Entah kenapa, Do Kyung tiba2 saja menyuruh Ji An keluar dari rumahnya. Do Kyung juga bertanya, seberapa banyak yang Ji An inginkan. Do Kyung menuduh Ji An datang ke rumahnya demi uang. Kesal mendengar kata-kata2 Do Kyung, Ji An pun menantang Do Kyung dengan bertanya, sebanyak apa Do Kyung bisa membayarnya. Karuan saja, Do Kyung terkejut. Ji An juga menuding Do Kyung berusaha membodohinya dengan bersikap layaknya seseorang kakak.
“Membodohimu? Begitukah kau menjelaskan kekhawatiran dan
usahaku untukmu?” tanya Do Kyung.
“Aku tidak pernah meminta itu. Sudah kubilang kau
seharusnya tidak membuat usaha tidak penting.” Jawab Ji An.
“Kau sungguh keras kepala.” Ucap Do Kyung.
“Kau kira siapa dirimu bisa bilang begitu kepadaku?”
protes Ji An.
“… Itu
membuktikan kau orang yang begitu buruk.” Lanjut Do Kyung.
“Haruskah aku memanggilmu kakak padahal aku tidak bisa
melihatmu sebagai kakakku?” jawab Ji An.
“Bagaimana dengan Ibu dan Ayah?Kamu tidak memanggil
mereka Ibu dan Ayah karena menyangkal mereka? Orang yang paling kau benci
sekarang ternyata kakakmu. Serta kau memutuskan bergabung dengan keluarga ini padahal
kau belum siap untuk menyebut mereka orang tuamu.” Ucap Do Kyung.
Ji An terkejut. Do Kyung lalu berkata, bahwa dia tidak
menyalahkan Ji An yang mau bergabung dengan keluarganya demi uang. Menurutnya,
itu normal Ji An datang demi uang. Tapi ia tidak suka jika Ji An bertingkah
seperti pengemis kalau menginginkan uang.
“Aku tidak pernah meminta apa pun. Hanya pengemis yang
minta gratisan!” balas Ji An.
“Kamu mau itu gratis atau apa? Beraninya kau berbohong pada
Sopir Myung dan membuatnya berbohong juga? Kau seharusnya menyerah saat Ibu
menangkapmu. Beraninya kau terus berbohong? Lalu beraninya kau masuk dan keluar
rumah untuk hal rahasiamu selarut ini? Serta 20.000 dolar saat itu...”
Do Kyung pun menghela napas. Ia tak jadi melanjutkan
kalimatnya.
“Jangan khawatir soal orang tua kita. Mereka orang tuaku
juga. Aku hanya bermalam sehari di sini. Aku akan mengatasinya sendiri. Serta
aku tidak merasa semua saudara harus akrab.” Ucap Ji An.
“Kai andal menguji kesabaranku. Serta ini bukan kali
pertamamu. Kau tidak mau menyapaku sebagai kakakmu? Lantas, pergilah. Kau
memberikan hadiahku seperti tidak ada harganya?” jawab Do Kyung.
“Aku tidak merendahkanmu.” Kata Ji An.
“Menyepelekanku berarti menyepelekan kami. Kami punya
aturan sendiri di sini.” Jawab Do Kyung.
“Kau sebegitunya mau diperlakukan sebagai kakakku?”
tanya Ji An.
“Tidak. Dari orang sepertimu?Saat kau membeli hadiah itu untuk keluarga lamamu, apa kau membeli satu pun hadiah untuk keluarga kami? Kau bahkan tidak memikirkan kami, bukan? Kau mendapat uang dari Ibu. Tapi kau tidak membeli hadiah untuk Ibu, Ayah, atau Seohyun. Kau mungkin tidak mengingat atau mencintai kami. Aku pun begitu. Tapi orang tuaku berbeda. Tidak peduli siapa pun dirimu, bagi mereka, kau putri mereka. Mereka bahagia dan gembira menerimamu kembali. Jadi, jangan tinggal di rumah ini jika kau terus berbohong kepada Ibu dan hanya peduli memberikan hadiah pada keluarga lamamu yang mereka tolak. Kau paling membenciku sampai beberapa hari lalu? Aku juga. Perasaanku sama.” Jawab Do Kyung.
