• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Blessing of the Sea Ep 1 Part 2

Sebelumnya...


Ji Hwan bilang pada istrinya, ia akan berdoa ke kuil dan mengumpulkan herbal dalam perjalanan. Namun sang istri cemas. Sang istri mengaku, setiap kali memikirkan orang-orang yang berusaha menyakiti Ji Hwan, ia takut.

Ji Hwan : Jangan cemas. Uri Hong Joo akan masuk sekolah tahun depan. Aku ingin dia tahu diluar sana ada banyak teman baik selain hewan dan serangga.

Ji Hwan lantas memegang tangan istrinya dan meyakinkan istrinya bahwa mereka akan baik-baik saja.

Ji Hwan : Meski tidak ada yang memercayaiku, aku yakin akan ada satu orang yang percaya. Satu orang.


Besoknya, Jae Ran memberitahu ibunya bahwa Sung Jae sudah berangkat pagi-pagi sekali tadi. Young In pun kesal mendengarnya dan menyuruh Jae Ran memanggil Pil Doo.

Jae Ran : Dia pikir Seo Pil Doo solusi untuk segala masalah?


Ponsel Jae Ran berdering. Jae Ran terkejut mendengarnya dan meminta si penelpon agar segera mengirimkan sesuatu padanya.

Tak lama kemudian, Jae Ran mendapat kiriman foto-foto seorang pria.


Pria yang ada di foto yang ditatap Jae Ran, ada di rumah sakit. Ia terkejut melihat tagihan rumah sakit anaknya yang sangat mahal dan yakin ada kesalahan.

"Anda Pak Sim Hak Kyu walinya Pasien Yeo Ji Na?" tanya pihak rumah sakit.

Pria itu mengiyakan.

"Tidak ada perbedaan untuk anak dan orang dewasa."

Hak Kyu pun meminta diskon.

"Ini bukan pasar, Pak." ucap pihak rumah sakit.


Hak Kyu menghela nafas. Ia lalu pergi dan duduk di depan meja resepsionis.

Han Kyu kemudian menghitung uangnya dan makin lemas karena uangnya tidak cukup membayar biaya rumah sakit.

Pandangan Han Kyu kemudian terarah pada TV di ruang tunggu yang menyiarkan lukisan yang tadi ditatap Hong Joo yang ternyata bernilai tinggi.

"Jika aku seniman, setidaknya aku harus meninggalkan yang seperti itu. Aku bekerja sebagai pelukis, tapi kenapa sulit menghasilkan uang?" ucapnya.


Di ranjang rumah sakit, Ji Na tengah menggambar.

Sementara sang ibu, Bang Deok Hee, bertengkar dengan keluarga salah satu pasien. Keluarga salah satu pasien menuduh Deok Hee mencuri bubur abalone nya. Ia mengaku, ada yang melihat

Deok Hee mengeluarkan wadah bubur abalone nya.

"Siapa yang melihatnya? Entah siapa, tapi akan kucongkel matamu! Aku akan berdoa pada Raja Naga, agar kalian membusuk disini sampai mati. Tunggu saja. Besok akan kubawa jimat dan kuletakkan di kasur kalian."

"Aigo, dasar dukun payah. Apa yang kau lakukan? Hya, jika kau sesakti itu, kenapa anakmu sakit? Apa Raja Naga mu tidak peduli padanya?"

"Hya, kau mengajakku berkelahi!"

Deok Hee pun mulai menjambak rambut si ajumma.

Tak lama kemudian, Hak Kyu datang dan berusaha melerai perkelahian itu tapi gagal.

Deok Hee baru berhenti berkelahi saat Ji Na berteriak menyuruhnya berhenti.


Hak Kyu pun membawa istrinya keluar. Diluar, ia memarahi istrinya karena bertengkar di depan Ji Na. Ia juga marah karena sang istri mencuri bubur abalone orang lain.

"Aku kasihan karena Ji Na tidak bisa menelan makanan rumah sakit yang tidak enak. Anak malang itu bahkan tidak bisa ke toilet dan dia sekarat seiring wajahnya menguning. Tapi apa yang kau lakukan? Apakah kau akan diam saja seperti ini jika dia putri kandungmu?"

"Apa maksudmu?"

