“Apa kau ingat penggugat yang bunuh diri di hadapan kita? Setelah selesai pengadilan, dari atap pengadilan…. kau tahu hal apa yang paling mengerikan hari itu? Kau tidak menelpon 119, tapi 112. Wow, aku merinding. Kembalilah kapan saja kau mau. Selama kau tidak menggantikan aku, aku akan memberikan posisi apapun yang kau mau. Tapi apa kau sudah bertemu saudara kembarmu?”
“Kasus adik kembarku… apa aku ikut ambil bagian di dalamnya?”
“Itu terlalu ringan, Direktur Do. Kau membersihkan semua kotoran. Kau adalah anjing pemburunya Choi Man Ho.”
“Sebenarnya apa yang telah kulakukan…. pada adikku….” Tanya Hae Gang dengan suara bergetar.
Tae Seok pun memberikan dokumen itu pada Hae Gang. Dokumen untuk melawan Kim Sun Yong!! Dengan tubuh gemetar, Hae Gang membuka dan membaca isi dokumen itu.
“Apa Adik Iparku tidak memberitahumu? Dia sudah membacanya belum lama ini.” ucap Tae Seok.
Sementara itu, Jin Eon yang berada di atap gedung teringat ancam Tae Seok malam itu tentang Hae Gang yang bisa masuk ke dalam penjara. Tak lama kemudian, Hyun Woo datang. Hyun Woo menggerutu karena Jin Eon mengajaknya bicara di atap gedung padahal cuaca sedang dingin.
“Aku harus memiliki laptop kakak iparku. Aku harus tahu apa yang dia lakukan supaya aku bisa membuat rencana.” Jawab Jin Eon.
“Apa kau amnesia? Kau bilang kau akan menutupi perbuatannya.” Ucap Tae Seok.
“Aku mengatakannya supaya kakak iparku bisa mendengarnya.” Jawab Jin Eon.
“Apa yang kau bicarakan? Apa dia manusia super? Bagaimana dia bisa mendengar apa yang kita bicarkan….”
Hyun Woo lantas menyadari sesuatu. Ia menatap Jin Eon. Jin Eon mengangguk, membenarkan apa yang ada di dalam pikiran Hyun Woo. Hyun Woo tidak menyangka Tae Seok akan memasang alat penyadap. Jin Eon mengaku bahwa mereka bisa menggunakan itu untuk kepentingan mereka.
“Jadi kau tidak menutupi perbuatannya tapi berpura2 menutupinya?” tanya Hyun Woo.
Jin Eon mengangguk, dan berkata kalau ini akan menjadi pertarungan yang sangat panjang.
Sementara itu, Hae Gang meninggalkan ruangan Tae Seok dengan tubuh gemetaran. Isi dari dokumen Kimi Sun Yong itu masih terngiang2 di telinganya. Saking syok nya, Hae Gang bahkan sampai terjatuh. Manajer Byeon pun langsung membantu Hae Gang masuk ke dalam lift. Di dalam lift, Hae Gang terduduk lemas.
Jin Eon tiba2 bertanya pada Hyun Woo film apa yang bagus saat ini. Jin Eon berkata harus memesan tempat terlebih dahulu supaya dapat tempat duduk yang bagus. Hyun Woo pun bingung dengan maksud Jin Eon. Jin Eon juga mengaku bahwa sudah 6 atau 7 tahun sejak terakhir kali ia membawa Hae Gang makan malam.
“Sudah cukup, sadarlah, itu tidak penting. Apakah sekarang waktunya bagimu untuk nonton film dan makan malam?” protes Hyun Woo.
“Ya, bagiku sekarang adalah waktunya untuk nonton film dan makan malam romantic. Berjalan2, berkendara dan melakukan perjalanan. Untuk sarapan, makan siang, makan malam dan minum. Sekarang waktunya bagi kami untuk melakukan itu.” jawab Jin Eon.
“Apa maksudmu?” tanya Hyun Woo.
