Ji Soo syok saat sang ibu mengaku telah menukar dirinya dengan Ji An. Nyonya Yang minta maaf pada Ji Soo, karena sudah mengirim Ji An ke sana. Nyonya Yang mengaku ia melakukan semua itu karena ketamakannya. Nyonya Yang bilang, itu Ji Soo, bukan Ji An.
Tapi… semua itu hanyalah bayangan Nyonya Yang. Kenyataannya,
Nyonya Yang menyangkal mengatakan itu Ji An.
Ia berkata, Ji Soo salah dengar. Tapi Ji Soo yakin tak salah dengar.
“Lantas kenapa Ibu menangis sambil memandangi fotoku?”
tanya Ji Soo.
Nyonya Yang pun kaget Ji Soo mendengar tangisnya. Ji Soo
bilang, dia kembali untuk mengambil ponselnya sebelum Hae Ja datang dan
mendengar tangisan Nyonya Yang. Nyonya Yang
menyangkalnya. Nyonya Yang bilang, bahwa dirinya hanya ingin menangis.
“Di usia ibu ini, orang-orang menangis bahkan saat
melihat daun terjatuh saat hujan. Ibu sedang menopause.” Ucap Nyonya Yang.
“Bohong!” jawab Ji Soo, bikin Nyonya Yang tambah tegang.
Ji Soo lantas memeluk Nyonya Yang.
“Ibu jangan sedih. Hidupnya bersama keluarga kaya jauh
lebih baik. Ibu melihatnya saat kali terakhir bertemu dengan dia.” ucap Ji Soo.
Nyonya Yang pun buru-buru membenarkan ucapan Ji Soo. Tak
lama kemudian, Ji Soo berkata, kalau sang ibu menangis karena dirinya yang
sangat merindukan Ji An. Ji Soo berpikir, itulah sebabnya sang ibu menangis
sambil memandangi fotonya.
Tak ingin membahas hal itu lama-lama, Nyonya Yang pun menyuruh Ji Soo segera berangkat. Ji Soo berkata, ia tak bisa pergi karena ibunya menangis terus. Ji Soo lantas menunjukkan foto Ji An dan mendiang Ji Soo.
“Lantas gadis kidal ini saudara kembarku? Ini Ji An yang
sebenarnya? Yang ini aku?” tanya Ji Soo.
Enggan menjawab, Nyonya Yang menyuruh Ji Soo pergi.
Ji An yang sedang sarapan bersama ‘keluarga kandungnya’ nampak tak bersemangat menelan makanannya. Tuan Choi menanyakan schedule Ji An. Ji An berkata, kalau jam sepuluh ia ada kelas percakapan Bahasa Inggris.
Ji An lantas melirik Nyonya No dan berkata, kalau ia
bisa Bahasa Inggris.
“Kau tidak
belajar Bahasa Inggris di luar negeri. Kau harus memperbaiki pengucapanmu.”
Jawab Nyonya No.
Ji An lalu bicara lagi pada Tuan Choi kalau ia ada kelas
kepribadian dari jam dua siang sampai jam 4 sore. Tuan Choi pun mengajak Ji An
makan malam diluar, tapi Nyonya No melarang. Nyonya No bilang, Tuan Choi harus
menunggu sampai ayahnya datang. Nyonya Yang juga berkata, akan meminta guru Ji
An melatih Ji An sampai malam.
“Untuk apa? Dia belajar sepanjang hari.” Protes Tuan
Choi.
“Tidak sopan jika dia melakukan hal lain saat menjawab
pertanyaan orang tua seperti yang dia lakukan sekarang. Ayah akan segera
kembali. Dia tidak boleh melihat Eun Seok bersikap tidak sopan seperti ini.”
jawab Nyonya No.
“Tidak mudah untuk mengubah kebiasaannya dengan belajar.
Dia masih punya waktu.” Ucap Tuan Choi.
“Tidak cukup untuk menyingkirkan kebiasaan buruk yang
dia miliki selama 25 tahun.” Jawab Nyonya No.
Nyonya No lantas menyuruh Seketaris Min dan dua pelayan
lainnya yang menunggui mereka makan untuk pergi. Setelah Seketaris Min dan dua
pelayannya pergi, Nyonya No bilang kalau Ji An akan bekerja sebagai pegawai
tetap di tim pemasaran perusahaan mereka.
