Nyonya No marah mendengar pengakuan Ji An yang tidak mau menjadi bagian dari Haesung lagi. Dia juga kesal karena Ji An tidak mau memberitahu dimana Do Kyung. Dia menuduh Ji An sengaja menyembunyikan Do Kyung.
“Itu tidak benar. Sudah
kubilang tidak ada apa-apa diantara kami.” Jawab Ji An.
“Apa kau ingin aku percaya
bahwa Do Kyung tetap menyukaimu walaupun kau tidak menyukainya? Kenapa kau
buru-buru kesini saat mendengar aku berada disini?” tanya Nyonya No.
“Aku bekerja disini. Dari apa
yang kudengar, aku pikir orang itu adalah dirimu. Tapi aku tidak akan datang
jika tahu anda masih disini.” Jawab Ji An.
“Kau tahu dia pergi dari rumah
karena siapa. Jadi kau pasti tahu nomornya, tapi kau tidak mau memberitahuku
dimana dia. Terlepas dari semua ini, benarkah tidak ada apa-apa diantara
kalian?” tanya Nyonya No.
Ji An pun diam saja....
“Kau tidak menginginkan apapun
yang berhubungan dengan Haesung. Kau tidak menyukai keluargaku. Itu maksudmu?”
tanya Nyonya No lagi.
“Benar.” Jawab Ji An,
mengejutkan Nyonya No.
“Anda tidak mempercayaiku,
jadi tidak ada yang bisa kulakukan. Tapi karena aku sudah mengatakan
perasaanku, kuharap anda tidak menemui orang tuaku lagi untuk menanyakan Do
Kyung.” Ucap Ji An.
“Kalau begitu, suruh Do Kyung
pulang. Dengan begitu, aku akan mempercayaimu.” Jawab Nyonya No.
“Ini adalah hidupnya, dia akan
mengambil keputusan sendiri. Aku tidak mau bertemu lagi denganmu untuk hal
apapun yang berhubungan dengan dia.” Ucap Ji An.
“Kau cukup berani.” Jawab
Nyonya No kesal.
“Aku minta maaf.” Ucap Ji An.
“Kau tidak bertanya, bagaimana
aku bisa tahu dia menyukaimu? “ tanya Nyonya No.
“Aku sadar bahwa anda selalu mendapatkan
jawaban atas pertanyaan anda.” Jawab Ji An.
“Tidak akan kulupakan.” Jawab
Ji An.
“Suruh Do Kyung menemuiku.”
Suruh Nyonya No.
“Akan kusampaikan pesanmu jika
aku bertemu dengannya.” Jawab Ji An.
“Jangan berani bermimpi
memiliki Do Kyung, Ji An-ah.” Ucap Nyonya No.
“Jika anda selesai, bolehkan
aku pergi sekarang?” tanya Ji An.
Nyonya No kesal dengan semua
penolakan Ji An. Sementara itu, Hee yang bersembunyi di dapur, gemetaran
mendengar pembicaraan Nyonya No dan Ji An.
Nyonya No akhirnya pergi. Dia
pergi dengan wajah kesal.
Setelah Nyonya No pergi, barulah Ji An gemetaran. Sementara di mobil, Nyonya No heran dengan keberanian Ji An.
Ji An kembali ke dalam kafe.
Hee langsung mendekati Ji An.
“Kau baik-baik saja? Wajahmu
pucat.” Ucap Hee cemas.
“Kau bilang dia sudah pergi.”
Jawab Ji An.
“Aku pikir dia sudah pergi.”
Ucap Hee.
Hee lalu menjelaskan, saat tadi dia menelpon Ji An, dia terkejut melihat Nyonya No sudah berdiri di belakangnya. Nyonya No pun memutuskan menunggu Ji An. Hee ingin melarang Ji An datang, tapi Ji An keburu menutup teleponnya. Hee lalu mengirimi Ji An pesan, melarang Ji An datang. Tapi sayangnya, Ji An tidak membaca pesan Hee.
