• Sinopsis Wonderful World Episode 1-16

    Kim Nam Joo dan Cha Eun Woo memiliki rasa sakit yang sama akibat kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi mereka.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Magpahanggang Wakas Ep 1


Di perairan laut Filipina Barat, terlihat sebuah kapal penangkap ikan. Seorang pria sedang berusaha keras memperbaiki mesin kapal. Tak lama kemudian, pria itu keluar dari dek dan memberitahu kapten kapalnya bahwa mesinnya tidak bisa diperbaiki, ditambah lagi mereka juga jauh dari pantai. Sang kapten marah, ia menyuruh pria itu mencari jalan keluar agar mesin kapalnya bisa diperbaiki.


Pria itu pun kembali memperbaiki kapal, tapi belum sempat dilakukannya, ia mendengar suara sirine yang berasal dari kapal lain. Mereka adalah polisi perairan wilayah China. Mereka memberi peringatan bahwa kapal yang dinaiki pria itu sudah memasuki wilayah mereka. Mereka pun menyuruh pria itu untuk pergi.


Tapi pria itu tidak mau pergi. Polisi perairan China pun memberi peringatan sekali lagi agar pria itu pergi, mereka mengancam akan melakukan sesuatu kalau pria itu tidak mau pergi. Pria itu menolak pergi, ia mengklaim bahwa perairan itu adalah milik negaranya. Polisi perairan China pun langsung menyiapkan tim mereka agar pria itu menjauh dari wilayah mereka. Mereka menyemprot kapal pria itu dengan semprotan yang cukup besar. Akibatnya, kapal pria itu porak poranda dan salah satu teman pria itu jatuh ke laut.

“Estong!” teriak pria itu.


Pria itu melapor pada kaptennya bahwa Estong jatuh ke laut, tapi apa yang dilakukan sang kapten? Dia malah ingin pergi. Pria itu tak terima. Tapi sang kapten bersikeras bahwa mereka harus pergi. Pria itu pun akhirnya terjun ke dalam laut untuk menolong Estong.


“Ronualdo!” teriak sang kapten. Yeaah, pria itu bernama Ronualdo Del Mar. Untuk selanjutnya kita panggil Waldo ya, karena nama panggilannya adalah Waldo.


Waldo berhasil menemukan Estong dan membawanya naik ke permukaan. Di atas kapal, teman2 yang lain berusaha membantu mereka naik. Estong tak sadarkan diri. Waldo pun berusaha membangunkannya. Lalu tiba2, kapten kapal keluar dan menyuruh Waldo memutar balik kapal. Waldo pun terhenyak. Sang kapten yang mulai gemas, akhirnya melakukannya sendiri dan kapal pun mulai bergerak menjauhi perbatasan.


Waldo terduduk lemas. Dengan wajah kesal, ia berucap, “Ini milik kami… ini rumah kami…”


Berita tentang kapal China yang menyemprotkan air ke kapal penangkap ikan disiarkan di televise. Nama Waldo langsung mencuat berkat aksi beraninya menghadapi kapal China dan juga usahanya menolong Estong yang terjatuh ke laut.


Di ruang ganti, teman2 Waldo membicarakan tentang Waldo yang menjadi popular berkat aksi heroiknya itu. Tapi Waldo biasa aja dan menanyakan kondisi Estong. Rekan Waldo berkata, bahwa Estong sedang menjalani pemeriksaan. Waldo lalu memberi ide, untuk berbicara pada kapten mereka agar bisa meminta bantuan keuangan pada Presiden. Rekan Waldo yang lain nyeletuk kalau kapten mereka sangat keras kepala.

Tak lama kemudian, rekan Waldo lainnya datang memberitahu Waldo kalau Waldo harus segera ke Manila karena Presiden ingin bertemu. Waldo pun terkejut.


Waldo berjalan pulang melewati pasar. Di sana, ia bertemu neneknya yang sedang berjualan telur puyuh. Sang nenek pun dengan bangganya berteriak kepada orang2 di pasar, bahwa pria yang menjadi viral di media karena berani menghadapi kapal China adalah Waldo cucunya. Seorang pria tua pun tiba2 memanggil nenek Waldo dengan nama Nene. Nenek Waldo pun langsung menatap tajam pria di hadapannya itu.


“Namaku Neneng! Neneng!” ucapnya.

“Dimana ayah?” tanya Waldo berikutnya.


