My Golden Life Ep 4 Part 1

Sebelumnya...


Nyonya Yang akhirnya memberitahu Ji An bahwa Tuan Choi dan Nyonya No adalah orang tua kandung Ji An di episode sebelumnya.

Lantas, bagaimana kah reaksi Ji An??

Ji An tidak percaya setelah mendengar cerita ibunya tentang saudara kembar Ji Soo yang meninggal 25 tahun lalu. Nyonya Yang bercerita, sepulang dari makam, ia dan suaminya menemukan Ji An yang menangis sendirian di tepi jembatan. Saat itu, Nyonya Yang mengira bahwa Ji An sengaja dibuang.

Ji An menganggap cerita ibunya itu omong kosong belaka. Pada Tuan Choi dan Nyonya No, Nyonya Yang mengaku lebih mudah baginya memberitahu Ji An di depan mereka. Ia juga yakin, Ji An akan lebih mudah percaya jika ia memberitahunya di depan mereka.

“Ibu ini kenapa?” tanya Ji An yang masih terlihat bingung.

“Eun Seok-ah.” Panggil Nyonya No. Ji An pun langsung menatap Nyonya No masih dengan ekspresi bingungnya.

Setelah mengatakan itu, Nyonya Yang langsung pergi. Ji An pun ikut bangkit, mau menyusul Nyonya Yang. Tapi ditahan oleh Tuan Choi dan Nyonya No. Tuan Choi menyuruh Ji An duduk. Namun Ji An tetap pergi. Nyonya No mau mengejar Ji An, tapi Tuan Choi langsung menahannya. Nyonya No menatap kepergian Ji An dengan berkaca-kaca.


“Kita seharusnya menunggu. Ibunya seharusnya berbicara dengannya dulu dan memberinya waktu.” Ucap Tuan Choi.

Tapi Nyonya No tidak mau mengerti. Baginya, Ji An harus tahu.

“Eun Seok butuh waktu untuk menerimanya.” Ucap Tuan Choi.
“Ayah menyuruh kita membawa Eun Seok pulang.” Jawab Nyonya No.

Tuan Choi pun kaget CEO No sudah mengetahuinya. Melihat kekagetan suaminya, Nyonya No tambah kesal. Ia berkata, tentu saja ayahnya harus tahu. Nyonya No lantas membahas cara berpakaian dan makan Ji An. Nyonya No berkata, tidak seharusnya Ji An makan duluan meskipun sudah lapar.


“Mau minta makanannya dipanaskan? Kau tidak memakan makanan dingin.” Jawab Tuan Choi.

“Bagaimana bisa aku makan sekarang?” protes Nyonya No.

“Kalau begitu, ayo pulang.” Jawab Tuan Choi.


Ji An menyusul Nyonya Yang yang ternyata duduk di halte. Dengan wajah sedikit kesal, Ji An berkata tidak ada yang perlu dibicarakan. Nyonya Yang paham perasaan Ji An yang tidak mempercayai semua ini. Nyonya Yang juga meyakinkan Ji An kalau Tuan Choi dan Nyonya No benar2 orang tua kandung Ji An.

“Benarkah mereka orang tua kandungku?” tanya Ji An.

“Apa menurutmu ibu bisa membodohi mereka? Mereka itu wakil pimpinan dan istrinya, pemilik Haesung, tempatmu dipecat setelah menjadi pegawai kontrak.” Jawab Nyonya Yang.

“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Ji An tidak mengerti.

“Kau pintar. Kau mendengar semuanya. Kau tidak bisa ingat? Sebelum seluruh keluarga mengetahuinya, putuskanlah. Jika kau sudah memutuskan, ibu akan memberi tahu semuanya. Jangan bilang siapa-siapa. Jangan menanyakan pendapat. Terutama pendapat ayahmu. Dia bekerja keras jauh dari rumah demi menghasilkan 1.500 dolar per bulan. Bagaimana perasaannya jika dia mengetahui hal ini?” jawab Nyonya Yang.

“Maksud Ibu keputusan apa? Kenapa aku harus memutuskan?” protes Ji An.

“Orang-orang yang kau anggap sebagai orang tua, mengambil anak hilang orang lain dan membesarkannya tanpa melaporkan apa-apa. Lantas, orang tua kandungnya akan melakukan apa? Mereka tidak akan diam saja.” Ucap Nyonya Yang.


Bis akhirnya datang.  Sebelum naik ke bis, Nyonya Yang menyuruh Ji An mengambil keputusan. Ji An memegangi tangan ibunya. Ia bilang, itu bukan bus menuju rumah mereka. Nyonya Yang bilang mau bertemu dengan Hae Ja. Ji An terdiam. Ia hanya bisa memandangi sang ibu yang naik ke bis dengan tatapan sendu.


Setelah terdiam beberapa saat, Ji An pun mulai beranjak dari halte. Namun begitu melihat mobil yang dinaiki Tuan Choi dan Nyonya No melintas, ia bergegas menyembunyikan diri.


Setelah mereka pergi, Ji An berjalan menyusuri jalanan dengan langkah gontai Ia benar2 bingung dengan semua itu.