Ji An pun terdiam. Tidak seperti tadi yang terus
menjawab semua perkataan Do Kyung.
“Baik, berbuatlah semaumu. Tapi jika kau tidak mengikuti
aturan keluarga kami, aku tidak akan membiarkanmu. Bagi mereka, kau putri
mereka. Mereka bahagia dan gembira menerimamu kembali.” Ucap Do Kyung lagi.
Setelah mengatakan itu, Do Kyung beranjak pergi
meninggalkan Ji An yang berdiri membeku.
Sekembalinya ke kamar, Ji An nampak memikirkan kata-kata
Do Kyung. Ia lantas duduk di depan meja riasnya dan melihat hadiah pena dari
Tuan Choi.
Do Kyung yang juga baru masuk kamarnya, tidak mengerti
bagaimana Ji An bisa menjadi adiknya.
Paginya, Ji An dipanggil oleh Nyonya No. Begitu Ji An datang, Seketaris Min langsung memberikan daftar jadwal Ji An. Nyonya No menyuruh Ji An pergi ke pusat kebugaran. Seketaris Min pun menjelaskan, Nyonya No akan menemui Ji An pukul dua siang nanti.
“Pukul dua? Aku mau makan siang dengan temanku hari
ini.” jawab Ji An.
“Teman?” tanya Nyonya No.
“Ya, aku sudah berjanji.” Jawab Ji An.
“Lantas, makan sianglah dengan temanmu dan kembalilah ke
rumah pukul tiga. Ibu akan menunda pelajarannya selama sejam.” Ucap Nyonya No.
Ji An pun mengerti. Nyonya No kemudian bertanya, apa Ji
An punya rencana lain. Nyonya No lantas melarang Ji An membuat rencana untuk
sementara waktu.
“Kau kehilangan 25 tahun bersama kami. Kau ingin
mendapatkannya kembali secepatnya, bukan?” ucap Nyonya No.
“Ya, aku memgerti.” Jawab Ji An.
Hyuk yang sudah mau berangkat terkejut melihat kakaknya menyiapkan roti untuk sarapan mereka. Woo Hee pun mengajak Hyuk sarapan. Tapi Hyuk bilang dia hanya akan minum susu saja.
“Duduklah dulu. Roti ini sangat lezat. Kau harus
mencicipinya.” Ucap Woo Hee.
“Memangnya roti bisa seenak apa?” tanya Hyuk.
Tapi begitu mencicipi roti labu manis itu, Hyuk pun
memuji rasanya. Woo Hee lantas mengatakan rencananya untuk menjual roti itu di
kafe mereka. Woo Hee berkata, pelanggan terkadang meminta roti atau roti lapis.
Hyuk langsung memuji ide kakaknya.
Seketaris Min membawa Ji An ke pusat kebugaran biasa. Seketaris Min berkata, nanti setelah identitas Ji An diungkap, Ji An bisa pergi ke pusat kebugaran di hotel. Ji An pun berkata, pusat kebugaran itu sudah cukup baik baginya. Seketaris Min lantas berterima kasih karena Ji An sudah kembali pada Tuan Choi dan Nyonya No.
Ji An mulai berlatih didampingi instrukturnya. Seketaris Min pun mengingatkan Ji An, kalau Ji An harus kembali pukul setengah tiga. Ji An pun berjanji akan kembali tepat waktu. Setelah itu, Seketaris Min pun meninggalkan Ji An.
Woo Hee mengedarkan pandangannya, mencari toko roti Ji
Soo. Tiba-tiba, seorang pria menabraknya. Ia pun terkejut setengah mati.
Sementara itu, toko roti Nam Goo kedatangan beberapa
karung berisi bahan rahasia rotinya. Ji Soo pun langsung menebak isi
karung-karung itu adalah bahan rahasia yang dicampurkan ke dalam adonan. Saat Nam
Goo membawa karung-karung itu ke dapur, Ji Soo pun mencoba mengintip isi
karung.
