Do Kyung menyerahkan surat pengunduran dirinya. Sontak hal itu membuat kedua orang tuanya terkejut. Nyonya No marah. Tapi tekad Do Kyung sudah bulat. Ia mengaku ingin membuka bisnis sendiri.
“Kau ingin membuka bisnismu sendiri? Kau serius?” tanya Tuan Choi.
Do Kyung mengangguk.
“Lalu apa maksudnya saat kau bilang tidak bisa menikahi Jang So Ra?”
tanya Tuan Choi.
“Itu juga sama. Kurasa aku ingin menjalani hidupku sendiri.” Jawab Do
Kyung.
“Itu sebabnya kau ingin keluar dari Perusahaan Haesung? Kau sudah
menyerah untuk menjadi penerus Haesung?” tanya Tuan Choi.
Do Kyung mengiyakan.
“Do Kyung-ah, jelaskan alasanmu melakukan ini kepada ayah. Ayah ingin
tahu alasanmu yang sebenarnya.” Ucap Tuan Choi.
“Tapi sudah kukatakan berkali-kali.” Jawab Do Kyung.
“Pikirmu itu masuk akal? Kau tidak sadar dengan dampaknya pada Perusahaan Haesung? Kau sadar. Kau jelas-jelas tahu. Penerus Perusahaan Haesung keluar dari Perusahaan Haesung. Siapa yang akan percaya? Siapa yang akan percaya dia mengundurkan diri? Pasti akan ada rumor bahwa kau keluar karena masalah serius. Perjudian, narkoba, wanita, atau masalah kejiwaan. Bisa-bisanya kau mengundurkan diri padahal mengetahui itu.” Sewot Nyonya No.
“Rumor itu akan hilang jika aku sukses sendiri.” Jawab Do Kyung.
“Kau tahu Haesung bisa terkena dampaknya bahkan jika hanya rumor
tentang saham. Pimpinan juga meyakini bahwa nama baik itu penting.” Ucap Nyonya
No.
“Itu sebabnya. Aku hidup selama 33 tahun sebagai penerus Perusahaan
Haesung. Aku belum pernah hidup sesuai kehendakku.” Jawab Do Kyung.
“Memangnya kenapa? Kau tidak pernah dirugikan. Pikirmu ada berapa
banyak orang di Korea yang dilahirkan sebagai penerus sebuah perusahaan?” ucap
Nyonya No.
“Aku tidak pernah menginginkan itu. Aku menyadarinya. Apakah aku ingin
menjadi penerus sebuah perusahaan? Tidak. Aku ingin mencari cara agar bisa
menjalani hidupku dengan bahagia.” Jawab Do Kyung.
“Itu sebabnya kau memberi tahu keluarga So Ra bahwa kau tidak bisa
menikahinya dan keluar dari perusahaan?” tanya Nyonya No.
“Sebenarnya aku senang bisa melakukan ini sebelum terlambat.” Jawab Do
Kyung.
“Jika ada pilihan, maka ada tanggung jawab.” Jawab Do Kyung, lalu
beranjak pergi.
“Kurasa Do Kyung serius.” Ucap Tuan Choi.
“Pasti ada alasannya sampai dia seserius ini. Dia bahkan meninggalkan
segalanya.” Jawab Nyonya No.
“Kau menyuruh seseorang mengawasi Do Kyung?” tanya Tuan Choi.
“Ada sesuatu yang dia sembunyikan dari kita. Itu sebabnya dia enggan
pergi ke Eropa.” Jawab Nyonya No.
“Menurutmu Do Kyung mengundurkan diri agar tidak perlu pergi ke Eropa?”
tanya Tuan Choi.
“Jika bukan itu, apa lagi penjelasan untuk tindakan gegabahnya itu? Beraninya
dia membuat kesepakatan.” Dengus Nyonya No.
Sementara itu, Do Kyung teringat percakapannya dengan Gi Jae.
Flashback...
“Mengirimmu ke cabang di Eropa adalah peringatan
besar.” Ucap Gi Jae.
“Ada dua cara untuk meresponsnya. Menuruti
keinginan si pemberi Peringatan. Keluar dari batas peringatan itu.” Jawab Do
Kyung.
“Keluar dari batas? Maksudmu kau akan melepaskan
kesempatan menjadi penerus Haesung?” tanya Gi Jae.
“Fokus pada binis. Kau bilang bersedia menjadi
partner bisnisku jika aku sudah membuat keputusan.” Ucap Do Kyung.
