Jin
Eon terkejut melihat ayahnya yang masuk ke ruangan Hae Gang. Sementara itu, Hae
Gang tengah menatap rekaman yang bisa membuktikan kesalahan Presdir Choi di
ponsel lamanya. Tak lama kemudian, Seketaris Shin memberitahu Hae Gang soal kedatangan
Presdir Choi. Seketaris Shin pun bingung karena Hae Gang tak kunjung memberi
jawaban. Presdir Choi mau langsung masuk saja. Tepat saat itu, terdengar suara
Hae Gang yang menyuruh Presdir Choi masuk ke ruangannya. Presdir Choi pun masuk
ke ruangan Hae Gang, namun sebelum itu ia menyuruh Seketaris Shin pergi
terlebih dahulu.
Begitu
masuk ke ruangan Hae Gang, Presdir Choi dikejutkan dengan rekaman suaranya yang
berasal dari ponsel lama Hae Gang.
“Aku membayar setiap penguji
dengan 100 juta, jadi ketahuilah itu. Aku menyerahkan informasi mengenai
Farmasi Mido kepada Jaksa Yoon, jadi mereka akan segera menyelidikinya. Harga
saham mereka sudah turun karena gossip yang aku sebarkan, jadi CEO dari Mido
tidak akan bertahan lama.” Ucap Presdir Choi.
“Aku menuntut CEO Shin Il
Sang atas pencemaran nama baik seperti yang kau perintahkan.” Jawab Hae Gang.
“Jadi sekarang kita hanya
harus membuat para peneliti diam.” Ucap Presdir Choi.
“Apa rencanamu?” tanya Hae
Gang.
Tepat
saat itu Jin Eon mendekat ke arah ruangan Hae Gang.
“Supir Kim akan membawa
Zolpidem ke rumahnya. “ jawab Presdir Choi.
Hae
Gang pun mematikan rekamannya. Presdir Choi langsung membentak Hae Gang, Apa
yang kau lakukan!
“Seharusnya
aku yang menanyakan hal itu. Apa yang sudah kau lakukan padaku, Presdir Choi
Man Ho!” jawab Hae Gang.
“Aku
berencana menjadikanmu sebagai pewarisku. Dan aku melatihmu juga mengetesmu dan
membuatmu menjadi lebih kuat. Aku menganggapmu adalah takdirku, harapanku dan
kerja akhir yang aku tinggalkan…. Aku menganggapmu…”
“Pewarismu?
Takdirmu?” Hae Gang memotong ucapan Presdir Choi, “Bagaimana bisa kau
mengucapkan kata2 itu? Cepat, lepaskan topengmu sekarang!”
“Orang
yang memakai topeng, lepaskan sekarang. Meskipun aku melepasnya, kau tidak akan
mempercayaiku, kan? Kau merekamnya, kau menentangku diam2… aku membesarkan
seekor harimau. Aku berinvestasi pada orang yang salah.” Jawab Presdir Choi.
“Kau
membunuhnya tanpa sepengetahuan siapapun. Investasi sembarang yang membuat anak temanmu
menjadi seperti ini sebagai hasilnya. Kalau aku menjadi busuk, aku bahkan tidak
bisa memberi penghormatan padanya, apa yang akan ayahku pikirkan tentang aku Presdir?
Anaknya yang menjadi anjing pemburu yang dimanfaatkan oleh seorang pembunuh? Anak
yang telah mengambil obat milik orang lain dan hidup seperti tidak terjadi
apa-apa. Kenapa kau melakukan itu padaku? Kenapa kau membuat aku mengurus
masalah Farmasi Mi Do? Untuk menjadikan aku seseorang sepertimu? Apa kau
membuat aku seperti itu supaya kau bisa membersihkan dosa-dosamu? Anakku
terbunuh. Jadi aku membunuh anakku sendiri, Presdir. Kau membunuh ayahku dan
aku membunuh anakku sendiri dan aku… bagaimana kau bisa melakukan itu padaku?”
teriak Hae Gang.
Jin
Eon yang tidak tahan mendengar pertengkaran itu pun akhirnya beranjak pergi.
“Aku
tidak membunuhnya. Bukan aku, aku tidak membunuhnya. Ayahmu memotongnya, Ji
Hoon yang memotong talinya.” Ucap Presdir Choi.
“Tidak.
Karena tidak ada saksi, ataupun bukti dan batas hukumnya telah kadaluwarsa, itu
bukan berarti bukan pembunuhan, tapi pembunuhan yang tidak tertangkap!” jawab
Hae Gang.