“Ingatan Hae Gang mulai kembali. Sebelum ingatan Hae Gang kembali seluruhnya, aku ingin mengisinya dengan kenangan indah dan menunjukkan cintaku padanya. Segera dia akan mengingat rasa sakitnya 4 tahun yang lalu. Dia akan tahu apa yang telah dilakukan kakak iparku, dan juga mengetahui tentang adiknya. Eun Sol kami…. karena aku tidak bisa memutar waktu, aku harus memanfaatkan hadiah waktu yang diberikan padaku ini supaya Hae Gang tidak terlalu merasa sakit dan merasa lebih nyaman. Aku ingin menanamkan kenangan bahagia” jawab Jin Eon.
Sementara itu, Hae Gang masih meringkuk ketakutan di dalam lift. Tak lama kemudian, ponsel Hae Gang berdering. Nama Choi Jin Eon tertulis di layar ponselnya, namun Hae Gang memutuskan untuk tidak menjawab panggilan Jin Eon karena ia terlalu takut.
Hae Gang pun menangis.
Jin Eon sendiri heran karena Hae Gang tidak menjawab panggilannya. Manajer Byeon pun memberitahu Jin Eon bahwa Hae Gang sudah beberapa menit berada di lift dan tidak berpikir untuk turun. Begitu diberitahu Manajer Byeon, Jin Eon langsung beranjak ke lift. Tapi karena pintu lift tak kunjung terbuka, ia memutuskan berlari menuruni tangga.
Hae Gang masih meringkuk di lift. Jin Eon terus dan terus berlari menuruni tangga.
Hae Gang beranjak keluar dari gedung Farmasi Cheon Nyeon dengan wajah syok. Ia tak mempedulikan tatapan orang2 di sekitarnya. Tak lama kemudian, ponselnya kembali berdering. Namun Hae Gang lagi2 tidak mau menjawab panggilan Jin Eon. Tanpa ia sadari, Jin Eon berdiri di belakangnya menatapnya dengan tatapan cemas.
Hae Gang terus berjalan. Ponselnya kembali berdering. Satu SMS masuk, dari Jin Eon. Dalam pesannya, Jin Eon memberitahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan meminta ucapan selamat dari Hae Gang. Hae Gang diam saja membaca pesan Jin Eon. Tak lama kemudian, Hae Gang beranjak pergi. Jin Eon beranjak keluar dan menatap ke arah perginya Hae Gang dengan harap2 cemas.
“Berbaliklah dan lihatlah aku, kembalilah, Do Hae Gang. Kenapa kau menghadapinya sendirian? Kembalilah, bersandarlah padaku, kumohon. Aku akan menunggu hingga kau kembali padaku.” Batin Jin Eon.
Tak lama kemudian, Hae Gang pun berbalik dan berjalan ke arah Jin Eon dengan wajah tertunduk. Jin Eon tersenyum haru melihat Hae Gang yang berjalan ke arahnya.
“Apa yang kau pikirkan? Apa kau memikirkan diriku terus? Kau benar2 mendapat masalah, ini masalah besar.” Ucap Jin Eon.
Hae Gang pun tersenyum…
“Selamat ulang tahun.” Ucap Hae Gang.
Jin Eon pun senang melihat senyuman Hae Gang.
“Kau harusnya mengatakannya dari awal. Apa2an ini, kau membuatku merasa menyesal karena tidak tahu hari ulang tahunmu.” Protes Hae Gang.
“Siapa yang bilang hari ini? Aku hanya mengirimkan pesan bahwa ini ulang tahunku dan meminta ucapan selamat darimu.” Jawab Jin Eon.
“Apa kau bilang? Jadi hari ini bukan hari ulang tahunmu?” tanya Hae Gang.
“Ulang tahunku tanggal 13 Desember. Aku mengirimkannya duluan supaya kau bisa mengucapkan selamat padaku. Baguslah aku mengirimkannya duluan, jadi kau tidak akan menyesal, benarkan?” jawab Jin Eon.
“Itu tidak masuk akal, bagaimana kau bisa berbohong tentang ulang tahunmu?” protes Hae Gang.
“Karena kalau aku tidak berbohong, aku tidak bisa menemuimu. Ayo kita pergi, kau belum makan siang kan?” ucap Jin Eon.
