Ruler : Master Of The Mask Ep 19

Sebelumnya...


Ga Eun mulai dirias sebagai dayang. Saat tengah dirias, Ga Eun teringat kematian Yang. Ga Eun pun bicara dalam hatinya, bahwa sekarang ia mengerti perasaan ayahnya saat menuliskan surat perpisahan itu untuknya. Ga Eun bahwa ia memiliki sesuatu yang lebih diinginkannya dibanding nyawanya. Satu2nya yang diinginkan Ga Eun adalah melengserkan Raja yang memihak Pyunsoo-hwe.

  
Saat akan menaiki tandu, rok Ga Eun ditarik oleh Kko Mool. Ga Eun menoleh dan melihat Kko Mool yang menatapnya sedih. Ga Eun kemudian memeluk erat Kko Mool.

  
Ga Eun akhirnya tiba di istana. Saat akan masuk istana, ia tertegun mendengar suara Seja yang berteriak memanggil namanya. Ga Eun menoleh dan menatap Seja dengan mata berkaca-kaca. Seja berlari mengejar Ga Eun. Dan Ga Eun, dalam hatinya, ia berkata bahwa ia juga akan bertarung melawan Pyunsoo-hwe. Ia tak ingin duduk diam tanpa melakukan sesuatu saat Pyunsoo-hwe mempermainkan standar keadilan negeri mereka.


Ga Eun pun berbalik. Bersamaan dengan itu, tangisnya mulai berjatuhan. Ga Eun masuk ke istana. Seja hendak menyusul Ga Eun, namun dihalangi penjaga. Pintu istana pun ditutup. Seja berteriak, memanggil2 nama Ga Eun.

  
Di toko obat, ibu Sun tak henti2nya menangis. Woo Bo bertanya, apa dikatakan Ga Eun sebelum masuk ke istana. Ibu Sun bilang bahwa Ga Eun ingin melakukan sesuatu. Gantian Seja yang menanyakan pesan Ga Eun untuknya. Ibu Sun bilang Ga Eun hanya menitipkan permintaan maaf untuk Seja.

“Para wanita yang memasuki istana hanya bisa keluar bila mereka mati.” Tangis ibu Sun.


Seja pun emosi. Ia beranjak pergi. Chung Woon menyusulnya. Seja bilang bahwa dia mau ke istana untuk menjemput Ga Eun. Namun Chung Woon menghalanginya.

“Memang Ga Eun Aghassi diseret masuk ke sana? Apa dia dibawa paksa? Dia pergi secara sukarela. Dia memang ingin menjadi dayang istana.” Ucap Chung Woon.

“Sebab itu, apa alasannya? Kenapa dia pergi tanpa mengatakan apa pun padaku?” tanya Seja.

“Pasti ada alasan.” Jawab Chung Woon.

“Kenapa ia pergi, apa tujuan sebenarnya, semua itu tidak penting untukku. Sekarang juga, Ga Eun akan kubawa kembali.” Ucap Seja dengan mata menyala-nyala.

  
“Dengan kekuasaan apa kau akan membawa Ga Eun kembali? Memang anak itu akan mati bila kau tidak pergi menyelamatkan dia?” tanya Woo Bo.

“Jadi, Anda menyuruhku membiarkannya?” tanya Seja kesal.

“Dia dayang istana! Wanitanya Raja! Kau bisa berada dalam bahaya, begitu pula Ga Eun bila kau bersikap tidak rasional. Kenapa kau tidak mengerti?” jawab Woo Bo.

Woo Bo lalu meminta Seja membiarkan Ga Eun dan focus bertemu Sun. Woo Bo yakin Sun bisa membantu Seja soal Ga Eun.

  
Di istana, Daebi Mama membawa Ga Eun ke hadapan Raja. Daebi Mama berkata, karena Ga Eun sudah kehilangan sosok seorang ayah dan tidak punya tempat bergantung maka ia berniat menjadikan Ga Eun sebagai dayang istana dan menjaganya. Ia menanyakan pendapat Raja.

Ga Eun hanya menunduk, sementara Sun, dia menatap Ga Eun dengan penuh cinta.

“Mama boleh melakukan apa saja.” Ucap Sun.

