.

I Have a Lover Ep 37 Part 1

Sebelumnya...


“Kau melihatnya?” tanya Hae Gang.

“Apa? Kata2mu di persidangan? Aku tidak akan menganggumu, jadi kau bisa makan dengan nyaman bersamaku.” Jawab Jin Eon.

Jin Eon lantas menggenggam tangan Hae Gang dan mengajak mantan istrinya itu pergi. Hae Gang tertegun melihat sikap Jin Eon.


“Kenapa? Kau tidak mau aku memegang tanganmu?” tanya Jin Eon.

Tapi Hae Gang tetap tidak menjawab.

“Kau tidak menyadarinya sekarang. Tapi sangat sulit bagiku untuk memegang tanganmu. Aku mungkin tidak akan bisa memegang tanganmu di masa depan, jadi biarkan sajalah untuk hari ini.” ucap Jin Eon.


“Katakan padaku apa yang terjadi. Terjadi sesuatu, benarkan?” jawab Hae Gang.

Namun Jin Eon diam saja, ia tak sanggup mengatakan fakta bahwa ayahnya lah yang berada di balik kematian ayah Hae Gang.

“Apa itu? Apa yang terjadi? Kumohon katakan padaku. Choi Jin Eon.” Pinta Hae Gang.




Namun bukan jawaban yang didapatnya. Jin Eon melepaskan genggaman tangannya dari Hae Gang, kemudian beranjak pergi. Hae Gang pun menatap kepergian Jin Eon dengan tatapan bingung.


Setibanya diluar, Jin Eon bertemu dengan Tae Seok yang sudah menunggunya sedari tadi di luar. Jin Eon bertanya, kenapa Tae Seok masih ada di sana. Tae Seok berkata bahwa ia hanya ingin memberi ucapan selamat. Tak lama kemudian, Hae Gang datang dan Tae Seok pun langsung memberinya ucapan selamat.

“Kita sudah menang bahkan tanpa harus melanjutkan ke persidangan kedua atau ketiga. Kerja bagus.” Puji Tae Seok.


Hae Gang pun tersenyum simpul. Tae Seok penasaran, kapan Hae Gang mendapatkan catatan militer Moon Tae Joon dan catatan kesehatan keluarga Moon Tae Joon. Tae Seok juga berkata bahwa Hae Gang sudah membunuh orang yang sudah mati dan membuat keluarga orang itu merasa bersalah.

“Kemampuan berburumu tidak terkalahkan. Kau sama seperti dulu, tidak berkarat sedikitpun.” Ucap Tae Seok.


Tae Seok lantas mengajak Hae Gang minum teh bersamanya dengan alasan ia mau membicarakan sesuatu. Namun Hae Gang menolak dengan alasan sudah ada janji dengan seseorang. Tae Seok bisa menebak kalau Hae Gang janjian dengan Jin Eon.

“Presdir Choi Jin Eon juga mengatakan ada yang ingin dibicarakannya denganku.” Ucap Hae Gang.

“Benarkah? Kalau begitu kita bicara besok saja.” Jawab Tae Seok.

“Tapi kau kelihatan tidak sehat. Aku pikir kalian berdua sudah putus, kau bilang akan menyerah, tapi aku rasa itu sulit bagimu. Tapi yah, meski kau berpisah, itu tidak merubah apapun. Semangatlah adik ipar. Semua akan berlalu, semuanya.” ucap Tae Seok pada Jin Eon.


Tae Seok lalu beranjak pergi. Hae Gang menatap kepergian Tae Seok dengan tatapan curiga. Ia curiga bahwa Tae Seok sudah tahu apa yang mau dibicarakan Jin Eon padanya.




Anak buah Tae Seok sedang mengawasi mobil Hae Gang. Dan Seok, yang berada di mobilnya, terlihat stress menanti persidangan selanjutnya. Seok kemudian memergoki anak buah Tae Seok yang masih mengawasi mobil Hae Gang. Tak lama kemudian, Seok melajukan mobilnya dan berhenti tepat di depan orang itu. Begitu mobil Seok berhenti, anak buah Tae Seok pun langsung masuk ke mobil.

Seok lantas tersenyum, tampaknya ada sesuatu yang ia sadari. Seok kemudian mulai melajukan mobilnya.