“Aku
tidak membunuhnya! Percayalah padaku!” pinta Presdir Choi.
“Aku
akan menangkapmu dengan sesuatu yang lain. Aku bisa menangkapmu dengan sesuatu
yang lain yang belum kadaluwarsa, Presdir.” Jawab Hae Gang.
“Apa
maksudmu, Farmasi Mido? Kalau aku tertangkap, maka kau juga akan tertangkap.”
Ucap Presdir Choi.
“Aku
bersiap melakukan itu.” jawab Hae Gang.
Presdir
Choi pun terpengarah, Lalu bagaimana dengan anakku? Bagaimana dengan Jin Eon? Dia
sudah kehilangan anaknya, dan sekarang dia akan kehilanganmu dan kehilangan
ayahnya juga! Apa kau tidak memikirkan dirinya? Aku harus melindungi anakku,
aku harus melindungi hidup anakku. Dan juga, aku ingin melindungimu, aku ingin
melindungi hidupmu. Jadi tenanglah dan luangkan waktu untuk memikirkannya. Yang
terpenting adalah, siapa yang lebih penting. Siapa yang harus kau lindungi.
Hae
Gang pun menghela napas kecewa.
“Kau
mencurinya dan selalu mengatakan bahwa kau melindunginya, benarkan? Presdir,
yang ingin kau lindungi bukanlah anakmu atau aku, tapi hanya dirimu sendiri dan
farmasi Cheon Nyeon. Kalau kau tidak melepaskan topengmu, yang tersisa hanyalah
pembunuh dan pencuri licik. Bayarlah dosa-dosamu, Presdir Choi Man Ho!” tegas
Hae Gang.
Presdir
Choi pun menatap lirih Hae Gang.
Jin
Eon yang sudah kembali ke ruangannya, tidak tahu harus berbuat apa. Ia
menyentuh papan namanya, kemudian teringat kata2 Hae Gang tentang ayahnya yang
sudah membunuh ayah Hae Gang dan tentang Hae Gang yang sudah membunuh putri mereka,
Eun Sol. Jin Eon menjatuhkan papan namanya di meja. Sorot matanya terlihat
lirih.
Kembali
ke Presdir Choi—yang bertanya apa Hae Gang akan menentangnya sampai
akhir tanpa memperdulikan perasaan Jin Eon. Hae Gang pun menjawab dengan tegas
bahwa Jin Eon sudah tahu kalau mereka tidak akan pernah bisa bersama.
“Dia
akan berjalan di jalannya sendiri. Jadi, sebaiknya kau lebih baik tidak
bersembunyi secara pengecut dibelakang anakmu.” Ucap Hae Gang.
“Dia
bilang karena dia tidak bisa membunuhku, maka dia yang harus mati.” Jawab
Presdir Choi.
Hae
Gang terkejut, Apa kau bilang?
“Kalau
kau membuat aku menjadi pembunuh yang membunuh ayahmu, anakku akan mati. Kau
harus mempercayai kata-kataku supaya dia percaya padaku. Seperti yang kau
katakan, tidak ada bukti maupun saksi. Yang ada hanyalah ingatanku saja. Aku
akan mengatakannya lagi, tapi dalam ingatanku, aku tidak membunuh Ji Hoon.”
Jawab Presdir Choi.
“Kau
mungkin ingin mempercayai itu.” ucap Hae Gang. Matanya tampak mulai berkaca2.
“Kau
juga tidak mempercayai apa yang kau katakan. Jin Eon bergantung pada tali yang
rusak, apa kau akan memotongnya? Atau kalau tidak, apa kau akan membiarkan dia
memotongnya sendiri?” tanya Presdir Choi.
Hae
Gang pun terdiam.
“Kenapa
kau tidak bisa memutuskan?” tanya Presdir Choi sembari menyita ponsel lama Hae
Gang.
“Apakah
itu keputusan yang sulit? Kalau begitu, aku akan melakukannya untukmu. Jangan
lemparkan padaku, mulailah menyingkirkan Min Tae Seok. Dan saat cuaca hangat,
menikahlah dengan Jin Eon saat musim semi. Aku akan menemuimu lagi.” Ucap
Presdir Choi.
Namun,
saat mau meninggalkan ruangan Hae Gang, Presdir Choi terkejut karena Hae Gang
sudah memindahkan rekaman itu ke laptopnya. Presdir Choi pun marah, sementara
Hae Gang tersenyum evil ke arah Presdir Choi.