"Dia putri dari istrimu dengan mantan suaminya, wajar kau tidak peduli padanya. Dia hanya orang asing."

"Bang Deok Hee! Ucapanmu sangat menyinggungku. Aku tidak pernah menganggap dia orang asing. Aku bersumpah."

"Jangan hanya bicara, bawakan aku uang! Aku tidak peduli meski kau mencuri. Bawakan aku uang!"


Poong Do sedang mengeker sesuatu. Tak lama kemudian, Sung Jae dan menunjukkan tiket pesawat.

Ya, mereka ada di bandara. Sung Jae berkata, bahwa mereka akan menemui ibu Poong Do. Poong Do senang mendengarnya.

Ponsel Sung Jae kemudian berdering. Sung Jae tidak mengenali nomornya.

"Ini nomor Ma Sung Jae? Ini kau kan, Sung Jae?" tanya suara pria di seberang sana.

Sung Jae langsung tersenyum tidak percaya mendengarnya.


Hak Kyu ada di tengah hutan. Ia berkata, meski dirinya bekerja mengecat atap, uangnya tidak akan cukup mencukupi kebutuhan mereka. Hak Kyu kemudian teringat saran istrinya untuk menjadi pencuri.

Han Kyu lalu berteriak.

"Mencuri juga tidak mudah, Deok Hee-ya!"


Han Kyu kemudian melanjutkan pencariannya. Ia kesal karena tidak bisa menemukan jamur.

Han Kyu lantas melemparkan tongkat kayunya ke sembarang arah. Ia terkejut mendengar tongkat kayunya menabrak sesuatu.

"Harta karun! Satu dari itu, pasti cukup untuk biaya rumah sakit Ji Na."

Han Kyu pun mendekat. Ia memanjat tebing untuk mencapai harta karunnya. Tapi saat hampir sampai, seekor laba-laba jatuh ke tangannya. Han Kyu kaget dan menjerit. Akibatnya, ia langsung jatuh berguling ke bawah.

Han Kyu tak sadarkan diri.


Hong Joo menumbuk sesuatu yang menghasilkan warna merah.

Seseorang mengintipnya dari belakang. Hong Joo yang curiga ada yang mengawasinya, langsung mencari sosok si pengawas tapi tidak menemukan siapa pun.

Sang ibu keluar. Hong Joo pun berkata, ada yang mengawasi mereka.

"Siapa? Sejak kapan?"

"Mereka di sana sejak kita kembali memetik kelopak bunga. Aku tidak melihat mereka lagi."


Ibu Hong Joo langsung ke jalan, memeriksa.

Tepat saat itu, sebuah mobil datang dan berhenti di depannya.

Poong Do keluar dari dalam mobil dan langsung muntah.

Sung Jae keluar dari mobil dan menepuk-nepuk punggung Poong Do.

Sung Jae lantas berniat mengambil tisu. Ibu Hong Joo pun langsung menyerahkan tisunya.

"Putramu pasti mabuk berat." ucap ibu Hong Joo yang terus memperhatikan Sung Jae. Ia merasa mengenali Sung Jae.

"Iya, tapi apa kau tahu dimana Kuil Gangnyeong? Ini kali pertamaku kemari, jadi aku agak tersesat."

"Kuil Gangnyeong? Terus ikuti jalan ini dan belok kiri pada persimpangan. Tapi kenapa kau mau kesana?"

Sung Jae yang tidak mengenali ibu Hong Joo sedikit terkejut dengan pertanyaan ibu Hong Joo.

"Maafkan aku." ucap ibu Hong Joo.

"Seseorang yang selalu ingin kutemui ada di sana. Seseorang yang aku cari bahkan di mimpiku."


Ibu Hong Joo lantas melihat jam tangan Sung Jae dan tambah yakin.

"Apa kau Ma Sung Jae?"

"Bagaimana kau bisa mengenalku?"


Belum sempat menjawab, Hong Joo sudah muncul. Hong Joo takjub melihat mobil Sung Jae dan mau mendekat, tapi sang ibu langsung menariknya.

"Ibu mereka siapa? Teman ibu?"

Poong Do muntah lagi. Kali ini muntahannya mengenai kaki Hong Joo. Hong Joo sontak teriak dan menatap kesal Poong Do.