Jin Eon~Hae Gang sama2 menuju ke parkiran. Hae Gang bertanya, mereka akan bertemu dimana. Tapi Jin Eon malah mengajaknya pergi sama2. Tak lama setelah mereka pergi, anak buah Tae Seok mengangguk2 sambil menatap kepergian mereka.


Di jalan, Jin Eon meminta Hae Gang mundur dari kasus itu. Hae Gang menolak dengan menjadikan Presdir Choi sebagai alasan. Jin Eon berkata biar ia yang bicara dengan ayahnya.

“Itu sudah dimulai, aku tidak bisa mengacaukannya, itu bisa membahayakan posisiku. Aku mendapatkan perintah dari presdir. Aku harus menunjukkan kesetiaanku padanya. Tidak seperti dirimu, aku bukan anaknya.” Jawab Hae Gang.

“Setia? Pada siapa?” tanya Jin Eon.


Jin Eon yang sudah tidak tahan, akhirnya meminggirkan mobilnya dan mengancam akan menggelar konferensi pers kalau Hae Gang tetap meneruskan persidangan.

Hae Gang kaget, apa? Konferensi pers?

“Biar seluruh dunia tahu tentang Pudoxin dan menghentikanmu dari situasi mengerikan ini, dari situasi kotor ini, aku akan mengeluarkanmu.” Jawab Jin Eon.

“Apa kau sudah gila? Kau harus berpikir untuk jangka panjang. Kalau kau ingin merubah perusahaan, kau harus melihat jauh kedepan.” Ucap Hae Gang.


“Apa kau baik-baik saja? Apa kau baik-baik saja melawan keluarga Moon Tae Joon?” tanya Jin Eon cemas.

“Itu sudah biasa bagiku. Aku selalu melakukannya, dan seperti yang dikatakan Presdir Min Tae Seok, aku bagus dalam hal itu. Itu sulit bagimu, bukan bagiku. Kau melihatnya, kau melihat semuanya, itulah aku. Diriku yang tidak kau ketahui, diriku yang seharusnya tidak kau ketahui.” Jawab Hae Gang.


“Tidak, itu juga sulit bagimu. Itu sulit, itu sulit bagimu. Kau pikir aku tidak tahu? Kau pikir aku tidak tahu tentang kebohonganmu?” ucap Jin Eon.

“Apa yang kau bicarakan?” tanya Hae Gang.

“Aku tahu kau berbohong untuk menjauhkan aku darimu. Aku tidak tahu apakah kau memaafkanku atau tidak, tapi aku tahu kau mencintaiku. Aku tidak tahu kenapa kau berusaha menjauhkan aku darimu, tapi aku tahu kau melakukannya demi kebaikanku. Jadi berhentilah berpura-pura. Aku rasa layarnya sudah diturunkan.” Jawab Jin Eon.

Hae Gang pun tertegun mendengarnya.


Sementara itu, Seok baru saja kembali ke kantornya dan langsung mempelajari catatan Kim Sun Yong. Tak lama kemudian, Tae Seok datang dan Seok pun langsung menyembunyikan catatan Kim Sun Yong itu. Tae Seok memuji performa Seok di persidangan tadi. Seok penasaran apa yang membuat Tae Seok datang mengunjunginya.

“Aku sedikit penasaran dengan pengacara kami, Baek Seok. Dengan kepribadianku, aku tidak tahan kalau ada yang membuatku penasaran.” Jawab Tae Seok.

“Apa yang membuatmu penasaran tentang diriku?” tanya Seok.


“Apa yang kau janjikan pada keluarga Moon Tae Joon? Karena mereka menolak uang damai, maka pasti bukan uang. Kalau begitu, apakah janji bahwa Pudoxin memang memiliki efek samping yang menyebabkan kerapuhan tulang, tapi itu mustahil. Kesempatanmu untuk menang adalah nol, tidak mungkin Pengacara Baek tidak mengetahuinya. Kenapa kau melakukannya? Kenapa sebenarnya kau melakukannya? Seperti yang kau alami pada persidangan hari ini, kau tidak mungkin bisa menang dari pengacara Do. Dia bahkan bisa mendapatkan catatan militer dan sejarah kesehatan keluarganya. Dia akan mengiris dengan tipis almarhum, dengan pisau sashimi.” Ucap Tae Seok.