“Mulai hari ini, dia akan menjadi pelayan Jusang.” Jawab Daebi Mama yang membuat Sun semakin girang.

Daebi Mama lalu berkata pada Ga Eun bahwa Jusang adalah ayah dari seluruh rakyat di negeri ini, akar dari Joseon jadi Ga Eun harus melayani Jusang dengan segenap jiwa raga. Ga Eun mengerti.

Sun tak hentinya memandangi Ga Eun dengan penuh cinta. Sementara Daebi Mama menatap Sun penuh arti. Daebi Mama lalu menyuruh Ga Eun keluar. Sampai Ga Eun keluar pun, Sun masih aja memandangi Ga Eun.

Setibanya diluar, Ga Eun bingung harus kemana. Kepala Dayang pun datang dan meminta Ga Eun ikut dengannya.


Di dalam, Daebi Mama berkata bahwa ia sudah memenuhi janjinya pada Sun. Tapi memasukkan orang luar langsung sebagai selir Sun, merupakan tindakan yang melanggar aturan jadi itulah sebabnya ia menjadikan Ga Eun dayang dulu dan ketika saatnya tepat, Sun bisa menjadikan Ga Eun selirnya.

“Terima kasih, Mama.” ucap Sun girang.

“Sekarang, apa kau sudah memutuskan hendak bergandengan dengan siapa?” tanya Daebi Mama.

Sun terdiam dan teringat kata2 Dae Mok tentang Daebi Mama yang memberinya hadiah berharga. Sun pun menjadi cemas. Apalagi Dae Mok secara terang-terangan mengancam akan menyakiti keluarganya. Daebi Mama mengerti yang dipikirkan Sun. Daebi Mama lalu menyinggung soal Jenderal Jae Hon yang kembali.


Jenderal Jae Hon tampak memacu kudanya menuju ibu kota.

  
Sementara Dae Mok, dia memperkenalkan Hwa Gun sebagai Daepyunsoo yang baru pada seluruh kroni2nya. Dae Mok pun berkata, akan melimpahkan segala urusan besar dan kecil pada Daepyunsoo yang baru. Menteri Joo nampak tak senang mendengarnya. Dae Mok lalu memberitahu Hwa Gun kalau Woo Jae yang saat ini menjabat sebagai Wakil Pyunsoo, memiliki permohonan.

  
Hwa Gun pun maju ke depan dan menyuruh ayahnya itu maju ke depannya.

“Kau bilang, ingin mengelola ladang poppi? Bagi seorang Wakil Kepala, tidakkah pekerjaan itu terlalu remeh?” tanya Hwa Gun.

“Mengelola ladang poppi bukanlah hal yang remeh,” jawab Woo Jae.


“Untuk pertama kalinya, ucapanmu membuatku terkesan. Ladang kecil itu merupakan sumber kekuatan kita. Kau... tidak akan gagal di sana, 'kan?” tanya Dae Mok.

  
Woo Jae pun terdiam. Hwa Gun sudah ingin menangis. Ia merasa bersalah pada ayahnya, namun ia berusaha menguatkan hatinya dan mengizinkan Woo Jae mengelola ladang poppi. Hati Woo Jae pun semakin terluka, apalagi dia harus bersikap sangat hormat pada anaknya sendiri.


Menteri Joo menghadap Dae Mok. Ia tidak setuju Hwa Gun menjadi Daepyunsoo.

“Dia bilang dia membenciku karena membunuh Seja. Dia bilang tak akan pernah bergabung dengan Daepyunsoo. Dia menangis dan merutukku, bahkan pergi dari rumah. Namun anak itu, suatu hari mendadak ingin menjadi penerusku. Cucuku itu, kira-kira apa yang ia pikirkan? Sebagai kakeknya, aku akan mengabulkan keinginannya, karena dengan begitu rencananya akan lekas ketahuan.” Jawab Dae Mok.

  
Seja menunjukkan peta Gunung Yeogueji itu pada pedagang keliling. Ia berkata, bahwa ia mengandalkan mereka. Sepertinya Seja menyuruh para pedagang keliling menyelidiki soal Gunung Yeogueji itu.

“Gunung Yeogueji, bahkan para pedagang keliling tidak pernah mendengarnya. Hamba tidak tahu harus mulai mencari darimana?” ucap Chung Woon.

