.

I Have a Lover Ep 26 Part 1

Sebelumnya....


Yong Gi masuk ke rumah Nyonya Kim dengan wajah tegang. Kata2 Baek Seok tentang Hae Gang yang ditikam seseorang terus saja terngiang di telinganya. Yong Gi menghela napas. Ia merasa bersalah karena sudah menempatkan Hae Gang dalam bahaya. Yong Gi pun kembali menghela napas. Ia bingung bagaimana harus memberitahukan pada Nyonya Kim tentang Hae Gang yang masih hidup.


Yong Gi lantas masuk ke rumah. Ia heran mendapati rumah dalam keadaan kosong. Sementara itu di kamar Nyonya Kim, Tae Seok terkejut melihat foto2 Yong Gi. Tae Seok lalu menemukan foto Nyonya Kim yang menggendong dua orang bayi.

“Kembar? Mereka kembar? Kalau begitu, Do Hae Gang juga putri Dokgo Ji Ho?” ucap Tae Seok kaget.


Tak lama kemudian, terdengar suara Yong Gi. Tae Seok pun buru2 mengembalikan foto itu ke laci. Yong Gi membuka pintu kamar Nyonya Kim. Ia pun terkejut melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Sementara Tae Seok mengaku sangat mencemaskan Yong Gi. Yong Gi ketakutan. Tae Seok terus berjalan ke arah Yong Gi. Yong Gi pun kabur.

“Woo Joo-ya! Woo Joo!” teriak Yong Gi sambil berlari keluar.


Yong Gi langsung menggendong Woo Joo yang bermain di tepi kolam. Tae Seok pun berusaha mengejar Yong Gi. Tepat saat itu, Gyu Seok datang menghentikan langkah Yong Gi. Gyu Seok pun meminta penjelasan atas apa yang baru dilihatnya. Tae Seok menatap sang adik dengan wajah tegang.

“Dulu dia karyawan kami. Tak kusangka, kami akan bertemu di sini. Dan karena dia tampak tidak asing, aku menyapanya. Tapi dia malah kabur tanpa alasan.” Jawab Tae Seok.

“Apa? Dia karyawan perusahaanmu?” tanya Gyu Seok kaget.

“Bukan di kantor utama, tapi pabrik regional kami.” Jawab Tae Seok.


Seol Ri menghampiri Nyonya Hong yang tengah asyik membaca komik. Nyonya Hong mengaku terharu membaca buku komik. Seol Ri tersenyum dan berkata akan membelikan komik lagi untuk Nyonya Hong. Nyonya Hong berterima kasih karena Seol Ri sudah mengurusnya selama ini. Seol Ri berkata, apa yang dilakukannya tidak ada apa2nya dibanding dengan yang dilakukan Nyonya Hong selama ini untuknya.

“Kau mau pergi? Makanlah dulu sebelum pergi.” Suruh Nyonya Hong.

“Aku tidak mau Sunbae merasa tidak nyaman, jadi aku sebaiknya pergi.” Jawab Seol Ri.
 
Tepat saat itu, Jin Ri pulang dan mengajak Seol Ri bicara.

“Apa yang kau makan belakangan ini? Dana yang kau terima untuk pengembangan obat baru, bukankah 10 juta?” tanya Jin Ri.

“Bukan 10 juta tapi setidaknya jutaan, jadi jangan khawatirkan apa yang kumakan.” Jawab Seol Ri.

“Ayo bicara.” Ajak Jin Ri.

“Tidak ada yang mau kubicarakan.” Jawab Seol Ri.

“Setelah mendengar ucapanku, kau mungkin akan terkejut. Ikuti aku.” ucap Jin Ri.


Di ruang baca, Jin Ri memberitahu Seol Ri bahwa Hae Gang masih hidup. Tapi Seol Ri tidak terkejut sama sekali. Jin Ri pun curiga kalau Seol Ri sudah mengetahuinya sejak awal. Seol Ri pun mengaku bahwa ia sudah mengetahuinya.

“Kau mungkin juga sudah tahu kalau Jin Eon mengejarnya. Aku kan sudah bilang kau tidak bisa dibandingkan dengan Do Hae Gang atau pun tiruannya.” Ucap Jin Ri lagi.

“Apa yang mau kau katakan sebenarnya?” tanya Seol Ri.

“Bekerja sama lah denganku untuk menghancurkan Do Hae Gang. Pertama, kita harus mencari tahu bagaimana cara memisahkan mereka.” Jawab Jin Ri.


“Kita harus mengembalikannya pada cara sebelum mereka bercerai.” Ucap Seol Ri.

“Itu benar. Kita harus menanamkan kebencian. Do Hae Gang memilikimu, dan bagi Jin Eon ada Eun Sol. Karena sepertinya mereka sudah melupakannya, mari pastikan mereka menyadarinya.” Jawab Jin Ri.