Tepat saat itu, Nam Goo datang dan langsung menjauhkan Ji Soo dari karungnya. Nam Goo mengancam akan memecat Ji Soo. Tak mau dipecat, Ji Soo pun berjanji tidak akan berusaha mencari tahu isi karung itu lagi.
Tepat ketika Nam Goo melangkah ke dapur, Ji Soo melihat Woo Hee berdiri di depan toko rotinya. Ji Soo langsung membawa Woo Hee masuk. Bersamaan dengan itu, Nam Goo keluar dari dapur dan terkejut melihat Woo Hee. Saat Woo Hee melihat ke arahnya, ia pun langsung bersembunyi.
Woo Hee mencari-cari boss nya Ji Soo. Ji Soo bilang boss
nya ada di dapur. Sementara Nam Goo yang
bersembunyi di balik meja, nampak begitu khawatir.
Ji Soo lantas meminta Woo Hee memesan roti kepadanya. Ia
berjanji, akan langsung mengantarkan rotinya begitu Woo Hee memesan padanya.
Ji An yang baru selesai latihan, menghubungi Hyuk. Ia bertanya, Hyuk mau bertemu dimana. Tapi Hyuk bilang mau bertemu di depan rumah Ji An. Panik lah Ji An. Ia berkata, Hyuk tidak perlu repot-repot ke rumahnya. Ji An bilang, mereka bisa bertemu di kafe sekitar rumahnya. Tapi Hyuk yang sudah berada di depan rumah Ji An, menyuruh Ji An keluar rumah.
Ji An pun buru2 ke rumah lamanya. Tanpa sadar, saat turun dari taksi, Ji An menjatuhkan ponselnya. Ponsel Ji An pun dipungut Do Kyung yang ternyata diam-diam mengikuti Ji An.
Hyuk heran sendiri karena Ji An begitu lama keluar dari rumah. Tak lama, Ji An datang dari arah berbeda. Ji An mengomeli Hyuk yang menunggu di depan rumahnya. Tapi Hyuk balik mengomentari pakaian Ji An. Ia lantas mengaku sudah menduganya.
“Apa yang kau duga? Apa maksudmu?” tanya Ji An bingung.
Hyuk lantas memberikan Ji An uang sebanyak 20.000
dollar. Hyuk menyuruh Ji An mengembalikan uang orang yang Ji An pinjam dengan
uangnya. Hyuk juga meminta Ji An bekerja dengannya agar Ji An bisa mengganti
uangnya.
“Kenapa kau seperti ini?” tanya Ji An.
“Lihat siapa yang berbicara. Apa kau sudah kehilangan
akalmu? Kau terlibat masalah apa sampai harus meminjam uang? Tidak ada yang akan meminjamkanmu 20.000
dolar begitu saja. Tidak ada yang mengembalikan uang tanpa syarat apa pun. Jangan
mencoba beralasan juga. Aku mulai bekerja sebelum kuliah demi menghasilkan uang
untuk biaya kuliahku. Aku bahkan punya bisnis. Aku sudah melihat dan melalui
cukup banyak hal untuk tahu. Aku tidak bisa menyaksikanmu menghancurkan hidupmu
begini. Jadi, terima ini dan segera keluar.” Jawab Hyuk.
“Kau kira aku melakukan apa?” tanya Ji An.
“Kau pasti bekerja di bar atau melayani pria hidung
belang.” Jawab Hyuk.
Dituduh begitu, Ji An pun kecewa. Ji An lantas dengan tegas menolak uang Hyuk dan berkata, tidak melakukan hal seperti yang dituduhkan Hyuk. Ji An juga mengaku tidak bisa mengatakan apapun pada Hyuk sekarang.
“Kenapa? Kenapa kamu tidak mau memberitahuku?” tanya
Hyuk.
Ji An langsung teringat jawaban Hyuk saat ia bertanya,
apakah Hyuk akan meninggalkan keluarganya kalau tahu dirinya anak orang kaya.
“Kalau,
kau meninggalkan orang tuamu demi uang. Jika kau memilih seseorang karena
uangnya, bagaimana bisa kau menyebut mereka orang tuamu?” jawab Hyuk.