Tae Seok lantas menyinggung perasaan cinta Seok terhadap Hae Gang untuk menggoyahkan Seok.


“Kau pasti tidak mengetahuinya karena kau selalu menang, kau tidak bisa memiliki harapan kalau kau kalah, dan kau bisa menang tapi kehilangan harapan. Saat orang yang tidak memiliki apa-apa tidak melakukan apapun, maka kau mungkin saja menghapus harapan terakhir mereka. Kalau kau hanya melihat dari kesempatan menang saja, benar bahwa kau seharusnya tidak usah melakukan persidangan. Tapi kalau kau melihat harapan, maka itu harus dilakukan. Aku harus melindungi helai harapan terakhir, dari orang-orang seperti kau yang berusaha memonopoli dunia.” Jawab Seok.

Tae Seok pun tertawa sinis.


“Jadi? Bagaimana kau akan melindungi harapan terakhir itu, pengacara Baek? Ini bukan judi, kau juga tidak memiliki kartu tersembunyi. Bukankah kau duduk di kursi itu berpegang pada harapan yang tidak berguna?” ucap Tae Seok.

“Meski kau memiliki pengacara, kau datang kesini sendirian. Melihat itu, artinya mungkin saja ada kartu tersembunyi, jadi aku akan berusaha keras mencarinya. Pertama, orang yang datang kemari segera setelah persidangan selesai seperti anak anjing yang mau buang air kecil. Aku akan menggali eksekutif direktur Farmasi Cheon Yeon untuk mencari tahu ada apa. Berkat kau, aku baru saja menyadari apa yang harus kulakukan di persidangan. Bukan Pudoxin, tapi orang yang membuat Pudoxin. Kalau aku memanggilmu sebagai saksi, apa kau bersedia?” jawab Seok.


“Kapanpun kau menginginkan aku.” ucap Tae Seok dengan wajah tegangnya.


Jin Eon~Hae Gang akhirnya tiba di sebuah restoran. Keduanya kemudian duduk dalam diam dan saling menatap penuh luka. Jin Eon membuka pembicaraan, ia bertanya haruskah mereka makan jjajangmyun saja. Jin Eon juga memperagakan cara Hae Gang mengaduk jjajangmyun. Hae Gang pun tertawa geli melihatnya.

“Ayo kita makan. Ayo kita makan dulu. Aku lapar.” Ucap Jin Eon.

Keduanya pun mulai makan. Hae Gang semakin bingung melihat sikap Jin Eon yang dirasanya cukup aneh. Jin Eon kemudian bertanya, apa Hae Gang memasak sendiri di rumah?

“Aku memesan makanan. Setelah pulang kerja, repot sekali kalau memasak lagi.” Jawab Hae Gang.

“Tapi kau seharusnya memasak, kau pintar memasak.” Ucap Jin Eon.

“Tidak ada yang bisa memasak dengan baik untuk dirinya sendiri, kau memasak dengan baik untuk orang lain.” Jawab Hae Gang.


Keduanya pun terdiam, sebelum akhirnya Jin Eon berkata bahwa dirinya tak mungkin bisa lagi memasak untuk Hae Gang. Bahwa dirinya seharusnya memakan saat masakan yang dimasak Hae Gang. Jin Eon lalu bertanya haruskah mereka hidup bersama selama satu bulan saja?

“Selama satu bulan, apapun yang kau inginkan dariku, apapun yang kau inginkan, bisakah aku pergi dari hidupmu setelah itu? Hanya satu bulan saja, maka aku bisa hidup dengan kenangan itu.” ucap Jin Eon.

“Makan saja makananmu, aku lapar, jangan membuat aku bicara.” Jawab Hae Gang sambil berusaha menahan rasa sedihnya.

Namun Jin Eon diam saja sembari menatap Hae Gang.

“Apa kau tidak akan makan?” tanya Hae Gang.

“Aku makan.” Jawab Jin Eon.


Hae Gang kemudian mengambil lauk dari piringnya dan meletakkannya di mangkuk Jin Eon. Jin Eon pun melakukan hal yang sama. Keduanya tertegun sambil melihat ke piring mereka masing2.