“Tunggu sebentar. Ini. Aku terburu-buru, jadi aku hanya membeli ini saja.” Jawab Hae Gang sambil memberikan Jin Eon sebuah hadiah.
“Di hari ulang tahunmu, aku akan...” kata2 Hae Gang terputus.
“Di hari ulang tahunku, kau akan....apa?Keluarkan kata-kata yang kau telan, cepat! Itu milikku, cepat katakan. Apa yang akan kau berikan? Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jin Eon penasaran.
“Di hari ulang tahunmu, aku akan.... memberikan pukulan ulang tahun. Aku lebih baik belajar tinju secara singkat.Terbang seperti kupu-kupu dan seperti lebah...satu kali pukulan!” jawab Hae Gang sambil menunjukkan pukulannya.
“Haruskah aku mengganti dasiku?” tanya Jin Eon sumringah.
Hae Gang pun mengangguk dengan wajah sumringah. Jin Eon melihat hadiah dasinya.
“Apa kau... menyukainya?” tanya Hae Gang.
“Ya, sangat menyukainya.” Jawab Jin Eon.
Jin Eon pun mulai mengganti dasinya. Tak lama kemudian, Hae Gang membantu Jin Eon memasang dasi. Jin Eon tertegun melihatnya. Orang2 yang lalu lalang di sekitar mereka pun mulai kasak kusuk memperhatikan mereka. Jin Eon memberitahu Hae Gang bahwa orang2 memperhatikan mereka.
“Suruh mereka melihatnya.” Jawab Hae Gang santai.
“Itulah maksudku.” Ucap Jin Eon sembari tersenyum.
Jin Eon lantas mengajak Hae Gang main kasti. Jin Eon tertegun saat melihat Hae Gang memukul bola. Ingatannya kembali melayang ke masa lalu saat mereka bermain permainan yang sama.
“Aku mencintaimu dulu, aku mencintaimu sekarang dan aku akan tetap selalu mencintaimu, sampai akhir waktu….” Ucap Jin Eon.
Hae Gang pun tersenyum mendengarnya.
Jin Eon dan Hae Gang kembali ke mobil. Saat Jin Eon mau memasangkan seatbelt Hae Gang, Hae Gang mengaku bahwa ia sudah bertemu Yong Gi.
“Tapi....aku tidak mampu mengatakan padanya kalau aku adalah kakaknya. Dokumen yang aku buat, aku dengar kau juga sudah melihatnya.” Ucap Hae Gang dengan wajah cemas.
“Siapa yang mengatakan itu padamu?” tanya Jin Eon.
“Aku pergi menemui Presdir Min Tae Seok. Aku melihat dokumennya dan aku juga mendengar perbuatanku di Farmasi Cheon Nyeon. Akulah yang menghancurkan hidup adikku. Aku merampas cinta adikku, dan dari keponakanku, aku yang membuat ayahnya pergi. Aku mengambil kewarganegaraan mereka, hidup mereka, semuanya. Bagi adikku, bagi semua orang. Aku... Bagimu... Siapa aku sebenarnya? Apakah aku manusia? Bagaimana kau hidup denganku? Bagaimana kau.. dengan monster itu...”
“Dengarkan baik-baik. Dokumen yang kau buat, itu bukan dari departemen hukum, itu kerjaan kakak iparku, dia membuatnya seolah-olah dari depertemen hukum dan sengaja memberikannya padaku. Kalau aku melaporkannya kepada polisi, dia mengancam akan melaporkanmu ke polisi juga. Untuk mengikat tangan dan kakiku.” Jawab Jin Eon.
“Tapi...hanya karena dokumen itu bukan dari departemen hukum, bukan berarti aku tidak melakukannya. Aku bisa saja melakukannya. Karena itu adalah rahasia, kami bisa saja membuatnya secara rahasia.” Ucap Hae Gang.
“Aku akan mencari tahu, aku akan mencari tahu. Kau sudah mati selama empat tahun. Saat kau tidak ada, dia bisa dengan mudah mengarang sesuatu seolah-olah kau yang melakukannya. Saat kau tidak ada, dia menjadi Presdir. Untuk melindungi posisinya, dia harus menutupi masa lalunya, tapi saat itu, kau sudah mati dan menghilang. Jangan percaya pada orang lain. Jangan percaya pada ingatan orang lain, percaya saja pada ingatanmu. Percaya pada ingatanmu saja. Sampai ingatanmu kembali, jangan berpikir kau yang melakukannya.” Jawab Jin Eon.
