaikinya jika itu rusak.

Dan mereka pun mulai mengecat patung Tuan Seo bersama.


Mereka lalu pergi makan malam. Ji An merasa, ia sudah merusak rencana Do Kyung malam ini.

“Aku tidak punya rencana. Aku amat sibuk sampai hanya memikirkan menemuimu sepulang kerja. Aku tidak bisa memikirkan rencana lain.” Ucap Do Kyung.

“Kau sudah selesai mengurus pabrik dalam sehari? Kau luar biasa.” Puji Ji An.

“Kau juga. Kau bahkan tidak mendengarku memanggilmu. Kau benar-benar berfokus pada pekerjaanmu.” Jawab Do Kyung.


Do Kyung lalu bertanya apa Ji An seperti itu juga saat sedang mengerjakan pesenan lampunya.

“Lampu itu rupanya. Amat sulit berkonsentrasi saat itu. Omong-omong, apa yang kau lakukan dengan lampu So Ra?”

“Aku menyimpannya.” Jawab Do Kyung.
“Kenapa kau menyimpannya?” tanya Ji An.

“Itu... So Ra seharusnya mengirimkan alamatnya, tapi belum sampai sekarang.” Jawab Do Kyung.

“So Ra? Belum? Tampaknya kalian berdua amat akrab.”

“Kami sudah saling mengenal sejak kecil.”

“Sungguh?” tanya Ji An, lalu mulai melahap makanannya. Wajahnya nampak sedikit kesal.

“Kau kesal?” tanya Do Kyung.

“Untuk apa aku kesal? Aku hanya lapar.” Jawab Ji An.


Tapi saat Do Kyung mulai menyuap makanannya, Ji An bertanya apa saja yang Do Kyung makan dengan So Ra dan Do Kyung pergi kemana saja dengan So Ra. Do Kyung pun tertawa menyadari Ji An cemburu.


Di kamar, Nyonya No kesal karena Tuan Choi tidak memberinya kabar sama sekali setelah meeting selesai. Nyonya No penasaran, kemana saja Tuan Choi pergi sepanjang hari. Tuan Choi bilang, ia pergi mencari angin.

“Kau pergi mencari angin setelah melalui semua itu? Kau tidak dengar ucapan Ayah? Dia amat kesal dengan Do Kyung.” ucap Nyonya No.

“Dia juga kecewa denganku.” Jawab Tuan Choi enteng.

“Itulah maksudku. Kenapa kau bertingkah seolah-olah sudah menyerah dengan semuanya? Demi Do Kyung, kau harus mengurus semuanya.” ucap Nyonya No.

“Itu tidak benar. Ayahmu merestui pernikahan kita untuk memanfaatkanku hingga sejauh ini. Aku mau berperan sebagai jembatan untuk Do Kyung jika terjadi sesuatu kepada ayahmu. Aku melakukannya untukmu dan putraku. Tapi aku tidak mau melakukan itu lagi.” Jawab Tuan Choi.

“Kenapa?” tanya Nyonya No.

“Aku mau membiarkan Do Kyung berbuat sesukanya. Jadi, kau harus meyakinkannya jika mau.” Jawab Tuan Choi, lalu masuk ke kamar mandi.

Nyonya No pun makin bingung.


Do Kyung mengajak Ji An main ice skating. Do Kyung menyuruh Ji An memakai sarung tangan, tapi Ji An malah menatapnya galak. Do Kyung pun langsung menjelaskan, kalau ia tidak pernah memakaikan sarung tangan pada So Ra.

“Aku tidak bilang apa-apa.” Jawab Ji An, lalu meminta sarung tangannya.

“Tidak menyenangkan berseluncur begini saja.” Ucap Ji An.

Ji An lantas mengajak Do Kyung bertanding dan yang kalah akan mengabulkan permintaan yang menang.


Ji An pun meluncur duluan. Do Kyung menyusulnya di belakang. Keduanya terlihat bahagia.

Tiba2, Ji An ditabrak orang dan ia nyaris saja jatuh. Untung, Do Kyung cepat menangkap Ji An.

Do Kyung nampak khawatir. Ia takut Ji An terluka.

“Aku baik2 saja, tapi...”

“Apa? Kau terluka?” tanya Do Kyung.

“Tidak.” Jawab Ji An.


Lalu, Ji An tersenyum dan berkata kalau permainan belum berakhir. Ji An pun kembali meluncur.

