Blessing of the Sea Ep 1 Part 2

Sebelumnya...


Ji Hwan bilang pada istrinya, ia akan berdoa ke kuil dan mengumpulkan herbal dalam perjalanan. Namun sang istri cemas. Sang istri mengaku, setiap kali memikirkan orang-orang yang berusaha menyakiti Ji Hwan, ia takut.

Ji Hwan : Jangan cemas. Uri Hong Joo akan masuk sekolah tahun depan. Aku ingin dia tahu diluar sana ada banyak teman baik selain hewan dan serangga.

Ji Hwan lantas memegang tangan istrinya dan meyakinkan istrinya bahwa mereka akan baik-baik saja.

Ji Hwan : Meski tidak ada yang memercayaiku, aku yakin akan ada satu orang yang percaya. Satu orang.


Besoknya, Jae Ran memberitahu ibunya bahwa Sung Jae sudah berangkat pagi-pagi sekali tadi. Young In pun kesal mendengarnya dan menyuruh Jae Ran memanggil Pil Doo.

Jae Ran : Dia pikir Seo Pil Doo solusi untuk segala masalah?


Ponsel Jae Ran berdering. Jae Ran terkejut mendengarnya dan meminta si penelpon agar segera mengirimkan sesuatu padanya.

Tak lama kemudian, Jae Ran mendapat kiriman foto-foto seorang pria.


Pria yang ada di foto yang ditatap Jae Ran, ada di rumah sakit. Ia terkejut melihat tagihan rumah sakit anaknya yang sangat mahal dan yakin ada kesalahan.

"Anda Pak Sim Hak Kyu walinya Pasien Yeo Ji Na?" tanya pihak rumah sakit.

Pria itu mengiyakan.

"Tidak ada perbedaan untuk anak dan orang dewasa."

Hak Kyu pun meminta diskon.

"Ini bukan pasar, Pak." ucap pihak rumah sakit.


Hak Kyu menghela nafas. Ia lalu pergi dan duduk di depan meja resepsionis.

Han Kyu kemudian menghitung uangnya dan makin lemas karena uangnya tidak cukup membayar biaya rumah sakit.

Pandangan Han Kyu kemudian terarah pada TV di ruang tunggu yang menyiarkan lukisan yang tadi ditatap Hong Joo yang ternyata bernilai tinggi.

"Jika aku seniman, setidaknya aku harus meninggalkan yang seperti itu. Aku bekerja sebagai pelukis, tapi kenapa sulit menghasilkan uang?" ucapnya.


Di ranjang rumah sakit, Ji Na tengah menggambar.

Sementara sang ibu, Bang Deok Hee, bertengkar dengan keluarga salah satu pasien. Keluarga salah satu pasien menuduh Deok Hee mencuri bubur abalone nya. Ia mengaku, ada yang melihat

Deok Hee mengeluarkan wadah bubur abalone nya.

"Siapa yang melihatnya? Entah siapa, tapi akan kucongkel matamu! Aku akan berdoa pada Raja Naga, agar kalian membusuk disini sampai mati. Tunggu saja. Besok akan kubawa jimat dan kuletakkan di kasur kalian."

"Aigo, dasar dukun payah. Apa yang kau lakukan? Hya, jika kau sesakti itu, kenapa anakmu sakit? Apa Raja Naga mu tidak peduli padanya?"

"Hya, kau mengajakku berkelahi!"

Deok Hee pun mulai menjambak rambut si ajumma.

Tak lama kemudian, Hak Kyu datang dan berusaha melerai perkelahian itu tapi gagal.

Deok Hee baru berhenti berkelahi saat Ji Na berteriak menyuruhnya berhenti.


Hak Kyu pun membawa istrinya keluar. Diluar, ia memarahi istrinya karena bertengkar di depan Ji Na. Ia juga marah karena sang istri mencuri bubur abalone orang lain.

"Aku kasihan karena Ji Na tidak bisa menelan makanan rumah sakit yang tidak enak. Anak malang itu bahkan tidak bisa ke toilet dan dia sekarat seiring wajahnya menguning. Tapi apa yang kau lakukan? Apakah kau akan diam saja seperti ini jika dia putri kandungmu?"

"Apa maksudmu?"

"Dia putri dari istrimu dengan mantan suaminya, wajar kau tidak peduli padanya. Dia hanya orang asing."

"Bang Deok Hee! Ucapanmu sangat menyinggungku. Aku tidak pernah menganggap dia orang asing. Aku bersumpah."

"Jangan hanya bicara, bawakan aku uang! Aku tidak peduli meski kau mencuri. Bawakan aku uang!"


Poong Do sedang mengeker sesuatu. Tak lama kemudian, Sung Jae dan menunjukkan tiket pesawat.

Ya, mereka ada di bandara. Sung Jae berkata, bahwa mereka akan menemui ibu Poong Do. Poong Do senang mendengarnya.