“Aku tidak memercayaimu.” Jawab Gi Jae.
“Kenapa tidak? Kau yang paling tahu keadaanku lebih
dari siapa pun.” Ucap Do Kyung.
“Do Kyung-ah, penerus Perusahaan Haesung, lalu
akan menjadi pimpinan. Itu yang kau miliki. Jika dijatuhkan, maka akan menimpa
kakimu. Kakimu akan hancur.” Jawab Gi Jae.
“Hanya jika aku menjatuhkannya. Aku bisa
membuangnya.” Ucap Do Kyung.
“Kau tidak bisa membuangnya. Terlalu berat.” Jawab
Gi Jae.
“Aku akan memindahkan kakiku sebelum keduanya
jatuh.” Ucap Do Kyung.
“Kau begitu mencintainya? Kau amat
menginginkannya? Masih ada banyak cara untuk mendapatkannya.” Jawab Gi Jae.
“Ini bukan hanya demi Ji An. Aku ingin hidup di
jalanku sebelum semua terlambat.” Ucap Do Kyung.
Mereka lalu pergi ke sebuah mesin, dimana deteksi wajah dijadikan sebagai kuncinya. Do Kyung berkata, akan menggunakan uang tunai untuk sementara. Dia juga akan menjual sahamnya sambil menunggu gedung di Gangnam terjual.
“Kita punya koneksi di Amerika, tapi Eropa tidak
akan mudah.” Jawab Gi Jae.
“Persentase serangan teror di sana lebih tinggi. Mungkin
keadaannya akan lebih mudah di Eropa.
Aku punya beberapa teman lulusan S2 Administrasi
Bisnis di Eropa.” Ucap Do Kyung.
“Tapi ini sebatas bisnis. Kau akan kuperlakukan
sama. Sistem pengenal wajah ini amat penting bagiku.” Jawab Gi Jae.
“Ini juga penting bagiku. Ini bisnis pertamaku
sejak aku bebas.” Ucap Do Kyung.
Flashback end...
Do Kyung kembali ke ruangannya dan langsung bertanya pada Seketaris Yoo, apa Seketaris Yoo sudah menemukan tempat untuknya.
“Sulit menemukan rumah kosong.
Anda tahu anda amat pemilih. Untuk sekarang, sebaiknya anda menyewa saja
baru memilih rumah anda sendiri.” Jawab Seketaris Yoo.
“Maksudmu aku harus tinggal di apartemen untuk sementara? Terus cari. Aku
bisa tinggal di hotel untuk sementara.” Ucap Do Kyung.
Seketaris Yoo pun langsung memasang muka cemberut.
“Jangan menatapku seperti itu. Kau harus tetap di perusahaan ini. Lebih
baik kau di perusahaan besar.” Ucap Do Kyung.
Nyonya No : “Haruskah ibu menemuinya?”
Do Kyung : “Siapa?”
Nyonya No : “Kekasihmu.”
Do Kyung : “Kekasihku? Ibu pikir aku bisa berpacaran saat hidupku
dikendalikan sepenuhnya oleh Ibu?”
Nyonya No pun terdiam. Do Kyung lalu meminta sang ibu menghargai
keputusannya.
Hyuk menemui Ji An dan menanyakan pesanan lampu yang tiba2 didapat Ji An. Hyuk merasa aneh karena pemesannya sudah mengirimkan uang muka 300 dollar dan akan melunasi sisanya setelah mereka menentukan harganya. Hyuk memberitahu Ji An, kalau si pemesan barusan menghubunginya dan memintanya menetapkan harga.
“Yong Gook bilang harga satuannya 300 dolar.” Ucap Hyuk.
“Tunggu saja. Aku akan menyelesaikan ini dahulu.” Jawab Ji An. Dan
wajah Ji An seketika berubah sedih.
Di toko rotinya, Ji Soo juga melamun memikirkan kata-kata2 Nyonya No
soal dirinya yang menggunakan alasan dirinya hilang dulu untuk berbuat
seenaknya. Ia juga mengingat saat kakeknya berkata, masalah tidak akan menjadi
rumit jika Ji Soo berlaku seharusnya.
Boss Kang tiba2 memanggil Ji Soo. Ia menyuruh Ji Soo menutup toko dan berkata akan mengajari Ji Soo membuat adonan.
Ji Soo pun langsung ingat saat sang ibu menyuruhnya pulang lebih awal
karena ada kelas untuknya.