Ji An lantas tersenyum pada Do Kyung. Sontak, senyum Ji An itu mengingatkan Do Kyung pada senyum Ji An yang membuatnya terpesona.


Flashback—saat itu, Ji An membantu Do Kyung menyabotase mobil agar tidak perlu ke Yangpyeong menemui kakek. Setelah beberapa jam, akhirnya Ji An berhasil memotong kabelnya dan tersenyum pada Do Kyung sambil menunjukkan kabel itu—Flashback end


Ji An akhirnya sampai duluan di pintu dan ia terlihat sangat sangat bahagia. Ji An bilang, ia akan mengatakan keinginannya pada Do Kyung nanti.


Mereka lalu main ice skating lagi, kali ini sambil bergandengan tangan.


Saat pulang, gantian Ji An yang menyetir. Ji An bilang, sudah menjadi keinginannya sejak lama untuk mengantarkan pacarnya pulang. Do Kyung pun tertawa, lalu pura-pura tidur saat mendengar impian Ji An adalah mengantarkan pacarnya yang kelelahan pulang dan tertidur di mobil.

Mereka akhirnya tiba di rumah kos. Do Kyung ketiduran. Ji An tidak membangunkan Do Kyung.


Ji An menatap Do Kyung sejenak, sebelum akhirnya ia ikut tertidur di dalam mobil.


Mereka lalu terbangun karena sebuah cahaya yang sangat terang menyinari mereka.
Keduanya terkejut melihat Nyonya No turun dari mobil bersama Seketaris Min.


Nyonya No menatap Ji An dengan tajam. Do Kyung ingin menjelaskan, tapi Nyonya No tidak mau mendengar penjelasan Do Kyung. Nyonya No hanya mau mendengar penjelasan Ji An.

My Golden Life Ep 43 Part 2

Sebelumnya...


CEO No marah, ia bilang karena Do Kyung ia tidak bisa pergi ke Hawaii. Karena Do Kyung, ia harus menghabiskan dua bulannya di Korea. Tapi Do Kyung tidak peduli. Ia meminta kakeknya mendengarkannya. CEO No marah, ia membanting cangkir tehnya.

Do Kyung minta penjelasan kenapa kakeknya datang ke rumah Ji An. CEO No bilang, itu karena Do Kyung tidak pulang juga ke rumah.

“Kenapa kakek pergi ke sana? Kami tidak berkencan.” Ucap Do Kyung.

“Itulah masalahnya. Ji An bilang tidak ada hubungan apa-apa diantara kalian. Katamu kau sudah melupakannya. Jika begitu, kau harus pulang. Jika tidak pulang, artinya kau berbohong. Jadi kakek memperingati mereka. Kalian bahkan bekerja sama untuk membawa Ji Soo. Jika seorang Ji An sampai bisa melakukan itu dan melawan keluarga kita, berarti kau membantunya. “ jawab kakek.

“Dia hanya melakukan itu karena menyayangi adiknya.” Ucap Ji An.

“Lantas kau bisa pulang. Jika kalian tidak berkencan, kau harus pulang. Hanya itu yang bisa membuktikannya. Tapi kau tidak mau pulang. Itu artinya, kalian berdua berbohong.  Menurutmu, kali ini kakek akan berhenti memukuli Seo Tae Soo?” jawab kakek.

Do Kyung pun kaget tahu kakeknya memukul ayah Ji An.


CEO No sendiri terkejut karena Ji An tidak memberitahu Do Kyung. Do Kyung pun menjelaskan, dia tahu kakeknya ke rumah Ji An bukan dari Ji An. Tapi kakek gak mau mendengarkan penjelasan Do Kyung.

CEO No berkata, bahwa ia sudah memukul Tuan Seo dua kali dan memberikan Tuan Seo peringatan keras. Do Kyung pun sadar, kakeknya mengancam untuk menyakiti keluarga Ji An sama seperti yang ibunya lakukan.

“Kau lah yang membuat kakek melakukan sesuatu yang tidak beradab, Do Kyung-ah.”

“Seo Ji An! Kubilang aku tidak akan membawanya pulang! Aku tidak mau kami hidup di keluarga semacam ini!”

CEO No pun kaget, apa?