“Dengan memanfaatkan organisasi pedagang keliling, kita harus menggali lebih jauh.” Jawab Seja.

“Jeoha, sekarang hari pertama bulan ini.” ucap Chung Woon.

“Aku tahu.” jawab Seja.

“Jika anda ke istana, anda mungkin bisa bertemu Ga Eun Aghassi. Bila Ga Eun Aghassi berkeras pada kehendaknya menjadi dayang istana, anda akan bagaimana?” tanya Chung Woon.

Seja diam saja dengan tatapan pedih.

  
Ga Eun mulai melayani Raja. Ia membantu Raja memakai jubah. Sun, dibalik topengnya, tak berhenti memandangi Ga Eun dengan penuh cinta. Ga Eun nampak biasa aja. Selesai mengurus Raja, Ga Eun ingin pergi, namun Sun menahannya.

“Pekerjaan ini tidak melelahkan untukmu?” tanya Raja.

“Hamba baik-baik saja.” Jawab Ga Eun dingin.

  
Sun masih ingin bicara lagi, tapi Kepala Kasim tiba2 datang, membuat Sun sedikit merasa kesal. Ga Eun pun langsung beranjak pergi. Ia pergi dengan wajah dingin. Sun menatap Ga Eun dengan tatapan tak rela Ga Eun pergi.

  
Diluar, Ga Eun bertemu dengan Seja. Ga Eun terkejut, namun ia berusaha menghindari Seja. Seja minta penjelasan kenapa Ga Eun mau menjadi dayang. Tapi Ga Eun malah berteriak dan menghempaskan tangan Seja yang memegang tangannya.

“Menyentuh seorang dayang istana, apa kau tidak tahu seserius apa kejahatan itu? Aku dayang istana dan Doryongnim sedang di dalam istana sekarang. Tolong ingat itu.” ucap Ga Eun.

Seja terkejut dengan sikap Ga Eun. Ga Eun lalu diajak pergi oleh Kepala Dayang untuk menghadiri pertemuan para dayang.

  
Setelah Ga Eun pergi, Kepala Kasim datang menemui Seja. Kepala Kasim menasehati Seja, bahwa siapapun yang hendak menemui Raja maka harus menyiapkan tubuh dan pikirannya. Kesiapan hati seorang abdi setia. Seja pun teringat nasihat Kepala Kasim padanya dulu.


Flashback…

“Seja Jeoha, sebelum mulai mengurus permasalahan negara, anda harus selalu menyiapkan tubuh serta pikiran anda. Kesiapan hati seperti itulah yang dibutuhkan oleh calon Raja selanjutnya.” Ucap Kepala Kasim.

“Aku mengerti. Aku akan selalu mengingat kata-katamu.” Jawab Seja.

Flashback end…

Kepala Kasim lalu membawa Seja bertemu Raja. Seja memasuki balai istana dengan tubuh bergetar. Begitu bertemu Raja, Seja langsung berlutut di hadapan Raja.

“Hamba Kepala Pedagang Park Chun Soo. Hamba datang atas izin Jusang Cheonha.” Ucap Seja.

“Angkatlah dagumu.” Suruh Raja.

  
Seja pun mendongak, menatap Sun. Dan Sun, dia terkejut melihat Seja yang masih hidup. Apakah Sun senang Seja masih hidup??

Raja mengaku memang sudah lama ingin bertemu dengan Kepala Pedagang yang disebutnya memiliki reputasi tinggi.

“Terima kasih atas pujiannya, Cheonha. Banyak orang mengenal hamba berkat kemampuan sepele hamba. Anda begitu memuji dengan menyebutnya reputasi tinggi.” Jawab Seja.


Sun ingin bicara lebih banyak lagi, namun ia menahan diri dan berbicara dengan hati2 agar tidak membuka identitas asli Seja.

“Bukankah kau sempat menjadi kasim di Dongjungjeon dan bernama Chun Soo? Aku begitu mengharapkan kau masih hidup. Aku mendoakannya setiap hari.”ucap Sun.

“Selama itu, hamba berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Hamba terbaring saja selama beberapa bulan. Keluarga, teman-teman, semuanya telah tiada saat hamba terbangun.” Jawab Seja.