“Jadi Do Kyung anak dari
keluarga Haesung? Apa yang akan kau lakukan sekarang, Ji An-ah? Jadi itu
sebabnya Hyuk sangat mencemaskanmu?” tanya Hee.
“Eonni, jangan beritahu Hyuk
soal ini. Aku akan menanganinya sendiri.” Jawab Ji An.
Do Kyung sedang melihat-lihat
pabrik yang akan memproduksi produknya. Pemilik pabrik pun berkata, akan segera
menghubungi Do Kyung setelah berbicara dengan atasannya. Pemilik pabrik juga
menegaskan, akan menerima pesanan Do Kyung karena mereka kekurangan pekerjaan.
Di ruangannya, Tuan Choi
sedang meminum obatnya. Tiba-tiba, Nyonya No menerobos masuk ke ruangannya dan
ia pun langsung menyembunyikan obatnya di laci.
“Itu Seo Ji An. Wanita yang
disukai Do Kyung adalah Seo Ji An.” Ucap Nyonya No.
Tapi Tuan Choi tidak terlalu terkejut
mendengarnya. Tuan Choi penasaran, darimana Nyonya No tahu kalau gadis itu Ji
An.
“Aku memikirkannya kembali.
Dia satu-satunya wanita dalam hidup Do Kyung.” Jawab Nyonya No.
“Melegakan jika itu Seo Ji
An.” Ucap Tuan Choi.
“Melegakan? Ayah mungkin
benar-benar akan menolaknya jika itu Seo Ji An. Dia akan lebih kecewa lagi pada
kita karena membawa Seo Ji An masuk dan menyebabkan Do Kyung menyukai Seo Ji
An.” Jawab Nyonya No.
“Itu tidak akan terjadi. Ji An
tidak akan sampai sejauh itu.” Ucap Tuan Choi.
“Bagaimana kau tahu?” tanya
Nyonya No.
“Tapi dia tidak memberitahuku
dimana Do Kyung.” Ucap Nyonya No.
“Kau menemuinya?” tanya Tuan
Choi kaget.
“Aku baru saja bertemu
dengannya. Aku tidak tahu apakah dia benar-benar tidak bersalah atau dia
mencoba menipu kita. Aku tidak bisa membaca pikirannya.” Jawab Nyonya No.
“Kita akan mencari tahu begitu
Do Kyung kembali.” Ucap Tuan Choi.
“Dia bahkan tidak memberiku
nomor Do Kyung.” Jawab Nyonya No.
“Dia akan menceritakan
kunjunganmu pada Do Kyung. Bahkan jika dia tidak menceritakannya, kau akan
memastikan Do Kyung kembali ke rumah.” Ucap Tuan Choi.
Hyuk melamun di kantornya. Tak
lama kemudian, Yong Gook datang sambil bernyanyi.
“Aku tidak tahu apa yang salah
denganku. Biasanya ini ada hubungannya dengan cinta. Siapa dia?”
“Hyung, Ji Soo bertingkah aneh
tiba-tiba. Tapi aku juga bertingkah aneh.” Jawab Hyuk.
“Kau sudah lama bertingkah
aneh.” Ucap Yong Gook.
“Sudah lama?” tanya Hyuk.
“Kau bingung, kan? Kau
memutuskan menyukai Ji An, tapi kau terus memikirkan Ji Soo. Pada Malam Natal,
Ji An ada bersamamu, tapi kau terus melihat keluar. Kau menunggunya, kan?” ucap
Yong Gook.
“Ya, itu dia.” Jawab Hyuk.
“Saat kau bertemu Ji An, kau
bilang itu takdir. Jadi itu omong kosong.” Ucap Yong Gook.
“Omong kosong apanya? Dia
cinta pertamaku.” Jawab Hyuk.
“Cinta pertamamu dari 10 tahun
yang lalu. Apa menurutmu itu mungkin menyukai seseorang setelah 10 tahun? Kau
terjebak dalam kalimat cinta pertama. Hyuk-ah, kau dan aku sudah seperti
saudara. Sedangkan aku dan Do Kyung hanyalah teman yang tidak terlalu akrab.