Seohyun memberitahu Do Kyung kalau ibu dan ayah mereka pergi makan siang diluar. Do Kyung pun heran karena itu Hari Sabtu. Seohyun menambahkan, bahwa ibu dan ayahnya biasa pergi pada Hari Minggu.

Do Kyung pun langsung menanyakannya pada Seketaris Min. Seketaris Min memberitahu, kalau Tuan Choi dan Nyonya No pergi menemui Eun Seok. Do Kyung terkejut. Seohyun langsung mengernyit heran karena ayah dan ibu mereka tidak pernah memberitahu apapun soal bagaimana Eun Seok menghilang dan bagaimana Eun Seok ditemukan. Seohyun curiga ada yang ditutupi. Do Kyung pun berkata, mereka akan diberitahu jika saatnya tiba. Namun Do Kyung terlihat seperti menutupi sesuatu. Hal itu terbaca jelas dari wajahnya yang langsung berubah saat Seohyun merasa ada yang ditutupi.


Ji Soo heran sendiri melihat Ji An pulang sendirian. Ji An kebingungan bagaimana harus menjawab pertanyaan Ji Soo. Untunglah, Ji Tae tiba2 keluar dari dapur sehingga Ji An tidak perlu menjawab pertanyaan Ji Soo. Ji Tae keluar dari dapur sambil membawa panci berisi rabokki.

“Ini rabokki resep kakak sendiri.” Ucap Ji Tae.

“Aku kelaparan, tapi tidak ada yang bisa dimakan. Ibu menyuruhku memasak sendiri.” Jawab Ji Soo.

“Dia menyuruhku memasak. Itu tidak masuk akal.” Ucap Ji Tae.

Senyum Ji An langsung mengembang. Ia berkata, sudah lama sekali ia tidak memakan rabokki buatan Ji Tae. Ia bilang, Ji Tae dulu sering memasakkan rabokki untuk dirinya dan Ji Soo meskipun ibu mereka sudah memasak sebelum keluar rumah.

“Ibu selalu ingin menjadi ibu yang baik.” Tambah Ji Soo.


Ji Soo lantas menirukan suara ibunya yang melarang mereka memakan daging ham, ramyeon dan makanan cepat saji lainnya.

Ji An ikut menambahkan dengan berkata bosan memakan jangjorim.

“Aku paling benci wortel di kari buatan ibu.” Ucap Ji Soo.

“Ibu memukuli kakak habis-habisan karena kakak membuat rabokki saat dia sedang tidak di rumah.” Jawab Ji Tae.


Ji An dan Ji Soo pun membenarkan ucapan Ji Tae sambil tertawa. Ji Soo lantas mengajak Ji An mencicipi rabokki sang kakak. Ji Tae penasaran, apakah rasa rabokki buatannya masih sama seperti dulu.

Ji An dan Ji Soo pun kompak mengacungkan jempol mereka. Tapi menurut Ji An, Ji Tae memasak rabokki terlalu banyak. Ji Tae pun langsung menunjuk ke arah Ji Soo. Ji Soo berdalih, dengan mengatakan Ji An yang makannya paling banyak.


“Sulit dipercaya berat badannya tidak naik sama sekali.” Ucap Ji Tae.

“Saat aku masih kecil, Ibu dan Ayah selalu bilang Ji Soo makan dengan lahap, jadi, aku mencoba mengejarnya. Lalu, aku jatuh sakit.” Jawab Ji An.

“Tapi Ayah tetap memukuli kakak karena itu.” ucap Ji Tae.


Tawa Ji An pun kembali pecah. Ji An kemudian berkata, ayah mereka keras pada Ji Tae karena Ji Tae anak tertua. Ji Tae pun mengangguk. Setelah ini, Ji An tiba2 terdiam karena ingat bahwa ia adalah putri kandung pimpinan Haesung. Ji An pun menatap Ji Tae dan Ji Soo secara bergantian.


Sampai di kamar, Ji Soo ngemil lagi padahal tadi abis makan rabokki sepanci penuh. Ji An yang duduk di depan meja rias, senyum2 melihat Ji Soo dari kaca. Tak lama kemudian, Ji An nanyain soal Mr. Sun.

“Tidak, dia belum menghubungiku.” Jawab Ji Soo.

“Itu artinya kau harus menyerah.” Goda Ji An.


Ji Soo langsung sewot,bersikaplah seperti seorang kakak. Ji An pun tersenyum dan duduk di depan Ji Soo. Ji An lantas berkata, kalau Mr. Sun sering mengendarai sepeda seperti yang Ji Soo bilang, itu artinya rumah si Mr. Sun tak jauh dari toko roti tempat Ji Soo bekerja. Seketika, Ji Soo langsung berhenti ngunyah mendengar ucapan sang kakak.

“Carilah perusahaan interior di dekat sini. Tidak akan ada banyak orang yang bernama Sun.” ucap Ji An.

“Kau benar. Kenapa aku tidak terpikirkan itu?” sesal Ji Soo.

“Kau bisa melakukan apa tanpa diriku, Ji Soo-ya? Kau tidak bisa hidup tanpa aku, bukan?” ucap Ji An.