Ponsel Sung Jae kemudian berdering. Sung Jae tidak mengenali nomornya.

"Ini nomor Ma Sung Jae? Ini kau kan, Sung Jae?" tanya suara pria di seberang sana.

Sung Jae langsung tersenyum tidak percaya mendengarnya.


Hak Kyu ada di tengah hutan. Ia berkata, meski dirinya bekerja mengecat atap, uangnya tidak akan cukup mencukupi kebutuhan mereka. Hak Kyu kemudian teringat saran istrinya untuk menjadi pencuri.

Han Kyu lalu berteriak.

"Mencuri juga tidak mudah, Deok Hee-ya!"


Han Kyu kemudian melanjutkan pencariannya. Ia kesal karena tidak bisa menemukan jamur.

Han Kyu lantas melemparkan tongkat kayunya ke sembarang arah. Ia terkejut mendengar tongkat kayunya menabrak sesuatu.

"Harta karun! Satu dari itu, pasti cukup untuk biaya rumah sakit Ji Na."

Han Kyu pun mendekat. Ia memanjat tebing untuk mencapai harta karunnya. Tapi saat hampir sampai, seekor laba-laba jatuh ke tangannya. Han Kyu kaget dan menjerit. Akibatnya, ia langsung jatuh berguling ke bawah.

Han Kyu tak sadarkan diri.


Hong Joo menumbuk sesuatu yang menghasilkan warna merah.

Seseorang mengintipnya dari belakang. Hong Joo yang curiga ada yang mengawasinya, langsung mencari sosok si pengawas tapi tidak menemukan siapa pun.

Sang ibu keluar. Hong Joo pun berkata, ada yang mengawasi mereka.

"Siapa? Sejak kapan?"

"Mereka di sana sejak kita kembali memetik kelopak bunga. Aku tidak melihat mereka lagi."


Ibu Hong Joo langsung ke jalan, memeriksa.

Tepat saat itu, sebuah mobil datang dan berhenti di depannya.

Poong Do keluar dari dalam mobil dan langsung muntah.

Sung Jae keluar dari mobil dan menepuk-nepuk punggung Poong Do.

Sung Jae lantas berniat mengambil tisu. Ibu Hong Joo pun langsung menyerahkan tisunya.

"Putramu pasti mabuk berat." ucap ibu Hong Joo yang terus memperhatikan Sung Jae. Ia merasa mengenali Sung Jae.

"Iya, tapi apa kau tahu dimana Kuil Gangnyeong? Ini kali pertamaku kemari, jadi aku agak tersesat."

"Kuil Gangnyeong? Terus ikuti jalan ini dan belok kiri pada persimpangan. Tapi kenapa kau mau kesana?"

Sung Jae yang tidak mengenali ibu Hong Joo sedikit terkejut dengan pertanyaan ibu Hong Joo.

"Maafkan aku." ucap ibu Hong Joo.

"Seseorang yang selalu ingin kutemui ada di sana. Seseorang yang aku cari bahkan di mimpiku."


Ibu Hong Joo lantas melihat jam tangan Sung Jae dan tambah yakin.

"Apa kau Ma Sung Jae?"

"Bagaimana kau bisa mengenalku?"


Belum sempat menjawab, Hong Joo sudah muncul. Hong Joo takjub melihat mobil Sung Jae dan mau mendekat, tapi sang ibu langsung menariknya.

"Ibu mereka siapa? Teman ibu?"

Poong Do muntah lagi. Kali ini muntahannya mengenai kaki Hong Joo. Hong Joo sontak teriak dan menatap kesal Poong Do.


Sekarang, Sung Jae berada di rumah kaca. Ia takjub melihat tanaman di rumah kaca.

"Kurasa kau sukses, Ji Hwan-ah."

Tak lama kemudian, istri Ji Hwan datang membawakan minuman.

"Bagaimana kau tahu aku Ma Sung Jae?"

"Aku mendengar banyak tentangmu. Dan juga arloji itu."

"Apa Ji Hwan masih memiliki ini?"

"Dia selalu bilang bahwa ada satu orang yang akan memercayai dia. Menurutku keyakinkan itu yang membuat dia bertahan."


Hong Joo sedang melihat kekeran Poong Do. Tak lama kemudian, Poong Do keluar dari dalam rumah dan memakai bajunya Hong Joo. Poong Do merebut kekerannya dan menatap sebal Hong

Joo. Hong Joo juga membalas tatapan Poong Do itu dengan tatapan sebal.


Tak lama kemudian, Sung Jae dan istri Ji Hwan datang.

"Hong Joo-ya, jangan kasar begitu."

"Dia memuntahiku dan memarahiku karena aku melihat kekerannya."

"Poong Do-ya, cobalah akrab dengan temanmu."

Poong Do lalu protes dengan bajunya. Istri Ji Hwan minta maaf karena ia tak punya baju lain. Ia berkata, matahari sedang panas jadi baju Poong Do akan segera kering.