Kau pikir aku akan membiarkan dia tinggal di rumah kos jika kau benar-benar
menyukai Ji An? Dia adalah musuh adikku.” Ucap Yong Gook.
“Hyung, kau berpikir jauh ke
depan.” Jawab Hyuk.
“Selain itu, kau tahu Ji An
menyukai Do Kyung. Tapi kau tidak cemburu. Kau hanya khawatir padanya sebagai
seorang kakak. “ ucap Yong Gook.
“Itu karena apa yang dia alami
tidak terbayangkan.” Jawab Hyuk.
“Gadis yang kau cemaskan dan
gadis yang selalu kau pikirkan, menurutmu siapa yang kau cintai?” tanya Yong
Gook.
Yong Gook lalu meminta Hyuk
berhenti mencemaskan orang lain. Yong Gook juga bilang, orang yang dicemaskan
Hyuk akan menemukan jalannya sendiri setelah waktunya tiba.
“Apakah aku berpura-pura?”
tanya Hyuk.
“Kau bekerja keras sejak masih
muda. Aku menyukaimu karena kau bertanggungjawab.” Jawab Yong Gook.
Pembicaraan mereka pun terhenti karena ponsel Hyuk berdering. Hee yang menelpon, menyuruh Hyuk datang kafe. Hee memberitahu Hyuk kalau tadi Nyonya No datang menemui Ji An.
“Ibunya Choi Do Kyung menemui
Ji An?” tanya Hyuk kaget. Yong Gook yang mendengar juga kaget.
Hyuk pun langsung ke kafe
menemui kakaknya. Hyuk penasaran, bagaimana Nyonya No bisa tahu soal Ji An.
“Dia tidak mengatakannya dan
Ji An juga tidak bertanya. Tapi Hyuk, ibunya Do Kyung sangat menyeramkan. Tapi
Ji An sangat tenang menghadapinya.” Jawab Hee.
“Dia tahu mereka akan bertemu
suatu hari nanti.” Ucap Hyuk.
“Pada hari kau membawa Ji An
ke rumah, Ji An tampak lesu. Itu ada hubungannya dengan dia, kan? Apakah Ji An
menjalin hubungan dengan Do Kyung?” tanya Hee.
“Aku tidak bisa
menceritakannya padamu karena aku tidak berhak. Berpura-pura lah kau tidak tahu
dan jangan tanyakan apapun pada Ji An.” Jawab Hyuk.
“Hal yang sama juga berlaku
padamu. Ji An melarangku memberitahumu tapi kakak rasa kau harus tahu.” Ucap Hee.
“Dia tidak mau membuatku
cemas.” Jawab Hyuk.
Beralih ke Ji Ho yang sudah mendapatkan kontrak franchise nya. Tapi seketika, ia teringat nasehat ayahnya yang melarangnya berbisnis franchise. Ji Ho juga ingat saat melihat ayahnya muntah-muntah ketika mereka baru keluar dari kafe.
“Seharusnya dia bilang padaku
kalau belum makan!” kesal Ji Ho. Tapi kemudian, Ji Ho memikirkan hal lain
tentang ayahnya.
Tuan Seo sendiri sedang
latihan di tempat kursusnya.
“Berapa banyak anda berlatih?
Perkembanganmu luar biasa.” Puji mentornya.
“Aku hanya melakukannya untuk
mengisi waktu.” Jawab Tuan Seo.
“Tidak mungkin. Saya yakin,
anda dulu pernah memainkannya.” Ucap mentornya.
Tuan Seo lalu terdiam saat
mentornya menanyakan berapa lama ia akan pergi.
Ji Ho bicara dengan Ji Tae di telepon. Ia yakin, sang ayah sedang sakit. Ia tidak percaya sang ayah muntah-muntah hanya karena minum kopi saat perut kosong.
“Akan kutanyakan nanti.” Jawab
Ji Tae, lalu menutup teleponnya.