Karena alasan itulah, Ji An masih belum cerita. Hyuk
lantas mengajak Ji An pergi.
Ji An ingin tahu Hyuk mau membawanya kemana. Tapi Hyuk hanya berkata, Ji An akan tahu setelah mereka tiba.
“Apa kau menyukaiku? Menyerah saja jika kau ingin
mengatakan itu. Kita tidak cocok.” Jawab Ji An.
“Jangan berlebihan. Bagaimana bisa aku menyukaimu,
padahal kita baru bertemu kembali?” ucap Hyuk.
“Kau yang berlebihan. Kau kini bersikap amat aneh.”
Balas Ji An.
Ji Soo heran sendiri karena Nam Goo masih belum pulang. Tak lama, Nam Goo pun datang dan Ji Soo langsung cekikikan menatap Nam Goo. Nam Goo pun bertanya ada apa. Nam Goo bilang, Ji Soo selalu cekikikan seperti itu jika ingin mengatakan sesuatu. Sambil menunduk, Ji Soo pun mengaku kalau ia menjual roti mereka ke kafe orang lain.
“Kau ingat pria bersepeda itu, bukan? Hanya ini caraku
menemuinya. Aku melakukannya karena hanya itu caranya. Dari sanalah aku membeli
kursi ini.” ucap Ji An.
Nam Goo pun terpaksa setuju. Ji Soo terkejut, sekaligus
senang. Nam Goo juga menyuruh Ji Soo bertanggung jawab. Ia tidak mau sampai
mendengar complain dari si pemilik kafe, jadi Ji Soo harus mengantarkan roti
mereka ke si pemilik kafe.
“Sungguh?” tanya Ji Soo tak percaya.
“Hari saat kulihat pemilik kafe itu di tokoku.. Hari
itulah aku dipecat.” Jawab Nam Goo.
Setelah mengatakan itu, Nam Goo beranjak masuk.
Sepeninggalan Nam Goo, Ji Soo langsung meloncat kegirangan.
Hyuk ternyata membawa Ji An ke kafe kakaknya. Ji An heran sendiri kenapa Hyuk tidak bilang saja kalau mau ke kafe itu. Hyuk pun menyuruh Ji An membelikannya kopi terlebih dahulu. Ji An protes, tapi Hyuk tidak peduli dan tetap memesan kopi. Terpaksalah Ji An bangkit, memesan kopi pada Woo Hee.
Saat Ji An sedang memesan kopi, Hyuk diam-diam memasukkan uangnya ke dalam tas Ji An. Hal itu dilihat oleh Woo Hee, tapi Woo Hee diam saja dan memaklumi tindakan sang adik.
“Kau mau aku bekerja di sini?” tanya Ji An.
“Lagi pula, kami sedang mencari pegawai. Bekerjalah
paruh waktu di sini sampai kamu menemukan pekerjaan.” Jawab Hyuk.
“Jadi, itu alasanmu mengajakku kemari?” tanya Ji An.
“Aku bisa membantumu jika kau tidak apa dengan
perusahaan kecil.” Jawab Hyuk.
Ji An pun mengancam akan memblokir nomor Hyuk, jika sikap Hyuk seperti itu terus. Hyuk pun terkejut. Ji An berkata lagi, kalau dia tidak ingin kehilangan teman baik. Ia berjanji akan memberitahu Hyuk semuanya, tapi nanti. Setelah mengatakan itu, Ji An pun pergi tapi Hyuk malah menahan kepergian Ji An dengan memegang tangan Ji An. Hyuk bertanya, apa Ji An sungguh-sungguh akan memberitahu semuanya. Ji An pun mengangguk.
Setibanya diluar, Ji An baru sadar ada dimana dirinya
sekarang. Ia lantas membuka tasnya, mau mengambil ponsel tapi terkejut karena
ponselnya tidak ada.