Waldo lalu masuk ke rumah bersama nenek dan adiknya, King. Tapi sampai di rumah, ia malah dipukuli ayahnya gara2 aksi heroiknya itu. Neneng pun langsung mencubit Kulas—ayah Waldo. Neneng berkata, bahwa Kulas seharusnya bangga dengan aksi heroic Waldo itu.

“Itu bukan aksi heroic! Bagaimana kalau kita kehilangan anak ini!” jawab Kulas


Kulas lalu mengomeli Waldo… “Kau tidak pernah belajar! Kau lihat kan bagaimana aku saat aku kehilangan ibumu! Kau tahu bagaimana sakitnya kehilangan seseorang karena kau juga pernah kehilangan Aryann! Gunakan otakmu!”

 “Aku minta maaf. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Jawab Waldo.

“Sudah berapa kali aku mendengar itu dari mulutmu!” ucap Kulas.

“Hey, berhenti mengomeli cucuku!” tegur Neneng.


Neneng lalu mengajak Waldo makan. Kulas masih sebal dengan tindakan sok heroic Waldo. Waldo pun memeluk ayahnya dan meminta maaf sekali lagi. Sang ayah pun memaafkannya, kemudian menyuruh ia mengganti baju sebelum makan.


Waldo baru saja selesai mandi. Saat ia tengah mengambil baju di dalam lemari, ia terdiam melihat foto seorang gadis yang tertempel di pintu lemari. Waldo kemudian mengambil foto gadis itu, kemudian memandang keluar jendela dan mencoba mengingat semuanya.

Flashback…

Tahun 2006


Aryann dan Waldo berlarian di tepi pantai dengan riang gembira, mereka lalu membuat istana pasir. Dan kemudian, kita mendengarkan narasi Aryann.

Istana pasir dapat dengan mudah dihancurkan oleh gelombang, dihantam angin, diruntuhkan oleh waktu, tapi tidak dengan cinta kami. Karena cinta kami, akan bertahan selamanya.


Setelah istana pasirnya selesai, Aryann kemudian mengatakan keyakinannya pada Waldo. Aryan berkata, bahwa ia yakin cinta mereka akan bertahan selamanya. Aryan pun menyuruh Waldo berjanji kalau mereka tidak akan pernah berpisah. Waldo tersenyum lembut, lalu berkata tidak akan ada kata perpisahan. Ia kemudian berkata bahwa dirinya bahkan tidak berani memikirkan kemungkinan kalau mereka akan berpisah.


Mereka lalu berciuman di depan istana pasir mereka. Setelah itu, keduanya berenang dan menikmati kebersamaan mereka dengan mesra di dalam air.


Sambil berjalan pulang, keduanya membahas rencana2 yang akan mereka lalukan sebelum mereka menikah. Waldo ingin membelikan kapal untuk ayahnya, agar sang ayah tidak perlu menyewa kapal lagi. Aryann berkata kalau ia akan giat belajar sembari menunggu Waldo.


Seorang pria lalu datang memberitahu Waldo bahwa ayah Waldo saat ini sedang bertengkar dengan Dodong. Waldo kaget, dan langsung berlari menyusul ayahnya. Aryann pun ikut menyusul Waldo. Sementara itu, Neneng dan King berusaha memisahkan Kulas dan Dodong. Kulas marah karena Dodong tidak mau membayar hutangnya. Dan Dodong tidak terima karena Kulas menagih hutangnya di depan teman2nya. Itulah sebabnya perkelahian terjadi.


Tak lama, Waldo datang dan berhasil memisahkan mereka. Rosing—istri Dodong pun datang dan menjauhkan Waldo dari suaminya. Rosing berteriak marah, ia bertanya seberapa banyak hutang suaminya. Rosing lalu melemparkan sejumlah uang pada Kulas. Aryann tampak menenangkan Rosing yang tak lain adalah bibinya.

“Suamimu yang berhutang padaku, bukan kau Rosing! Dia tidak akan bisa berubah karena kau memperlakukannya seperti bayi!” ucap Kulas.


Dodong pun marah dan ingin menghajar Kulas, tapi Waldo langsung mendorongnya. Rosing marah pada Waldo. Neneng pun mengajak keluarganya pergi. Rosing terus saja marah2. Aryann mencoba menenangkan bibinya. Tapi sang bibi malah meminta ia untuk tidak ikut campur dan melarangnya berhubungan dengan Waldo.