Lee
Jung Man tampak duduk di ruang interogasi. Yong Gi yang melihat Lee Jung Man
dari kaca luar pun membenarkan bahwa Lee Jung Man adalah pria yang berusaha
membunuhnya. Yong Gi lantas bertanya, apa pria itu juga berusaha membunuh eonni
nya?
“Aku
tidak tahu kalau dia berusaha membunuhnya, tapi dia mengikutinya dan memiliki
pisau di lokasi kejadian, dia sedang tersudut sekarang.” jawab polisi yang
mendampingi Yong Gi.
Tiba2
saja, Lee Jung Man menatap ke arahnya. Yong Gi panic, ia langsung menutupi wajahnya
dengan tangannya.
“Di-di-dia
tidak bisa melihatku dari sana kan?” tanya Yong Gi.
“Tentu
saja tidak, dia tidak bisa melihatmu sama sekali, jadi jangan khawatir.” Jawab
polisi
“Dia
adalah orang yang juga membunuh ayah dari anakku. Min Tae Seok menyelidikinya
dan dia membunuhnya. Kau harus menangkap Min Tae Seok juga, Detektif. Min Tae
Seok bukan saksi mata, dia tersangka, dia pelakunya!” ucap Yong Gi.
“Sekarang,
yang kami miliki hanyalah situasi, tapi kami tidak punya bukti yang menghubungkan
mereka berdua. Tapi kalau kami terus menyelidiki, sesuatu mungkin akan
diketahui.” Jawab polisi.
“Menghubungkan
mereka?” tanya Yong Gi kaget.
Sementara
diluar, polisi lainnya sedang meminta keterangan Tae Seok. Polisi ingin tahu
kenapa Tae Seok bisa mengatakan itu ulahnya Lee Jung Man, karena menurut
pernyataan Yong Gi, Kim Sun Yong dibunuh oleh Lee Jung Man karena masalah
Pudoxin. Polisi juga menyinggung tentang Seok yang mengalami kekerasan di Cheon
Nyeon Farmasi.
“Kalau
begitu, kalau kekerasan terjadi di depan kantor gubernur, maka gubernur
pelakunya, kalau terjadi di istana biru, maka presiden pelakunya? Bukankah aku
mengatakan padamu bahwa aku tidak mengenalnya? Aku belum pernah bertemu dengan
pria itu sebelumnya. Kau membuat aku datang kesini dua kali karena
ketidaksengajaan yang terjadi sebelumnya. Seperti yang kau tahu, Kim Sun Yong
dan Dokgo Yong Gi adalah pembuka rahasia perusahaan kami. Mereka mengatakan
cerita yang tidak benar atau dipastikan supaya mereka bisa mendapatkan uang. Apakah
kau menghindari kotoran karena kau takut?” ucap Tae Seok.
Tepat
saat itu, Yong Gi pun keluar dari bilik interogasi dan melintas di belakang Tae
Seok. Langkahnya pun langsung berhenti ketika ia mendengar pernyataan Tae Seok.
“Kau
menghindarinya karena itu kotor. Kim Sun Yong adalah pencuri dan berjudi dengan
memakai uang perusahaan sebesar 600 juta. Bagaimana sampah seperti itu menjadi
orang yang baik? Terlebih lagi, Dokgo Yong Gi juga mengambil 200 juta won
dariku. Mereka tahu dengan baik bahwa nama baik farmasi adalah nyawa dari
perusahaan. Siapa orang baik dan siapa yang pembuka rahasia? Mereka adalah
orang yang menjelek-jelekkan perusahaan. Itulah warna asli mereka. Sampah yang
tidak punya bakat apapun.” Ucap Tae Seok lagi.
Yong
Gi pun geram mendengarnya. Ia lalu mendekati Tae Seok. Tae Seok terkejut dan
langsung celingak celinguk seperti mencari seseorang.
“Ada
apa? Apa kau mencari adikmu? Haruskah aku menelpon Gyu Seok?” ancam Yong Gi.
Wajah
Tae Seok seketika berubah tegang. Ingatannya langsung melayang pada kata2 Gyu
Seok yang intinya mau melindungi Yong Gi darinya. Tae Seok kemudian bangkit
dari duduknya dan mengajak Yong Gi bicara di suatu tempat.
“Karena
Lee Jeong Man ditahan, aku mungkin tidak akan menghilang kalau aku pergi
bersamamu. Kau tidak akan membunuhku, kan?” sindir Yong Gi.
