Baik Dae Han, maupun Jung Woo kaget saat Da Jung bilang akan membesarkan bayinya. Dae Han dan Jung Woo yang tadinya mau makan pun tidak jadi makan.
Da Jung mengatakan sekali lagi, bahwa ia akan melahirkan bayinya.
Dae Han lantas menatap Soo Hyun yang terus makan. Ia tanya, apa yang dikatakan Da Jung benar?
Dae Han lalu kembali menatap Da Jung dan tanya apa Da Jung sungguh2 mau membesarkan bayi itu?
Da Jung : Aku tahu. Aku tahu yang kulakukan kini adalah omong kosong.
Dae Han : Benar. Seperti katamu, aku kehilangan kata-kata karena ini omong kosong. Mari kita dengar. Kenapa kau mau terus beromong kosong?
Dae Han berusaha menahan rasa marahnya.
Da Jung : Kau sendiri yang bilang. Jika ibuku memilih aborsi, aku tidak akan berada di sini. Aku hanya ingin membuat pilihan yang sama seperti yang dibuat ibuku.
Sontak lah, Dae Han dan Jung Woo gemetaran mendengarnya. Jung Woo bahkan tidak bisa menghentikan rasa gemetarnya.
-Episode 6, Skandal Keluarga-
Jung Woo dan Da Jung duduk di bangku, di depan Sungai Han. Mereka hanya berdua. Jung Woo masih gemetar.
Da Jung : Berhentilah gemetar. Kukira ada gempa bumi.
Jung Woo : Maaf. Sudah menjadi kebiasaan.
Da Jung : Kenapa? Kau takut?
Jung Woo : Tidak mungkin. Kenapa? Aku yang bilang kita harus membesarkan bayi itu.
Da Jung : Aku tahu kau bilang kau mau membesarkan bayi ini bukan karena kau ingin, tapi karena kau kasihan kepadaku. Aku ingin melakukan aborsi karena merasa bersalah sebab debutmu sebentar lagi.
Jung Woo : Kenapa kau minta maaf? Akulah yang harus minta maaf. Apa pun pilihan kita, jangan saling mengasihani.
Da Jung : Sejujurnya, aku ingin mempertahankan bayi ini. Tapi ini bukan sesuatu yang bisa kuputuskan sendiri.
Dae Han dan Soo Hyun bicara di taman. Dae Han marah-marah. Dae Han bilang, Da Jung masih sekolah dan tidak punya pekerjaan, ditambah Da Jung harus membesarkan adik-adiknya. Dae Han bilang, Da Jung dan adik-adiknya tidak bisa mengurus diri, jadi bagaimana bisa Da Jung ingin punya anak.
Dae Han : Ini amat bernyali. Tidak sopan! Bukankah tidak sopan kepadaku juga?
Soo Hyun : Aku mengerti kekecewaanmu. Tapi cobalah memahaminya. Dari sudut pandangnya, aborsi mungkin terasa seperti menyangkal keberadaannya.
Dae Han : Aku tidak peduli soal abstrak. Tapi ada satu hal yang jelas.
Soo Hyun : Apa itu?
Dae Han : Punya anak? Dia menyangkal kenyataan. Kita bertanggung jawab memastikan mereka melihat kenyataan. Kita, sebagai orang dewasa!
Soo Hyun : Aborsi? Bukankah kau bilang itu dosa? Menurutku aborsi bukanlah dosa.
Mendengar itu, Dae Han pun langsung duduk dan berkata, itulah maksudnya, kalau aborsi tidak dosa.
Dae Han : Ada banyak kasus saat orang tua dan anak tidak bahagia. Karena itulah aku merasa keputusan seorang wanita melakukan aborsi harus dihormati. Itulah maksudku.
Soo Hyun : Namun, sama dengan wanita yang ingin mempertahankan anaknya. Da Jung mungkin masih di bawah umur, tapi dia gadis yang bijaksana. Kurasa kita harus menghormati keputusannya.
Dae Han sebal, Jung Soo Hyun!
Dae Han lalu tanya, apa Soo Hyun akan mengatakan hal yang sama jika Da Jung adik Soo Hyun?
Soo Hyun agak terkejut mendengar pertanyaan Dae Han tapi dia bilang, setidaknya, dia tidak akan langsug menentang.
Dae Han : Aku akan memikirkannya baik-baik. Dan juga merasakan sakit bersama. Aku juga membuat keputusan setelah lama mempertimbangkan. Dan emosi tidak menyelesaikan masalah.
Pembicaraan mereka terhenti karena Da Jung dan Jung Woo datang. Jung Woo memegang tangan Da Jung. Dae Han tambah sebal melihatnya. Da Jung dan Jung Woo lantas saling menatap, lalu melepaskan pegangan mereka.