Di rumah, Neneng memarahi Kulas dan Waldo. Waldo berkata, Dodong akan kehilangan akal kalau sedang mabuk. Kulas juga memarahi Waldo yang ikut campur urusan mereka. Kulas tak ingin sesuatu terjadi pada Waldo karena sebentar lagi Waldo akan meraih gelar insinyur nya. Tapi Waldo berpendapat lain. Ia ingin menunda sementara mimpinya, agar ia bisa menabung untuk membelikan ayahnya kapal dan mengirim adiknya ke sekolah. Neneng dan Kulas hanya bisa terdiam mendengar kata2 Waldo.


Di kamarnya, Aryann sedang menghitung tabungannya. Tak lama kemudian, Dodong datang dan terkejut melihat uang tabungan Aryann yang begitu banyak. Aryan pun buru2 menyimpan uang tabungannya di lemari sambil berkata kalau uang itu untuk membayar biaya kuliahnya. Aryann lalu hendak pergi, tapi Dodong menahannya dengan mencengkram lengannya.

“Lupakan mimpimu menjadi pengacara. Kau pikir, kau bisa mendapatkan keadilan untuk ayahmu jika kau menjadi pengacara? Sadarlah, Aryann! Kau hanya membuang2 uangmu!” ucap Dodong.

“Tapi setidaknya aku melakukan hal yang benar dalam hidupku. Tidak sepertimu!” sindir Aryann.


Dodong pun marah dan semakin mencengkram lengan Aryann.

“Jika bibiku bisa menoleransi sikapmu, aku berbeda! Ini akan menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir kau bisa menyakitiku!” ucap Aryann.

Aryann pun beranjak pergi. Dodong menatap kepergian Aryann dengan tajam.


Aryann dan Waldo kembali bertemu di tepi pantai. Waldo marah saat melihat bekas cengkraman di lengan Aryann. Waldo ingin memberi Dodong peringatan, tapi Aryann melarangnya. Aryann berkata, bahwa Dodong seperti itu karena sedang mabuk. Tapi Waldo tetap ingin bicara pada Dodong. Aryann pun membujuk Waldo. Ia berkata bahwa dirinya hanya tidak ingin membuat situasi menjadi semakin rumit. Waldo pun menurut, tapi hanya untuk kali ini. Ia berkata, kalau Dodong melakukan itu lagi pada Aryann, ia akan memberi Dodong pelajaran. Aryann pun memeluk Waldo.


Bersambung ke part 2…

Sinopsis

Magpahanggang Wakas
(Jericho Rosales, Arci Munoz, John Estrada)
Sinopsis :
Aryann yang merasa bertanggung jawab atas apa yang menimpa diri kekasihnya, Waldo, melakukan segala cara untuk mengeluarkan Waldo dari penjara. Aryann pun bertemu Tristan, pria kaya yang dikhinati oleh istrinya. Waldo kemudian bebas berkat uang yang diberi Tristan pada Aryann. Namun bebasnya Waldo tak membuat masalah berhenti sampai disitu. Seseorang menembak Waldo. Semuanya pun mengira Waldo telah meninggal. Sepeninggal Waldo, Aryann pun membuka hatinya untuk Tristan. Saat keduanya merencanakan pernikahan, Waldo kembali. Kembalinya Waldo membuat Aryann terjepit diantara cinta Waldo dan Tristan.

Episode 1 Part 1 Part 2
Episode 2 Part 1 Part 2
Episode 3 Part 1 Part 2
Episode 4 Part 1 Part 2
Episode 5 Part 1 Part 2

Magpahanggang Wakas

Coming Soon!! Kali ini aku ingin mencoba membuat sinopsis Serial Filiphina.. kebetulan serial ini juga sedang tayang di stasiun tv kita loh, di MNC TV, dengan judul Untuk Selamanya... aku lagi tergila2 banget serial satu ini...


Serial ini bercerita tentang Waldo, pria baik hati dan pekerja keras. Waldo berasal keluarga sederhana. Ia jatuh hati pada seorang gadis bernama Aryann. Namun cinta keduanya tak berlangsung mulus lantaran banyak problematika yang menghadang hubungan mereka.