Tuan Choi protes, tapi begitu Nyonya No bilang CEO No sudah
menyetujui hal itu, ia pun tak bisa berkata apapun lagi.
“Kita sudah mendaftarkan DNA kita. Baru-baru ini, orang
tuamu menceritakan rahasia di balik kelahiranmu, jadi, kami mendaftarkan DNA-mu
untuk menemukan orang tuamu yang sebenarnya. Kita bertemu di bulan Desember. Itu
sebabnya kami akan mengenalkanmu kepada public pada hari jadi perusahaan ke-40.
Sebelum itu, bukankah lebih baik jika kau bekerja di tim pemasaran perusahaan
kita?” jawab Nyonya No.
“Tadinya kami ingin langsung mengenalkanmu begitu
menemukanmu. Tapi jika seperti itu, publik dan media akan bergosip. Baik
menggosipkan dirimu maupun perusahaan. Sampai saat itu, kau harus dikenal sebagai
bagian dari perusahaan kami.” jawab Tuan Choi.
“Tapi aku sudah dipecat dari perusahaan.” Ucap Ji An.
“Itu sebabnya ibu mengeluarkannya dari Tim Pemasaran?”
tanya Do Kyung.
“Yang mengusulkan pemecatanmu dari Tim Pemasaran adalah
Tim Perencanaan Strategi. Kami baru membuat keputusannya sekarang.” jawab
Nyonya No.
Ji An menerobos masuk ke kamar Seohyun saat Seohyun
sedang berganti pakaian. Seohyun pun protes Ji An tetap masuk ke kamarnya,
padahal sudah mengetuk pintu.
“Kakak mengetuk sebagai permintaan izin untuk masuk. Bahkan
Ibu dan Ayah pun tidak masuk jika aku tidak menjawab.” Ucap Seohyun.
Seohyun pun tambah kesal saat Ji An meminta kembali
hadiah kalung dari Do Kyung. Tapi ia tak menunjukkan kekesalannya di depan Ji
An. Ji An beralasan, karena kalung itu adalah hadiah yang diberikan padanya,
jadi tidak sopan memberikan hadiah itu pada orang lain.
Seohyun pun dengan sukarela mengembalikan kalung itu. Tapi begitu Ji An keluar dari kamarnya, ia langsung menarik nafas kesal dan menganggap Ji An terus mengganggunya.
Nyonya Yang sedang membakar foto masa kecil Ji Soo. Tapi
ia langsung mematikan api yang mulai membakar foto karena terkejut ponselnya
berdering. Nyonya Yang menolak panggilan di ponselnya, kemudian menatap foto Ji
Soo kecil dan berusaha menenangkan hatinya.
Ji Soo yang habis melayani pelanggan, disuruh Nam Goo mengantarkan pesenan ke kafe Woo Hee. Ji Soo pun berkata, karena kemarin hari pertamanya mengantar roti, jadi ia mau memeriksa dulu berapa banyak roti yang terjual.
“Kau ingin melihat pria bersepeda itu dua kali?” tebak
Nam Goo.
“Hanya sampai aku mengetahui pukul berapa dia datang ke
kafenya.” Jawab Ji Soo.
Nam Goo pun langsung tertawa geli.
Hyuk yang lagi di kafe kakaknya heran sendiri karena Ji An masih belum menghubunginya. Ia terus2an menatap layar ponselnya, menunggu balasan Ji An. Tak lama kemudian, Ji Soo datang dan ia pun langsung menghela nafas.
“Aku datang untuk memeriksa banyaknya roti yang terjual.
Toko roti kami mengirimkan roti ke kafe ini untuk dijual.” Ucap Ji Soo pada
Hyuk.
Ji Soo pun bergegas menghampiri Woo Hee. Woo Hee bilang, rotinya terjual habis. Ji Soo pun senang dan langsung pergi untuk mengambil rotinya. Tapi sebelum pergi, ia berbisik pada Hyuk kalau kursi yang dibelinya dari Hyuk sangat bermanfaat.
Sepeninggalan Ji Soo, Hyuk langsung memarahi noona nya yang menjual roti dari toko Ji Soo. Hyuk juga kesal karena sang noona menjual kursinya seharga 1000 dollar.