“Aku sudah ada janji dengan keluargaku hari ini, jadi, harus pulang
lebih awal.” Ucap Ji Soo.
“Aku tidak tahu kenapa kita selalu sedih belakangan ini.” Jawab Boss
Kang.
“Maafkan aku.” Ucap Ji Soo.
Nyonya No menemui Nyonya Son dan meminta maaf atas perkataan Do Kyung yang tidak mau menikahi So Ra.
“Sayang sekali. Wakil Presdir Choi sudah cukup dewasa. Dia juga pasti
mengerti keadaannya.” Jawab Nyonya Sun.
“Dia bilang dia menyukai So Ra. Setelah menjadi wakil presdir, dia
pasti merasa tertekan karena pekerjaan. So Ra pasti kecewa.” Ucap Nyonya No.
“Sejujurnya, aku merasa dihina, tapi dia bilang akan menanganinya
setelah lulus. Kurasa masih ada harapan untuk mereka.” Jawab Nyonya Son yang
membuat Nyonya No langsung antusias.
Nyonya No pun langsung berkata, kalau Do Kyung menolak So Ra bukan
karena tidak menyukai So Ra.
Ji Soo berjalan gontai menuju rumahnya. Bersamaan dengan itu, Tuan Choi pun juga sedang menuju rumah dengan mobilnya. Tuan Choi melihat Ji Soo.
Ji Soo enggan masuk ke rumahnya, tapi saat melihat sang ayah, ia buru2
masuk.
Tuan Choi menghela nafas melihat Ji Soo yang buru2 masuk ke dalam.
Di dalam, Nyonya No memperkenalkan Ji Soo dengan wanita bernama Park Ji Young yang akan menjadi tutor Bahasa Perancis Ji Soo.
“Ibu ingin aku belajar Bahasa Prancis?” tanya Ji Soo.
“Bahasa Inggris terlalu umum. Kau harus mempelajari bahasa lain.” Jawab
Nyonya No.
Nyonya No pun menyuruh Seketaris Min mengantar Nona Park ke atas.
Nyonya No lantas berkata, Ji Soo bisa makan setelah kelas Ji Soo selesai. Nyonya No bilang, saat kenyang, pikiran Ji Soo bisa kabur. Bersamaan dengan itu, Tuan Choi masuk ke dalam. Nyonya No menyuruh Ji Soo ke atas. Sebelum naik ke atas, Ji Soo menyapa ayahnya lebih dulu.
“Kau ingin dia belajar bahasa Prancis?” tanya Tuan Choi.
“Sebaiknya kita mengirim dia ke Prancis.” Jawab Nyonya No, lalu
mengajak Tuan Choi bicara lebih lanjut.
Nyonya No juga menyuruh Seketaris Min memanggil Do Kyung.
Ji Soo pun memulai pelajaran Bahasa Prancisnya.
Di bawah, Nyonya No membahas rencana ayahnya yang mau mengirim Ji Soo
ke sekolah kuliner di Prancis.
“Aku senang mendengarnya. Kupikir dia tidak akan mengizinkan Ji Soo
sekolah kuliner untuk S2-nya.” Jawab Tuan Choi.
“Dia bisa membuka waralaba toko roti untuk industri pangan kita.” Ucap
Nyonya No.
“Ke mana dan kapan dia akan pergi?” tanya Tuan Choi.
“Aku melihat-lihat beberapa sekolah di beberapa kota. Di tempat yang
jarang ada orang Korea.” Jawab Nyonya No.
Nyonya No juga memberitahu Tuan Choi pertemuannya dengan Nyonya Son. Tuan
Choi pun mempertanyakan alasan Do Kyung yang mau resign dari perusahaan. Nyonya
No bilang, itu karena Do Kyung mau menghindari pemindahan ke cabang di Eropa.
Tak lama, Do Kyung pulang. Nyonya No pun berkata, akan membatalkan
kepindahan Do Kyung ke Eropa dan meminta Do Kyung tetap di perusahaan.
“Ibu, aku sudah mengajukan surat pengunduran diri.” Ucap Do Kyung.
“Sudah cukup. Ibu hanya akan menurutimu sejauh ini. Saat masih muda kau
tidak pernah berulah. Kau sudah terlalu dewasa untuk berulah.” Jawab Nyonya No.
“Jika bukan itu yang kau inginkan, berarti kau sungguh ingin mandiri?”
tanya Tuan Choi.