“Kau tahu itu kan? Bahwa kau bersikap aneh. Kau tidak seperti dirimu, kau tidak seperti Choi Jin Eon yang kukenal, katakan padaku. Katakan saja. Apakah aku menerimanya atau tidak, itu terserah aku.” ucap Hae Gang.

“Setelah aku memastikannya, aku akan memberitahumu setelah aku memastikannya.” Jawab Jin Eon.


“Tentang apa?” tanya Hae Gang.

“Ayah. Ini tentang ayahku dan ayahmu juga.” jawab Jin Eon.

“Tentang ayahku?” tanya Hae Gang bingung.


Seketika Jin Eon terdiam. Dan Hae Gang?? Ingatannya langsung melayang pada kata2 sang ibu bahwa ayahnya pergi ke gunung bersama dengan Presdir Choi, tapi Presdir Choi malah kembali sendirian dan merasa bersalah seumur hidupnya. Hae Gang juga ingat kata2 Yong Gi tentang ayah mereka yang memotong talinya duluan untuk menyelamatkan Presdir Choi.


“Ada apa dengan mereka berdua?” tanya Hae Gang.

“Mereka berteman, teman baik.” Jawab Jin Eon.

“Karena itu, memangnya kenapa?” tanya Hae Gang.

“Setelah aku memastikan kebenarannya, aku akan memberitahu semua padamu, tunggulah tiga hari saja lagi.” Jawab Jin Eon.


Ingatan Hae Gang lalu melayang saat ia secara tidak sengaja menguping pembicaraan Tae Seok dan Presdir Choi. Saat itu, Tae Seok berkata bahwa Presdir Choi lah yang telah membunuh Ji Hoon dan menyamarkan pembunuhan itu sebagai kecelakaan saat mendaki gunung. Tae Seok juga berkata bahwa Presdir Choi mencuri Ssanghwasan setelah membunuh Ji Hoon.

Hae Gang pun syok. Ia langsung menatap Jin Eon dan menyadari kemana arah pembicaraan Jin Eon. Tak ingin menyakiti Jin Eon, Hae Gang pun buru2 bangkit dari duduknya dengan alasan mau ke kamar kecil.


Setibanya di kamar kecil, Hae Gang langsung gemetaran. Ingatannya kembali melayang pada kata2 Presdir Choi yang memintanya berjalan di samping Presdir Choi pada hari pelantikannya menjadi Wakil Presdir. Hae Gang juga teringat kata2 Presdir Choi yang lain padanya.


“Pikirkan dengan baik masa depanmu, dan gunakan kemampuanmu. Aku punya pengharapan besar padamu, Farmasi Cheon Nyeon tidak bisa dijalankan sendirian. Kau juga tidak bisa melakukannya sendirian. Kalian berdua, kalian harus melakukannya bersama-sama. Aku tidak bisa melakukannya, tapi kalian berdua harus melakukannya.” Ucap Presdir Choi.


Hae Gang pun semakin gemetaran. Ia tidak menyangka bahwa Presdir Choi yang dipercayanya selama ini, sosok yang cukup dekat dengannya, sosok yang paling dihormatinya ternyata telah membunuh ayah kandungnya dan mencuri obat yang dikembangkan ayah kandungnya.

Hae Gang kemudian muntah2….


Sekembalinya dari kamar kecil, Hae Gang menatap Jin Eon dengan pandangan penuh luka. Hae Gang kemudian mengajak Jin Eon pergi. Namun saat akan pergi, Hae Gang tiba2 saja memeluk Jin Eon. Gantian Jin Eon yang bingung dengan sikap Hae Gang.

“Kenapa? Apa aku membuatmu terkejut? Kau tidak menyadarinya sekarang, tapi sangat berat bagiku untuk memelukmu sekarang. Jadi biarkan sajalah.” Ucap Hae Gang.

Tangis Hae Gang pun pecah. Jin Eon memeluk Hae Gang dengan erat tanpa menyadari tangisan Hae Gang.


Sementara itu Yong Gi sedang bercanda dengan Presdir Choi. Presdir Choi kemudian memandangi Yong Gi. Dipandangi seperti itu, membuat Yong Gi merasa bahwa ia tidak ada mirip2nya dengan Hae Gang.

“Aku berpikir untuk mendirikan gedung pusat penyakit yang tidak bisa disembuhkan, apa kau bersedia menjalankannya?” ucap Presdir Choi.