Ji Soo buru2 mengambil roti di tokonya. Tapi saat ia mau
pergi lagi, ia dikejutkan dengan kedatangan Hyuk. Hyuk pun mengkonfirmasi
langsung pada Nam Goo, apakah Nam Goo memberi Ji Soo 1000 dollar untuk membeli
kursinya. Nam Goo terkejut, lalu berkata kalau ia hanya memberi 100 dollar.
Kesal, Hyuk mengembalikan uang Ji Soo. Semula Ji Soo
menolak, tapi Hyuk memaksa Ji Soo mengambil uangnya. Hyuk juga mengambil roti di
tangan Ji Soo dan buru-buru pergi.
Ji Soo menyusul Hyuk keluar. Tapi Hyuk mengatakan sesuatu yang menyakiti hatinya. Hyuk mengaku menyukai orang lain. Setelah mengatakan itu, Hyuk pergi. Ji Soo pun seketika teringat pada gadis yang diantarkan Hyuk ke taksi. Ji Soo tak sadar, gadis itu adalah Ji An.
“Kau butuh berapa hari? Kau akan menangis selama beberapa hari, bukan? Aku paling membenci tangisan wanita. Jadi, ambillah cuti.” Ucap Nam Goo yang tahu-tahu sudah nongol di belakang Ji Soo.
“Aku tidak akan menangis. Aku sudah tahu ini akan
terjadi. Aku memberinya nomor ponselku, tapi dia tidak pernah menghubungiku. Aku
juga sudah tahu dia menyukai orang lain. Tapi bagaimana dia tahu aku hendak
menyatakan perasaanku?” jawab Ji Soo.
Do Kyung membujuk ibunya agar tidak memasukkan Ji An ke perusahaan mereka. Do Kyung merasa, Ji An masih belum siap menjadi bagian dari perusahaan.
“Jika terlalu siap, dia akan menjadi perhatian. Pegawai
lain akan mengingatnya sebagai pegawai kontrak yang dahulu.” Jawab Nyonya No.
“Aku tidak berpikir sejauh itu.” ucap Do Kyung.
Nyonya No lantas menyerahkan resume Ji An ke Do Kyung. Nyonya No bilang, Ji An pintar dan juga cerdas. Nilai-nilainya selalu bagus dan evaluasi dari tim pemasaran juga bagus.
“Sepertinya dia rela melakukan apa pun.” Jawab Do Kyung.
“Tapi Do Kyung, kau terlalu keras kepada Eun Seok.” Ucap
Nyonya No.
“Dia harus diajarkan.” Jawab Do Kyung.
Pembicaraan mereka pun terhenti sejenak lantaran Nyonya No mendapat telepon dari Seketaris Min. Seketaris Min memberitahu Nyonya No kalau Ji An ingin pergi sebentar. Nyonya No pun heran, ia bertanya-tanya Ji An mau kemana. Tapi Do Kyung meminta sang ibu membiarkan Ji An pergi untuk mengetes Ji An.
Ternyata Ji An pergi mengembalikan barang-barang yang
tadinya dibelinya untuk keluarga lamanya.
Tuan Seo mengalami accident saat bekerja setelah teringat pertengkaran Ji Tae dan Soo A. Ia terjatuh saat mengangkat karung semen sampai tangannya terkilir.
Ji Tae dan Soo A sama2 diajak makan siang oleh temannya. Uniknya, keduanya sama2 ingin makan sesuatu yang pedas.
Tuan Seo dibawa ke dokter oleh mandornya. Dokter bilang, tangan Tuan Seo baik2 saja tapi Tuan Seo tidak boleh mengangkat yang berat2 selama 2 minggu. Akibatnya, Tuan Seo pun harus kehilangan pekerjannya di proyek.
Tuan Seo ngamuk tahu istrinya mengikuti pelatihan yang
diadakan Haesung Group. Nyonya Yang pun beralasan, ia melakukan itu demi
anak-anak. Nyonya Yang bilang mereka tidak bisa hidup hanya mengandalkan gaji
harian Tuan Seo saja.
“Jangan menjadikan mereka alasan!” sentak Tuan Seo.
Tapi Nyonya Yang kekeuh ingin menjalankan bisnis
restoran itu. Nyonya Yang bahkan berkata, itu adalah bayaran karena mereka
sudah membesarkan Ji Soo selama ini. Nyonya Yang juga berjanji akan mengirim Ji
Soo keluar negeri untuk sekolah masak dari hasil bisnis restorannya.