“Ya, memang. Tadi aku bilang begitu. Aku akan keluar dari Haesung dan
rumah ini. Aku akan menjalankan bisnisku sendiri.” Jawab Do Kyung.
Hyuk menemui noona nya yang sedang mengemasi pakaian. Hee bilang, dia
akan pergi ke Namhae bersama teman kuliahnya. Hee juga berkata, kalau dia belum
memutuskan akan tinggal berapa lama.
“Saat di sana, kakak akan memikirkan apa yang ingin kakak lakukan. Kakak
tidak bisa menjalankan kafe saat sudah tua.” Ucap Hee.
“Kenapa tidak? Aku berpikir akan membuka kafe untuk para lansia.” Jawab
Hyuk.
“Tapi apa kau memberi Ji An terlalu banyak pekerjaan?” tanya Hee.
“Dia belum pulang? Kukira dia sudah tidur.” Jawab Hyuk.
“Dia belum pulang. Kakak ke kamarnya untuk memberikan pakaian, tapi dia
tidak ada.” Ucap Hee.
“Ini sudah hampir pukul 1.00.” jawab Hyuk cemas.
Ji An sendiri masih di studio, mengerjakan pesanan So Ra. Tiba2, ia
teringat saat dirinya menjatuhkan pensilnya setelah mendengar kata2 So Ra,
bahwa So Ra dan Do Kyung sudah bertunangan.
Hyuk datang dan memarahi Ji An yang masih bekerja padahal hari sudah larut. Ji An terkejut menyadari hari sudah larut. Hyuk pun mengajak Ji An pulang, tapi Ji An bilang dia mau menyelesaikan pesanan lampu itu dulu.
“Itu amat menyenangkan bagimu?” tanya Hyuk.
“Ya, bahkan lampu ini pun membuatku senang.” Jawab Ji An.
"Bahkan?” tanya Hyuk.
Ji An yang enggan menjawab pertanyaan Hyuk, mengalihkan pembicaraan
dengan mengaku perutnya lapar. Ji An minta izin Hyuk makan mie dulu sebelum
pulang. Tapi Hyuk tidak mengizinkan Ji An makan mie.
“Jika kau mengizinkanku makan mi instan, aku akan tetap bekerja
untukmu.” Jawab Ji An, membuat Hyuk kaget.
“Aku tidak ingin disalahkan karena terlalu keras kepadamu.” Jawab Hyuk.
“Maka aku bisa makan ini setiap lembur?” tanya Ji An.
“Kamu bersedia tetap bekerja di perusahaan kami?” tanya Hyuk.
Tepat saat itu, Yong Gook pulang dan terdiam melihat kedekatan Ji An
dan Hyuk. Setelah terdiam beberapa saat, Yong Gook pun memberitahu Hyuk dan Ji
An kalau dia sudah pulang dan langsung naik ke atas.
“Kau akan mendaftar ke perusahaan lain. Tahun depan usiamu 29 tahun. Ini
kesempatan terakhirmu masuk perusahaan besar.” Ucap Hyuk.
“Jangan menyuruhku hidup seperti itu lagi. Aku akan berhenti berusaha
keras. Aku tidak mau melakukannya.” Jawab Ji An.
“Bukankah kau kemari untuk menjernihkan pikiran?” tanya Hyuk.
“Dahulu aku berpikir harus hidup seperti itu. Kupikir itu kesempatan
terbaikku. Tapi aku tidak ingin hidup seperti itu. Aku sudah bekerja keras. Aku
melakukan segalanya sebisaku. Aku harus bekerja dengan baik agar menjadi
pegawai tetap. Terkadang aku bangga dengan diriku, tapi aku tidak pernah merasa
berhasil.” Jawab Ji An.
“Kau sudah tidak ingin sukses? Kau tidak ingin bekerja di perusahaan
besar seperti yang lain?” tanya Hyuk.
Ji An mengiyakan.
“Kenapa tidak?” tanya Hyuk.
“Pekerjaan ini menyenangkan.” Jawab Ji An.
“Mungkin memang menyenangkan, tapi bukan sesuatu yang bisa kau
banggakan.” Ucap Hyuk.
“Di rumah ini, aku melihat orang yang hidup bahagia meski pekerjaannya
biasa saja. Kau juga sudah melihatnya. Aku berterima kasih atas itu.” Jawab Ji
An.