Kepala Kasim pun langsung menatap ke arah Seja dengan tatapan sedih. Apakah dia tahu inilah Seja yang asli?

“Bagaimana kau kemudian menjadi Kepala Pedagang yang mengelilingi seluruh Joseon?” tanya Sun.

“Hamba mematuhi Guru hamba. Setelah mendapatkan jawabannya, hamba menjadi Kepala Pedagang.” Jawab Seja.

“Kau sudah menemukan jawabannya?” tanya Sun.

“Ya, Cheonha.” Jawab Seja.


Sun pun sumringah, namun berikutnya senyum sumringanya itu menghilang dan ia mengaku iri pada Seja. Ia berkata, banyak sekali orang yang mengawasinya. Bahkan sedetik saja, ia tak pernah merasa tenang.

“Maafkan hamba.” Ucap Seja.

“Kau tidak perlu minta maaf. Aku harap, pertemuan kita selanjutnya tidak seformal ini. Saat itu, ceritakan lebih jauh padaku.” Jawab Sun.

“Hamba mengerti.” Ucap Seja.

  
Seja lalu meminta sesuatu pada Sun.

“Beberapa hari lalu, pelangi memasuki Istana Dalam. Anda melihatnya?” tanya Seja.

Hyun Seok yang mengerti maksud Seja, langsung menatap ke arah Seja, Sementara Sun, awalnya bingung. Tapi kemudian ia mengerti pelangi yang dimaksud Seja adalah Ga Eun.


Di pertemuan para dayang, Ga Eun terus memikirkan sikap kasarnya pada Chun Soo tadi saat Chun Soo meminta penjelasan kenapa ia mau jadi dayang istana. Ga Eun pun menghela napas, mencoba menguatkan hatinya.

  
Tak lama, Mae Chang masuk sebagai Kepala Dayang dan ia terkejut melihat Ga Eun duduk diantara para dayang. Ga Eun pun terkejut melihat sosok Mae Chang.


Sementara itu, Sun bertanya-tanya dalam hatinya kenapa Seja menanyakan Ga Eun. Saat hendak menjawabnya, ia teringat kata2 Daebi Mama soal Ga Eun yang sudah jadi dayang dan bisa jadi selir bila saatnya tiba. Teringat hal itu, Sun pun tersenyum licik dan berbohong pada Seja kalau ia tidak melihat pelangi itu.

  
Seja nampak kecewa. Saat Seja lengah, Sun pun mulai menatap Seja dengan tajam.

  
Begitu kelas para dayang berakhir, Ga Eun langsung menghampiri Mae Chang. Ga Eun tidak menyangka akan melihat Mae Chang di sana. Mae Chang pun mengatakan hal yang sama. Mae Chang lantas mengaku bahwa ia diperintahkan untuk mengajarkan puisi pada para dayang.

“Aku ingin menanyakan sesuatu. Yang tidak bisa menulis. Namun ada sebuah nama tertulis di peta yang kau berikan padaku. Peta itu sangat detail hingga sulit dipercaya merupakan hasil gambar seorang anak kecil. Kenapa kau menggambar peta itu dan menyerahkannya pada Doryongnim?” tanya Ga Eun.

“Aku tidak melakukannya untuk menyakiti Doryongnim. Namun aku tidak bisa menjamin peta itu tak akan menimbulkan masalah.” Jawab Mae Chang.

“Lalu, kenapa?” tanya Ga Eun.

“Aku tidak menggambar denah itu atas kehendakku. Aku tidak memiliki pilihan selain menggambarnya.” Jawab Mae Chang.


Mae Chang masih ingin bicara, namun karena takut ada yang menguping, Mae Chang akhirnya menuliskan sesuatu dan memberikannya pada Ga Eun. Di kertas itu, tertulis surat dan nama sebuah daerah, Gyeonggi-do.

  
Malam harinya, Mae Chang kembali berbicara dengan sosok misterius itu. Sosok misterius itu menanyakan soal Yang.

“Saya pernah bertemu dia sekali. Saya tidak bisa melupakannya. Saya sempat mengalami yang ia alami. Anak itu diracuni. Sudah terlambat untuk membantunya. Seandainya, anda terlambat datang menyelamatkan saya, mungkin saya... juga meninggal. Terima kasih, Abeoji.” Jawab Mae Chang.