Ji Soo pun langsung memeluk erat Ji An. Saking eratnya pelukan Ji Soo, Ji An sampai tidak bisa bernafas. Ji An pun protes karena Ji Soo memeluknya terlalu erat. Ji Soo langsung melepas pelukannya dan memegangi wajahnya. Ji Soo bilang, harusnya ia tidak makan lagi agar wajahnya tidak membengkak.

Ji Soo kemudian memutuskan minum obat pencerna dan beranjak keluar kamar.


Sepeninggalan Ji Soo, ponsel Ji An berbunyi. Telepon dari Do Kyung. Ji An yang masih kesal, me-reject panggilan Do Kyung.Do Kyung yang duduk di taman rumahnya pun langsung sewot teleponnya di-reject. 


Do Kyung langsung berhenti ngomel saat melihat ayah dan ibunya pulang. Begitu melihat Do Kyung, Nyonya No langsung mempertanyakan kemana Do Kyung semalam. Do Kyung hanya bilang, ada urusan yang harus ia selesaikan.

“Jangan membuat skandal apa pun. Kau harus berhati-hati. Kami juga harus mengurus masalah Eun Seok sekarang.” jawab Nyonya No yang langsung membuat Tuan Choi menghela napas.

“Kalian berdua menemui Eun Seok? Beri tahu aku. Bagaimana kalian menemukannya? Kalian akan melakukan apa sekarang?” tanya Do Kyung.


Di dalam, Tuan Choi menceritakan bagaimana mereka menemukan Eun Seok. Ia berkata, mereka menemukan orang yang mengambil Eun Seok karena berlian di jepit rambut Eun Seok.

“Bagaimana?” tanya Seohyun.

“Choi Seohyun!” tegur Nyonya No karena Seohyun memotong kata2 Tuan Choi.

Seohyun pun langsung minta maaf. Sementara Do Kyung menanyakan keadaan Eun Seok. Nyonya No memberitahu bahwa Eun Seok sempat bekerja sebagai pegawai kontrak di perusahaan mereka. Do Kyung makin terkejut.

“Orang-orang yang merawatnya berpikir dia ditelantarkan. Dia hidup dan berpikir bahwa mereka orang tua kandungnya. Mereka bukan keluarga kaya, tapi dia berhasil lulus kuliah.” Tambah Tuan Choi.


“Lantas, kalian akan melakukan apa?” tanya Do Kyung.

“Kami harus membawanya kembali.” Jawab Tuan Choi.

“Dia bilang akan tinggal di sini?” tanya Seohyun yang lebih mirip protes.

“Jangan bersikap tidak sopan. Tentu saja dia akan tinggal di sini.” Jawab Nyonya No. Seohyun langsung diam.

“Dia baru mengetahui tadi bahwa kami orang tuanya. Dia pasti sangat terkejut. Dia akan kemari dalam beberapa hari, tapi kalian perlu berhati-hati akan ucapan kalian sampai waktunya tepat.” Ucap Tuan Choi.

Pembicaraan itu pun akhirnya terhenti ketika pelayan datang memberitahu ada seseorang yang bernama Nona Oh datang mencari Nyonya No. Nyonya No mengerti dan langsung menemui Nona Oh.


Ternyata Nona Oh adalah seorang arsitek. Nyonya No sengaja memanggilnya untuk mendesain ulang kamar Eun Seok. Nyonya No juga memesan beberapa furniture. Seohyun yang melihat hal itu dari depan pintu, langsung mendengus kesal.


Ji Ho menerobos masuk ke kamar Ji An dan Ji Soo. Ia pun terkejut melihat Ji Soo yang duduk di depan komputer sementara Ji An berbaring di tempat tidur.

“Apa yang merasukinya? Ini sudah lewat tengah malam. Kenapa dia masih bangun?” tanya Ji Ho heran.

“Hei, aku sedang melakukan sesuatu yang sangat penting sekarang. Itu sebabnya aku belum tidur, Berandal.” Jawab Ji Soo.


Ji Soo lantas melirik tas kantong yang dibawa Ji Ho. Ia pun langsung berdiri mendekati Ji Ho. Sementara Ji Ho buru2 menyembunyikan tas kantongnya.

‘Tampaknya kau berpikir aku sudah tidur dan hanya membeli makanan untuk Ji An.” Protesnya.


Ji Soo kemudian menyadari tas kantong itu berasal dari department store. Ia menyuruh Ji Ho memberikan tas itu padanya. Tapi Ji Ho malah menggeplak tangannya dan memberikan tas itu ke Ji An. Ji An pun terkejut melihat isinya. Ji Ho beralasan, dia membelikan Ji An sepatu karena sepatu Ji An sudah rusak.

“Kau tidak punya uang untuk dihabiskan seperti ini.” ucap Ji An.

“Aku menabung uang jajan yang Kakak berikan kepadaku. Pakailah ini untuk wawancara Kakak.” Jawab Ji Ho.


Ji Soo lantas meminta bagiannya. Ji Ho pun menatap galak Ji Soo dan berkata, Ji Soo tidak pernah memberikan uang sepeser pun padanya. Ji Soo langsung ngambek. Ia memukul Ji Ho sembari berkata akan meminjam sepatu Ji An, lalu keluar dari kamar.