“Tetap saja... Aku melawan Kim Sun Yong di pengadilan. Aku tidak bisa menyangkal kenyataan itu. Laporan pengadilan menunjukkannya dan situasinya juga...”
“Praduga tak bersalah. Kau tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Kau adalah pengacara.” Jawab Jin Eon.
“Kenapa... kau begitu mencintaiku? Bagaimana? Bagaimana kau bisa begitu besarnya mencintaiku?” tanya Hae Gang.
“Karena mencintaimu lebih mudah daripada kehilanganmu.” Jawab Jin Eon.
Di ruangannya, Presdir Choi sedang melihat fotonya bersama Dokgo Ji Ho.
“Hae Gang masih hidup. Aku tidak bisa memenuhi janjiku, tapi aku rasa kau bisa. Aku harus menemuinya, benarkan? Aku harus menemui kedua puterimu untuk meminta maaf.” Ucap Presdir Choi.
Tak lama kemudian, terdengar ketukan pintu. Jin Ri meminta masuk. Presdir Choi buru2 menyimpan foto itu di lacinya sebelum mengizinkan Jin Ri masuk.
“Ayah, apakah Jin Eon memiliki sesuatu yang tidak aku miliki?” tanya Jin Ri.
“Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti itu?” jawab Presdir Choi heran.
“Aku tidak sedang bertingkah, jadi tolong jawab aku. Pendidikan, kecerdasan, bakat bisnis, kemauan. Aku tidak kalah dari Jin Eon, jadi kenapa harus Jin Eon? Sebagai pewarismu?” Protes Jin Ri.
“Siapa yang bilang kalau itu Jin Eon?” tanya Presdir Choi.
“Jin Eon tidak bisa mengatasi masalah bisnis. Ayah menyia-nyiakan waktu ayah sekarang. Dia tidak memiliki keinginan apapun, bagaimana dia bisa menjalankan bisnis? Dia adalah seseorang yang bahkan akan kalah dengan toko kecil. Meski telah kehilangan semunya, dia akan berteriak "aku tidak serakah!" daripada berkata kalau dia tidak punya kemampuan.” Jawab Jin Ri.
“Jadi, apakah itu yang ingin kau katakan?” tanya Presdir Choi.
“Aku datang untuk mengatakan bahwa aku belum berpaling dari ayah. Aku adalah seseorang yang seumur hidupku menjadi putrimu, untuk menjadi seperti dirimu. Dia adalah seseorang yang seumur hidupnya berusaha untuk tidak menjadi putramu dan tidak menjadi seperti dirimu. Aku meminta ayah untuk membuat penilaian yang adil dan berkualitas. Hanya itu satu-satunya cara aku bisa mengatakan apakah dia batu loncatan ataukah rintangan.” Jawab Jin Ri.
“ Di dalam hidupku, kau tahu apa rintangan terbesar dalam hidupku?” tanya Presdir Choi.
“Aku ingin tahu, apa itu?” ucap Jin Ri.
“Diriku sendiri.” Jawab Presdir Choi.
“Apa?” tanya Jin Ri.
“Saat hidup, kau banyak menemui rintangan. Tapi selalu aku yang menjadi rintangan terbesar. Rintangan yang lain, kau bisa menyingkirkannya dengan mudah,tapi aku tidak bisa menyingkirkan diriku sendiri. Dan terlebih lagi, aku selalu ada di sana.” Jawab Presdir Choi.
“Apakah maksud ayah, bukan karena Jin Eon, tapi karena diriku sendiri, karena aku tidak layak?” tuduh Jin Ri.
Itu benar. Itu bukan karena orang lain, tapi karena kau sendiri, kau tidak cocok untuk pekerjaan itu.” jawab Presdir Choi.