“Ayo kita lakukan. Seperti duri yang terbenam dalam mulut, seperti batu yang menggelinding dalam sepatu, seperti itu saja, ayo lindas dan ganyang hidupnya.” Ucap Seol Ri penuh kebencian.


Jin Ri tampak puas karena berhasil menghasut Seol Ri….


Sementara itu, Hae Gang yang masih berdiri di depan kantor Jin Eon tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Lalu Jin Eon, di ruangannya, tampak stress. Di depannya, tergeletak berkas Pudoxin dengan Hae Gang sebagai kuasa hukum perusahaannya. Ponsel Jin Eon berbunyi. Telepon dari Hae Gang.

“Saat ini aku benar2 ingin bertemu denganmu tapi aku tidak bisa mampir. Tidak bisakah kau datang menemuiku. Aku ada di depan kantormu.” Ucap Hae Gang.

“Jangan kemana2. Tetap di sana, Hae Gang-ah. Aku akan datang. Aku akan datang menghampirimu.” Jawab Jin Eon.

“Cepatlah ke sini, kalau tidak mungkin aku akan pergi saja.” Ucap Hae Gang.


Jin Eon pun langsung berlari keluar dari ruangannya. Di dalam lift, Jin Eon teringat kata2 Hae Gang saat mereka berjalan2 di padang ilalang. Saat itu, Hae Gang meminta Jin Eon agar tidak lelah menghadapinya meskipun ingatannya nanti kembali. Jin Eon pun berjanji akan melindungi Hae Gang kali ini sampai akhir.


Diluar, Hae Gang menerima kiriman foto dari Seol Ri. Seol Ri mengirimi Hae Gang foto2 perselingkuhannya dengan Jin Eon. Hae Gang syok melihatnya. Tepat saat itu, Jin Eon keluar dan menghampiri Hae Gang. Hae Gang berbalik dan menatap Jin Eon dengan tatapan kecewa. Tak lama kemudian, tangis Hae Gang pecah.


“Ada apa?” tanya Jin Eon.

Jin Eon lantas beranjak mendekati Hae Gang, tapi Hae Gang malah melangkah mundur.

“Kau ingat sesuatu, kan? Kenangan buruk?” tanya Jin Eon.

Tangis Hae Gang terus mengalir. Hujan kemudian turun. Jin Eon mengajak Hae Gang masuk, tapi Hae Gang menolaknya. Hae Gang bahkan tidak mengizinkan Jin Eon menyentuhnya. Hae Gang juga memukul2 dada Jin Eon.


Ingatan Hae Gang pun kembali. Ia ingat saat dirinya memukul dan mengutuk Jin Eon di dalam mobil. Ia ingat saat dirinya melabrak Seol Ri. Hae Gang pun terduduk lemas. Ia sangat terpukul. Jin Eon melepaskan jaketnya. Ia mau memasangkan jaketnya ke tubuh Hae Gang, namun Hae Gang malah menjatuhkan jaket Jin Eon dengan kasar.


Hae Gang lantas teringat saat ia duduk di depan rumah hujan2an menunggu kepulangan Jin Eon.

Hae Gang terpukul. Jin Eon berusaha membujuk Hae Gang.


“Aku tidak tahu apa yang kau ingat, tapi itulah diriku. Dan ini juga diriku. Jika kau tanya, akan kujawab sejujurnya. Dan bila kau mau menghukumku, akan kuterima hukuman itu dan menunggumu sampai kau mau memaafkanku. Aku akan tetap berada di sisimu, tanpa mengenal lelah. Sampai akhir berada di sisimu.” Ucap Jin Eon.

“Kau akan terkena pilek. Pilek di musim gugur dan dingin, dua2nya buruk, kan?” ucap Jin Eon lagi dengan mata berkaca2.


Seol Ri sedang melihat foto2 perselingkuhannya dengan Jin Eon.

“Menerobos api dan menyelamatkanmu… bukan wanita itu, tapi aku. Orang yang mencintaimu seperti hidupku sendiri, adalah aku dan bukan wanita itu. Wanita itu, Do Hae Gang, ia melakukan hal yang tidak terbayangkan dan menyebabkan kematian Eun Sol.” Ucap Seol Ri.


Seol Ri lantas teringat perkataan Nyonya Hong tentang Hae Gang yang melaporkan perbuatan Presdir Choi pada jaksa. Seol Ri lantas menerima sebuah fax. Fax tentang informasi data Shin Il Sang, CEO Mi Do Farmasi yang kalah melawan Cheon Nyeon Farmasi di persidangan.

Tak lama kemudian, Seol Ri menerima panggilan dari Jin Ri.