Usai bicara dengan Ji Ho, Ji
Tae dapat SMS dari Soo A.
Mereka pun bertemu di taman. Ji
Tae terkejut Soo A datang membawa koper. Soo A bilang, pagi-pagi sekali ia
mengemasi barangnya dan pergi. Soo A mengaku, melakukan itu karena tidak mau
bertengkar di depan ayah dan ibu Ji Tae.
“Aku akan tinggal di rumah
Seung Hoon. Katakan pada orang tuamu, aku pergi seminar.” Ucap Soo A.
Ji Tae kaget, Lee Soo A...
“Jika kau datang ke rumah
sakit pada hari aku dioperasi, maka kita akan pulang bersama. Tapi jika kau
tidak datang, aku akan menandatangani surat cerai.” Ucap Soo A.
“Apakah kau sudah mendengar
detak jantung bayi kita?” tanya Ji Tae.
“Aku tahu aku melakukan dosa.
Tapi anak bukanlah mainan. Aku harus melahirkan dan membesarkan anak itu. Tidak
ada seorang pun yang berhak menentukan apa yang harus kulakukan.” Jawab Soo A.
“Jadi maksudmu aku harus
memilih antara dirimu dan bayi kita?” tanya Ji Tae.
“Pikirkan kenapa dulu kau
tidak ingin menikah atau punya bayi. Aku akan mengirimkan tanggal operasinya.
Sampai jumpa.” Jawab Soo A, lalu pergi meninggalkan Ji Tae.
Ji Tae minum sendirian di warung tenda. Tidak ada seorang pun yang bisa diajaknya bicara.
Ji Tae minum sendirian di warung tenda. Tidak ada seorang pun yang bisa diajaknya bicara.
Hyuk pergi ke studio menemui Ji An dan mengingatkan Ji An kalau mereka akan bertukar kamar karena Hee sudah pindah ke rumah Boss Kang. Ji An pun menyuruh Hyuk pulang duluan, karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikannya.
“Aku sudah mengemas barangku
dan meletakkannya di kamar Hee Eonni. Jadi kau bisa menggunakan kamarmu
sekarang.” Ucap Ji An.
“Bagaimana kelasmu?” tanya
Hyuk.
“Menyenangkan.” Jawab Ji An.
Hyuk pun ingat tentang Ji An
yang melarang Hee memberitahunya soal kedatangan Nyonya No, tapi ia memutuskan
tidak menanyakan apapun pada Ji An dan pamit duluan.
Do Kyung membawa barang-barangnya keluar dari kamar Yong Gook dan mau pindah ke kamar Hyuk. Tepat saat itu, Hyuk pulang dan menghentikan Do Kyung.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa
kau mau masuk ke kamar itu?” tanya Hyuk.
“Ji An pindah ke kamar
kakakmu, jadi aku akan pindah ke kamar Ji An.” Jawab Do Kyung.
Hyuk pun mengambil koper Do
Kyung dan membawanya masuk kembali ke kamar Yong Gook.
“Kau hanya bisa memakai kamar
ini. Kamar Ji An aslinya adalah kamarku.” Ucap Hyuk.
“Ini adalah rumah kos, jadi
tidak ada seorang pun yang boleh memiliki kamar.” Jawab Do Kyung.
“Aku bisa. Lagipula kau
sendiri yang memilih kamar ini.” Ucap Hyuk.
“Tidak bisakah kita bertukar
kamar?” pinta Do Kyung.
“Kau membenci kenyataan bahwa
aku memakai kamar yang pernah digunakan Ji An, kan?” tanya Hyuk.
“Itu salah satunya, tapi aku
hanya ingin menggunakan kamar Ji An.” Jawab Do Kyung.
“Choi Do Kyung-ssi, ini bukan waktu yang tepat meributkan soal ini. Ibumu menemui Ji An.” Ucap Hyuk.
Do Kyung pun terkejut.
Ji An melangkah pulang tanpa semangat. Ia lalu berpapasan dengan Do Kyung yang baru saja keluar dari minimarket.