Jin Ri keluar dari ruangan ayahnya dengan wajah kesal. Di luar, tampak Nyonya Hong yang sibuk merajut. Nyonya Hong ingin tahu apa yang dibicarakan Jin Ri dengan Presdir Choi.
“Tidak banyak.” jawab Jin Ri.
Jin Ri lantas duduk di hadapan ibu tirinya itu dan bertanya apa kata pertama yang diucapkan Jin Eon selain kata2 ayah, ibu atau kata2 dasar. Sesuatu yang berambisi, tanya Jin Ri.
“Ambisi? Apalagi ya kata-katanya?” pikir Nyonya Hong.
“Kata-kataku adalah balas dendam, balas dendam.” Jawab Jin Ri.
“Apa? Kenapa anak-anak akan berkata seperti itu?” tanya Nyonya Hong kaget.
“Anak-anak biasanya meniru ucapan ibunya, Kata-kata yang paling sering disebutkan ibu adalah, "Aku akan balas dendam" jawab Jin Ri.
“Itu lagi. Ckckcck….” Ucap Nyonya Hong.
“Bagaimana kalau ibu menjadi model?” tanya Jin Ri.
“Model? Aku? Untuk apa?” tanya Nyonya Hong.
“Ada produk baru yang dikeluarkan farmasi Cheon Nyeon. Sekarang aku melihat ibu, aku rasa ibu paling cocok untuk menjadi modelnya. Bagaimana?” jawab Jin Ri.
“Apa aku juga akan muncul di TV?” tanya Nyonya Hong.
“Tentu saja! Omo. Kalau iklannya muncul, ibu mungkin akan muncul di TV. Sekarang ini sudah banyak channel TV, jadi mungkin banyak yang meminta ibu untuk tampil.” Jawab Jin Ri.
“Begitukah? Apakah mereka akan memintaku tampil lagi?” tanya Nyonya Hong.
“Tentu saja. Setelah kau menjadi Miss Korea, kau terlibat dalam skandal dengan presdir sebuah perusahaan dan menghilang. Kau benar-benar terkenal.” Jawab Jin Ri.
“Baiklah, aku akan melakukannya. Aku benar-benar ingin melakukannya, tolong biarkan aku melakukannya Jin Ri-ya. Aku sangat fotogenik. Aku juga mendapatkan penghargaan di kompetisi fotogenik. Dan dulu aku juga adalah model untuk farmasi Cheon Nyeon untuk Ssanghwasan.” Ucap Nyonya Hong.
“Aku tahu. Itu sebabnya aku memecahkan banyak botol Ssanghwasan. Aku pergi ke toko obat, membeli semuanya dan menghancurkan semuanya. Aku mengambil kotak berat itu dan menghancurkannya, berdarah dan menangis.” Jawab Jin Ri.
“Kau memang seperti itu...tapi, produk apa itu?” tanya Nyonya Hong.
“Otak cerah… itu rahasia, jadi aku belum bisa memberitahumu. Saat kita membuat iklannya, ibu akan mengetahuinya.” Jawab Jin Ri.
“Aku sangat bersemangat. Aku berdebar-debar dan sudah lama aku tidak merasa seperti ini. Terima kasih Jin Ri-ya. Aku bersungguh-sungguh.” Ucap Nyonya Hong.
Tak lama kemudian, terdengar bunyi bel. Jin Ri berkata kalau yang datang mungkin Seol Ri karena ia menyuruh Seol Ri untuk datang. Jin Ri mengaku bahwa ia menjadi dekat dengan Seol Ri setelah Seol Ri dan Jin Eon putus. Jin Ri lantas bertanya siapa yang lebih baik antara Hae Gang dan Seol Ri.
“Apa maksudmu? Itu tidak masuk akal.” Jawab Nyonya Hong.
Begitu Seol Ri masuk, Jin Ri langsung mengajak Seol Ri ke ruang baca. Jin Ri berkata kalau Seol Ri bisa menunggu pembunuh Eun Sol di depan penjara dengan membawa tahu.
“Saat semutpun tidak mau menyapamu, siapapun akan kau sambut.” Ucap Jin Ri.
“Aku akan mengurusnya.” Jawab Seol Ri.