“Apa? Pusat penyakit yang tidak bisa disembuhkan?” kaget Yong Gi.

“Oh, aku memikirkan apa yang bisa kuperbuat untukmu, dan itu ada dalam pikiranku. Anakku sangat tertarik pada penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan karena Profesor Min ada di Korea, itu sepertinya bisa diwujudkan. Bagaimana menurutmu?” tanya Presdir Choi.

Yong Gi tertegun, Ahjusshi…

“Meskipun aku yang mengatakannya, tidak perlu berterima kasih kepadaku. Itu adalah pemberian ayahmu, jadi berterima kasihlah pada ayahmu. Kalau kau bersedia, maka kau harus mulai belajar sekarang, apa kau mau mencobanya?” tanya Presdir Choi.

Yong Gi pun semakin tertegun.


Nyonya Hong mulai shooting iklan. Dia menari dengan penuh semangat berdasarkan arahan sutradara. Sutradara memuji kerja Nyonya Hong. Tak lama kemudian, Jin Ri pun bernarasi.

“Pemenang Miss Korea 1975, Hong See He. Menunjukkan kebahagiaan memiliki otak yang sehat dengan seluruh tubuhnya. Kami menjanjikan masa depan yang bahagia. Suplemen alzheimer dari pusat kesehatan Cheon Nyeon, Otak cerdas cerdas 100!” ucap Jin Ri.


Jin Ri kemudian tersenyum sinis dan berkata bahwa Nyonya Hong bahkan tidak tahu iklan macam apa yang dibintanginya. Jin Ri pun mengaku tak sabar ingin cepat2 iklannya tayang untuk melihat reaksi Nyonya Hong. Tak lama kemudian, Jin Ri dikejutkan dengan tangisan Hong. Ia bertanya2, apa Nyonya Hong sudah tahu membintangi iklan apa.

Sementara itu, Nyonya Hong yang menangis terus saja menari.


Di ruang ganti, Nyonya Hong diam2 meminum obatnya. Tapi begitu Jin Ri datang, Nyonya Hong pun lekas menyembunyikan obatnya. Jin Ri ingin tahu obat apa yang diminum Nyonya Hong. Nyonya Hong berbohong, ia mengatakan dirinya meminum vitamin, bukan obat. Dirinya tak sadar jika Jin Ri sudah mengetahui penyakitnya.

“Berapa lama lagi kau ingin hidup sampai kau membawa-bawa vitamin? Daripada minum vitamin, manfaatkan otakmu dengan baik, ibu tiri. Kalau kau menderita penyakit seperti Alzheimer kau akan mencoreng seluruh rumah dan menurunkan kehormatan keluarga. Penyakit lain bisa dimaafkan dan bersabar, tapi bagaimana kalau alzheimer? Itu seperti lokomotif yang terlepas. Tidak bisa dikendalikan, tidak bisa diperbaiki, semuanya mustahil! Apakah ada tragedi yang lebih tragis daripada itu? Mari kita cegah itu dan berhati-hati.” Sindir Jin Ri.

Nyonya Hong diam saja dan hanya menghela napas.

“Tapi, kenapa kau menangis? Waktu tadi sedang shooting?” tanya Jin Ri.

“Oh, aku tiba-tiba saja merasa sangat sedih.” Jawab Nyonya Hong.

“Merasa sedih saat menari? Sedih macam apa yang ada dalam hidupmu?” tanya Jin Ri.

“Saat masih muda, aku tidak tahu bahwa tubuh muda adalah hal yang baik. Hanya membiarkan masa mudaku berlalu Seperti menyimpan bagian dari masa mudaku di bank, hidup tanpa arti ataupun gairah. Saat tadi sutradara mengatakan bahwa aku tidak punya anak atau suami dan itu rasanya seperti di surga itu membuatku sedih. Berpikir tidak memiliki siapapun di sampingku sangat menyedihkan. Dan itu lebih terasa seperti neraka daripada surge Bagi orang-orang yang hidupnya divonis tidak akan lama lagi, bagaimana mereka menjalani hidup hari demi hari?” jawab Nyonya Hong.