“Kau membacanya? Menarik bukan? Sekujur tubuhku bahkan merinding. Aku tidak tahu banyak soal ini, tapi ibu tiri telah melakukan banyak hal istimewa hari ini untuk kita berdua. Dia bahkan tidak sadar telah menyakiti putranya sendiri dan terus berbicara.” Ucap Jin Ri.

“Bagaimana caranya kau menemukan hal ini dengan cepat? Kau yakin ini benar?” tanya Seol Ri.

“Setelah mendengar apa yang kau katakan, aku mencarinya di laptop suamiku. Kita tidak tahu kapan harus menembak, jadi pastikan senjata kita terisi penuh. Kita harus makan, bukan dimakan.” Jawab Jin Ri.

“Dimana orang yang membunuh Eon Sol ini ditahan?” tanya Seol Ri.

“LP Dae Jeon. Jangan terlalu kecewa, dia akan dibebaskan karena berlakukan baik.” Jawab Jin Ri.

“Apa? Orang ini dibebaskan?” tanya Seol Ri kaget.


Hae Gang mulai menggigil kedinginan. Jin Eon terus membujuk Hae Gang agar Hae Gang mau masuk bersamanya. Hae Gang mengaku kalau ia juga tidak berdaya menghadapi Jin Eon. Hae Gang lalu menatap Jin Eon dan bertanya apa yang harus ia lakukan. Hae Gang yakin hal buruk telah menanti mereka di masa depan.

“Kita tidak boleh menyerah, itu saja. Kita tidak boleh saling melepaskan. Aku adalah dirimu dan kau adalah diriku. Aku sedih…. benar2 sedih. Tapi aku masih bahagia sekarang. Karena kau ada di depan mataku, karena aku ada di sampingmu. Aku mencintaimu dan kau juga mencintaiku. Karena kita saling mencintai.” Ucap Jin Eon.


Hae Gang pun akhirnya berdiri. Hae Gang lantas menjatuhkan dirinya dalam pelukan Jin Eon. Jin Eon menghela nafas dan memeluk Hae Gang dengan erat.


Di ruangannya, Gyu Seok resah memikirkan Yong Gi yang lari ketakutan menghindari Tae Seok.


Hae Gang yang duduk sendirian di ruangan Jin Eon, teringat percakapannya dengan Seol Ri.

“Aku akan menunggunya. Semoga ingatanmu kembali, agar kebencianmu kembali, agar kau kembali menjadi dirimu yang dulu.” Ucap Seol Ri.

“Ada hal yang tidak kau ketahui Kang Seol Ri. Kami bukan hanya saling enggan, kami juga saling mencintai. Meskipun aku tak bisa ingat, aku mempercayai cinta itu.” jawab Hae Gang.

Tak lama kemudian, Jin Eon datang membawakan Hae Gang pakaian. Jin Eon dengan wajah cemas menanyakan luka bekas operasi Hae Gang. Ia takut luka itu terbuka kembali. Hae Gang mengaku bahwa dirinya baik2 saja. Jin Eon lantas menyuruh Hae Gang mengganti baju.

“Di sini?” tanya Hae Gang.

“Lalu dimana? Kau bilang tidak mau ke hotel. Jika kau tidak suka di sini, kita masih bisa pergi ke hotel. Karena kau tidak boleh mandi, jadi aku akan mencuci rambutmu dengan hati2.” Jawab Jin Eon.


Jin Eon lantas membuka sebuah kotak dan mengeluarkan bra dari dalam sana. Hae Gang terkejut melihatnya. Tapi Jin Eon biasa saja dengan membuka label harga bra itu dengan wajah santai. Hae Gang yang malu langsung menyambar bra itu dari tangan Jin Eon dan menyembunyikannya.

“Kita ini pasangan.” Ucap Jin Eon.

“Tidak sekarang.” jawab Hae Gang.

“Kita akan jadi pasangan di masa mendatang.” Ucap Jin Eon.

“Keluar.” Suruh Hae Gang.
 
“Aku sudah lihat semuanya. Aku tahu lengkap semuanya.” gumam Jin Eon, membuat Hae Gang terbelalak.


Jin Eon lantas menyuruh Hae Gang mengunci pintu saat berganti baju agar tidak ada yang bisa masuk. Hae Gang menahan Jin Eon saat Jin Eon ingin pergi. Jin Eon kegeeran, mengira kalau Hae Gang tidak mau dirinya pergi. Tapi Hae Gang menyodorkan sebuah handuk dan menyuruh Jin Eon mengeringkan rambut dengan handuk itu. Jin Eon tidak mau dan berkata kalau ia baik2 saja. Hae Gang pun berdiri dan mengeringakan rambut Jin Eon serta mengelap wajah Jin Eon.