Dae Han tanya, apa keputusan mereka. Dae Han menakuti Jung Woo, kalau masa depan Jung Woo akan berakhir jika tetap ingin mempertahankan bayi itu.
Dae Han : Kau memasuki terowongan yang sangat gelap.
Jung Woo : Tapi Da Jung masuk ke terowongan itu sendirian.
Da Jung pun langsung menatap Jung Woo.
Dae Han tanya maksud Jung Woo.
Jung Woo : Maksudku ruang operasi. Ke depannya, aku tidak akan membiarkannya sendiri.
Jung Woo kembali memegang tangan Da Jung.
Jung Woo : Ayah, aku sungguh minta maaf. Tapi kami memutuskan untuk mempertahankan bayi ini.
Dae Han : Kukira kau peserta pelatihan grup idola. Kau menyerah dengan debutmu?
Jung Woo : Aku tidak bisa memutuskannya sendiri. Aku harus bicara dengan perusahaanku dan para anggota.
Dae Han : Bagaimana dengan orang tuamu? Apa orang tuamu tahu?
Jung Woo nyengir, tidak. Mereka tidak ada di Korea. Mereka pindah ke Kanada.
Mendengarnya, Dae Han pun semakin gregetan karena tidak punya cara lagi mengubah pikiran anak-anak itu.
Dae Han yang kesal, lantas menyuruh Jung Woo pulang. Jung Woo tidak mau karena tidak mau Da Jung sendirian.
Da Jung : Dia benar.
Jung Woo menatap Da Jung.
Jung Woo : Kau akan baik-baik saja sendirian?
Da Jung : Tentu saja.
Da Jung lantas menatap Dae Han.
Da Jung : Tidak ada orang tua yang menang dari anak-anaknya. Itulah kekuatan.
Dae Han makin sebal mendengarnya.
*Ini bukan scene lawak loh,, tapi pas ngeliat si Da Jung ngomong sambil natap Dae Han, kalau orang tua gak akan bisa menang dari anaknya, itu sy ngakak....
Sampai di rumah, Soo Hyun langsung membuka kulkasnya dan mengambil minum. Ji Hyun mendekati Soo Hyun dan tanya bagaimana bisa Da Jung berpikir mempertahankan bayi itu. Soo Hyun pun berkata, bahwa ia memahami Da Jung.
Soo Hyun : Semua orang punya sesuatu yang tidak bisa mereka lepaskan. Menurutku untuk Da Jung, itu ibunya. Dia juga ingin menjadi ibu.
Ji Hyun : Kau juga punya? Sesuatu yang tidak bisa kau lepaskan?
Mendengarnya, Soo Hyun terkejut. Tak lama kemudian, ia pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Ji Hyun.
Dae Han dan Da Jung masih berdebat di taman.
Dae Han minta Da Jung berpikir sekali lagi.
Da Jung : Aku tidak yakin apakah ini hal baik atau buruk. Tapi setelah membuat keputusan, aku tidak akan melihat ke belakang. Bahkan jika berpikir beberapa hari lagi, aku tidak akan pernah berubah pikiran.
Dae Han : Kudengar dia menjadi siswa latihan selama tiga tahun. Apa yang kau lakukan sekarang akan benar-benar membuang tiga tahun kerja kerasnya.
Da Jung : Karena itulah aku masuk ke ruang operasi. Aku tidak ingin memberatkannya. Tapi? Saat berbaring, aku sadar itu hanya alasan. Itu bukan karena aku tidak ingin memberatkannya, tapi karena aku takut kepada diriku sendiri. Ibuku memberitahuku ini sebelum dia meninggal. Melahirkanku adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat. Aku belum yakin bisa menjadi ibu seperti dia, tapi aku yakin tidak akan menyesali pilihanku.
Flashback,, ketika Da Jung sudah berbaring di ruang operasi, Da Jung menangis.
Dae Han kemudian berkata, bahwa Da Jung punya satu hal yang Da Jung lupakan, yakni bahwa mereka punya kontrak dan Da Jung sudah melanggar kontrak mereka.
Mendengar Dae Han menyebutkan mereka punya kontrak, Da Jung terluka. Ia menangis dan mengakui dirinya tidak tahu malu karena ingin mempertahankan bayinya padahal tinggal di rumah Dae Han bersama adik2nya.
Dae Han : Jika tahu itu, kenapa melakukan ini?
Da Jung : Aku tahu. Aku hanya tidak bisa melakukannya. Maafkan aku. Sungguh.
Dae Han : Permintaan maaf dan air matamu tidak akan mengubah apa pun. Sebagai walimu, aku tidak akan membiarkan ini. Tidak bisa.