“Seo Ji An...” ucap Hyuk.
Keesokan harinya, Do Kyung mengantarkan So Ra ke bandara. So Ra menghela nafas, lalu memberitahu kecemasannya kalau ia takut sang ibu menyusulnya ke bandara.
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Do Kyung.
“Tentang pelarian yang sukses ini? Aku belum merasa lega. Aku belum
bisa lega jika pesawatnya belum lepas landas.” Jawab So Ra.
“Maka aku harus mengebut agar kau bisa segera naik pesawat.” Ucap Do
Kyung.
Dan, Do Kyung pun mengingat percakapannya dengan So Ra, saat ia
mengajak So Ra sarapan siang sebelum perayaan hari jadi Haesung.
Flashback...
Do Kyung : “Tolong batalkan pertunangannya. Dan
jangan datang ke acara yayasan.”
So Ra : “Andaikan bisa melakukan itu, aku tidak
akan berpikir untuk segera bertunangan.”
Do Kyung: “Andaikan bersedia menikahi pria yang mencintai
wanita lain, kau pasti tidak akan mencari tahu tentangku. Kau bilang tidak
menginginkan pernikahan palsu.”
So Ra : “Kenapa kau tidak bilang sudah punya
pacar?”
Do Kyung : “Tidak bisa. Hubungan kami belum jelas.”
So Ra : “Kau tidak berpacaran, tapi membatalkan
pertunangan kita? Kenapa?”
Do Kyung : “Aku tidak punya pilihan.”
So Ra : “Aku tidak mengerti. Bisa-bisanya kau
melakukan itu.”
Do Kyung : “So Ra-ssi, bagaimana kau tahu aku
mencintai wanita lain?”
So Ra : “Kekasihku menatapku dengan tatapan
seperti itu saat mengantarku ke bandara. Dia tampak sepertimu saat kita pertama
bertemu. Bibirnya tersenyum, tapi matanya tampak sedih.”
Do Kyung pun terkejut dengan pengakuan So Ra.
Lebih lanjut So Ra memberitahu, kalau kekasihnya
diadopsi di Korea dan orang tua yang mengadopsi kekasihnya adalah oralah
Afrika. So Ra bilang, kalau dia berencana menikahi seseorang yang sepadan
dengannya dan memacari kekasihnya hanya untuk bersenang2.
“Andaikan kau tidak mencintai wanita lain, mungkin
aku sudah mengakhiri hubunganku dengannya.” Ucap So Ra.
“Andaikan kau ingin melakukan itu, kau pasti tidak
akan mengetesku. Bukankah kau butuh alasan? Bukankah kau ingin bertunangan
sebelum pergi karena ingin aku membatalkannya?”
Do Kyung : “Tapi kau takut kepada orang tuamu. Kau
akan menikahiku hanya karena tidak ingin mengecewakan mereka?”
So Ra : “Bantu aku meninggalkan Korea untuk pergi
ke Chicago. Aku akan membuat masalah di sana.”
Do Kyung : “So Ra-ssi...”
Do Kyung : Jika mengabari mereka saat masih di
Korea, aku tidak akan bisa pergi ke Amerika.”
Flashback end...
Do Kyung : “Kau bilang akan langsung pergi setelah tiba di Chicago. Kau
akan ke mana?”
So Ra : “Untuk apa aku memberitahumu? Itu rahasia.”
Do Kyung : “Kau tidak akan mendapatkan bantuan dari orang tuamu lagi.
Kau mungkin membutuhkan bantuanku.”
So Ra : “Pikirmu kekasihku itu apa? Kini kita impas. Aku menjual
sebagian sahamku, mengambil tabunganku, dan mengirimkannya ke temanku. Aku juga
sudah mengemas barang-barang berharga.”
Do Kyung : “Kau berani saat tekadmu kuat. Kau mirip seseorang.”
So Ra : “Maksudmu Seo Ji An?”
Do Kyung : “Bagaimana kamu tahu nama Ji An?”
So Ra : “Ji An juga menyukaimu.”
Do Kyung : “Kau menemui Ji An?”
So Ra : “Aku menggodanya sedikit.
Aku penasaran dengan hasilnya.”
Do Kyung : “Jadi, kau menemui Ji An? Bagaimana bisa? Gi Jae
memberitahumu soal dia?”
So Ra : “Dua lampu akan diantarkan ke kantormu. Itu hadiah dariku.”