“Berikan padaku agar bisa kulakukan sendiri. Kau cepatlah ganti bajumu agar kau tidak masuk angin.” Ucap Jin Eon.


Diluar, Jin Eon menyuruh jantungnya yang berdetak dengan cepat untuk diam. Tapi jantungnya terus saja berdetak cepat. Jin Eon pun berusaha menenangkan hatinya.

Yong Gi dan Woo Joo akhirnya pulang ke rumah mereka. Yong Gi berjanji akan membuatkan Woo Joo bola2 nasi setibanya mereka di rumah. Langah Yong Gi lalu terhenti saat melihat Gyu Seok yang berdiri di depan rumah mereka. Gyu Seok mengaku bahwa ia datang bukan untuk membicarakan masalah Woo Joo, tapi untuk Yong Gi. Yong Gi terkejut. Gyu Seok mengajak Yong Gi bicara di tempat lain. Yong Gi mengaku tidak bisa pergi kemana pun saat ini dan mengajak Gyu Seok masuk ke dalam.

Yong Gi keluar dari dapur dengan membawa makan malam mereka. Yong Gi lantas menyuruh Woo Joo cuci tangan. Yong Gi mengajak Gyu Seok ikut makan bersama mereka, semula Gyu Seok menolak tapi Yong Gi memaksa. Yong Gi berkata, saat ibu mertua menyuruh Gyu Seok makan maka Gyu Seok tidak boleh menolak.


Gyu Seok lalu tertawa melihat bola2 nasi yang dibentuk Yong Gi menjadi bentuk hello kitty. 



Yong Gi tersenyum senang melihat tawa Gyu Seok. Tak lama kemudian, Woo Joo datang dan Yong Gi langsung menyuruhnya makan.

“Apa yang harus kau katakan sebelum makan?” tanya Yong Gi pada Woo Joo.


“Terima kasih atas makanannya.” Jawab Woo Joo.

“Ding-dong-deng.” Ucap Yong Gi.


Yong Gi pun menyuruh Gyu Seok mengatakan hal yang sama. Dengan malu2, Gyu Seok mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Yong Gi. Yong Gi dan Woo Joo tersenyum, kemudian berkata ding-dong-deng dengan kompak.


Di ruangannya, Jin Eon tampak kesulitan membuka plastic jjangmyeon-nya. Hae Gang pun membantu Jin Eon membuka plastic jjangmyeon-nya. Namun sebelum membuka plasticknya, ia terlebih dahulu mengocoknya. Jin Eon takjub melihat apa yang dilakukan Hae Gang.

“Tapi darimana kau belajar hal itu?” tanya Jin Eon.

“Seok-ah yang mengajariku.” Jawab Hae Gang.


Jin Eon langsung ngambek dan melarang Hae Gang melakukan hal itu lagi karena terlihat aneh. Jin Eon berkata, jjangmyeon harus dicampurkan dengan memakai sumpit. Namun saat mau menarik sumpitnya, sumpitnya malah patah. Hae Gang pun langsung tertawa geli. Hae Gang juga menyindir Jin Eon dengan mengatakan apa yang dilakukan Jin Eon itu aneh.


“Berikan padaku, daging babinya. Aku akan memakannya untukmu.” Ucap Jin Eon.

“Aku makan daging babi.” Jawab Hae Gang.

“Kau tidak makan jjangmyeon karena menurutmu itu bau.” Ucap Jin Eon.

“Aku memakannya sekarang.” jawab Hae Gang.


Jin Eon pun tertegun melihat Hae Gang memakan jjangmyeon. Hae Gang lantas memberikan Jin Eon selembar tisu. Jin Eon pun langsung mengelap tangannya yang kotor dengan tisu. Hae Gang menyuruh Jin Eon mengelap bibir juga. Tapi Jin Eon tidak bisa mengelap bibirnya dengan benar. 




Hae Gang pun bangkit dari duduknya. Ia membantu mengelap bibir Jin Eon.

“Aku bisa gila karena dirimu.” Gumam Jin Eon.


Hae Gang lantas mencium Jin Eon. Jin Eon pun langsung membeku usai dicium Hae Gang.

“Ciuman wanita lain… hapus kenangan itu seutuhnya. Mengerti?” pinta Hae Gang.


Tak lama kemudian, Jin Eon berdiri. Keduanya lantas saling bertatapan. Hae Gang lalu memejamkan kedua matanya. Jin Eon mulai mencium Hae Gang. Keduanya larut dalam suasana romantic…

Woo Joo sudah terlelap. Gyu Seok ingin tahu apa Yong Gi dulunya adalah karyawan Cheon Nyeon Farmasi. Yong Gi terkejut karena Gyu Seok sudah mengetahuinya. Gyu Seok ingin tahu pekerjaan seperti apa yang dilakukan ayah Woo Joo. Yong Gi berkata jika ayah Woo Joo seorang peneliti pengembangan obat baru.