Mendengar itu, Da Jung sontak menatap tajam Dae Han.
Da Jung : Kau benar. Aku tidak boleh menangisi hal sekecil itu. Aku akan harus menghadapi masalah yang lebih bera saat membesarkan bayi.
Da Jung kemudian beranjak pergi, menuju rumah.
Jung Woo terduduk lemas di bus. Tak lama, sms dari Da Jung ia terima.
Da Jung sendiri sudah di kamarnya.
Da Jung : Jung Woo, kau yakin akan baik-baik saja?
Jung Woo : Tentu saja! Atasanku adalah orang baik, jadi, dia akan mengerti begitu aku memberitahunya.
Da Jung : Bagaimana jika tidak?
Jung Woo : Kau tahu aku kesulitan karena aku tidak cocok menjadi bintang pop. Aku akan menjadi ayah bintang bukannya bintang pop.
Da Jung : Rasanya aku merusak masa depanmu.
Jung Woo : Lantas, haruskah kita pikirkan beberapa hari lagi....
Jung Woo ingin mengirim pesan itu, tapi tidak jadi. Ia menghapusnya dan menuliskan kalimat yang baru.
Jung Woo : Kau adalah yang paling berharga bagiku. Satu-satunya yang kutakutkan adalah kau menyesal bertemu denganku. Aku tidak akan membuatmu menyesal bertemu denganku atau membuat keputusan yang kita buat hari ini.
*Da Jung ini dewasa banget pemikirannya.
Dae Han ada di atas ring. Dia melampiaskan kekesalannya dengan memukul samsak.
Di belakangnya, Bong Joo mondar-mandir sambil mengoceh.
Bong Joo : Jadi, untuk mengakhiri semuanya, beginilah situasinya. Da Jung tidak tahu bahwa dia bukan putri kandungmu, dan orang-orang tidak tahu kalian punya hubungan kontraktual. Di tengah semua itu, Da Jung hamil dan menyatakan bahwa dia akan melahirkan. Kau berusaha semampumu untuk meyakinkan Da Jung agar dia melakukan aborsi, tapi kau sudah membuka mulutmu di TV nasional, menyatakan aborsi adalah kejahatan. Ini sangat menarik.
Mendengar itu, Dae Han berhenti memukul samsak dan menampol mulut Bong Joo.
Dae Han : Kau bersenang-senang? Benarkah?
Bong Joo : Jadi, apa yang akan kau lakukan?
Dae Han : Jika dia benar-benar melahirkan, mata semua orang akan tertuju kepada kami dan kami tidak akan bisa menarik kembali kontrak itu. Aku harus mengurus anak-anak dan anak Da Jung selamanya. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Tidak akan pernah.
Bong Joo : Bagaimana jika dia bersikeras melahirkan?
Dae Han : Bersikeras? Keadaan tidak semudah itu di dunia ini. Dia tidak akan pernah melahirkan, jadi, lupakanlah.
Dae Han lalu tanya bagaimana soal pembangunan apartemen upah rendah.
Bong Joo : Kau pasti menipu mereka dengan sangat baik.
Dae Han : Ini alienasi, bukan penipuan. Ulangi setelah aku. Alienasi.
Bong Joo : Alienasi.
Dae Han : Benar. Itulah masalahnya.
Bong Joo : Kang Kyung Hoon akan datang ke demo besok.
Dae Han : Benarkah? Maka aku harus memperlakukannya dengan baik.
Paginya, Dae Han dan Da Jung yang masih perang dingin, diam saja saat sarapan. Song Yi, Tae Poong dan Tak juga diam. Tak malah sibuk dengan ponselnya. Soo Hyun yang juga ikut sarapan dengan mereka, memecah keheningan. Soo Hyun tanya, bagaimana rasa toge buatannya. Soo Hyun mengaku itu kali pertama ia memasak jadi ia tak yakin dengan rasanya.
Mendengar itu, Tae Poong langsung mencicipi togenya, lalu kemudian memuntahkannya.
Tak juga berkata, togenya terlalu asin.
Da Jung membela Soo Hyun. Ia bilang, togenya enak. Song Yi juga setuju togenya enak.
Tak : Kau menyendoknya dari laut?
Dae Han : Tidak sopan memilih-milih makanan. Terutama di depan orang yang membuatnya.
Soo Hyung : Apa yang terjadi? Kau membelaku?
Dae Han : Itu benar, bukan? Tidak mudah memasak untuk anggota keluarga. Tentu saja tidak. Butuh waktu lama untuk membuat ini.
Soo Hyun : Makanlah.
Dae Han pun mulai menakuti Da Jung dengan caranya agar Da Jung berubah pikiran.