Yong
Gi lalu melihat dua detektif di depannya.
“Detektif
Kang, Detektif Oh, kalau aku menghilang atau mati hari ini, orang inilah
pelakunya, jadi pastikan untuk menangkapnya.” Ucap Yong Gi.
Tae
Seok memesan private room di sebuah restoran agar ia bisa bicara berdua dengan
Yong Gi. Tae Seok meminta pelayan melarang siapapun masuk ke ruangan itu.
Begitu pelayan pergi, Tae Seok langsung berdiri dan mendekatkan wajahnya ke
Yong Gi. Tae Seok bahkan juga merampas ponsel Yong Gi.
“Tidak
ada telpon, rekaman bahkan adik, Dokgo Yong Gi-ssi.” Ucap Tae Seok.
“Seseorang
yang sangat mengkhawatirkan adiknya, bisakah menjadi seseorang yang memukul
dengan tongkat baseball?” tanya Yong Gi.
“Adikku
segalanya bagiku, Yong Gi.” jawab Tae Seok.
“Kau
mengatasi sesuatu yang tidak bisa kau tangani dengan membunuh.” Ucap Yong Gi.
“Aku
membesarkan anak itu sejak aku berumur 14 tahun. Aku tidak bisa meninggalkannya
sendirian, maka aku bahkan membawanya ke sekolah. Aku belajar sambil
menggendongnya. Aku memberikan obat flu anak-anak dan masuk ke kelas.” Jawab
Tae Seok.
“Kami
hanya menginginkan kebenaran. Kebenaran yang melindungi orang-orang, kebenaran
yang melindungi dunia. Apakah membenarkan sesuatu yang dikacaukan seseorang membahayakan
dan buruk bagi orang sepertimu? Yang dilakukannya hanyalah memberitahumu bahwa
ada kesalahan.” Ucap Yong Gi.
“Tapi
Yong Gi, anak itu jenius. Dia sangat cerdas sampai aku harus bertarung demi
dirinya setiap hari. Karena aku tidak mau dia jadi orang yang biasa-biasa saja
karena keterbatasan kemampuanku. Tapi sekarang, pria itu telah menjadi peneliti
tingkat dunia. Jadi menyingkirlah darinya saat aku masih mengatakannya dengan
baik-baik, Dokgo Yong Gi. Gyu Seok ku akan menjadi lebih hebat. Tidak seperti
kau, dia harus bertemu dengan wanita yang sesuai dengan levelnya.” Jawab Tae
Seok.
“Kau
membunuhnya. Ayah Woo Joo, kau membunuhnya, benarkan? Dengan kejam, tanpa belas
kasihan. Untuk menutupi kesalahanmu, untuk mengubur kebohonganmu. Kenapa kau
tidak mengatakan kau berbuat kesalahan? Kenapa kau berbuat dosa tapi tidak tahu
kau adalah pendosa? Bagaimana kau bisa tenang-tenang saja? Bagaimana kau bisa
berani sekali?” ucap Yong Gi.
“Jadi?
Apa kau akan menjauh dari adikku atau tidak? Dia tidak menyukaimu, apa kau tahu
itu? Dia mau, karena aku, dia mau demi aku. Seperti orang bodoh bertanggung
jawab padamu, itu bukan karena dia menyukaimu. Aku peringatkan kau untuk yang
terakhir kalinya, kalau kau menyandera adikku, maka aku akan menyandera anakmu,
mengerti?” ancam Tae Seok.
Yong
Gi emosi, ia menyiramkan air ke wajah Tae Seok.
“Kalau
kau ingin melindungi anakmu, maka pergilah diam-diam, mengerti. Kalau kau tetap
diam, maka kau dan anakmu akan selamat selamanya.” Ancam Tae Seok.
Seol
Ri tertegun membaca tulisan Jin Eon di penyangga tangan Seok. Seol Ri ingin
tahu apa yang kakaknya itu lakukan dengan Jin Eon. Seok pun berkata mereka
hanya membaca komik selama dua jam dan setelah itu Jin Eon pergi.
“Apakah
itu berhasil?” tanya Seol Ri.
“Apa
yang harus kulakukan pada orang yang datang dan membawakan komik? Dia yang
pertama kali mengulurkan tangannya, bagaimana aku bisa menolaknya? Dia bahkan
bilang akan membelikan aku drone.” Jawab Seok.