“Kakek takut aku menikahinya, kan? Jangan cemas, Kek. Aku tidak akan menikahi Ji An. Tidak akan pernah. Aku tidak akan melakukannya karena kami tidak mau hidup begini.  Selain itu, aku juga tidak akan kembali.  Aku tidak akan kembali meski tidak ada hubungannya dengan Ji An. Aku belum mencoba mengelola bisnisku sendiri. Aku juga belum menjalani kehidupanku sendiri.”

“Jadi kau memutuskan melanggar perintah kakek? Kau mau melawan kakek?”

“Aku bukan lagi peliharaan kakek.”


Hae Ja terkejut saat Nyonya Yang bilang mau bekerja. Nyonya Yang berkata, ia mau bekerja untuk menyokong suaminya saat suaminya kembali nanti.

“Bahkan saat Tae Soo kesulitan dan tidak punya uang, katamu kamu terlalu lemah untuk bekerja.” Jawab Hae Ja.

“Kau tahu dia terus mengatakan apa usai menduga dirinya terkena kanker? Dia melarangku membebani anak-anak. Itu melukai hatiku.” Ucap Nyonya Yang.

“Omong-omong, Mi Jung. Bukankah kau kedatangan tamu saat aku datang kali terakhir? Pria tua yang tampak kaya itu. Kenapa dia kemari? Ada urusan apa orang kaya sampai datang ke sini?” tanya Hae Ja.

Enggan menjawab, Nyonya Yang pun menanyakan tujuan Hae Ja ke rumahnya. Hae Ja bilang, ia datang untuk mengajak Nyonya Yang berbelanja.


Usaha Do Kyung dijegal kakeknya lagi. Pemilik pabrik yang sudah disewa Do Kyung, tiba-tiba saja membatalkan kontraknya. Pemilik pabrik juga mengembalikan biaya pembatalan kontrak. Pemilik pabrik bilang, seseorang datang menawar dengan harga dua kali lipat. Do Kyung pun terpukul mengetahui itu ulah kakeknya.


Yong Gook bilang pada Hyuk, kalau ia cukup terkesan pada Do Kyung.

“Tidak kuduga dia akan melakukan ini. Dia tumbuh dalam kenyamanan. Tidak akan mudah memulai dari bawah.” Ucap Yong Gook.

“Memang benar Ji An memberi pengaruh positif. Bagiku juga begitu. Akan butuh lebih banyak sisa kayu saat bisnisnya mulai berjalan. Aku harus memperkenalkannya dengan pemilik kebun kayu Incheon.” Jawab Hyuk.

Yong Gook pun meledek Hyuk yang mendadak baik sama Do Kyung.


Yong Gook lalu menelpon Do Kyung. Ia berniat mentraktir Do Kyung. Tapi ia terkejut saat Do Kyung bilang usahanya gagal lagi. Do Kyung cerita pada Yong Gook, bahwa kakeknya terus mengawasinya dan berniat menghancurkannya.


Di studio, Ji An sedang membuat boneka kayu. Lalu Ji Soo datang, menatap Ji An dengan mata berkaca-kaca. Ji Soo teringat ucapan Hyuk soal hubungann Do Kyung dan Ji An.

Ji Soo lantas mendekati Ji An. Ia langsung memeluk Ji An.

“Kau sudah banyak menderita karena kakakku. Kau membuatku gila. Kenapa tidak memberitahuku?” ucap Ji Soo.

“Kau terlambat. Aku tidak bilang karena semuanya sudah selesai.”

“Ayo pergi dan minum bir dari toserba.” Ajak Ji Soo.

“Tidak. Aku muak meminum bir toserba.” Jawab Ji An.


“Lantas, ayo kita ke bar.” Ajak Hyuk sembari masuk ke studio.

“Kalian mau mentraktirku minum? Tapi jangan hari ini. Lain kali saja. Aku mau menyelesaikan ini.” Jawab Ji An.

“Ukiran? Siapa?” tanya Hyuk.

“Ayahku.” Jawab Ji An.


Ji An lalu menyuruh Hyuk menyapu serpihan2 kayunya, karena Do Kyung akan mengambilnya besok. Ji Soo pun meraih ponselnya, mau menghubungi Do Kyung tapi dilarang Hyuk.

“Pimpinan No memang luar biasa. Dia membeli pabriknya pada saat-saat terakhir.” Ucap Hyuk.