Sekarang, Sung Jae berada di rumah kaca. Ia takjub melihat tanaman di rumah kaca.

"Kurasa kau sukses, Ji Hwan-ah."

Tak lama kemudian, istri Ji Hwan datang membawakan minuman.

"Bagaimana kau tahu aku Ma Sung Jae?"

"Aku mendengar banyak tentangmu. Dan juga arloji itu."

"Apa Ji Hwan masih memiliki ini?"

"Dia selalu bilang bahwa ada satu orang yang akan memercayai dia. Menurutku keyakinkan itu yang membuat dia bertahan."


Hong Joo sedang melihat kekeran Poong Do. Tak lama kemudian, Poong Do keluar dari dalam rumah dan memakai bajunya Hong Joo. Poong Do merebut kekerannya dan menatap sebal Hong

Joo. Hong Joo juga membalas tatapan Poong Do itu dengan tatapan sebal.


Tak lama kemudian, Sung Jae dan istri Ji Hwan datang.

"Hong Joo-ya, jangan kasar begitu."

"Dia memuntahiku dan memarahiku karena aku melihat kekerannya."

"Poong Do-ya, cobalah akrab dengan temanmu."

Poong Do lalu protes dengan bajunya. Istri Ji Hwan minta maaf karena ia tak punya baju lain. Ia berkata, matahari sedang panas jadi baju Poong Do akan segera kering.

"Maaf, Poong Do-ya. Ayah sudah mengirimkan barang kita. Kau bisa menunggu sebentar. Ayah akan pergi memanggil teman ayah."

Poong Do menolak.

"Ada banyak batu besar. Jalanannya akan bergelombang dan kau akan muntah lagi." ucap Hong Joo.

Istri Ji Hwan merasa tidak enak dengan ucapan putrinya, sementara Sung Jae tertawa melihat reaksi putranya diledek Hong Joo.


Ji Hwan sendiri tengah membebat luka di tangan Hak Kyu. Tak lama kemudian, Hak Kyu siuman dan mengira dirinya ada di akhirat.

Ji Hwan : Kau bisa terkena masalah jika aku tidak menemukanmu.

Hak Kyu pun ingat apa yang terjadi pada dirinya.

Hak Kyu : Racunnya sudah menyebar.

Ji Hwan : Kurasa ini bukan laba-laba beracun.


Ji Hwan lantas membantu Hak Kyu bangun. Hak Kyu berterima kasih karena Ji Hwan sudah menolong.

Hak Kyu lalu melihat saputangan yang membebat tangannya.

"Maaf karena saputanganmu kotor. Ini juga tampak langka."

"Putriku yang membuatnya. Dia akan bangga jika ini digunakan untuk menyelematkan orang lain."

"Siapa pun itu, dia pasti putri yang baik."


Ji Hwan pun menunjukkan foto putrinya.

"Aigo, dia tampak cerdas. Dia akan menjadi orang hebat."

"Ya, dia cukup pintar. Ngomong-ngomong, matahari akan segera terbenam. Kau bisa berdiri? Kuil Gangnyeong sudah dekat. Kau harus menginap di sana."

"Aku mengenal kuil itu. Aku memang mau ke sana."


HaK Kyu lalu berdiri tapi jatuh lagi karena kakinya sakit.

"Kurasa kakimu terkilir. Naik lah ke punggungku dan tolong pegang kan barangku." ucap Ji Hwan.

Hak Kyu merasa enak.

"Putriku suka digendong, jadi aku sudah terbiasa." ucap Ji Hwan.

Hak Kyu pun akhirnya naik ke punggung Ji Hwan.


Poong Do duduk dibawah pohon, menatap foto dirinya dengan sang ibu dengan tatapan sedih.

Hong Joo yang melihat itu pun menjahili Poong Do.

Ia mengambil tongkat kayu, lalu mengganggu burung yang sedang duduk di sarang di atas pohon. Burung itu langsung terbang dan menjatuhkan tai nya ke kepala Poong Doo dan foto ibu Poong Do.

Sontak, Poong Do marah dan melempari Hong Joo dengan kerikil. Hong Joo pun langsung lari memanggil sang ibu.

Poong Do mengusap tai burung yang ada di foto ibunya dan menangis.