Suatu hari, Waldo kedapatan membunuh pria yang tak lain adalah pamannya Aryann karena pria itu mencoba menodai Aryann. Waldo pun dikirim ke penjara. Aryann yang merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Waldo, bekerja keras agar dapat membebaskan Waldo dari penjara. Aryann pun bertemu dengan Tristan, pria kaya yang baru saja dikhianati oleh istrinya. Tristan pun memberi Aryann bantuan.

Waldo kemudian bebas berkat bantuan Tristan. Tapi takdir kembali memisakan keduanya. Waldo jatuh dari tebing setelah ditembak oleh seseorang. Semua pun percaya bahwa Waldo telah tiada.

Setelah kematian Waldo, Aryann pun mencoba membuka hatinya untuk Tristan. Tapi disaat keduanya mulai merencanakan pernikahan, Waldo pun kembali. Kembalinya Waldo membuat Aryann bimbang.

Cast :
  • Jericho Rosales as Ronualdo Del Mar
  • Arci Munoz as Aryann Castillo
  • John Estrada as Tristan Lozado
  • Gelli De Bellen as Jenna Celis Lozado
  • Rita Avila as Rosita (bibi Aryann)
  • Lito Pimentel as Nicolas Del Mar (ayah Waldo)
  • Liza Lorena as Malena Del Mar (nenek Waldo)
  • Jomari Angeles as Enrique Del Mar (adik Waldo)
  • Danita Paner as Leila Asuncion
  • Maika Rivera as Chesca Lozado (puti Tristan dan Jenna)

I Have a Lover Ep 44 Part 2

Sebelumnya...


Yong Gi dan Woo Joo sudah tiba di airport. Yong Gi ngomel2 karena tak ada satu pun yang mengantar mereka.
 
“Ada banyak orang di sana dan di sana. Apa ibu benar-benar tidak melihat seorangpun? Ibu benar-benar tidak bisa melihat seorangpun? Kalau begitu, apakah ibu buta seperti Shin Bong Sa? Kalau begitu, haruskah aku pergi ke dasar lautan dan menukarnya dengan 300 karung beras?” ucap Woo Joo cemas.


“Tidak, bukan itu maksud ibu. Kita pergi tanpa seorang pun yang mengantarkan kita. Lupakan saja tentang aku, mereka seharusnya tidak melakukan ini padamu. Padahal semua orang menyukai dan menyayangimu. Ini adalah pengkhianatan tingkat tinggi. Bagaimana bisa mereka memperlakukan seorang anak seperti ini? Bagaimana bisa mereka menghancurkan mimpi seseorang seperti ini? Apakah semua orang jarinya sudah patah? Bagaimana bisa mereka tidak menelpon? Bahkan tidak ada satu pesanpun.” Jawab Yong Gi.


“Kalau begitu, ibu telpon saja dan minta mereka untuk segera datang kesini.” Ucap Woo Joo.

“Bagaimana bisa ibu melakukan itu? Ibu yang menyuruh mereka untuk jangan datang.” jawab Yong Gi.

“Kalau begitu, haruskah aku mencobanya?” tanya Woo Joo.

“Lupakan saja. Memangnya kita ini pengemis?” ucap Yong Gi, gengsi tuh.


Tiba2 saja, ponsel Yong Gi berdering. Yong Gi tersenyum senang. Woo Joo mengatakan pesan itu pasti dari Gyu Seok. Yong Gi pun buru2 membaca pesannya, tapi ternyata dari pesan itu adalah iklan penawaran supir pengganti. Senyum Yong Gi pun langsung hilang. Yong Gi kemudian mengajak Woo Joo pergi.


Saat mau mengantri di depan ruang tunggu, Yong Gi melihat ada passport yang jatuh. Passport milik ajumoni di depannya. Yong Gi pun memungut passport itu dan langsung mengembalikannya pada si pemilik passport. Namun ia terkeju saat si ajumoni pemilik passport membalikkan badan. Ajumoni itu ternyata Nyonya Kim.

“Eomma…” ucap Yong Gi.

“Eomma? Bukan ajumoni?” tanya Nyonya Kim.


“Nenek!” seru Woo Joo.

Dan Nyonya Kim pun langsung memeluk erat Woo Joo.

“Ini bukan karena kau. Ibu tidak bisa melepaskan Woo Joo dari pandangan ibu. Jadi ibu pergi tanpa membawa apapun, jadi jangan mengatakan apapun. Berikan paspor ibu.” Ucap Nyonya Kim.