Ji An sedang mengukir nama Do Kyung di kayu dudukan lampu, tapi ia
tidak bisa fokus dan terus teringat kata-kata So Ra yang menyuruhnya
mengantarkan pesanan lampu itu ke kantor Do Kyung. So Ra bilang, itu akan lebih
baik untuk mereka bertiga.
“Dia agresif atau jahat?” gumam Ji An.
“Aku akan merasa lega, kau bisa membuktikan tidak menyembunyikan
apa-apa, dan Do Kyung, akan merasakan sesuatu.” Ucap So Ra lagi.
Do Kyung dan So Ra sudah di bandara. Tiba2, Do Kyung mendapatkan pesan dari Ji An yang akan segera ke kantornya untuk mengantarkan lampu.
“Jika kau di luar, aku akan meninggalkannya di lobi.” Ucap Ji An lagi.
“Tidak bisa. Harus aku yang menerimanya. Aku sedang rapat. Datanglah
satu jam lagi.” Balas Do Kyung.
Do Kyung pun langsung pergi. Tapi sebelum pergi, Do Kyung minta So Ra
tidak berubah pikiran. So Ra pun berkata, kalau kekasihnya akan menjemputnya di
bandara Chicago nanti.
Di studio, Ji An mengepak kedua lampunya dan mengenakan topi. Ia juga
meminjam kacamata Tuan Sun.
Ji An sampai di Haesung dan langsung menyembunyikan dirinya saat melihat teman satu timnya dulu. Ji An lantas menemui resepsionis dan berkata mau mengantarkan lampu untuk Do Kyung.
Begitu Ji An datang, Seketaris Yoo yang sudah menunggu di depan ruangan Do Kyung, langsung menyuruh Ji An masuk.
Sementara itu, Do Kyung pura2 gak tau apa yang dilakukan Ji An di kantornya. Ji An bilang, ia datang untuk mengantarkan lampu. Do Kyung pura2 kaget tahu Ji An yang mengantarkan lampunya.
“Astaga, So Ra iseng sekali. Kau pasti merasa tidak enak.” Ucap Do
Kyung.
“Tidak enak? Aku kesal! Kenapa kau
membuatku tampak bodoh? Sudah kubilang berkali-kali, jangan datang. Kenapa
meminta tunanganmu menemuiku? Kau gila? Kau sudah bertunangan.” Protes Ji An.
“Aku tidak gila.” Jawab Do Kyung.
“Tunanganmu memesan dua lampu yang sama.” Ucap Ji An.
“So Ra bukan tunanganku. Aku tidak akan bertunangan atau pun menikah dengan So Ra.” Jawab Do Kyung, membuat Ji An tertegun.
“Aku hendak menjelaskan. Kenapa kau tidak sabaran?” ucap Do Kyung lagi,
lalu mengambil box lampunya.
“Tapi dia bilang ini hadiah pertunangan?” tanya Ji An.
“Itu sebabnya kubilang dia iseng.” Jawab Do Kyung.
Ji An masih terkejut. Melihat ekspresi Ji An, Do Kyung berkata lagi,
“Kau terkejut ya?”
Sadar dari keterkejutannya, Ji An langsung berbalik pergi. Tapi Do Kyung langsung menghentikan langkahnya. Do Kyung menyuruh Ji An menunggu sampai dia selesai memeriksa lampunya.
“Jika ada pertanyaan, silakan ditanyakan selagi menunggu. Tanyakan
kenapa aku tidak bertunangan. Tanyakan aku membatalkan pertunangannya demi
siapa.” Ucap Do Kyung.
Tapi Ji An malah berlari keluar. Do Kyung tersenyum melihatnya.
Tapi Ji An terpaksa balik lagi untuk mengambil uangnya. Seketaris Yoo bilang, Do Kyung sudah pergi karena ada rapat penting. Seketaris Yoo juga berkata, akan menyuruh Do Kyung menghubungi Ji An.
“Tidak, minta dia mengantarkan uangnya ke toko kami.” Pinta Ji An.
“Aku akan memintanya segera menghubungimu.” Jawab Seketaris Yoo.
“Jangan.” Larang Ji An.
“Aku sekretarisnya, jadi, harus mengikuti aturan. Mohon dimengerti.”
Ucap Seketaris Yoo.
Ji An pun tak punya pilihan lain selain menurut.
“Lihat ini. Ji An yang membuatnya. Bukankah ini luar biasa?” ucap Do
Kyung.