“Mereka tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya terkejut atau gagap hari demi hari kemudian mati. Kita tidak tahu situasi saat kita dilahirkan, tapi saat kau mati, kau akan mati sendirian entah kau baik atau buruk. Kalau kau menyadarinya, kau akan tahu kita hidup dalam kesepian. Ini, mulai hari ini minumlah ini bersamaku, ibu tiri.” Ucap Jin Ri.

Jin Ri pun menyerahkan obat dimana Nyonya Hong menjadi modelnya. Nyonya Hong terkejut saat melihat obat itu. Itu obat dementia. Nyonya Hong menatap Jin Ri dengan kesal, tapi ia tak bisa berbuat apa2 lantaran menyadari dirinya yang mengidap penyakit itu.


Nyonya Kim yang sedang memasak bertanya apa Yong Gi sudah selesai melipat topeng. Yong Gi yang lagi memetik tauge pun ingin tahu alasan Nyonya Kim menanyakan pertanyaan itu.

“Karena tidak ada kotak lagi, apa kau sudah mengerjakan semuanya?” ucap Nyonya Kim.

“Tentu saja, memangnya aku memakannya?” ketus Yong Gi.

“Kau memutar-mutar pikiranku.” Ucap Nyonya Kim.

“Kau harus menganggapnya keberuntungan bahwa aku hanya memutarnya tidak menyesatkannya, Ahjummoni.” Jawab Yong Gi.

Nyonya Kim pun terdiam karena lagi2 Yong Gi memanggilnya dengan panggilan bibi. Nyonya Kim kemudian berkata bahwa dia berterima kasih pada nenek Yong Gi yang telah merawat Yong Gi.

“Kanker kanal.” Gumam Yong Gi.

“Apa?” tanya Nyonya Kim heran.

“Itu penyakit yang diderita nenek. Aku kira itu nama pulau. Kenapa nama kanker sangat menyedihkan? Dia menderita kanker sendirian dan meninggal sendirian. Aku tidak bisa melihat saat-saat terakhir hidupnya ataupun menghadiri pemakamannya. Sungguh tidak terpuji!” sesal Yong Gi.

“Ayo kita pergi sama-sama ke makam nenekmu kapan-kapan. Jadi aku bisa menyapanya dengan benar.” ucap Nyonya Kim.


Yong Gi pun mengalihkan pandangannya ke Woo Joo yang lagi membaca buku dongeng. Yong Gi menatap Woo Joo dengan berkaca2.

“Tidak bisa melihatnya dan meninggal. Hatiku terasa lebih sakit karena aku tidak bisa memperlihatkan cucunya yang cantik.” Ucap Yong Gi.
 
Tangis Yong Gi pecah. Namun ia segera menghapus tangisnya begitu Gyu Seok pulang. Gyu Seok tertegun melihat Yong Gi yang menangis. Tak lama kemudian, Gyu Seok menghampiri Woo Joo. Woo Joo menawakan diri untuk membawakan tas Gyu Seok ke kamar. Gyu Seok memberitahu Woo Joo bahwa tasnya berat. Tapi Woo Joo tidak peduli dan kekeuh ingin membawakan tas Gyu Seok.


Gyu Seok pun langsung memberikan tasnya pada Woo Joo. Dengan susah payah, Woo Joo menyeret tas Gyu Seok ke kamar. 




Yong Gi dan Nyonya Kim pun tertawa geli melihat tingkah Woo Joo. Tak lama kemudian, Nyonya Kim berhenti tertawa dan tertegun melihat tawa Yong Gi. Tawa Yong Gi pun langsung berhenti begitu menyadari Nyonya Kim tengah menatapnya.

“Apa yang terjadi, kau tersenyum setelah menangis?” tanya Nyonya Kim.


Tapi Yong Gi malah mengalihkan pembicaraan dengan berkata bahwa ia sudah selesai memetik tauge. Nyonya Kim tertawa. Yong Gi pun heran dan ingin tahu alasan Nyonya Kim tertawa. Nyonya Kim berkata bahwa ia sangat bahagia. Yong Gi yang gengsi mengakui bahwa dirinya juga bahagia pun lansung berkata bahwa dirinya sangat menderita.

“Oh, penderitaan! Aku sangat menderita! Apakah mungkin bisa lebih menderita lagi, kenapa aku sangat menderita? Salah siapa itu?” jawab Yong Gi sembari beranjak pergi.

Bersambungke part 2

Post a Comment

0 Comments