Ji An senyum2 melihat sepatu barunya. Ji Ho kemudian nge rap, menanyakan dimana ibunya sambil keluar dari kamar kakaknya. Senyum Ji An pun langsung menghilang. Ia melirik jam, sudah hampir jam satu tapi sang ibu belum pulang.


Nyonya Yang yang baru pulang langsung sewot melihat Ji An menunggunya diluar hanya mengenakan daleman tidur. Tapi Ji An malah menggoda ibunya dengan berpose seksi dan berkata kalau cahaya membuatnya tampak lebih seksi. Nyonya Yang pun terdiam sembari menatap Ji An.

“Aku sudah memutuskan untuk tidak pergi ke keluarga itu. Aku tinggal di sini selama 25 tahun, jadi, inilah rumahku. Lalu, Ibu dan Ayah, yang selama ini tinggal denganku adalah orang tuaku. Begitu pula dengan Ji Soo, Ji Ho, dan Kak Ji Tae. Mereka saudara dan keluargaku. Jadi, aku memutuskan tidak pergi.” Ucap Ji An.


Awalnya Nyonya Yang senang dengan keputusan Ji An, tapi tak lama kemudian ia malah mendorong Ji An untuk pindah ke keluarga itu. Nyonya Yang berkata, Ji An bisa kuliah seni di Chicago yang Ji An impi-impikan selama ini jika Ji An pindah ke keluarga itu dan Ji An juga tidak perlu mencemaskan soal pekerjaan.

“Benar, orang tua kandungku adalah pemilik perusahaan, jadi, aku tidak akan diabaikan.” Jawab Ji An.

“Kau bisa mendapat dukungan finansial dari orang tuamu yang kaya. Itukah alasanmu ingin tetap tinggal bersama kami? Karena kamu akan merasa tenang meski kami miskin?” ucap Nyonya Yang.

“Kenapa Ibu berkata begitu?” protes Ji An.

“Bagaimana jika kau diabaikan? Bagaimana jika kau tidak dibantu jika memilih tinggal bersama kami? Kau akan melakukan apa? Akankah kau baik-baik saja? Bisakah kamu hidup seperti sekarang?” tanya Nyonya Yang.

“Aku akan baik-baik saja. Aku baik-baik saja sampai sekarang.” jawab Ji An.


“Kau sungguh baik-baik saja? Kau langsung bekerja paruh waktu begitu dipecat. Pada dasarnya kamu mengeluh. Bahkan melihatmu saja membuat ibu stres.” Ucap Nyonya Yang.

“Melihatku membuat Ibu stres? Bu, aku berusaha semampuku untuk tidak menunjukkannya. Ibu merasa aku memprotes?”

“Kau beban bagi kami. Ayo kurangi satu orang untuk diberi makan. Kau yang paling paham tentang situasi finansial kita. Kau yang paling mengetahuinya.” ucap Nyonya Yang.

“Itukah alasannya? Karena aku bukan putri kandung Ibu? Aku harus melakukan pinjaman dan bekerja paruh waktu untuk membayar biaya sekolahku. Aku bertahun-tahun merasa khawatir soal menemukan pekerjaan. Tapi Ji Soo, dia selalu dimanjakan meski nilainya jelek di sekolah. Ibu tidak keberatan dia hanya bekerja paruh waktu. Itukah alasannya?” tanya Ji An.

“Itu tidak disengaja, tapi mungkin tanpa disadari, ibu memang lebih menyukainya.” Jawab Nyonya Yang.


“Kenapa mudah sekali bagi Ibu untuk menyuruhku pergi?” tanya Ji An.

“Karena tidak ada pilihan lain. Kami membawamu tanpa melapor kepada polisi. Kami mencuri putri orang lain. Ibu takut sekali. Lalu, mereka kebetulan adalah pemilik Perusahaan Haesung. Jika seseorang menculik anak ibu, ibu tidak akan tinggal diam.” Jawab Nyonya Yang.

“Ibu menyuruhku pergi karena Ibu takut?” tanya Ji An yang tangisnya mulai pecah.

“Jika kau mendatangi mereka, mereka akan memaafkan kami. Anggota keluarga yang lain juga harus tetap hidup.” jawab Nyonya Yang.

“Anggota keluarga yang lain?” tanya Ji An kaget.

“Kau akan pergi atau tidak, ibu harus memberi tahu saudaramu. Kau tidak berpikir mereka akan merasa jauh darimu? Tidak akan. Semuanya tidak akan sama lagi.” Jawab Nyonya Yang.

“Sebenarnya, aku bahkan tidak percaya. Aku tidak bisa bilang apa-apa karena semua ini tampak nyata, tapi aku tidak bisa meninggalkan rumah ini. Aku tidak mau.” ucap Ji An.


Ji An lantas merangkul ibunya. Ia menyenderkan kepalanya di bahu sang ibu dan merengek agar sang ibu mengizinkannya tetap tinggal. Tapi Nyonya Yang, dia mendorong Ji An dan tetap menyuruh Ji An pergi. Tangis Ji An akhirnya pecah.