"Maaf, Poong Do-ya. Ayah sudah mengirimkan barang kita. Kau bisa menunggu sebentar. Ayah akan pergi memanggil teman ayah."

Poong Do menolak.

"Ada banyak batu besar. Jalanannya akan bergelombang dan kau akan muntah lagi." ucap Hong Joo.

Istri Ji Hwan merasa tidak enak dengan ucapan putrinya, sementara Sung Jae tertawa melihat reaksi putranya diledek Hong Joo.


Ji Hwan sendiri tengah membebat luka di tangan Hak Kyu. Tak lama kemudian, Hak Kyu siuman dan mengira dirinya ada di akhirat.

Ji Hwan : Kau bisa terkena masalah jika aku tidak menemukanmu.

Hak Kyu pun ingat apa yang terjadi pada dirinya.

Hak Kyu : Racunnya sudah menyebar.

Ji Hwan : Kurasa ini bukan laba-laba beracun.


Ji Hwan lantas membantu Hak Kyu bangun. Hak Kyu berterima kasih karena Ji Hwan sudah menolong.

Hak Kyu lalu melihat saputangan yang membebat tangannya.

"Maaf karena saputanganmu kotor. Ini juga tampak langka."

"Putriku yang membuatnya. Dia akan bangga jika ini digunakan untuk menyelematkan orang lain."

"Siapa pun itu, dia pasti putri yang baik."


Ji Hwan pun menunjukkan foto putrinya.

"Aigo, dia tampak cerdas. Dia akan menjadi orang hebat."

"Ya, dia cukup pintar. Ngomong-ngomong, matahari akan segera terbenam. Kau bisa berdiri? Kuil Gangnyeong sudah dekat. Kau harus menginap di sana."

"Aku mengenal kuil itu. Aku memang mau ke sana."


HaK Kyu lalu berdiri tapi jatuh lagi karena kakinya sakit.

"Kurasa kakimu terkilir. Naik lah ke punggungku dan tolong pegang kan barangku." ucap Ji Hwan.

Hak Kyu merasa enak.

"Putriku suka digendong, jadi aku sudah terbiasa." ucap Ji Hwan.

Hak Kyu pun akhirnya naik ke punggung Ji Hwan.


Poong Do duduk dibawah pohon, menatap foto dirinya dengan sang ibu dengan tatapan sedih.

Hong Joo yang melihat itu pun menjahili Poong Do.

Ia mengambil tongkat kayu, lalu mengganggu burung yang sedang duduk di sarang di atas pohon. Burung itu langsung terbang dan menjatuhkan tai nya ke kepala Poong Doo dan foto ibu Poong Do.

Sontak, Poong Do marah dan melempari Hong Joo dengan kerikil. Hong Joo pun langsung lari memanggil sang ibu.

Poong Do mengusap tai burung yang ada di foto ibunya dan menangis.


Hong Joo mengadukan Poong Do pada ibunya yang sedang memasak. Sang ibu pun berkata, itu karena Poong Do sedang patah hati jadi Poong Do tidak banyak bicara.

"Kenapa dia patah hati?" tanya Hong Joo.

"Ibu juga tidak tahu. Mungkin kau akan tahu jika mendengarkannya."

"Bagaimana aku bisa mendengarkan jika dia tidak bicara?"

Sang ibu hanya tersenyum mendengar pertanyaan Hong Joo.


Sementara itu, Poong Do berniat ke kamar mandi. Tapi baru membuka pintu, ia langsung menutup hidungnya dan menutup kali pintu kamar mandinya.

Hong Joo melihat Poong Do. Poong Do kemudian berlari dan Hong Joo mengikutinya.


Poong Do buang air di semak-semak. Hong Joo yang melihat itu langsung meneriaki Poong Do.

Melihat Hong Joo, Poong Do buru-buru memasang celananya. Setelah itu, ia berjalan ke arah Hong Joo tapi malah terpeleset dan jatuh ke dalam air.

Hong Joo sontak tertawa.


Sementara Poong Do panik dan mencari sesuatu.

Melihat Poong Do mencari sesuatu, Hong Joo mengedarkan pandangannya ke air dan menemukan kekeran Poong Do.

Hong Joo langsung membenamkan kepalanya dan mengambil kekeran Poong Do.


Berkat itu lah, Poong Do dan Hong Joo jadi berteman. Ibu Hong Joo kemudian datang membawakan mereka minuman hangat. Ibu Hong Joo juga memarahi Hong Joo lantaran membuat Poong Doo kecebur.

Poong Do pun memegang tangan ibu Hong Joo dan menggelengkan kepalanya.

"Ada apa Poong Do-ya?"

"Dia melarang ibu memarahiku. Aku bisa mendengar apa yang mau dia katakan."

Bersambung ke part 2........

0 Comments:

Post a Comment