“Lalu kenapa kau kabur setelah melihat kakakku tadi siang?” tanya Gyu Seok.

Yong Gi terkejut.

“Presdir Min Tae Seok adalah kakakmu?”

“Jujur saja, apa kau kabur karena kakakku atau karena dia dari Cheon Nyeon Farmasi?”

“Karena dia dari Cheon Nyeon Farmasi, aku kabur.” Jawab Yong Gi dengan mata yang berkaca2.


Jin Eon mengantarkan Hae Gang ke rumah Baek Seok. Jin Eon cemas karena Hae Gang harus berjalan sendirian melewati jalan yang menjadi lokasi penusukan Hae Gang. Hae Gang berkata bahwa anak2 melewati jalan itu setiap hari selagi mengkhawatirkannya.

“Kapan kau ingin menemui ibumu?” tanya Jin Eon.

“Saat aku menemukan rencana bagaimana menjelaskan yang terjadi. Kalau sudah punya rencana, aku akan menemuinya. Aku pergi. Dan kau, jangan keluar.” Jawab Hae Gang.


Hae Gang pun turun dari mobil Jin Eon. Jin Eon ikut turun.

“Kau benar2 akan pergi?” tanya Jin Eon.

Hae Gang diam saja dan hanya menatap Jin Eon.

“Ini lantaran pikiran mimpi burukku. Memerlukan waktu 6 tahun bagiku.” Ucap Jin Eon.

“Apanya?” tanya Hae Gang.

“Menurutmu apa? Masuk dan pikirkanlah baik2.” Jawab Jin Eon.

“Berikan aku petunjuk.” Ucap Hae Gang.

“Piala Dunia 2002, bermain melawan Spanyol, skor 5-3, dan tendangan penalty untuk melaju hingga ke babak semifinal. Aku keluar dari tentara bulan April tahun itu, namun dalam 26 bulan aku melakukan wajib militer, kau tak pernah sekali pun menemuiku.” Jawab Jin Eon.

“Tidak pernah?” tanya Hae Gang kaget.

“Kau sangat keterlaluan, kan?” jawab Jin Eon.

“Tapi kau masih mengikutiku kemana2 meskipun demikian, jadi bukankah dirimu yang keterlaluan? Kita cari tahu nanti siapa yang terburuk. Aku benar2 pergi sekarang.” ucap Hae Gang.

“Tidurlah dengan hangat.” Jawab Jin Eon.


Saat hendak masuk ke rumah, mereka berpapasan dengan Seok yang baru pulang. Seok berusaha menghindar, namun Hae Gang malah mendekatinya. Hae Gang merasa bersalah pada Seok. Seok pun berkata, bahwa ia berterima kasih karena Hae Gang masih memikirkan adik2nya. Seok meminta Hae Gang mengucapkan salam perpisahan padanya dan juga pada adik2nya sebelum pergi. Hae Gang mengangguk. Seok lantas menyuruh Hae Gang masuk. Ia berkata, akan bicara sebentar dengan Jin Eon.


Jin Eon dan Seok tampak duduk di bar. Seok berkata bahwa Jin Eon tidak perlu khawatir karena Hae Gang tak pernah menerimanya sedikit pun. Seok lantas memberitahu Jin Eon bahwa Hae Gang sudah memeriksa catatan persidangan. Jin Eon terkejut.

“Informasi seluruh persidangan yang dia ikuti, dan menjadi pengacara yang tidak pernah kalah, merupakan hal yang tak bisa diterimanya. Dan dia sangat terkejut karenanya. Mengenai efek samping Pudoxin, apakah dia tahu seutuhnya sebelum kasus, dia sangat curiga dan takut pada dirinya sendiri.” Ucap Baek Seok.


Jin Eon panik dan cemas… Melihat reaksi Jin Eon itu pun, Seok bisa menebak kalau Hae Gang memang sudah tahu sejak awal soal efek samping Pudoxin. Seok lantas bertanya, sejauh mana keterlibatan Hae Gang. Apa Hae Gang hanya sebatas tahu saja atau Hae Gang berperan besar di dalamnya.

“Tampaknya ada tim khusus yang dibentuk untuk menghentikan si peneliti pengungkap masalah dan ada dokumen strategi melawan yang dibentuknya.” Jawab Jin Eon.

“Apakah nama orang itu Kim Sun Yong?” tanya Seok.

Jin Eon terkejut, bagaimana kau tahu….