“Kumohon hentikan. Kau harus membatalkan kontraknya.”
Suruh Tuan Seo.
“Mari buka restoran ini, agar Ji Tae dan Ji Ho bisa
menikah. Kau tidak tahu seberapa
kerasnya Ji Ho belajar?” jawab Nyonya Yang.
Tanpa diketahui Tuan Seo dan Nyonya Yang, si bungsu lagi
giat bekerja dan berjanji akan kuliah tahun depan.
Tuan Seo dan Nyonya Yang sibuk membahas biaya kuliah Ji Tae.
Nyonya Yang bertanya, apa Tuan Seo punya uang untuk biaya kuliah Ji Tae selama
4 tahun.
“Kau ingin Ji Ho bekerja sambil belajar seperti Ji An? Atau
kau akan meminta uang Ji Tae lagi?” tanya Nyonya Yang.
Tepat saat itu, Ji Tae pulang dan tertegun mendengar pembicaraan orang tuanya. Ji Tae lantas terkejut melihat tangan sang ayah yang diperban. Ibu memberitahu bahwa tangan ayah terluka dan ayah terpaksa keluar dari pekerjaannya.
“Ayah berhenti?” kaget Ji Tae.
Tuan Seo yang merasa bersalah pada anak-anaknya pun langsung berkata, bahwa ia akan kembali
bekerja secepatnya. Ji Tae lantas naik ke atas. Tapi kemudian ia berniat pergi
lagi. Ji Tae beralasan, bahwa ia meninggalkan beberapa berkasnya di kantor.
Tapi Ji Tae bukan kembali ke kantor. Ia pergi untuk menemui Soo A. Ponsel Soo A berdering tepat saat Soo A sedang mengeluarkan semua kosmetiknya dari kulkas kosmetik pemberian Ji Tae. Ji Tae menyuruh Soo A keluar. Ji Tae bilang, ia ada di depan rumah Soo A. Ji Tae juga meminta Soo A mengembalikan jas nya.
Ji Tae duduk di ayunan, menunggu Soo A. Tak lama, Soo A datang dan langsung mengembalikan jasnya. Ji Tae menyuruh Soo A duduk dulu. Setelah Soo A duduk, Ji Tae menyodorkan sekaleng minuman pada Soo A.
“Maafkan aku soal kejadian tempo hari. Aku tidak
memikirkannya dahulu. Seharusnya aku menunggu sampai kau berpisah jalan dengan
pria itu.” ucap Ji Tae.
“Maaf karena aku mengikuti kencan buta tanpa
memberitahumu.” Jawab Soo A.
“Maaf aku
mempermalukanmu.” Ucap Ji Tae.
“Tidak apa-apa. Dia bukan tipeku.” Jawab Soo A.
“Kau tidak akan tahu.” jawab Soo A.
“Ayo putus saja.” Ajak Ji Tae.
“Bukankah kita sudah putus hari itu?” tanya Soo A.
“Lee Soo A, kita harus berpisah dengan senyuman. Kita
sudah membicarakan ini. Kita harus saling mendoakan.” Jawab Ji Tae.
Ji Tae kemudian berdiri. Ia berharap Soo A bertemu dengan pria baik. Bukan seperti pria yang dikencani Soo A kemarin. Ji Tae bilang, pria itu playboy, terlihat dari senyumannya. Ji Tae lantas menanyakan status dan pekerjaan pria itu.
“Dia akuntan. Dia memiliki 3 apartemen.” Jawab Soo A.
“Astaga, aku makin merasa bersalah.” Ucap Ji Tae.
“Jaga kesehatanmu. Karena kau tidak akan menikah, jadi
aku tidak akan menyuruhmu memacari wanita baik.” Jawab Soo A.
“Selama ini aku bahagia bersamamu.” Ucap Ji Tae.
“Aku juga.” jawab Soo A.
Ji Tae lantas mengulurkan tangannya, mengajak Soo A berjabat. Setelah berjabat tangan, mereka pun berpisah.
Di kamarnya, Ji Ho lagi nyari2 kamar asrama di internet lewat ponselnya. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan Ji Ho pun buru-buru menyembunyikan ponselnya. Ji Tae masuk ke kamar dan langsung baringan. Ji Ho heran sendiri melihat kakaknya yang langsung tiduran tanpa ganti baju. Ji Ho tambah heran melihat kakaknya juga membawa jas lain.