Namun, Nyonya Kim terkejut saat melihat passportnya. Nyonya Kim pun lekas memanggil seorang pria di depannya dan berkata kalau passport mereka tertukar. Pria itu berbalik. Dan dia, Gyu Seok. Yong Gi tertegun. Woo Joo langsung menghambur ke pelukan Gyu Seok. Woo Joo menangis.

“Kenapa Woo Joo menangis?” tanya Gyu Seok

“Karena aku merindukan Profesor.” Jawab Woo Joo.

“Aku juga. Karena aku merindukanmu, aku berlari tanpa membawa apapun.” Jawab Gyu Seok.


Gyu Seok lalu menggendong Woo Joo dan berkata pada Yong Gi.

“Aku peringatkan kau. Aku datang bukan karena kau, tapi karena Woo Joo. Jadi jangan coba-coba memisahkan kami berdua.” Ucap Gyu Seok.

Yong Gi pun langsung tersenyum haru.


Hae Gang masuk ke kamarnya yang super duper berantakan sambil bicara dengan sang ibu di telepon.

“Jangan khawatir. Aku baru sampai dan menutup katup gas. Aku akan bersih-bersih di kamar. Aku akan mencuci piring dan membersihkan kamar mandi. Khawatirkan saja diri ibu sendiri. Sebelum ibu tinggal di sini, ini adalah rumahku. Aku lebih tahu tempat ini daripada ibu, jadi jangan khawatir. Suruh Yong Gi menelponku kalau sudah sampai.” Ucap Hae Gang.



Seol Ri menunjukkan foto seorang gadis di ponselnya pada Seok.

“Bukankah dia terlihat percaya diri? Dan dia memberikan kesan anggun yang disukai para pria.” Ucap Seol Ri.

Tapi Seok terlihat ogah2an.


“Dia pemain biola senior di orkestra symponi Seoul.” Ucap Seol Ri.

“Wanita ini adalah masalah besar. Aku tidak suka musik klasik, biola adalah suara yang paling tidak aku sukai di dunia ini.” jawab Seok.

“Oppa!” sentak Seol Ri.

“Apa?” tanya Seok.

“Aku sudah berjanji, jadi kau harus menemuinya hari ini, harus, mengerti?” ucap Seol Ri.

“Aku benar-benar tidak bisa, aku ada wawancara pengacara sore ini.” jawab Seok.

“Apa kau benar-benar akan seperti ini?” tanya Seol Ri.

“Kalau begitu kenalkan aku pada wanita yang membuat aku tertarik.” Jawab Seok.


Seol Ri pun gondok. Tiba2, Tuan Baek datang dan menyuruh mereka menyalakan TV. Seok dan Seol Ri pun terheran2. Tuan Baek mengatakan ada berita soal kematian Tae Seok. Seok dan Seol Ri kaget. Tuan Baek menyuruh mereka menyalakan televise.


“Presdir Min dari Farmasi Cheon Nyeon meninggalkan catatan dan melompat ke sungai Han hari ini. Meski polisi mencari jasadnya di lokasi kejadian, jasadnya belum ditemukan. Karena mengembangkan Pudoxin, obat utama dan asli dari Famasi Cheon Nyeon, Presdir Min Tae Seok menjadi topik utama pembicaraan beberapa tahun lalu dan sekarang sedang diselidiki atas pembunuhan karyawan yang mengungkapkan efek samping dari Pudoxin, dan sedang dalam penyelidikan kepolisian.”

Dan, klik! Tuan Baek mematikan TV-nya.



“Kenapa kau mati? Kau pikir semuanya berakhir kalau kau mati? Bukan begini seharusnya. Betapa tidak bertanggung jawabnya dia?” ucap Tuan Baek sebal.


“Kenapa aku tidak mempercayainya? Dia mati? Aku tidak mempercayainya Aku akan mempercayainya kalau jasadnya ditemukan. Secara hukum, kalau jasadnya tidak ditemukan, maka dianggap sebagai orang hilang, benarkan?” jawab Seol Ri.

“Benar, selama 5 tahun.” Ucap Seok.


Presdir Choi sudah dibawa ke rumah sakit. Dokter menjelaskan, karena Presdir Choi terlambat ditemukan, maka sirkulasi darah Presdir Choi berhenti. Karena itu, sebagian besar dari otot jantungnya mati dan Presdir Choi bisa terkena serangan jantung kapan saja

“Dan juga, ini bukanlah situasi luar biasa meski terjadi infark miokard akut karena pembuluh darahnya terhalang.” Ucap dokter.