Ji An pun langsung mencari-cari ponselnya di jalan tempat ia turun dari taksi tadi. Ia tambah panic karena tidak berhasil menemukan ponselnya. Tanpa ia sadari, Do Kyung melihatnya di belakang sambil senyum-senyum. Saat lagi asyik memperhatikan Ji An, ponsel Do Kyung malah berbunyi. Do Kyung pun langsung menyembunyikan dirinya. Sebuah pesan masuk ke ponsel Do Kyung, menyuruh Do Kyung segera kembali ke kantor karena rapat akan dimulai.
“Selamat bersenang-senang mencari ponselmu.” Ucap Do
Kyung, lalu pergi.
Sementara itu, Ji An panic dan bingung apa yang harus ia
lakukan.
Di ruangannya, Nyonya No menghubungi ponsel Ji An. Namun
ponsel Ji An mati, membuatnya heran sendiri. Nyonya No lantas menghubungi
Seketaris Min dan tambah panic karena Seketaris Min juga tak mengetahui
keberadaan Ji An.
Nyonya No langsung memberitahu Tuan Choi bahwa ponsel Eun Seok mati. Nyonya No berkata, Eun Seok pergi menemui temannya dan seharusnya sudah tiba di rumah sekarang.
“Dia pasti lupa selagi berbincang dengan temannya.” Jawab
Tuan Choi.
“Kubilang, ponselnya mati!” ucap Nyonya No ketakutan.
Tuan Choi pun terkejut melihat ketakutan istrinya.
“Bagaimana kalau dia diculik? Anak2 zaman sekarang tidak
mematikan ponsel mereka selama berjam-jam.” Ucap Nyonya No takut.
“Dia bertemu temannya yang mana?” tanya Tuan Choi.
“Aku tidak tahu. Aku seharusnya bertanya padanya.” Sesal
Nyonya No.
Ponsel Do Kyung berbunyi ketika Do Kyung tengah memimpin rapat. Telepon dari ayahnya, namun Do Kyung tidak menjawab panggilan sang ayah dan terus memimpin rapatnya.
Sementara Ji An yang lelah mencari ponselnya, akhirnya
singgah ke taman. Ia duduk di bangku taman, tempat terakhir kali ia berbincang
dengan sang ayah. Wajah Ji An pun langsung berubah sedih saat teringat kata2
terakhir ayahnya yang berusaha mencegahnya pindah ke keluarga kandung Ji Soo.
Ji An juga ingat kata-kata Do Kyung tentang dirinya yang hanya membelikan hadiah untuk keluarga lamanya.
Setelah itu, Ji An ingat kata-kata2 Tuan Choi saat ia
pertama kali menginjakkan kaki di rumah besar itu.
“Kami sudah tinggal di sini bahkan sebelum kamu lahir. Kami
tidak mengubah kamarmu, tapi ibumu baru merenovasinya.” Ucap Tuan Choi.
Ji An juga mengingat saat Nyonya No memanggilnya dengan
nama Eun Seok dan memeluknya.
Ji An pun menghela napas. Semua itu benar-benar
membuatnya lelah.
Ji An akhirnya kembali ke rumah ketika Tuan Choi dan
Seketaris Min bingung memikirkan kemana perginya dia. Ji An pun meminta maaf
dan mengaku kehilangan ponselnya.
Tak lama kemudian, Nyonya No masuk ke rumah dan langsung memeluk Ji An. Ji An pun memanggil Nyonya No ibu, membuat Nyonya No sedikit terkejut. Nyonya No lantas melepaskan pelukannya dan memarahi Ji An yang tidak menghubungi mereka. Ji An pun meminta maaf. Nyonya No akhirnya berhenti mengomel.
Tepat saat itu, Do Kyung pulang dan memegangi ponsel Ji
An yang ada di balik jasnya.
“Mulai sekarang, kau tidak boleh pergi sendiri. Kau harus ditemani sopir setiap saat.” Ucap Nyonya No.
Namun Ji An malah diam saja sambil tetap menundukkan
wajahnya membuat Nyonya No tambah kesal.