Hong Joo mengadukan Poong Do pada ibunya yang sedang memasak. Sang ibu pun berkata, itu karena Poong Do sedang patah hati jadi Poong Do tidak banyak bicara.

"Kenapa dia patah hati?" tanya Hong Joo.

"Ibu juga tidak tahu. Mungkin kau akan tahu jika mendengarkannya."

"Bagaimana aku bisa mendengarkan jika dia tidak bicara?"

Sang ibu hanya tersenyum mendengar pertanyaan Hong Joo.


Sementara itu, Poong Do berniat ke kamar mandi. Tapi baru membuka pintu, ia langsung menutup hidungnya dan menutup kali pintu kamar mandinya.

Hong Joo melihat Poong Do. Poong Do kemudian berlari dan Hong Joo mengikutinya.


Poong Do buang air di semak-semak. Hong Joo yang melihat itu langsung meneriaki Poong Do.

Melihat Hong Joo, Poong Do buru-buru memasang celananya. Setelah itu, ia berjalan ke arah Hong Joo tapi malah terpeleset dan jatuh ke dalam air.

Hong Joo sontak tertawa.


Sementara Poong Do panik dan mencari sesuatu.

Melihat Poong Do mencari sesuatu, Hong Joo mengedarkan pandangannya ke air dan menemukan kekeran Poong Do.

Hong Joo langsung membenamkan kepalanya dan mengambil kekeran Poong Do.


Berkat itu lah, Poong Do dan Hong Joo jadi berteman. Ibu Hong Joo kemudian datang membawakan mereka minuman hangat. Ibu Hong Joo juga memarahi Hong Joo lantaran membuat Poong Doo kecebur.

Poong Do pun memegang tangan ibu Hong Joo dan menggelengkan kepalanya.

"Ada apa Poong Do-ya?"

"Dia melarang ibu memarahiku. Aku bisa mendengar apa yang mau dia katakan."

Bersambung ke part 2........

Blessing of the Sea Ep 1 Part 1


Adegan dibuka dengan Sim Chung Yi yang berusaha melarikan diri dari kejaran dua pria. Chung Yi bersembunyi di dalam sebuah gudang. Ia tersenyum melihat dua pria yang mengejarnya berlalu begitu saja, melewati gudang tempat ia bersembunyi.


Chung Yi lantas duduk di tepi dermaga. Lagi asyik menyendiri, sebuah mobil tiba-tiba datang.

Chung Yi terkejut melihat dua pria yang mengejarnya tadi dan seorang pria yang terlihat seperti bos turun dari dalam mobil.

"Kau putri Raja Naga, kan? Kenapa selalu ke sini?" tanya pria yang terlihat seperti bos itu.

"Sudah delapan tahun kau mengejarku. Bisakah kau merelakannya demi aku? Aku akan membayar tepat waktu mulai bulan depan." ucap Chung Yi.

"Lupakan. Kapan kau akan membayar utang dan menjadikanku pimpinan? Mulailah bekerja." ucap pria yang seperti bos itu, lalu melirik jam tangannya.

"... Para gadis akan bersiap saat ini. Kau bisa minum?" tanyanya lagi.

Chung Yi kaget, apa?

"Mulai hari ini." jawab pria itu dan menyuruh dua anak buahnya menangkap Chung Yi.

"Tunggu sebentar." ucap Chung Yi lalu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.


"Ada yang jatuh dari dermaga Yongwangri. Cepatlah kemari. Namanya Sim Chung Yi." ucap Chung Yi, lalu melompat ke dalam air.

Sontak tiga pria itu kaget. Pria yang seperti bos langsung menyuruh anak buahnya menyusul Chung Yi. Tapi dua anak buahnya menolak. Yang satu takut air karena pernah tenggelam. Satunya lagi alergi garam. Si bos marah. Ia mendengus kesal karena gagal menangkap Chung Yi. Si bos lalu mengajak dua anak buahnya pergi.


Chung Yi tersenyum lantaran berhasil lolos sekali lagi.

"Mati untuk hidup dan hidup untuk mati. Itu motoku." ucap Chung Yi.


Namun saat akan berenang ke tepi, kakinya tiba-tiba saja kram dan Chung Yi pun tenggelam.

-Tahun 1998-


Di sebuah rumah yang terletak di tengah hutan, seorang gadis kecil tengah menatap sebuah lukisan yang tergantung di dinding rumahnya dengan penuh antusias.