“Kau ingin mengatakan sesuatu?” tanya sosok misterius itu.

“Bisakah kita membantu seseorang dengan kekuatan dan informasi milik kita? Selama ini saya mengawasi Seja Jeoha. Jika dia mengambil alih tahta, dia akan melindungi rakyat. Abeoji tidak ingin untuk membantu Seja Jeoha?” jawab Mae Chang.

“Dasar bodoh kau!” ucap sosok misterius itu, lalu membuka pintu. Dan dia adalah… Kepala Kasim! Ternyata benar Kepala Kasim tahu Chun Soo adalah Seja.

“Dia juga anak seorang pengkhianat. Itukah sebabnya kau menggambar peta itu untuk Seja? Dae Mok, Daebi, Seja. Jangan memihak siapa-siapa. Sebuah kekuatan harus stabil, agar tidak ada yang mengambil tindakan gegabah. Hanya dengan begitu, keamanan kita tidak akan terusik. Ingatlah ini. Bagi kita, Raja itu tidak ada.” Ucap Kepala Kasim.


Seja berjalan gontai keluar dari istana. Ia teringat kata2 Sun bahwa Sun tak pernah merasa tenang di istana. Seja pun kembali menatap ke istana. Ia merasa bersalah.


Setelah itu, Seja berkeliling. Ia pun terkejut saat bertemu Ga Eun. Ga Eun celingak celinguk, memastikan keadaan aman. Setelah itu, ia pergi ke belakang istana dan diikuti oleh Seja.

“Ada sesuatu yang ingin kukatakan. Ini soal peta yang digambar oleh Yang. Aku tidak tahu nama asli tempat itu, tapi bisa dipastikan lokasinya ada di Gyeonggi-do. Pasti akan makan waktu, tapi aku yakin kau akan menemukannya.” Ucap Ga Eun.

  
Ga Eun berdiri membelakangi Seja. Mata Ga Eun nampak berkaca2. Setelah mengatakan itu, Ga Eun mau pergi tapi ditahan oleh Seja. Seja pun berbalik dan menatap lirih Ga Eun.

“Kau baik-baik saja? Istana ini tampak begitu megah dari luar, namun tak ada kedamaian di dalamnya. Apakah tidak berat rasanya bagimu? Kau baik-baik saja? Kuharap kau tidak merasa sakit.” Ucap Seja.

Tangis Ga Eun pun pecah, namun ia berusaha tenang.

“Ga Eun-ah, apa menurutmu kita tidak akan pernah bisa lagi bersama?” tanya Seja.

“Aku sudah menjadi dayang istana. Kau dan aku tidak akan bisa seperti dulu.” Jawab Ga Eun.


Seja terkejut. Seketika, genggaman tangan itu terlepas. Ga Eun menangis.

“Aku tidak menyangka tidak dapat bersamamu akan sesakit ini rasanya.” Batin Ga Eun.

  
Seja lalu melangkah ke hadapan Ga Eun. Ga Eun terkejut melihat Seja di hadapannya.

“Aku akan mengembalikan keadaan. Cukup katakan sesuatu padaku. Kemudian, aku akan mengembalikan segalanya. Katakan padaku bahwa masih ada tempat untukku di hatimu. Hanya itu yang ingin aku dengar.” Ucap Seja.

Tangis Ga Eun semakin deras. Namun akhirnya, ia memilih pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Seja semakin terluka. Ia menatap kepergian Ga Eun dengan tatapan pedih.


Tanpa mereka sadari, Sun dan Hyun Seok mengawasi mereka dari kejauhan. Sun terkejut mengetahui Seja dan Ga Eun saling mencintai.


Sun kembali ke kamarnya. Ia marah mengetahui perasaan Ga Eun pada Seja. Tak lama kemudian, ia berteriak memanggil Kepala Kasim. Ia menyuruh Kepala Kasim bersiap2 karena ia mau menemui Daebi Mama. Kepala Kasim melarang karena hari sudah larut, tapi Sun bersikeras mau bertemu Daebi Mama.

0 Comments:

Post a Comment