Seok diam saja. Jin Eon ingin tahu apalagi yang Seok ketahui tapi tidak diketahuinya. Seok pun memberitahu Jin Eon bahwa Yong Gi adalah kembaran Hae Gang. Jin Eon menatap Seok tidak percaya.

“Apa yang harus kita lakukan? Menurutku, mereka tidak boleh saling bertemu. Jika mereka mengetahuinya, jika dia tahu apa yang dia lakukan pada adiknya…. mereka tidak boleh tahu. Lakukan apapun yang bisa dilakukan, mereka tidak boleh sampai tahu.” ucap Baek Seok.


Di kamarnya, Hae Gang sedang menatap alamat rumahnya yang diberikan Seok. Kata2 Seok juga terngiang di telinganya bahwa seseorang yang ditemuinya di rest area adalah Yong Gi, adiknya. Seok juga memberitahu Hae Gang tentang alasan  Yong Gi kabur membawa mobil Hae Gang.


Tak lama kemudian, Hae Gang beranjak langsung dari kamarnya. Bersamaan dengan itu, Seok pulang dalam keadaan setengah mabuk. Seok heran kenapa baru sekarang mantranya berhasil. Hae Gang menawarkan air madu, tapi Seok menolak.

“Aku harus memanggilmu apa sekarang? Aku ingin memanggil namamu tapi tidak ada nama panggilan.” Ucap Baek Seok.

“On Gi. Panggil aku dengan nama itu. Nama asliku. Kau yang memberitahuku pada awalnya.” Jawab Hae Gang.

“On Gi. Baiklah. Kami bisa melakukannya. Aku suka. Aku sangat menyukainya, nama barumu. On Gi-ya, Dokgo On Gi. Berbahagialah.” Ucap Seok.


“Seok-ah, katamu Yong Gi masih belum tahu kan? Bahwa aku kakaknya, bahwa kami kembar?” tanya Hae Gang.

“Kau akan menemui Yong Gi sekarang? Tidak boleh! Jangan pergi!” larang Seok, membuat Hae Gang bingung.


“Sudah larut dan sangat dingin diluar. Lain kali, benar. Lain kali. Kau bisa menemuinya kapan saja. Kau tak perlu terburu2. Rawat lukamu, hatimu, baru menemuinya.” Ucap Seok.

“Tiba2 aku berpikir mungkin aku tidak akan sanggup menemuinya setelah ingatanku kembali. Setelah mengetahui semuanya, setelah mengetahui siapa yan melakukan dan mengapa aku akan menemuinya, sepertinya aku tidak akan sanggup menemuinya setelah mengetahui semuanya. Perusahaan Cheon Nyeon Farmasi berdiri diantara kami. Aku tidak tahu bagaimana harus mencari tahu masalah itu. Jika bertemu, kami harus membicarakan itu dulu.” Jawab Hae Gang.

Seok pun iba mendengarnya. Hae Gang lalu menanyakan siapa nama keponakannya. Seok memberitahu Hae Gang bahwa nama anak Yong Gi adalah Woo Joo. Hae Gang pun berkata, ingin melihat Woo Joo. Tatapan Hae Gang lantas berubah sedih.


Di kamarnya, Jin Eon merenung dalam kegelapan. Ia bertanya2, apa yang bisa ia lakukan untuk Hae Gang.


Jin Ri tak bisa tidur. Disampingnya, Tae Seok tampaknya sudah tertidur. Jin Ri kemudian menyuruh Tae Seok bangun dan mengajak Tae Seok membuat rencana bersamanya. Tae Seok meminta Jin Ri untuk tidak ikut campur urusannya. Ia mengaku, akan melakukannya sendiri. Bahkan setelah mati pun, ia akan pergi ke neraka sendirian.

“Kita sudah di neraka. Kita sudah terpenjara. Jika tidak mati, hidup yang terpenjara. Entah menghilang sesaat atau dikurung seumur hidup. Entah itu menghancurkan dinding atau menggali tanah, satu2nya jalan agar kita bisa hidup dengan melarikan diri. Bukan menghilang tapi bertahan. Bagi kita berdua, sudah selesai hidup seperti manusia. Mulai sekarang kita harus hidup dalam dunia hewan. Agar selamat kita harus hidup seperti hewan.” Ucap Jin Ri.


“Aku menyesalinya. Aku juga takut. Semua ini melebihi 0.98%, bahkan tidak sampai 1%. Aku tidak percaya nilai numeric yang memulai semua ini. Kupikir nilai numeric itu tidak berarti, aku yakin tidak akan terjadi patah tulang. Sebelum tahu, aku menjadi seorang pembunuh. Maafkan aku.” jawab Tae Seok.