“Tidak ada satupun yang bisa kumengerti. Tolong jelaskan supaya aku bisa mengerti.” Jawab Nyonya Hong sambil menatap lirih suaminya.

“Persiapkan saja untuk yang terburuk... Meski dia tidak sadar, dia bisa mendengar dengan hatinya, jadi bicaralah padanya hal yang tidak bisa kau katakan padanya. Dan beritahu pada keluarga sehingga setidaknya mereka bisa memegang tangannya sekali lagi.” Ucap dokter.

“Apa kau bilang? Dia sudah dioperasi. Dia baik-baik saja sampai tadi malam, apa yang kau katakan? Aku tidak siap, bagaimana aku harus bersiap-siap?” jawab Nyonya Hong.


Nyonya Hong lalu menatap suaminya yang terbaring tak berdaya di ranjang.

“Dia akan bangun, dia adalah orang yang kuat. Dia bukan orang yang mudah pingsan.” Ucap Nyonya Hong.
 
Nyonya Hong lalu meminta Jin Eon menghubungi Dokter Lee karena ia tidak mempercayai dokter di rumah sakit itu. Jin Eon diam saja. Ia berdiri mematung sambil menatap sedih sang ayah.


“Yeobo, kenapa kau seperti ini? Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa ini yeobo? Kau tidak bisa melakukan ini padaku yeobo! Kenapa kau seperti ini pada akhirnya? Bagaimana kau bisa berharap akhir seperti ini? Sangat egois, tidak bisa dipercaya Bangun, bangunlah yeobo! Cepatlah bangun yeobo!” pinta Nyonya Hong sambil mengguncangkan tubuh Presdir Choi.


Tangis Nyonya Hong kemudian pecah. Dan Jin Eon, dia memeluk erat ibunya.

“Aku ingin berdua saja dengan ayah, bisakah kau pulang dan kembali lagi besok pagi? Karena kami tidak pernah berdua saja. Meskipun aku tidak baik pada ayah, aku rasa aku tidak bisa kalau seseorang menyaksikannya. Aku takut dia akan pergi tanpa aku bisa berbuat apapun untuknya.” Ucap Jin Eon.

Tangis Jin Eon pun pecah.


Hae Gang yang menyendiri di ruang baca, berniat menghubungi Jin Ri. Namun ia urung melakukannya dan memilih menghubungi Jin Eon.

“Aku khawatir, bagaimana keadaan semuanya?” tanya Hae Gang.

“Karena masih dalam penyelidikan, kami masih menunggu, kau benar-benar terkejut, benarkan?” jawab Jin Eon.

“Pasti berat bagimu. Bagaimana keadaan ibu? Bagaimana dengan ayah?” tanya Hae Gang.

Jin Eon diam saja, namun matanya terus menatap lirih sang ayah.

“Kau harus mempersiapkan pemakaman, apa kau punya rencana? Haruskah kita melakukannya di perusahaan?” tanya Hae Gang.

“Tidak, aku ingin melakukannya diam-diam.” Jawab Jin Eon.


“Sulit kalau melakukannya sendirian, biarkan aku membantumu. Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pemakaman, jangan mengerjakannya sendirian. Aku akan mengurus pekerjaan di perusahaan sampai kau kembali, jadi kau tidak perlu khawatir. Dan juga, meski kau tidak berselera, jangan melewatkan makan.” Ucap Hae Gang.

Jin Eon diam saja, dan tangisnya… kembali pecah.

“Akan kututup.” Ucap Hae Gang.

“Jangan ditutup.  Mari kita bicara sebentar. Maukah kau berbicara, tentang apa saja? Woo Joo, dia pasti sudah naik pesawat.” Jawab Jin Eon.


Hae Gang membenarkan.

“Woo Joo, aku benar-benar merindukannya.” Ucap Jin Eon.

Hae Gang menangis.

Jin Eon yang tak sanggup menahan rasa sedihnya pun akhirnya memilih mengakhiri pembicaraan mereka.


Jin Ri dengan emosi masuk ke ruangan Hae Gang. Seketaris Shin mengekori Jin Ri dengan wajah sedikit panic. Jin Ri menyuruh Seketaris Shin menghubungi Hae Gang, namun Seketaris Shin diam saja. Jin Ri pun emosi.

“HUBUNGI DIA!” bentak Jin Ri.