Esok paginya, Ji An menghitung seluruh utangnya pada Ha Jung dan Do Kyung. Tak lama kemudian, ia ingat saat meminta Do Kyung mengirimi nomor rekening serta jumlah utangnya gara2 kesal karena Do Kyung pergi begitu saja meninggalkannya seusai pesta. Ji An pun memaki dirinya. Setelah itu, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Ha Jung.

“Katakan kapan aku bisa mendapatkan uang darimu?” Tanya Ha Jung.

“Aku bisa mengunjungi tim humas dan meneken kontraknya hari ini.” jawab Ji An.

Ha Jung langsung senang tahu Ji An mau datang ke kantor. Ia pun meminta Ji An mampir ke ruangannya karena ingin membicarakan sesuatu.


Selesai bicara dengan Ha Jung, Ji An langsung pergi. Nyonya Yang yang mendengar suara Ji An mau pergi, buru2 keluar kamar. Nyonya Yang nampak takut tahu Ji An akan pergi. Ji An berkata, dia ada interview untuk pekerjaan paruh waktu.


Sepeninggalan Ji An, Nyonya Yang menghubungi Nyonya No untuk memberitahu keputusan Ji An. Nyonya No yang sudah bisa menebak keputusan Ji An, tidak mau berlama-lama bicara dengan Nyonya Yang. Setelah memutuskan panggilannya, Nyonya No tertawa kesal karena Ji An tidak mau tinggal dengannya.


Ji An akhirnya dapat pekerjaan. Ia diterima sebagai karyawan di Nara Department Store, yang ia lamar kemarin.


Do Kyung yang lagi sibuk di ruangannya, dapet telepon dari temennya soal berita Kim Jin Seok dari Industri Saebom yang sudah tersebar di internet. Do Kyung pun langsung menyalakan komputernya dan melihat artikel tentang anak chaebol yang menyebabkan keributan di bar.

“Firasatmu benar. Baguslah kita mengusirnya.” ucap temen Do Kyung.

“Sudah kuduga dia akan membuat masalah.” Jawab Do Kyung.

“Kudengar dari teman minumku yang seorang reporter, mereka sedang mengumpulkan kisah-kisah tentang ahli waris yang suka melakukan kekerasan.” Ucap temen Do Kyung.

Do Kyung pun langsung keingetan Ji An yang masih belum bisa dia hubungi sejak malam itu. Ia takut kalau beritanya soal Ji An akan tersebar juga di internet.

Ji An akhirnya tiba di Haesung, namun ia tak langsung masuk. Ia terdiam sejenak menatap ke arah gedung Haesung dan teringat kalau dirinya anak pemilik Haesung. Setelah terdiam beberapa saat, Ji An menghela napasnya dan masuk ke dalam untuk mengurus pesangonnya.


Selesai mengurus pesangonnya,  Ji An pun langsung menemui Ha Jung. Suasana pun jadi canggung seketika. Begitu Ji An datang, Ha Jung langsung menyalahkan Ji An yang gak becus menyalin data. Ha Jung juga bilang, karena ketidakbecusan Ji An, data2 mereka jadi kacau balau. Tentu saja, Ji An kaget. Namun Ji An langsung menarik napas kesal begitu tahu letak masalahnya. Ternyata, Ha Jung sendiri lah yang gak mengerti soal dokumen yang ia buat.

“Kau salah membaca dokumenku. Formatnya kubuat horizontal, bukan vertikal.” Ucap Ji An.

“Dokumen-dokumen yang lain memakai format vertikal.” Jawab Ha Jung.

“Dokumen itu harus diserahkan, jadi, aku mengikuti format dokumen Korea demi memenuhi standar perusahaan.” Ucap Ji An.


“Lantas, kau seharusnya memakai format serupa untuk yang ini.” jawab Ha Jung.

Ji An tambah kesal.

“Kenapa? Aku membuat file itu untuk kupakai sendiri!” ucap Ji An dengan nada agak tinggi.

Ha Jung kebingungan, apa?

“Aku membuatnya untuk diri sendiri agar proses kerjanya lebih mudah. Aku membuatnya demi mempercepat perhitungan.” Jawab Ji An.

“Kau tetap harus membuatnya agar penggantimu bisa memakainya.” Ucap Ha Jung.
“Jika membutuhkan format yang lain, buat saja sendiri!” jawab Ji An.


Para senior yang mendengar itu, langsung mencibir Ha Jung yang tak tahu cara menggunakan Excel. Mereka juga balik memuji Ji An yang tak pernah melakukan kesalahan dalam bekerja. Mereka juga memuji kopi buatan Ji An. Tak lama kemudian, boss Ji An pun menyuruh Ji An membuatkan mereka kopi karena mereka merindukan kopi buatan Ji An.


Saat membuat kopi, Ji An pun sadar apa yang sudah dilakukannya. Dulu ia melakukannya untuk menarik hati para seniornya, namun sekarang sudah tidak ada alasan lagi baginya untuk melakukan itu.

Tak lama kemudian, Ha Jung datang menyindirnya. Abis menyindir Ji An, dia protes karena Ji An tidak membuatkan kopi untuknya juga. Kesal mendengar sindiran Ha Jung, Ji An pun menyerahkan nampan berisi kopi itu pada Ha Jung. Ia berkata, Ha Jung lah yang harus melakukannya karena Ha Jung junior disitu.