“Apa kau tahu hal terburuk yang pernah kau lakukan padaku? Memalsukan uji klinis? Pembunuhan? Bukan. Kegagalan. Tertangkap. Itulah yang membahayakan kita. Jika kau ingin maaf dariku, jangan sampai tertangkap. Mengerti?” ucap Jin Ri.


Jin Eon pergi ke dapur karena haus. Saat menuangkan air ke dalam gelasnya, ia teringat kata2 Seok tentang Yong Gi yang saudara kembar Hae Gang. Pikiran Jin Eon pun buyar lantaran suara deheman ayahnya. Sang ayah penasaran apa yang dipikirkan Jin Eon sampai2 Jin Eon tidak menyadari kehadirannya.

“Bukan apa2. Ayah butuh sesuatu?” tanya Jin Eon.

“Berikan aku air.” Jawab Presdir Choi.

“Berkata ‘Bukan apa2’ mungkin artinya ‘Aku tak percaya padamu, Ayah’.” ucap Presdir Choi.

“Benar.” jawab Jin Eon. Jin Eon lalu berkata bahwa ia sudah menemukan pengasuh yang bisa tinggal untuk merawat ibunya.

“Aku mengerti.” Ucap Presdir Choi, lalu keluar dari dapur.


Diluar, Presdir Choi bertemu Tae Seok. Tae Seok mengajak Presdir Choi bicara tapi di ruang kerja Presdir Choi. Presdir Choi melirik Jin Eon yang masih berada di dapur. Presdir Choi kemudian duduk di ruang keluarga. Tae Seok pun mengikuti Presdir Choi.

“Aku pergi ke Buamdong. Dokgo Yong Gi berada di sana sebagai pembantu. Apa itu ulah ayah?” tanya Tae Seok.

“Hal itu baru kudengar.” Jawab Presdir Choi.


“Tidak menghadiri pertemuan keluarga adik ipar dan mendadak pergi ke China, itu karena ayah menemukan Dokgo Yong Gi sebelum aku menemukannya, kan?” tanya Tae Seok.

“Jika benar, maka dia sudah berada di sini bersamaku.” Jawab Presdir Choi.

“Benar. Tidak cukup memasukkannya ke rumah sakit jiwa, kenapa ayah membiarkan dia berkeliaran di Seoul dengan bebasnya. Aku tidak bisa memahaminya. Ayah Mertua tidak pernah berpola pikir seperti partner, pada teman atau pun menantu.” Ucap Tae Seok.

“Sudah kubilang aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” Jawab Presdir Choi.


“Tidak. Ayah sudah mencarinya begitu lama. Kenapa? Apa ayah ingin membunuhnya sendiri? Atau melindunginya agar tidak dibunuh olehku?” tanya Tae Seok.

“Melindungi? Siapa melindungi siapa? Aku, melindunginya? Bagaimana aku bisa melindunginya?” jawab Presdir Choi.

“Aku baru sadar. Dokgo Yong Gi adalah kartu tersembunyi untuk menghancurkanku. Itu sebabnya ayah bertanya padaku terakhir kali berapa banyak dan apa yang diketahui wanita itu dan apa yang dimilikinya. Jangan2 ayah tahu kalau adikku yang merawat putrinya. Itulah sebabnya ayah membiarkan mereka berdua bertemu. Ayah ingin membuat adikku mencekik leherku.” Ucap Tae Seok.

“Kenapa? Apakah Yong Gi sakit?” tanya Presdir Choi.

“Ayah Mertua.” Tegur Tae Seok.

“Terima kasih atas informasi berharganya. Yong Gi sudah menjadi pedang bermata dua bagimu juga. Perlakukan dia dengan hati2.” Ucap Presdir Choi, lalu pergi.


Begitu Presdir Choi pergi, Jin Eon pun keluar dari dapur. Tae Seok kaget melihat Jin Eon. Jin Eon minta maaf karena sudah mendengar pembicaraan Tae Seok dan ayahnya barusan. Tae Seok tampak tegang.

“Apa yang diketahui Dokgo Yong Gi adalah pemalsuan uji klinis Pudoxin. Yang dimilikinya adalah video rekaman wawancara yang dilakukannya bersama PD Kim Hap Soo untuk siaran. Benar begitu? Sepertinya Dokgo Yong Gi bisa membuatmu keluar dari perusahaan kami. Kukira itulah yang dikejar ayahku. Juga karena adikmu adalah dokter utama, jadi tidak akan mudah menyingkirkan Yong Gi jika kau mempertimbangkan keterkejutan yang akan dialami adikmu.” Ucap Jin Eon,