Lalu ada bayangan pintu yang dibuka. Sinar matahari langsung menyinari lukisan itu.

"Jo Hong Joo." terdengar suara wanita.

Gadis kecil, si pemilik nama Jo Hong Joo, itu pun menoleh dan langsung berlari keluar.


Hong Joo berlari di taman, menghindari kejaran sang ibu yang mengomel karena dirinya mendekati lukisan itu. Hong Joo membela diri. Ia mengaku, hanya melihatnya saja, bukan menyentuhnya.

Tuan Jo kemudian datang. Hong Joo pun langsung memeluk appa nya.

"Dia menyentuh lukisan itu lagi!"

"Biar aku saja yang memarahinya." jawab Tuan Jo.

Tuan Jo lalu menatap Hong Joo dan mengedip padanya. Hong Jo tersenyum melihat kedipan appa nya tapi melihat eomma nya, ia pura-pura seolah akan dimarahi.

Tuan Jo lantas pergi bersama Hong Joo.


"Dasar penipu." ucap wanita itu, sambil tersenyum geli menatap suami dan putrinya.


Hong Joo dibawa ayahnya ke rumah kaca. Hong Joo tidak percaya melihat tanaman yang memenuhi rumah kaca itu sudah membesar.

Sang ayah mendekatinya.

"Benar, kan? Tanamannya tumbuh sepertimu."

Tuan Jo lalu memetik sehelai daun

"Appa membuat cat dengan ini. Akan ayah tunjukkan nanti."

"Catnya berwarna sama dengan lukisannya?" tanya Hong Joo.

Tuan Jo mengangguk.

"Waah, aku juga ingin membuatnya."

"Tentu saja. Kita akan membuat lebih banyak cat bersama." jawab sang ayah.

Hong Joo tertawa. 


Hong Joo kemudian mengedarkan pandangannya dan melihat beberapa helai daun yang berwarna kecokletan.

"Appa, daun yang ini pasti sakit. Ini, ini dan ini warnanya lebih gelap." ucap Hong Joo.

Tuan Jo pun bingung karena di matanya, semua daun-daun itu berwarna hijau.

"Pasti hanya kau yang melihatnya. Karena matamu istimewa." ucap Tuan Jo.


"Mataku seistimewa itu?" tanya Hong Joo.

"Ayah menemukan permata di matamu." jawab Tuan Jo, lalu pura-pura mengambil permata dari mata sang anak.

Hong Joo tertawa girang. Tuan Jo menggelitiki Hong Joo, lalu memeluknya.


Di rumah yang lain, yang sangat kontras dengan rumah Tuan Jo, terlihat dentingan piano.

Di dinding, tergantung foto sebuah keluarga.


"Ma Poong Do!" teriak Ma Jae Ran sembari menghampiri bocah laki-laki yang tengah bermain piano.

"Kau sudah bermain selama empat jam! Tidak bisakah kau berhenti!"

Tapi bocah laki-laki bernama Poong Do itu terus saja bermain.

"Kau tidak mendengarku! Gwi Nyeo menangis terus karena kau!" ucap Jae Ran lagi.

Tapi Poong Dae tetap mengabaikannya.

"HYA!!" teriak Jae Ran.


Seorang pria pun muncul dan membujuk Poong Do agar berhenti bermain piano.

"Kakak darimana saja! Kita mungkin harus memasukkannya ke rumah sakit jiwa!" ucap Jae Ran. Jae Ran berteriak gemas, lalu pergi.

"Kau tidak mendengar ayah?" ucap pria itu yang rupanya ayah Poong Do.


Ma Young In muncul dan menghentikan Poong Do dengan mencengkram tangan Poong Do. Ia juga menyuruh Poong Do berbicara selayaknya manusia. Poong Do menarik tangannya dan bergegas pergi.


"Berhenti lah! Dia hanya anak kecil." bela Tuan Ma.

"Sampai kapan kau akan membiarkan anak manja itu?" jawab Young In.

"Ibu pikir dia seperti itu karena siapa? Apa ibu mendengarnya menangis karena merindukan ibunya!" jawab Tuan Ma.

"Apa ibu yang menyuruh istrimu selingkuh? Apa ibu menyuruhnya meninggalkan putranya?"