Ji An pun kesal, Lagi? Dia menghentikannya lagi? Untuk apa? Kenapa? Ada apa lagi? Aku sudah pindah dari kontrakan dan kami mengakhiri... Kami berdua sama-sama menyerah. Teganya dia melakukan itu. Do Kyung tidak bisa pulang tanpa mencapai apa pun. Dia juga punya harga diri. Do Kyung itu cucunya. Tidak bisakah dia setidaknya melindungi harga dirinya? Jika sudah begitu, Do Kyung baru bisa berbangga. Teganya dia...


Do Kyung yang mabuk, masuk ke kamarnya. Dia bahkan terjatuh di lantai.


Ji An tak bisa tidur. Ia terus memikirkan Do Kyung. Ia ingat, Do Kyung pernah bilang tidak mau menjadi piaraan Haesung.


Ji An lalu duduk di layar laptopnya, menyiapkan artikel soal pelet kayu.


Besoknya, Ji An meminta Yong Gook menyerahkan artikel itu pada Do Kyung.
                                                                                                                                                
“Ada mesin pelet bekas yang sedang dijual. Aku sudah mencari tahu apa saja yang harus dia beli. Jika sudah punya mesin, dia hanya perlu menemukan pabrik dengan harga murah. Dia sudah menguji ide itu dan mempekerjakan pegawai berpengalaman.” Ucap Ji An.

Ji An juga meminta Yong Gook mencarikan pabrik untuk Do Kyung.

Yong Gook tersentuh dengan usaha Ji An.


Do Kyung berdiri di depan Kantor Haesung. Ia menatap gedung Haesung dengan tatapan lirih.


Di rumah kos, Do Kyung yang baru pulang bertemu Yong Goo. Yong Gook bilang, ia sudah memutuskan akan berinvestasi di bisnis Do Kyung. Do Kyung sontak terkejut.

“Aku tidak menawarkan uang. Aku akan memakai koneksiku untuk mencarikanmu pabrik dan membeli mesin-mesin dengan mengedarkan hal-hal seperti ini.” Ucap Yong Gook.

“Mengedarkan?” tanya Do Kyung.

“Mesin bekas. Mesin yang kau butuhkan untuk membuat pelet. Semuanya ada di sana. Aku mendapatkannya dari Ji An sebelum bekerja. Dia pasti bergadang semalaman.” Jawab Yong Gook, lalu memberikan berkas yang diberikan Ji An tadi padanya.

“Ji An memberimu ini?” tanya Do Kyung.

“Dia memintaku berpura-pura aku yang mengerjakannya, tapi aku tidak mahir menyimpan rahasia. Aku meminta Won Joo mencarikan beberapa pabrik. Dia tertarik dalam ide bisnismu dan sudah melakukan rapat rutin.” Jawab Yong Gook.


“Terima kasih.” Ucap Do Kyung.

“Tapi kau habis dari mana berpakaian seperti itu?” tanya Yong Gook.

“Perusahaan Haesung. Untuk menguatkan diriku. Sekeras apa pun kakekku mencoba menghentikanku, meski harus bekerja paruh waktu selama 100 tahun, kubilang kepada diriku, aku tidak akan memakai uang yang dia berikan kepadaku. Lalu aku mendapat hadiah ini.” Jawab Do Kyung, sambil menunjukkan berkas dari Ji An.


Do Kyung datang ke studio untuk mengambil sisa kayu.


Setelah Do Kyung pergi, Ji An pun minta izin ke kantornya Hyuk. Tapi sampai di sana, dia malah ketemu Do Kyung. Gugup, Ji An pun bilang ada yg mau ia tanyakan pada Yong Gook.

“Aku bisa menjawabnya. Kau bergadang semalaman? Kau tidak bisa memberikannya sendiri. Kau juga tidak bisa menunjukkan kepedulian. Kenapa harus seperti ini?” tanya Do Kyung.

“Ini pertemanan. Yang salah tetap salah dan aku sangat mengerti alasanmu tidak bisa kembali. Kau tidak mau menjadi mainan kakekmu.” Jawab Ji An.
“Mau menikah denganku? Aku tidak akan menikahimu. Kau tidak akan menikahiku, bukan?” ucap Do Kyung.


Do Kyung lalu mengajak Ji An berkencan. Do Kyung bilang, walaupun tidak bisa menikahi Ji An, tapi dia mau mengencani Ji An setidaknya satu kali. Do Kyung bilang, hanya berkencan. Ji An pun setuju.

Mata Ji An terlihat berkaca-kaca.