“Dia
bilang dia bersalah. Do Hae Gang meminta maaf karena dia bersalah padaku.” Ucap
Seol Ri.
Seok
pun tersenyum, Itu bagus, sekarang hanya
tinggal kau untuk meminta maaf. Saat seseorang mengulurkan tangannya padaku, saat
kau memikirkannya, itu adalah masalah besar. Terutama kalau tangannya terluka.”
Jawab Seok.
Seol
Ri pun terdiam.
“Karena
itu adalah tangan yang menghilangkan kesedihan mereka, rasa malu, frustasi atau
sifat alami mereka. Tangan yang terluka yang memegang masa lalu mereka. Maksudku
itu memerlukan banyak keberanian. Sekarang giliranmu untuk mengumpulkan
keberanianmu, Kang Seol Ri.” Ucap Seok.
Jin
Eon tengah tertidur di mobilnya ketika Hae Gang menghubunginya. Namun ia tak
menjawabnya, tapi malah keluar dari mobilnya dengan mata basah.
Hae
Gang yang cemas, mendatangi ruangan Jin Eon. Ia terkejut melihat papan nama Jin
Eon yang jatuh di meja. Hae Gang kemudian membetulkan letak posisi papan nama
Jin Eon dan menemukan dokumen yang berisi pekerja kontrak. Kata2 Presdir Choi
lantas terngiang di telinganya, bahwa Jin Eon yang memilih mati karena tidak
bisa membunuh Presdir Choi. Hae Gang pun membeku. Ingatannya kemudian melayang
pada kata2 Jin Eon.
“Aku mencintaimu, aku
mencintaimu Do Hae Gang. Ini adalah pengakuan terakhir dalam hidupku. Di
kehidupan kita selanjutnya, kalau kita bertemu lagi, mari kita hidup dengan
bahagia saat itu.” ucap Jin Eon.
Hae
Gang lantas kembali menghubungi Jin Eon. Tapi sudah jelas, tidak ada jawaban
karena Jin Eon meninggalkan ponselnya di mobil.
Jin
Eon sendiri menyusuri sepanjang jalan dengan tatapan pedih. Ia bahkan tak sadar
kalau dirinya berpapasan dengan Shin Kyung Woo. Shin Kyung Woo kemudian
mengikuti Jin Eon.
Jin
Eon duduk di depan sebuah mini café, masih dengan tatapan pedihnya. Tak lama
kemudian, Shin Kyung Woo datang. Ia menyodorkan minuman pada Jin Eon, lalu
duduk di hadapan Jin Eon.
“Kenapa
tidak pakai sarung tangan?” tanya Jin Eon saat melihat Shin Kyung Woo yang
mengusap2 kedua tangan karena kedinginan.
“Lihatlah
siapa yang bicara.” Sindir Shin Kyung Woo.
Jin
Eon pun diam. Ia kemudian meraih botol minuman yang disodorkan Shin Kyung Woo
padanya dengan tangan gemetar.
“Kalau
kau tidak mau mati kedinginan, masuklah ke dalam.” Ucap Shin Kyung Woo.
“Baiklah.”
Jawab Jin Eon.
“Aku
dapat bayaran dari pekerjaanku. Apa kau mau makan ramen pedas?” tanya Kyung
Woo.
Hae
Gang yang baru saja tiba di parkiran pun terkejut melihat mobil Jin Eon yang
masih terparkir di sana. Hae Gang pun mengecek mobil Jin Eon, ia semakin
terkejut saat melihat ponsel Jin Eon di dalam. Hae Gang pun berusaha membuka
pintu mobil Jin Eon, namun terkunci. Hae Gang langsung cemas.
Sementara
itu, Kyung Woo tampak menyantap ramennya dengan lahap. Jin Eon tidak makan, ia
hanya menatap Kyung Woo dengan tatapan terluka.
“Apa
yang kau lihat?” tanya Kyung Woo begitu sadar Jin Eon tengah memperhatikannya.
“Kau.”
jawab Jin Eon.
“Jadi,
kenapa kau melihatku?” tanya Kyung Woo.
“Karena
aku melihat diriku sendiri di dirimu.” Jawab Jin Eon.
“Apa?”
heran Kyung Woo.
“Ramenmu
akan mengembang, cepatlah dimakan.” Ucap Jin Eon.
“Kenapa
kau menangis waktu itu?” tanya Kyung Woo.
“Karena
ayahku.” Jawab Jin Eon.