“Berikan dahulu uangnya sebelum kamu mengomel.” Jawab Ha Jung.


Tapi Ji An hanya bisa membayar separuhnya. Ia berjanji akan membayar sisanya nanti karena harus membayar orang lain dulu. Ha Jung protes karena Ji An pernah bilang agar membayarnya dengan uang pesangon terakhir Ji An.

“Aku berutang kepada orang lain. Kau tahu sendiri saat itu aku sungguh kacau. Itu sebabnya aku lupa. Meski aku mendapat posisi permanen, mereka akan tetap membayarku untuk posisi kontraknya.” Jawab Ji An.

“Aku mencabut tuntutannya karena dirimu. Sulit dipercaya kau malah mencicil.” protes Ha Jung.

“Kau bisa menuntutku lagi karena melanggar perjanjian. Bagaimana? Kau mau mendapat 1.000 dolar setiap bulan atau mau menuntutku?” ucap Ji An.


Sekarang, kita ke scene nya Ji Soo ya….. Sy suka scene ini… Ji Soo lagi membungkus roti yang baru saja keluar dari oven. Nam Goo menyisakan rotinya satu di oven untuk Ji Soo. Ji Soo pun senang dan langsung mencicipi roti itu. Tapi abis mencicipi rotinya, dia malah meringis dan mengatai roti Nam Goo gila.

Nam Goo pun cemas. Ia pikir rotinya bermasalah, tapi ternyata dia mengatakan itu karena tidak tahu lagi harus mengatakan apa untuk memuji roti lezatnya Nam Goo. Setelah itu, Ji Soo pun menebak bahan yang digunakan Nam Goo.

“Tepung gandum organik, susu, garam yang dikeringkan, dan mentega tawar. Aku bisa merasakan semuanya, tapi ada rasa manis yang bukan berasal dari gula. Aku tidak bisa mengetahui apa itu.” ucap Ji Soo.


Nam Goo pun langsung gugup saat Ji Soo penasaran soal rasa manis rotinya. Ji Soo lantas mendekati Nam Goo dan meminta Nam Goo memberitahunya darimana asal rasa manis itu. Tapi Nam Goo menolak memberitahu Ji Soo dan menyuruh Ji Soo menyapu teras toko.


Hyuk yang lagi di kantornya, kepikiran Ji An. Tak lama kemudian, ia bertanya pada seniornya soal lowongan kerja yang diterbitkan seniornya. Karena lowongan itu masih dibuka, Hyuk berniat memberikan lowongan itu pada Ji An. Hyuk pun langsung menghubungi Ji An.


Ji Soo yang lagi nyapu teras toko roti, kepikiran kata2 Ji An soal Mr. Sun nya yang selalu mengendarai sepeda. Tak lama kemudian, Mr. Sun nya pun lewat. Ji Soo langsung terpana melihat Mr. Sun nya. Tak ingin kehilangan Mr. Sun nya lagi, Ji Soo pun bergegas mengejar si Mr. Sun sambil bawa2 sapu. Si Mr. Sun yang tahu Ji Soo mengikutinya, bergegas mengayuh sepedanya lebih cepat.


Hyuk pergi ke kafe kakaknya karena ada pelanggan yang mau membeli kursinya seharga 5 dollar. Hyuk setuju menjual kursi itu. Ia berkata, mahasiswa senior jurusan furniture yang membuat kursi unik itu.

“Lantas, kenapa kau mau menjualnya seharga lima dolar?” tanya si pelanggan.

“Dia membuatnya dengan harapan kursi ini akan digunakan seseorang. Tapi itu belum termasuk biaya pengiriman.” Jawab Hyuk.


Setelah pelanggannya pergi, Hyuk langsung mengomeli noona nya. Woo Hee sendiri tidak mengerti kenapa sulit baginya berbicara pada pelanggan. Hyuk pun menghela napas dan menasehati noona nya.

“Kita memulai kafe ini karena Kakak bilang bisa mengelola kafe. Kakak tidak bisa memanggilku hanya karena masalah sepele ini. Aku seorang pebisnis. Aku sudah ada janji. Aku harus mandi dan ganti pakaian. Tapi waktuku sudah habis.”

Woo Hee pun hanya bisa meminta maaf karena sudah merepotkan Hyuk.

“Kenapa Kakak masih takut kepada orang-orang? Kejadian itu sudah lama berlalu.” Ucap Hyuk.

“Begini... bisakah kakak bekerja di dapur dan mempekerjakan seseorang untuk melayani pelanggan?” pinta Woo Hee.

“Kakak mulai lagi. Kakak akan melakukan ini sendirian sampai mencapai titik impas. Kakak bilang bisa melakukannya, bukan?” jawab Hyuk.

“Baiklah. Akan kakak lakukan sendiri.” Ucap Woo Hee, lalu menyuruh Hyuk pergi.


Habis menemui noona nya, Hyuk bergegas ke taman menemui Ji An. Hyuk heran, kenapa Ji An memilih menunggunya di taman, padahal dia sudah menyuruh Ji An datan ke kafenya. Ji An bilang, itu karena dia mau mengajak Hyuk ke suatu tempat.