“Anda sungguh ingin melakukan itu?” tanya Seketaris Yoo.
“Aku hanya butuh waktu untuk berpikir.” Jawab Do Kyung.
“Aku sudah bekerja untuk anda selama lima tahun. Lima tahun.” Protes
Seketaris Yoo.
“Ini kesempatan emasku untuk menemuinya lagi. Melewatkan kesempatan ini
adalah keputusan yang tidak baik bagi seorang pebisnis.” Jawab Do Kyung.
Di lantai dasar, Ji An melihat pengumuman mutasi Do Kyung ke Eropa.
Di sepanjang jalan, Ji An terus memikirkan mutasi Do Kyung. Ji An tahu,
pindah ke cabang Eropa berarti jabatannya turun.
“Apakah karenaku? Tidak mungkin. Kenapa dia berbuat gila begitu?
Harusnya dia tidak melakukan hal seperti itu.” Ucap Ji An.
Nyonya No memberitahu ayahnya kalau Do Kyung mau pergi dari rumah juga.
Nyonya No pun meminta ayahnya menemui Do Kyung. CEO No kesal, karena Nyonya No
tidak bisa mengontrol anak sendiri. Ia juga berkata, tidak suka dengan Tuan
Choi.
Di ruangannya, Tuan Choi melamun memikirkan rencana CEO No yang mau
mengirim Ji Soo sekolah di Prancis. Tak hanya itu, Tuan Choi juga ingat betapa
tertekannya Do Kyung dan Ji Soo, serta mengingat masa lalunya saat mereka
kehilangan Ji Soo.
Flashback...
Di rumah sakit, Tuan Choi bercerita pada CEO No, kalau
Nyonya No tidak mengecek Eun Seok di kursi belakang setelah berhenti sebentar
untuk ke kamar kecil. CEO No menegur putrinya yang tidak becus menjaga Eun
Seok. Nyonya No pun merengek, meminta sang ayah menemukan Eun Seok.
“Media di luar, bukan?” tanya CEO No pada Tuan
Choi.
“Para detektif juga menunggu.” Jawab Tuan Choi.
“Kita tidak kehilangan Eun Seok di tempat
perhentian.” Ucap CEO No.
“Apa?” tanya Tuan Choi bingung.
“Semua orang akan bergosip soal penerus wanita
Perusahaan Haesung yang tidak mampu
mengurus putrinya sendiri. Ayah tidak bisa membiarkan itu terjadi.” Jawab CEO
No.
“Tapi jika kita tidak memberi tahu di mana dia
hilang, bagaimana kita menemukannya?” tanya Tuan Choi.
“Bagaimana seorang ibu yang tersadar dari koma setelah
20 hari bilang dia tidak memeriksa putrinya sebelum pergi? Kita kehilangan dia
di TKP kecelakaan. Kau akan berbicara di depan pers dan para detektif. Ayah
akan membungkam mulut para direktur.” Jawab CEO No.
Flashback end...
Tuan Choi pun cemas.
“Mereka tidak akan membiarkan ini begitu saja.” Gumamnya.
Boss Kang menyuruh Ji Soo menutup tokonya karena sakit dan mengaku
tidak bisa membuat roti lagi sore ini. Tapi Ji Soo bilang, mereka tidak bisa
melakukannya karena para pelanggan yang biasa akan datang sore hari.
“Lantas, kau saja yang memanggang. Akan kubawakan air rahasiaku.” Jawab
Boss Kang.
“Itu namanya membodohi pelanggan kita. Aku hanya bisa meniru. Aku tidak
seandal Anda.” Ucap Ji Soo.
“Kalau begitu, tutup tokonya dan pulanglah.” Jawab Boss Kang.
Ji Soo yang hendak pulang, melintasi kafe Hee. Karena melihat ada pekerja baru. Ji Soo pun masuk ke dalam.
Pekerja yang dilihat Ji Soo adalah teman Hee yang diberi tugas untuk
menjaga dan mengelola kafe selama Hee pergi.
Ji Soo mendekati Hee dan bertanya, Hee mau kemana. Hee berkata, dirinya
akan keluar kota untuk bekerja.
Pengurus yang baru memanggil Hee karena ada yang mau ditanyakan. Ji Soo pun mempergunakan kesempatan itu untuk menelpon Boss Kang. Sayangnya, ponsel Boss Kang mati. Ji Soo pun panic dan langsung berlari keluar.
0 Comments:
Post a Comment