“Aku tidak tahu apa kau membaca dokumen yang kukirimkan. Bahan yang disiapkan Direktur Do. Strategi menghadapi pengungkap masalah Pudoxin. Bukan hanya aku yang akan dipenjara, tapi Direktur Do juga. Bukan itu saja kartu yang kumiliki. Tak peduli betapapun mungkin kau tak bersalah, istrimu yang secara ajaib hidup kembali, kau tak ingin mengirimnya ke penjara, kan? Jangan main2, Adik Ipar. Tutup rapat2 mulutmu jika tidak ingin kehilangan dia lagi. Keputusan hukum. Keadilan? Tidak apa2. Beginilah cara orang mulai mengotori tangannya. Tutup matamu dan kunci rapat mulutmu. Bukan untuk menghancurkan seseorang tapi untuk melindungi seseorang. Begitulah caraku memulainya juga. Aku sudah bilang sebelumnya padamu, kan? Kau tak bisa. Kau tidak akan pernah bisa menang melawanku. Kau tak bisa hidup tanpanya sejauh ini, jadi bersama istrimu yang kembali hidup, pergi saja dan jalani cintamu bersama2.”

Jin Eon tak berkutik mendengar kata2 Tae Seok.


Keesokan harinya, Tuan Baek memberikan Seok air madu. Tuan Baek heran karena Seok selalu saja minum saat ada masalah. Tuan Baek ingin tahu Seok minum dengan siapa. Seok mengaku bahwa ia minum dengan Jin Eon.

“Kenapa? Kau terlibat dalam perkelahian?” tanya Tuan Baek.

Tepat saat itu, Hae Gang keluar dari kamar dan mendengarkan pembicaraan ayah dan anak itu. Seok memeluk ayahnya. Usai memeluk ayahnya, Seok mengaku ingin berhenti menjadi pengacara. Hae Gang terkejut mendengarnya. Tuan Baek ingin tahu alasan Seok ingin berhenti jadi pengacara.

“Kupikir aku tidak berkualifikasi.” Jawab Seok.


“Kenapa kau tidak berkualifikasi? Di dunia ini tak ada pengacara lain yang sama kualifikasinya.” Ucap Tuan Baek.

“Mulai sekarang, kupikir aku tidak akan bisa lagi berdiri di persidangan. Kepada seseorang, berkata ada yang tidak benar. Menurutku aku tak akan bisa mengatakannya.” Ucap Seok.

“Jika kau berhenti, apa yang akan dilakukan orang2 yang tidak memiliki uang dan kekuasaan? Bagaimana dengan Moon Tae Joon yang mati muda? Bukankah kau ingin membalaskan dendamnya? Katamu kau akan mengungkap kebenarannya? Orang2 yang mempermainkan obat itu, orang2 yang tergila2 dengan uang sehingga menganggap nyawa orang seperti lalat, kau bilang kau mau menangkap mereka dan membuat mereka berdiri di persidangan.” Jawab Tuan Baek.

“Tak bisa kulakukan. Kuputuskan tidak melakukannya.” Ucap Seok.

“Apa alasannya?” tanya Tuan Baek.


Seok pun terdiam. Sudah jelas, semua itu karena Hae Gang. Hae Gang yang juga merasa semua itu karena dirinya pun mengajak Seok membereskan masalah Pudoxin bersama2. Hae Gang berkata, ia akan tetap melakukannya meski Seok tidak mau melakukannya.

“Inilah satu2nya jalan bagiku untuk menebus kesalahanku pada Moon Tae Joon. Akan kuungkap kebenarannya. Haruskah aku melakukannya sendiri?” tanya Hae Gang.

Seok diam saja, tidak tahu harus mengatakan apa.


“Aku mengerti. Akan kulakukan sendiri. Tidak apa2. Tak lama lagi, aku akan membuat kembali lisensi pengacaraku. Jadi jangan pernah berpikir untuk berhenti menjadi pengacara. Aku juga akan melindungimu. Pengacara baik seperti dirimu, setidaknya harus kulindungi. Kalau tidak, lalu siapa lagi? Kau tahu, kan? Saat menjadi pengacara, kemampuanku membuat nilai kemenangan 100%. Aku juga akan menang melawan Perusahaan Farmasi Cheon Nyeon. Aku janji kalau aku akan menang.” Ucap Hae Gang.


Hae Gang akhirnya menemui Seol Ri. Seol Ri tersenyum sinis karena Hae Gang akhirnya datang menemuinya. Seol Ri berkata, Hae Gang datang lebih lama dari dugaannya. Hae Gang mengaku bahwa ia ada urusan. Seol Ri lantas menanyakan perasaan Hae Gang setelah melihat foto2 itu.

Bersambung ke part 2...

Post a Comment

2 Comments

  1. thank dah lanjutkan sinopsinya, ditunggu lanjutannya ya

    ReplyDelete
  2. thank dah lanjutkan sinopsinya, ditunggu lanjutannya ya

    ReplyDelete