Tuan Choi pun memberitahu Do Kyung kalau mereka tidak
bisa menghubungi Ji An tadi, sehingga membuat Nyonya No merasa cemas. Bahkan
Nyonya No nyaris pingsan kata Seohyun. Do Kyung lantas menghampiri sang ibu
yang sudah duduk di sofa. Tapi sang ibu meminta Do Kyung memberinya waktu.
Ji An minta maaf pada Do Kyung saat Do Kyung hendak masuk ke kamar. Do Kyung pun menyuruh Ji An putus dengan Hyuk. Ji An pun menyangkal kalau Hyuk adalah pacarnya. Ia bilang, bahwa dirinya dan Hyuk hanya berteman. Namun Do Kyung tidak mempercayai ucapan Ji An.
Di kamarnya, Do Kyung bersyukur karena dirinya lah yang
menemukan ponsel Ji An. Do Kyung lalu menyimpan ponsel Ji An di lacinya.
Hyuk yang berada di kantornya, mengirimi Ji An sebuah
pesan.
“Di tasmu, kau akan menemukan amplop berisi cek. Aku
meminta ini sebagai teman lamamu. Bayar orang itu kembali dan hiduplah dengan
lebih baik, Ji An.” Tulis Hyuk.
“Ayah, ini aku, Ji An. Ayah tiba di Daejeon dengan
selamat? Maaf soal tadi. Tadi aku... Aku merasa amat... Aku merasa amat buruk
dan melampiaskannya ke Ayah. Aku tidak membenci Ayah seperti itu. Sungguh. Ayah
sudah baik kepadaku dan kami semua. Ayah sudah menjadi ayah yang hebat. Aku
mengetahui semua itu, jadi, merasa tidak enak soal bilang akan tinggal dengan
mereka, tapi memang itu yang kuinginkan. Tampaknya Ayah berusaha
menghentikanku. Itulah alasanku marah kepada Ayah. Aku akan pergi ke sana, jadi,
aku bisa keluar dari situasiku sekarang. Sekarang, aku tidak bisa bertahan
lagi. Aku tidak mau luluh lantak seperti ini. Aku menyayangi Ayah. Serta, tetaplah
sehat.”
Tuan Seo pun berusaha sekuat tenaga menahan air matanya
agar tidak tumpah. Ia bahkan tidak menyentuh makan siangnya sama sekali.
Rupanya, Tuan Seo sudah mendengarkan pesan suara Ji An itu berkali-kali sampai
teman-temannya pun heran melihatnya.
Soo A sedang mengikuti kencan butanya. Ia menemui pria
bernama Kim Sung Min di sebuah kafe. Sung Min pun memuji Soo A yang awet muda,
padahal usia Soo A sudah tidak muda lagi. Soo A berkata, itu karena dirinya
sembrono dan kekanak-kanakan.
“Mungkin aku harus sembrono dan kekanak-kanakan agar
tampak muda sepertimu.” Jawab Sung Min.
Ji Tae dan rekannya tampak sibuk membagi-bagikan
pamphlet di jalanan. Namun tak ada satu pun yang menghiraukan mereka pada
awalnya. Sampai akhirnya, seorang pria menerima pamphlet Ji Tae setelah Ji Tae
menjelaskan isi pamfletnya.
Tuan Seo sedang mengikuti seminar bisnis yang menawarkan
keuntungkan 100% dalam seminggu. Tapi di tengah2 seminar, Tuan Seo memutuskan
pergi. Tuan Seo yang sudah cukup berpengalaman tidak tertarik dengan hal2 macam
itu.
Ji Tae yang sedang membagi-bagikan pamfletnya tanpa sengaja melihat ke arah kafe tempat ia dan Soo A melakukan kencan buta. Ji Tae pun tersenyum dan langsung mendekat ke arah kafe. Namun senyumnya seketika menghilang begitu melihat Soo A tertawa begitu lepas pada pria lain.
Soo A yang baru selesai makan malam dengan pria kencan butanya, terkejut melihat Ji Tae duduk di depan kafe, menunggunya. Tapi Soo A pura2 tidak mengenal Ji Tae dan mengajak pria kencan butanya pergi. Ji Tae pun marah dan mengajak Soo A bicara berdua.
0 Comments:
Post a Comment