Ternyata Ji An mengajak Hyuk ke tempat dia biasa minum dengan Ji Soo. Hyuk berkata, Ji An bisa minum di kafe kalau mau minum.

“Kenapa harus begitu? Aku bisa minum empat kaleng bir di teras terbuka begini hanya dengan 10 dolar.” Jawab Ji An.

“Kau sangat hemat, Seo Ji An.” Ucap Hyuk.

“Aku memang pelit. Kau tidak pernah hidup sebagai pencari kerja, bukan? Kau tahu apa?” jawab Ji An.

“Temanmu seorang pebisnis. Manfaatkanlah dia.” suruh Hyuk.

“Jika aku meminta bantuanmu, itu tidak hanya akan satu kali. Begitu sudah menjadi kebiasaan, aku akan sulit bertahan sendiri. Aku sudah banyak berutang kepadamu.” Jawab Ji An.

Hyuk pun tertawa kecil mendengar alasan Ji An. Setelah itu, ia bertanya alasan Ji An minum2.


“Hyuk-ah, pernahkah kau membayangkan bahwa orang tuamu sekarang bukanlah orang tua kandungmu?” tanya Ji An.

“Kenapa aku harus membayangkan itu?” Hyuk bertanya balik.

“Saat orang tuamu membuatmu takut, saat kau merasa diperlakukan secara tidak adil, atau saat kau mendengar berita tentang anak hilang... Ada satu hal lagi. Tes DNA sangat umum zaman sekarang. Banyak pasangan bercerai setelah melakukan tes DNA. Lantas, anak itu akan memiliki ayah baru.” Jawab Ji An.

“Orang-orang sangat terobsesi dengan hubungan sedarah. Kurasa itu konyol. Untuk menjadi keluarga sungguhan, kalian harus tinggal dengan mereka.” Ucap Hyuk.


“Lalu, bagaimana jika kau adalah putra dari orang tua kaya raya? Kau akan melakukan apa?” tanya Ji An.

“Minum alkohol di siang hari membuat pikiranmu melantur. Kau menjadi sangat imajinatif setelah meminum satu kaleng bir.” Jawab Hyuk, membuat Ji An tertawa.

Ji An lalu bertanya, apa Hyuk akan pergi. Hyuk menjawab tidak. Ji An ingin tahu alasannya.

“Anggap saja seperti ini. Bagaimana jika orang tua kandungmu tidak kaya? Bagaimana jika mereka jauh lebih miskin dari orang tuamu? Kau akan meninggalkan mereka?” tanya Hyuk.

“Tidak akan.” jawab Ji An.

“Lantas, kau meninggalkan mereka hanya demi uang. Jika memilih seseorang demi uang, bagaimana kau bisa menyebut mereka orang tua?” ucap Hyuk.

Setelah mendengar jawaban Hyuk, Ji An pun akhirnya tahu harus mengambil keputusan apa.


Tuan Seo diajak makan malam di restoran oleh temannya, tapi Tuan Seo menolak dan lebih memilih makan makanan gratis yang sudah disediakan boss nya untuk para pekerja.

“Astaga, kau hanya perlu menghabiskan 20 dolar.” Ucap temannya.

Dan seketika, ucapan temannya itu membuat ia teringat pada Ji An.

“Semua makanan akan sama saja saat sudah masuk ke perut. Mereka hanya singgah di mulut selama 10 detik. Aku tidak akan memakan daging hanya untuk 10 detik itu.” ucap Ji An.

Tuan Seo pun langsung memberikan jawaban yang sama persis seperti jawaban Ji An.

“Jangan begitu, Tae Soo-ya.  Tidak ada yang akan menghargaimu meski kau berusaha keras untuk menabung.” Ucap temannya.

“Keluargaku, anak-anakku akan menghargainya.” Jawab Tuan Seo.


Perayaan keempat tahun Ji Tae dan Soo A jadian. Soo A yang sudah dandan cantik, mengira Ji Tae akan mengajaknya nonton konser. Lagi asyik sms-an dengan Ji Tae di pinggir jalan, tiba2 tiga orang siswa menghampiri Soo A. Mereka memanggil Soo A dengan panggilan ahjuma dan menanyakan letak gedung teater. Soo A jelas protes dipanggil ahjuma. Soo A makin kesal saat anak2 itu bilang kalau Soo A seumuran dengan ibu mereka.

Kekesalan Soo A makin bertambah saat mendapat sms dari Ji Tae yang mengaku ketiduran. Ji Tae menyuruh Soo A datang ke rumahnya karena sedang tidak ingin keluar.


Ternyata rumah yang dimaksud Ji Tae adalah kafe komik. Sepertinya mereka memang seperti ke tempat ini karena si pemilik kafe sudah sangat mengenal mereka. Ji Tae bahkan punya ruangan sendiri di sana.


Melihat pacarnya sangat cantik, Ji Tae pun menggoda Soo A yang mengira mereka akan pergi ke konser. Soo Ae kesal karena mereka harus merayakan anniv mereka di tempat seperti itu, ditambah lagi kue yang disiapkan Ji Tae berukuran kecil dan jelek. Saking kesalnya, Soo Ae sampai menendang kue itu. Untung saja, kue itu tidak sampai jatuh karena langsung ditahan Ji Tae.