Tuan Seo berdiri di teras rumahnya. Dia memandangi
langit dengan wajah resah. Tak lama kemudian, Ji Soo pulang dan langsung
memeluk Tuan Seo dari belakang. Ji Soo juga menangis, membuat Tuan Seo tambah
heran.
“Aku hanya senang. Aku senang melihat Ayah.” jawab Ji
Soo.
Ji An memberikan faktur pengembalian barang pada Nyonya
No. Nyonya No pun terkejut karena setahunya Ji An sudah memberikan barang2 itu
pada mereka. Ji An pun mengaku, keluarga lamanya menolak barang2 itu. Ia beralasan, tidak bilang pada Nyonya No
karna ingin mengembalikannya. Ji An juga minta maaf karena telah menghabiskan
yang itu untuk membelikan keluarga lamanya sesuatu.
“Ya, ibu memberimu uang itu untuk dihabiskan dalam
sehari, tapi kau tidak bisa melakukannya. Jadi, akan ibu ambil kembali.” Jawab
Nyonya No.
“Kau tidak akan pergi dari rumah untuk sementara dan kau
akan diantar sopir jika harus keluar.” Ucap Nyonya No lagi.
Nyonya No lantas memberikan Ji An kartu ATM dan meminta
Ji An menggunakannya untuk saat darurat.
Di lantai atas, Do Kyung dan Seohyun lagi dengerin
music. Do Kyung heran sendiri melihat Seohyun yang mendadak menyetel music di
rumah, padahal biasanya Seohyun tak suka mendengarkan music. Seohyun beralasan
karena dia lagi stress menghadapi ujian kelulusannya.
Kok
sy gk yakin ya Seohyun stress karena itu.. Sy berpikir, Seohyun stress karena
Ji An…
“Karena aku stresmenghadapi resital kelulusan.
Tak lama kemudian, Ji An ikut gabung dengan mereka. Seohyun
memberitahu Ji An, kalau ia dan Do Kyung pernah pergi nonton pertunjukan music
saat Do Kyung kuliah di luar negeri.
“La Scala bagus sekali, bukan? Kakak lebih suka yang di
Covent Garden?” tanya Seohyun.
“Menurut kakak, yang di Metropolitan itu terbaik.” Jawab
Do Kyung.
“Nomor dua yang di Opera Negara Wina?” tanya Seohyun.
“Kalian berkunjung ke tempat-tempat itu saat berlibur?”
tanya Ji An.
“Tidak, itu semua gedung opera. Kakak harus banyak
belajar agar bisa mengikuti.” Jawab Seohyun.
“Kakak baru mulai belajar. Kakak harus lebih banyak
belajar.” ucap Ji An.
“Kakak mau mendengarkan "Number 5, Adagietto"?”
tanya Seohyun.
“Kakak bukan penggemar Alma Mahler. Mari kita dengarkan
"Nomor 2, Resurrection". Jawab Do Kyung.
Seohyun lantas tersenyum sinis pada Ji An yang tidak tahu apa2 soal music. Do Kyung kemudian meminta pendapat Ji An soal music yang lagi mereka dengarkan.
“Aku tidak begitu paham, tapi ini lagu yang enak
didengarkan.” Jawab Ji An.
“Begitukah? Kalau begitu, terus dengarkan.” Ucap Do
Kyung.
Do Kyung lalu beranjak pergi. Disusul kemudian dengan Seohyun yang beralasan harus mengerjakan PR. Namun sebelum pergi, ia kembali tersenyum sinis pada Ji An.
“Mereka menakutkan. Kapan mereka akan berhenti marah
kepadaku?” gumam Ji An.
Tuan Seo mentraktir Ji Soo makan mie. Ji Soo tampak begitu lahap. Tuan Seo heran sendiri melihat Ji Soo yang tergila-gila pada makanan yang terbuat dari tepung.
“Aku sama seperti Ayah. Ibu selalu mengomeli Ayah, tapi
Ayah tetap suka makan sujebi.” Jawab Ji Soo.
Tuan Seo lantas bertanya cita-cita Ji Soo. Apa Ji Soo
ingin membuka toko roti.