“Itulah maksudku, bagaimana kau akan mengurus Do Hae Geng sendirian?” tanya Jin Ri.
“Dia akan mendengar tentang Eun Sol dari orang yang paling buruk. Karena dia tidak ingat, dia akan bertemu dengan Shin Il Sang tanpa pemikiran apapun. Menurutmu bagaimana perasaannya melihat dia (Shin Il Sang) tidak berperasaan seperti itu? Dia (Shin Il Sang) membayar semua dosa-dosanya dan kehilangan segalanya karena menjadi pembunuh. Tapi orang yang membuatnya jadi seperti itu melihatnya seperti tidak terjadi apapun. Itu akan membuatnya menjadi gila. Benar-benar gila.” jawab Seol Ri.
“Kalau dia tahu apa yang telah dilakukannya pada Eun Sol, dia tidak akan mampu tetap bersama dengan Jin Eon Sunbae. Kalau dia adalah Do Hae Gang yang baik yang kita kenal sekarang…” ucap Seol Ri.
“Jin Eon tidak akan bisa bersama dengan Do Hae Gang lagi. Dia tidak bisa bersama dengannya. Dia sendiri yang akan melepaskannya pergi.” Sambung Jin Ri.
“Apa maksudmu?” tanya Seol Ri heran.
“Tunggulah sebentar. Aku pasti akan memisahkan Jin Eon dari Do Hae Gang.” jawab Jin Ri.
Hae Gang terkejut saat Tuan Baek memberitahunya bahwa ibunya datang. Hae Gang tampak enggan menemui ibunya karena ia tidak bisa mengenali wajah sang ibu. Tuan Baek berkata, meskipun Hae Gang tidak ingat, Hae Gang pasti bisa merasakan dengan hatinya.
“Bukan tentang itu... Aku... Bagi adikku... aku...” jawab Hae Gang dengan wajah sedih.
Perlahan2, Hae Gang masuk ke kamarnya. Dengan suara pelan, ia meminta maaf karena tidak bisa mengingat wajah sang ibu. Nyonya Kim tampak menahan tangisnya. Namun begitu melihat wajah Hae Gang, tangisnya pecah.
Hae Gang berusaha menenangkan ibunya dengan mengelus2 punggung sang ibu. Nyonya Kim menarik Hae Gang ke dalam pelukannya. Nyonya Kim memeluk Hae Gang erat2.
Jin Eon mendatangi rumah yang dulu ia tempati bersama Hae Gang. Tangisnya pecah begitu mendapati Woo Joo yang tengah bermain gelembung sabun di halaman rumah. Woo Joo mengenali Jin Eon. Woo Joo bertanya kenapa Jin Eon baru datang sekarang dan meminta Jin Eon mengembalikan Ppororo nya. Woo Joo pun heran saat melihat tangisan Jin Eon.
“Kau tidak perlu memberikan Ppororo, jadi jangan menangis ya?” bujuk Woo Joo.
Sementara itu di kamarnya, Yong Gi sedang melihat berkas2 tentang Sun Yong.
Jin Eon memberikan sebuah bola pada Woo Joo. Tak lama kemudian, Yong Gi pergi ke halaman dan langsung memanggil Woo Joo dengan nama Zhang Ling. Dengan wajah cemas, Yong Gi menyuruh Woo Joo masuk. Woo Joo pun langsung menjelaskan pada Jin Eon kalau ia bukan orang Korea. Tapi saat akan menyebutkan namanya, ia nyaris mengatakan bahwa namanya adalah Dokgo Woo Joo.
“Ada apa? Kau mencari siapa?” tanya Yong Gi.
“Aku datang untuk bertemu denganmu.” Jawab Jin Eon.
“Aku? Siapa kau datang kesini untuk menemuiku?” tanya Yong Gi cemas.
“Aku dulu tinggal di sini bersama dengan Do Hae Gang.” jawab Jin Eon.
Apa?” tanya Yong Gi kaget.
“Bolehkah aku... masuk sebentar?” pinta Jin Eon.
Yong Gi pun menatap Jin Eon dengan penuh rasa waspada…
Bersambung………………….
Preview Ep 28
0 Comments:
Post a Comment