“Meskipun tampak jelek, rasanya enak. Kue ini mengandung banyak keju, mentega, dan krim segar seperti kue kesukaanmu.” Ucap Ji Tae.

“Kau membuatnya sendiri? Kenapa tidak bilang lebih awal?” tanya Soo A.


Ji Tae lantas menyenderkan kepalanya di bahu Soo A dan melarang Soo A terharu untuk hal2 kecil macam itu. Soo A makin senang saat Ji Tae memberinya hadiah kulkas kosmetik.

“Ji Tae-ya, apa aku kelihatan tua? Tadi ada beberapa remaja yang memanggilku ahjuma.” Ucap Soo A.

“Kau wanita paruh baya bagi para remaja. Usiamu 33 tahun.” Jawab Ji Tae.

“Kamu sungguh berpikir aku tampak tua?’ tanya Soo A.

“Kenapa kamu menanyakan itu? Tidak perlu.” Jawab Ji Tae, lalu memeluk Soo A.

“Jika aku tampak tua di matamu juga, kau tidak akan mau menikahiku?” tanya Soo A.

“Memang. Kau seharusnya menikah empat tahun lalu.” canda Ji Tae.


Soo A pun kesal dan langsung menarik dirinya dari pelukan Ji Tae. Soo A lalu bertanya, kenapa Ji Tae membuat kue padahal mereka sudah sepakat tidak akan merayakan anniv lagi.

“Seharusnya aku tidak membuatnya, ya? Aku memikirkan itu selagi membuatnya. Jangan merayakan hari jadi tanpa kejelasan soal masa depan. Itulah moto kita. Saat pertama kali mulai berkencan,kita berdua yakin hubungan ini tidak akan sampai tiga tahun. Sekarang,empat tahun telah berlalu. Rasanya aneh, jadi, aku membuat kue.” Jawab Ji Tae.

Ji Tae lantas menyalakan lilin. Tapi setelah lilinnya menyala, Soo A malah meniupnya duluan.
“Soo A, kenapa kau meniupnya sendiri?” protes Ji Tae.

“Mari jangan bertahan sampai tahun depan. Jika kita bersama-sama begini, itu akan menjadi perayaan. Itu tidak seperti kita.” jawab Soo A.


Tuan Seo yang tertidur di tempat kerjanya, mendadak terbangun karena bangun. Koyo tampak menghiasi sekujur tubuh rentanya. Tuan Seo lantas meminum obat.

Usai meminum obat, Tuan Seo menelpon istrinya. Tuan Seo ingin tahu kabar anak2nya. Tapi Nyonya Yang menjawab dengan ketus, kalau anak2 mereka berjuang keras untuk bertahan hidup terutama Ji An.


“Kenapa kau terdengar marah? Apa terjadi sesuatu?” tanya Tuan Seo.

“Karena aku merasa bersalah kepadamu. Anak-anak kita tumbuh besar dan sudah punya hidup masing-masing, tapi hanya kau yang tidak mengetahuinya.” Jawab Nyonya Yang.


Tuan Seo tertawa, lalu berkata hanya Nyonya Yang yang memperdulikannya. Setelah itu, Nyonya Yang buru2 menutup teleponnya dengan alasan lagi memasak.


Usai bicara dengan istrinya, Tuan Seo menatap foto keluarganya yang ia jadikan wallpaper ponselnya dan menangis haru.


Kok feeling sy gak enak ya liat Tuan Seo minum obat begitu…. takut Tuan Seo dibikin meninggal setelah Ji An nanti tinggal dengan ‘ortu kandungnya’.

Tapi sy masih gk yakin Ji An itu Eun Seok. Berawal dari flashback Nyonya Yang sebelum salah satu putri kembarnya tertabrak. Saat itu, dia menyuruh Ji An memilih2 jepit rambut kan namun salah satu putrinya tiba2 berlari ke tengah jalan dan tertabrak kereta. Sy yakin yg tertabrak itu Ji Soo…

Lalu ditambah pengakuan Nyonya No soal putrinya yang diculik… ia juga bilang kan sudah masang sayembara bagi siapapun yang menemukan putrinya akan diberi imbalan… masa iya, Nyonya Yang gk tau… Sy yakin Nyonya Yang pasti tahu, tapi dia gk mau ngembaliin Eun Seok karena nganggep Eun Seok sebagai pengganti putrinya yang sudah tiada…

Dan terakhir, Soon Ok.. yg ngasih paketan soal Eun Seok ke Nyonya No itu loh… dia juga ngaku ke Nyonya No kalau cuma orang suruhan..

So, ini artinya Eun Seok diculik bukan karena uang, tapi karena dendam… sy curiga sama Seketaris Min… ni seketaris gerak geriknya mencurigakan sejak awal…  

Teka-teki soal Eun Seok belum selesai, nambah lagi teka-tekinya…. Penasaran kejadian apa yang bikin Woo Hee takut menghadapi orang banyak…

1 Comments:

  1. Inge said...:

    Paling ga tahan lihat Tuan Seo, rasanya uda sedih duluan. Moga2 happy end ga hati rasanya ga kuat.

Post a Comment