“Ada
apa dengan ayahmu?” tanya Kyung Woo.
“Dia
melakukan sesuatu yang tidak termaafkan.” Jawab Jin Eon.
“Tapi
ayahmu mungkin bukan pembunuh. Ayah orang lain yang pembunuh, jadi jangan
cengeng. Ada seseorang di dunia ini yang tidak bisa mengatasi ayahnya.” ucap
Kyung Woo.
“Kalau
kau tidak bisa memaafkan ayahmu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Jin Eon.
“Aku
tidak tahu. Kalau aku tahu, aku tidak akan berharap mati setiap kali aku
memikirkan ayahku. Kalau bukan karena ibu atau adikku, aku pasti sudah mati. Kalau
aku mati, aku rasa ibu dan adikku akan mati juga. Jadi itu sebabnya aku
menahannya dan berusaha yang terbaik untuk hidup. Kalau seseorang seperti aku bisa bertahan
hidup, kau juga seharusnya bisa. Tahanlah, dan lakukan yang terbaik untuk hidup.”
jawab Kyung Woo.
Jin
Eon pun tertegun mendengar jawaban Shin Kyung Woo.
Hae
Gang yang cemas akhirnya menghubungi Nyonya Hong. Nyonya Hong berkata, bahwa
Jin Eon belum pulang. Hae Gang semakin cemas.
Hae Gang lantas memberitahu Nyonya Hong bahwa Jin Eon sudah lama
meninggalkan kantor dan tidak membawa mobil atau pun ponsel. Ditambah dengan
Hyun Woo yang belum mendengar kabar dari Jin Eon.
“Apa?
Apa terjadi sesuatu pada Jin Eon? Memang terjadi sesuatu, benarkan? Kalau kau
sampai menelponku, pasti ada yang tidak beres. Apa itu? Tidak, temui aku,
dimana kau sekarang?” tanya Nyonya Hong.
“Di
kantor.” jawab Hae Gang.
“Kalau
begitu, mari kita bertemu 30 menit lagi di kantormu.” Ucap Nyonya Hong.
Nyonya
Hong menarik ujung bibirnya saat membaca papan nama Hae Gang. Tak lama
kemudian, Hae Gang datang membawakan jus untuk Nyonya Hong.
“Tidak
ada anggur, silahkan minum saja jus jeruk.” Ucap Hae Gang.
“Minum
saja apapun yang kau berikan?” tanya Nyonya Hong.
“Ibu
bilang ibu haus, silahkan diminum.” Ucap Hae Gang.
“Itu,
itu, itu...nada memerintah itu. Bisakah kau berbicara manis dan ramah? Dan mata
itu, aku tidak tahu tentang yang lain, tapi seleranya soal wanita tidak sama
seperti ayahnya. Bagaimanapun aku melihatnya, kau itu seperti tongkat kayu. Apa
hebatnya dirimu, sampai yang dia bicarakan hanyalah Hae Gang begini, Hae Gang
begitu.” cerocos Nyonya Hong.
Sementara
Hae Gang hanya diam saja sembari mengamati wajah Nyonya Hong. Ia teringat kata2
Presdir Choi tentang demensia yang diidap Nyonya Hong.
“Kau
juga tidak menyukaiku, benarkan? Dan aku mengganggumu?” tanya Nyonya Hong.
“Tidak,
aku menyukaimu.” Jawab Hae Gang.
“Apa?
Benarkah? Aku? Kenapa?” tanya Nyonya Hong heran.
“Kau
selalu mengatakan kau tidak menyukaiku, tapi kau selalu berbincang-bincang
denganku dan mengunjungi aku. Kau bilang kau membenciku, tapi sesaat kemudian
kau berada di pihakku.” Jawab Hae Gang.
“Jadi
kau mengetahuinya. Aku hanya menjadi ibu mertuamu karena aku menyesuaikan kau
seperti es krim yang meleleh atau menaruh minyak di tongkat kayu. Kau tahu itu
juga kan? Kau dinding besi dan tidak mudah puas, teliti, kaku dan tidak
berperikemanusiaan.” Ucap Nyonya Hong.