Dae Han : Menurutku para ibu hebat. Mereka memasak setiap hari, menyiapkan makanan, bersih-bersih, mencuci pakaian, dan menjaga anak-anak. Mereka tidak bisa beristirahat sehari pun. Dan saat anak-anaknya masih bayi, kau tidak paham mereka mau apa dan mereka buang air besar seharian. Saat lebih dewasa, mereka tidak menghargai dan memberontak. Kau tahu berapa biaya untuk membesarkan anak? Mereka bilang biayanya 300.000 dolar untuk membesarkan anak dan menguliahkan anak itu. Astaga, aku belum pernah melihat uang sebanyak itu.
Mendengar itu, Da Jung kesal dan berhenti makan, kemudian pamit.
Soo Hyun mengomeli Dae Han.
Soo Hyun : Astaga! Biarkan dia makan dengan tenang.
Dae Han : Kudengar topik pekan ini adalah masalah rumah.
Soo Hyun : Bagaimana kau tahu?
Dae Han : Aku bicara dengan Bu Ahn kemarin. Akan kuusulkan UU pekan ini.
Soo Hyun : Ada yang kau pikirkan?
Dae Han : Tentu saja.
Di depan restorannya, Pak Jung lagi mengompori warga agar menyetujui pembangunan apartemen upah rendah.
Pak Jung : Kita harus melantangkan suara kita jika ingin menyelamatkan pasar.
Ibu2 pendukung Kyung Hoon datang.
Pak Jung kaget melihatnya dan sedikit takut juga. Dia lalu pura2 tanya, apa ibu2 itu datang untuk makan ayam?
"Bagaimana bisa kau tidak bersyukur sampai menusukku dari belakang?"
"Menusukmu dari belakang?" tanya Pak Jung.
"Kudengar kau meyakinkan para pedagang bahwa apartemen upah rendah harus masuk. Benar?"
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Bu."
"Aku tidak percaya ini. Kau tahu siapa yang mengelola pasar ini? Orang bodoh bisa sangat bodoh. Mereka tidak punya prinsip."
"Kurasa itu agak berlebihan, Bu. Kami juga orang berpendidikan. Semua orang di sini sudah cukup berpendidikan. Hanya karena kami menggoreng ayam di pasar, bukan berarti kau bisa merendahkan kami seperti itu."
"Terserah. Mari lihat sebaik apa bisnismu. Aku pasti akan mengunggah restoranmu di internet."
"Kau baru saja memanggilku?"
"Ya. Siapa lagi yang kupanggil?"
"Astaga, kau pikir kau siapa?"
Geram, Bu Jung mengeluarkan jurusnya dan siap menghajar wanita itu. Wanita itu ketakutan dan Pak Jung langsung menghentikan Bu Jung.
Bu Jung : Lepaskan aku.
Pak Jung : Bicaralah. Jangan gunakan tinjumu, ya?
Bu Jung : Salah semua orang ini hanyalah keluar pagi-pagi sekali dan bekerja sampai larut malam, bahkan saat tidak ada pelanggan. Jika tidak bisa membantu mereka, setidaknya kau tahu untuk tidak menyebarkan rumor konyol!
"Itu omong kosong. Kau lah yang menyebarkan rumor konyol."
"Mari kita cari tahu siapa yang konyol. Jangan cemaskan restoran karena aku akan berada di sini. Ratakan hidung wanita itu saat demo."
Wanita itu sontak memegangi hidungnya.
Pak Jung menatap Bu Jung.
Pak Jung : Benarkah?
Bu Jung : Ya. Mari kita lihat siapa yang menang!
Pak Jung lalu memeluk bangga Bu Jung.
Di kantor, Soo Hyun melamun memikirkan Da Jung. Penulis Ma kemudian datang, memberikannya sebotol minuman.
Soo Hyun : Ada seseorang yang kukenal yang hamil sebelum menikah.
Penulis Ma : Siapa? Apa dia orang yang kukenal?
Soo Hyun : Tidak, kau tidak mengenalnya.
Penulis Ma : Lalu?
Soo Hyun : Dan dia ingin melahirkan bayinya. Entah aku harus menghentikannya atau tidak.
Penulis Ma : Berapa usianya?
Soo Hyun : Dia masih kuliah.
Penulis Ma : Apa? Apa yang menghentikanmu? Kau harus menghentikannya meski harus memukulinya.
Soo Hyun : Dia bahkan tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan, jadi, bagaimana dia akan membesarkan bayi itu?
Penulis Ma : Apa keluarganya kaya raya?
Soo Hyun : Kaya raya apanya.
Soo Hyun lantas menghela nafas.
Bersambung ke part 2....