"Akan akan membawa Poong Do dan kembali padanya. Akan kudapatkan ibunya kembali dan mengubah keadaan menjadi normal lagi."

"Bagaimana dengan proyek Goryeo? Kau akan melepaskan itu selamanya?"

"Kita sudah melepaskannya delapan tahun lalu. Ibu tahu itu." jawab Tuan Ma.


Tepat saat itu, Seo Pil Doo muncul dan mendengarkan pembicaraan mereka tentang proyek Goryeo.


Tuan Ma langsung masuk ke ruangannya. Ia memindahkan buku-bukunya dari rak ke dalam kardus. Saat tengah memasukkan bukunya ke dalam kardus, ia menjatuhkan sebuah foto.

Tuan Ma melihat foto itu. Foto itu adalah foto dirinya bersama Pil Doo dan Tuan Jo.

Tuan Ma lalu teringat kata-kata sang ibu.

"Kalian bertiga sudah bekerja keras, terutama Ji Hwan."

Tuan Ma lantas mengingat masa lalunya.

Flashback...


Tuan Ma duduk di ruang makan bersama Ji Hwan dan Pil Doo. Tuan Ma tidak menyangka, Ji Hwan akan melakukan perjalanan jauh. Tuan Ma juga memuji Ji Hwan sebagai ahli sejarah.

Ji Hwan tertawa dan menatap Young In. Ji Hwan berkata, bahwa perjalanan mereka masih panjang dan mereka harus memproduksi ulang warna untuk 'Potret Kecantikan'.

Pil Doo nampak tidak senang mendengarnya.

Young In : Masa depan Grup Joobo ada di tangan kalian dan aku membelikan hadiah untuk kalian.


Tuan Ma melihat hadiahnya.

"MJS?" ucapnya bingung sambil melihat tulisan 'MJS' yang ada di hadiah jam tangannya.

Tak lama kemudian, Tuan Ma pun sadar itu singkatan nama dirinya (Ma Sung Jae), Ji Hwan dan Pil Doo.

Flashback end...


Tak lama kemudian, Pil Doo masuk menghampiri Sung Jae. Sung Jae meminta Pil Doo berhenti jika ibunya mengirim Pil Doo. Sung Jae berkata, Pil Doo sudah cukup lama bekerja keras.

"Bukankah kita sudah seperti saudara, Pak." jawab Pil Doo.

"Entahlah. Siapa yang menyebut 'Pak' pada adiknya?"

Sung Jae lantas menyuruh Pil Doo keluar.


Turun ke bawah, Pil Doo melihat pembantunya memegang sebuah amplop. Si pembantu pun berkata, amplop itu untuk Young In. Tiba-tiba terdengar tangisan Gwi Nyeo. Pil Doo pun mengatakan, akan memberikan amplop itu pada Young In. Setelah si pembantu pergi, Pil Doo membuka amplop itu dan melihat foto-foto Ji Hwan yang tengah bermain dengan Hong Joo.

"Jo Ji Hwan?" ucapnya, lalu teringat masa lalunya.

Flashback...


Pil Doo mengendap-ngendap keluar dari laboratorium penelitian Grup Joobo. Saat menutup pintu, ia tak sengaja menjatuhkan sebuah botol kecil.

Ji Hwan memergokinya dan melihat botol kecil itu.

Pil Doo pun langsung memungut botol kecil itu dan melarikan diri.

Ji Hwan tak tinggal diam. Ia berlari mengejar Pil Doo.

Flashback end...


Pil Doo tegang. Ia lantas meremuk foto Ji Hwan dan Hong Joo.


Tak lama kemudian, Jae Ran muncul. Pil Doo terkejut dan langsung menyembunyikan foto itu di belakangnya.

"Kenapa kau terkejut?" tanya Jae Ran sambil melirik Pil Doo yang menyembunyikan sesuatu.

"Bagaimana Pimpinan?" tanya Pil Doo.

"Dia tidak bisa mengendalikan kemarahannya. Tapi kenapa kakakku berulah? Kau tahu sesuatu?"

"Entahlah. Aku harus mencari tahu." ucapnya, lalu mencengkram foto Ji Hwan dan Hong Joo.


Bersambung ke part 2..........