Hae
Gang, Ya
“Yah,
selain kepribadianmu, aku sebenarnya menyukaimu. Kau tidak tahu ini, tapi saat
aku bersama dengan teman-temanku, aku sangat membanggakanmu. Dan bepergian
bersamamu membuat aku merasa senang. Aku menyukainya, tapi kau tidak suka
bepergian bersamaku kan? Tidak pernah kau yang mengundangku duluan, selalu aku
yang harus pergi duluan. Lupakan saja sekarang. Tapi nanti kalau aku sudah tua
dan sakit-sakitan, jangan biarkan aku mengurus rumah. Kau sebaiknya tidak
menelantarkan aku kalau aku terkena Alzheimer.” Ucap Nyonya Hong.
Tangis
Hae Gang pecah, ia pun langsung mengalihkan pandangannya. Tepat saat itu,
penyakit Nyonya Hong kambuh. Ia tak mampu mendekatkan gelas ke bibirnya. Dan
tiba2 saja, gelas itu merosot dari tangannya dan jatuh. Hae Gang pun terkejut.
“Kenapa
aku tiba-tiba seperti ini?” tanya Nyonya Hong bingung.
Nyonya
Hong kemudian berseru, Kamar kecil, aku akan mengelap jusnya.
“Pergilah
denganku.” Ajak Hae Gang.
“Aku
sendiri...sendiri, kamar kecil....” gumam Nyonya Hong.
Namun,
penyakit Nyonya Hong semakin parah. Ia hanya berdiri mematung di depan cermin
dengan keran yang dibiarkan terbuka. Hae Gang tak kuasa membendung
kesedihannya. Hae Gang kemudian mendekati Nyonya Hong. Ia mematikan kerannya
dan itu membuat Nyonya Hong tersadar.
“Hae
Gang-ah.” Panggil Nyonya Hong.
Hae
Gang : Iya, Ibu?
“Aku
kedinginan, Hae Gang-ah.” Ucap Nyonya Hong.
Dan
Hae Gang pun langsung melepaskan jaketnya dan memakaikan jaketnya ke Nyonya
Hong.
“Mari
kita makan, ayo kita makan. Aku lapar, Hae Gang-ah.” Rengek Nyonya Hong.
Di
parkiran, Jin Eon yang sudah kembali ke mobilnya menatap ke arah mobil Hae Gang
dengan tatapan lirih. Jin Eon lantas teringat kata2 Hae Gang tentang Hae Gang yang
akan membuat Presdir Choi membayar semua dosa2 itu.
Jin
Eon lantas memasang seatbelt nya. Ia mau pergi, namun bersamaan dengan itu ia
melihat Hae Gang yang keluar dari kantor sambil memapah ibunya. Hae Gang
mengajak Nyonya Hong makan di rumahnya.
Jin
Eon langsung menghampiri mereka. Ia mengambil jaket Hae Gang di tubuh ibunya
dan memakaikan jaketnya ke tubuh ibunya. Hae Gang memberitahu Jin Eon bahwa ia
mau mengajak Nyonya Hong ke rumahnya, tapi Jin Eon…. dia mulai bersikap dingin
pada Hae Gang. Hae Gang jelas
terpengarah.
“Jalanannya
licin karena es, berhati-hatilah menyetir.” Ucap Jin Eon.
Jin
Eon lantas membawa ibunya pergi. Hae Gang bicara lagi. Ia takut Nyonya Hong
sakit kalau Jin Eon membawa Nyonya Hong pulang dalam keadaan seperti itu, tapi Jin
Eon berkata kalau semua itu bukan urusan Hae Gang.
“Jangan
melihat kebelakang. Jangan mengkhawatirkan aku dan lakukan apa yang harus kau
lakukan, jangan ragu karena aku. Kau pergi kemana kau harus pergi dan aku akan
pergi dengan jalanku. Seperti astronot yang membawa oksigen dipunggung
masing-masing. Kau jalani hidupmu sendiri, dan aku akan menjalani hidupku. Kau
bisa terkena flu, cepatlah masuk ke dalam mobilmu.” Ucap Jin Eon.
Jin
Eon pun beranjak pergi. Hae Gang terpaku menatap kepergian Jin Eon.
Yong
Gi sakit!! Suhu tubuhnya sangat tinggi, tapi ia menolak di bawa ke rumah sakit.
Ia hanya meminta Nyonya Kim
membelikannya obat penurun panas saja. Nyonya Kim menyuruh Woo Joo memanggil
Gyu Seok. Yong Gi juga melarangnya, ia mengaku bahwa dirinya baik2 saja dan
hanya meminta dibelikan obat.
“Apa
gunanya ibu berada di dekatmu? Apa ibu tidak lebih baik dari orang-orangan
sawah? Kalau kau tidak mencari ibumu saat kau sakit, lalu kapan kau berencana
melakukannya?” omel Nyonya Kim.