Hae Gang yang masih berada di rumah terkejut saat Seketaris Shin menghubunginya, memberitahu  tentang Jin Ri yang ada di kantor dan ingin menemui Hae Gang.


Jin Ri masih menunggu Hae Gang. Tak lama kemudian, Hae Gang datang dan Jin Ri langsung menatapnya dengan penuh kebencian.

“Apa yang kau lakukan pada suamiku, cobalah pikirkan kalau aku berbuat yang sama pada Jin Eon. Apa kau bisa memaafkan aku?” tanya Jin Ri.


Hae Gang terdiam.

“Jawab aku, aku bilang jawab aku. Jawab!” Jin Ri emosi.

“Tidak.” Jawab Hae Gang.

“Itulah maksudku. Apakah kau yang melaporkan ke polisi?” tanya Jin Ri.

“Ya, itu adalah aku.” jawab Hae Gang.



Dan, PLAAAAK!! Jin Ri menampar Hae Gang.

“Kembalikan suamiku, hidupkan kembali orang itu, kembalikan bajingan itu! Bawa dia kembali, aku bilang! Karena kau yang menempatkannya di air, kau yang harus mengeluarkannya. Keluarkan dia dari air sekarang, mereka tidak bisa menemukannya, mereka bilang tidak bisa menemukannya. Mereka bilang tidak bisa melihat kemana dia pergi!” teriak Jin Ri.


Jin Ri lalu memukul Hae Gang dengan tasnya.

“Kau keluarkan dia, cepat dan setidaknya carilah mayatnya! Aku bilang keluarkan dia dari air! Kembalikan dia!” teriak Jin Ri.


Jin Ri lalu mendorong Hae Gang ke pintu.

“Aku bilang kembalikan dia! Keluarkan dia dari air!” teriak Jin Ri sambil mengacak2 ruangan Hae Gang.


Hae Gang pun merasa bersalah (Loh, wae?)


Lantas dimanakah Tae Seok? Sesuai dugaan, dia belum mati. Dia tidak bunuh diri. Dia terlihat di sebuah restoran sedang menyantap makanannya dengan lahap. Ia tersenyum mencemooh saat menyaksikan berita tentang dirinya yang meninggalkan catatan bunuh diri di Sungai Han.



Hae Gang terduduk lemas di kursinya. Tak lama kemudian, Seok datang sedikit bingung melihat ruangan Hae Gang yang berantakan. Seok lantas duduk di hadapan Hae Gang.

“Aku ingin tahu apa yang sebenarnya kulakukan. Tidak ada yang berubah, tidak ada yang membaik. Karena semuanya berbeda dari yang aku inginkan, beberapa orang kakinya terikat.” Ucap Hae Gang dengan wajah tertekan.

“Apa mereka sudah menemukan tubuhnya?” tanya Seok.

“Belum.” Jawab Hae Gang lirih.


“Aku tahu ini tidak membantu, tapi sebelum mereka menemukan tubuhnya, itu belum bisa dianggap kematian, tapi orang hilang.” Ucap Seok.

Hae Gang terkejut, Apa?

“Kami menonton berita dan Seol Ri terkejut, dia mengatakan tidak bisa mempercayainya. Dia bilang tidak akan percaya sebelum mereka menemukan tubuhnya dan itu mengingatkan aku pada abu palsumu. Aku tahu kemungkinannya kecil, tapi Min Tae Seok adalah orang yang mampu melakukan hal seperti itu.” ucap Seok.

Hae Gang mulai paham maksud Seok.

“Kau tidak boleh ditusuk dari belakang, jadi tubuhnya harus ditemukan.” Ucap Seok.

“Aku tidak bisa mempercayainya.” Jawab Hae Gang

“Kemungkinannya 10.000 kali, dia berpura-pura bunuh diri dan kemudian melarikan diri maka mungkin dia berusaha melarikan diri keluar negeri karena dia punya banyak uang.” Ucap Seok.



Tae Seok meminjam ponsel pemilik restoran dengan alasan ia lupa membawa ponsel dan ingin menghubungi istrinya. Si pemilik restoran tak curiga dan meminjam ponselnya pada Tae Seok.


Jin Ri yang baru keluar dari kantor polisi terkejut menerima panggilan dari Tae Seok. Ia pun buru2 menjauhi kantor polisi.

“Ada apa ini? Apakah semuanya pura-pura? Pura-pura bunuh diri?” tanya Jin Ri.