“Aku tidak mau punya toko roti. Aku juga tidak punya
uang.” Jawab Ji Soo.
“Jika punya uang, kau mau membuka toko roti?” tanya Tuan
Seo.
“Aku tidak pernah memikirkan itu. Aku hanya ingin
membuat roti.” Jawab Ji Soo.
“Lantas, kenapa tidak sungguh-sungguh belajar membuat
roti? Kau bisa belajar membuat roti di luar negeri.” Ucap Tuan Seo.
“Di luar negeri? Aku tidak mau ke luar negeri. Kenapa
Ayah menanyakan itu? Aku tidak perlu belajar membuat roti di luar negeri. Aku
hanya ingin menjadi murid Tuan Kang. Aku hanya perlu mempelajari kemampuannya dan
membuat roti dengan tekniknya. Itulah yang aku inginkan.” jawab Ji Soo.
“Karena ayah miskin, bukan? Jika orang tuamu kaya, kau
akan berubah pikiran.” Ucap Tuan Seo.
“Ayah, jika aku menginginkan itu, untuk apa aku
menghentikan Ji An? Aku berusaha keras. Itu sebabnya aku enggan berbicara
dengan dia lagi. Aku tidak akan meninggalkan Ayah. Tidak akan pernah.” Jawab Ji
Soo.
“Kenapa?” tanya Tuan Seo.
“Tetap saja mereka orang tuamu yang sebenarnya.” gumam
Tuan Seo.
“Siapa? Ayah. Pemikiran Ayah kuno. Adopsi. Hidup
bersama. Di zaman sekarang, orang asing pun sudah seperti keluarga. Aku
membacanya di suatu tempat. Mereka bilang, keluarga adalah saat kita bisa
berbagi makanan. Jika berbagi makan dengan seseorang, dia menjadi keluarga
kita. Jadi, kenapa ingin tinggal bersama orang tua kandung hanya karena
sedarah?” jawab Ji Soo.
Tuan Seo pun semakin merasa bersalah pada Ji Soo.
Keesokan harinya, Do Kyung dapat tugas dari sang ibu untuk mengajari Ji An. Sang ibu bilang, paman dan bibi Do Kyung juga akan datang jadi Ji An tidak boleh melakukan kesalahan karena gugup. Setelah sang ibu pergi, Do Kyung menyuruh Ji An menemuinya jam enam sore nanti.
“Itu tidak perlu.” Jawab Ji An.
“Sebagai putra pemilik Perusahaan Haesung, aku wajib
mengajarimu jika diminta.” Tegas Do Kyung.
Di ruangannya, Tuan Choi lagi marah-marah pada
bawahannya karena tidak ada satu pun pegawai kontrak yang menjadi pegawai tetap
dari Departemen Pemasaran dan Penjualan.
“Soal itu... kami memutuskan untuk mempekerjakan
seseorang yang lebih cakap. Kamu mengisi posisinya melalui penerimaan khusus?”
jawab bawahannya.
“Saat menawarkan pekerjaan kepada pegawai sementara, kita
menjanjikan posisi tetap kepada mereka.” Ucap Tuan Choi.
“Kami menerima pegawai dari jalur khusus.” Jawab
bawahannya.
“Untuk membebaskan para eksekutif dari rasa malu, kau
rela mengorbankan citra perusahaan? Isu pegawai sementara ini sensitif. Alih-alih
menjadi contoh, kau malah mengingkari janji. Apa jadinya citra perusahaan kita?”
Tuan Choi pun menyuruh bawahannya memanggil kembali
beberapa pegawai kontrak itu.
Ji Soo disuruh Nam Goo nganterin roti ke kafe Woo Hee.
Setibanya disana, Ji Soo sebisa mungkin tidak melirik Hyuk. Tapi jatuhnya malah
jadi aneh. Dia berjalan seperti robot. Hyuk dan Woo Hee pun menatapnya dengan
tatapan aneh.
Setelah cukup dari kafenya Woo Hee, Ji Soo jadi panic dan malu sendiri. Ji Soo lalu merasa Mr. Sun nya sudah berbeda. Ji Soo kemudian mengingat pertemuan pertamanya dengan Mr. Sun.
Tak dinyana, si Mr. Sun juga mengingat pertemuan
pertamanya dengan Ji Soo.
0 Comments:
Post a Comment