Gyu
Seok pun langsung memeriksa Yong Gi. Nyonya Kim terheran2 melihat Gyu Seok
datang bersama Woo Joo memakai masker. Gyu Seok pun beralasan karena flu sedang
mewabah jadi tidak baik menularkannya pada orang lain.
“Aku
sudah bilang kalau aku sakit, kenapa kau memperlakukan aku seperti pembawa
virus. Aku tidak memerlukan siapapun, jadi pergi sajalah, keluar.” Ucap Yong Gi
kesal.
“Ibu,
aku tidak harus pergi kan?” tanya Woo Joo.
“Kau
juga pergilah.” Jawab Yong Gi.
“Ibu
juga tidak memerlukan aku?” tanya Woo Joo sedih.
“Itu
karena gadis kecilku tidak boleh terkena flu. Flu ini sangat, sangatlah buruk,
cepatlah pergi. Aku pikir lebih baik kalau Woo Joo juga pergi.” Jawab Yong Gi.
Nyonya
Kim lantas mengajak Woo Joo pergi membuatkan bubur abalone untuk Yong Gi.
Setelah
mereka pergi, Gyu Seok pun langsung memeriksa Yong Gi. Yong Gi hanya terdiam
ketakutan sambil menatap Gyu Seok dan teringat ancaman Tae Seok. Saat Gyu Seok
menyuruhnya membuka mulut, Yong Gi diam saja.
“Apa
yang kau lakukan, Dokgo Yong Gi-ssi?” tanya Gyu Seok.
“Aku
baik-baik saja, jadi pergilah.” Suruh Yong Gi. Tapi Gyu Seok malam melepaskan
kacamata Yong Gi.
“Apa
yang kau lakukan melepas kacamata orang lain?” protes Yong Gi.
“Aku
terlihat seperti daging kuning, benarkan? Hidungku dan mulutku terlihat kabur. Jangan
gugup karena aku, buka mulutmu dan katakan, ahh. Aku dokter dan kau adalah
pasien.” Jawab Gyu Seok.
“Tapi
mulai sekarang, kita tidak akan lebih dan tidak akan kurang daripada itu. Jadi
pikiran bodoh yang ada dalam pikiranmu. Hentikan sekarang, Min Gyu Seok. Siapa
yang gugup? Lihatlah, ahhh….”
Yong
Gi lantas membuka mulutnya untuk membuktikan bahwa ia tidak gugup.
“Amandelmu
sangat bengkak.” Ucap Gyu Seok. Gyu Seok lantas memeriksa badan Yong Gi dengan
stetoskopnya.
“Aku
berpikir untuk pergi ke Amerika bersama Woo Joo. Bisakah kau mengirimkan email
kesana Profesor?” ucap Yong Gi membuat Gyu Seok tertegun.
Jaksa
Kim tengah mendengarkan rekaman pembicaraan Presdir Choi dan Hae Gang. Hae Gang
mengungkapkan bahwa Presdir Choi yang merencanakan dan memberi perintah. Ia
juga berkata, seseorang yang membawa Zolpidem/obat tidur adalah sopir pribadi
Presdir Choi. Hae Gang pun meminta Jaksa Kim menyelidiki masalah itu sampai
selesai.
“Orang
yang akan mendapat hukuman bukan hanya Presdir Choi Man Ho saja. Sumpah palsu
saja akan membuat ijin pengacara Wakil Presdir Do dicabut. Apa kau akan
baik-baik saja?” tanya Jaksa Kim.
“Aku
bersiap untuk itu.” jawab Hae Gang enteng.
“Karena
kau dengan mudah mengetahuinya, kau mengambil angin dari kapalku. Ini pertama
kalinya aku makan seperti ini selama menjadi jaksa. Aku ingin tahu apakah aku
bisa menerima ini. Tapi, kenapa kau melakukan sejauh ini pada pemilik
perusahaan, orang yang dulunya adalah ayah mertuamu?” tanya Jaksa Kim.
“Supaya
aku bisa memiliki kehangatan (On Gi). Supaya aku bisa memiliki keberanian (Yong
Gi) dan hidup seperti manusia.” Jawab Hae Gang.
Jaksa
Kim pun bingung, Apa?
“Dimusim
gugur yang dingin ini, dari surga, anakku dan ayahku melihatku, kau tahu.” ucap
Hae Gang tenang.
0 Comments:
Post a Comment