“Bukan pura-pura, aku benar-benar akan melakukannya. Tapi aku tidak bisa.” jawab Tae Seok.

“Dimana kau sekarang?” tanya Jin Ri.

“Setelah aku selamat di suatu tempat, aku akan menelponmu lagi. Ambilkan uang dan taruh di loker di Stasiun Bulgang. Loker nomor 15 dan kodenya adalah hari ulang tahun Hyeok. Aku tahu aku seharusnya tidak melakukannya, tapi tidak ada yang bisa kuhubungi selain kau.” jawab Tae Seok.

“Baiklah.” Ucap Jin Ri.

Usai berbicara dengan Tae Seok, Jin Ri berterima kasih pada Tuhan yang sudah menyelamatkan suaminya.


Hae Gang masih mengurung dirinya di ruangannya. Tak lama kemudian, Hyun Woo datang mengunjunginya. Hae Gang terkejut saat Hyun Woo memberitahunya tentang Presdir Choi yang collapse.

“Ayahnya, ibu, kau dan bahkan Min Tae Seok. Kau tidak bisa mengatakan apakah bajingan itu mati atau hidup. Itu juga sama bagimu. Meski kalian berpisah, itu sama saja, lalui saja semuanya bersama-sama. Kalau kau akan menjadi hancur, hadapi saja bersama-sama.” Ucap Hyun Woo.


Jin Eon masih terus menunggui sang ayah. Ia mengajaknya ayahnya berbicara.

“Apa ayah tidur? Hari ini adalah waktu terlama kita bersama-sama, apa kau tahu itu? Tidak ada banyak yang bisa dibicarakan, benarkan? Kita hanya marah setiap hari, kita tidak pernah mengobrol. Kau benar-benar tidak akan seperti ini kan? Aku ingin mengobrol denganmu. Apa kita akan bertengkar lagi?” ucap Jin Eon.


Hae Gang pun datang. Jin Eon tidak menyadarinya dan masih terus mengajak ngobrol sang ayah.


“Bertengkar juga tidak apa-apa.” Ucap Jin Eon. Tangis Jin Eon pun pecah.

“Bicaralah padaku ayah.” pinta Jin Eon.


Hae Gang terdiam sembari menatap lirih Jin Eon. Tak lama kemudian, ia pun masuk. Jin Eon masih menangis. Tangisnya baru berhenti saat mendengar suara Hae Gang.

‘Haruskah kita gantian berjaga? Carilah udara segar dan renggangkan kakimu sedikit. Bagaimana keadaannya?”


Jin Eon menyuruh Hae Gang mendekat. Tangis Hae Gang pun pecah saat dirinya berada di depan Presdir Choi yang masih tergolek tak sadarkan diri. Jin Eon lantas pergi meninggalkan mereka berdua. Setelah Jin Eon pergi, Hae Gang duduk disamping Presdir Choi.


“Ayah… Ayah…” panggil Hae Gang.

Seketika Presdir Choi bereaksi. Ia terbatuk, lalu membuka matanya.

“Ayah?” ucap Hae Gang.

“Aku bersalah.” Jawab Presdir Choi lemah.


Tangis Hae Gang pun kembali berjatuhan mendengarnya.

“Aku juga. Aku juga bersalah ayah.” ucap Hae Gang.

“Jin Eon….” jawab Presdir Choi.

“Katakan padanya itu bukan kau. Katakan padanya bahwa itu bukan kau, bahwa kau tidak melakukannya. Kumohon.” Pinta Hae Gang.

“Sesuai keinginanmu, aku akan memberitahunya sesuai dengan yang kau inginkan.” jawab Presdir Choi.

“Aku akan membawanya kemari, tunggu sebentar, tunggulah sebentar saja ayah.” ucap Hae Gang.


Hae Gang pun bergegas memanggil Jin Eon. Begitu mendengar ayahnya sudah sadar, Jin Eon langsung berlari ke sisi ayahnya.


“Aku tidak membunuhnya. Aku tidak melakukannya.” Ucap Presdir Choi.

Jin Eon pun langsung tersenyum lega. Begitu pula Hae Gang. 



Namun tiba2 saja mesin pendeteksi detak jantung memberi tanda bahwa detak jantung Presdir Choi sudah berhenti. Tangis Hae Gang pecah. Dan, Jin Eon terhenyak!!



Preview Ep 45