“Kebetulan sekali. Aku lapar
jadi aku keluar untuk membeli cemilan.” Ucap Do Kyung.
“Benarkah?” tanya Ji An.
“Ngomong-ngomong, kau pulang
terlambat. Berbahaya untukmu karena sudah malam.” Jawab Do Kyung.
“Bakpao kukus? Kau makan itu
juga sekarang?” tanya Ji An.
“Ini bakpao sayuran.” Jawab Do
Kyung, lalu memberi Ji An satu.
“Terima kasih.” Ucap Ji An.
Do Kyung juga mengembalikan
ponsel Ji An.
“Aku menggunakannya dengan
baik. Terima kasih. Jika ibuku sudah menemuimu, tidak ada alasan bagiku untuk
terus bersembunyi.” Ucap Do Kyung.
“Kau bilang bertemu banyak
investor hari ini.” Jawab Ji An.
“Jadi kau menunggu karena
tidak ingin mengganggu pekerjaanku?” tanya Do Kyung.
“Ini bukan masalah mendesak.
Ibumu menyuruhmu menemuinya.” Jawab Ji An.
“Bagaimana ibuku bisa tahu?”
tanya Do Kyung.
“Ibumu tidak mengatakannya dan
aku tidak bertanya.” Jawab Ji An.
“Kau tidak penasaran?” tanya
Do Kyung.
“Tidak.” Jawab Ji An.
“Apa yang kau katakan pada
ibuku?” tanya Do Kyung.
“Kau harus mendengarnya dari
ibumu. Aku sudah mengatakan apa yang aku pikirkan padanya.” Jawab Ji An.
“Jangan khawatir. Ini terjadi
lebih cepat dari dugaanku. Tapi aku akan mengurusnya. Lagipula aku tidak bisa
menyembunyikannya dalam waktu yang lama dan aku juga tidak mau
menyembunyikannya.” Ucap Do Kyung.
Do Kyung juga memberitahu Ji
An kalau dia hampir selesai menemukan pabrik OEM dan mengurangi budgetnya
secara signifikan agar investor setuju menanamkan modal mereka.
“Aku akan segera mendapatkan
investasinya dan menjadi mandiri. Percayalah padaku.” Ucap Do Kyung.
Tapi Ji An tidak merespon
perkataan Do Kyung. Ia berjalan duluan sambil berkata, bakpao nya enak. Do
Kyung pun tersenyum dan menyusul Ji An.
Do Kyung dan Ji An sampai di
rumah kos dan bertemu Hyuk yang baru selesai mandi. Setelah mengucapkan selamat
malam pada Ji An, Do Kyung masuk ke kamarnya.
Ji Soo memakan banyak camilan dan berkata pada dirinya sendiri kalau ia pasti bisa melakukannya. Seohyun mendengarnya dan bertanya apa Ji Soo akan mengikuti kompetisi. Ji Soo bilang, kalau dia hanya sedang membuat resolusi saja.
“Kau dicampakkan bukan?” tanya
Seohyun.
“Apa... apa...? Apa maksudmu?”
tanya Ji Soo panik.
“Aku mendengarmu menangis
beberapa hari lalu dan matamu sembab. Aku juga pernah merasakannya.” Jawab
Seohyun.
“Apa kelihatan jelas?” tanya
Ji Soo.
“Jadi kau mengatakan pada
dirimu bahwa kau bisa melupakannya?” tanya Seohyun.
“Aku berlatih untuk
melupakannya dengan cara yang keren. Aku juga berharap dia bahagia.” Jawab Ji
Soo.
“Kau juga mengharapkan
kebahagiaannya?” tanya Seohyun.
Ji Soo pun memberitahu Seohyun
apa yang akan ia katakan pada Hyuk.
“Aku sama sekali tidak
menyukaimu. Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Jadi aku berharap kau
bahagia bersama orang yang kau sukai sejak lama.” Ucap Ji Soo.
Paginya, Hee keluar dari kamar
dan menemukan suaminya sedang memasak. Boss Kang tanya, kenapa Hee bangun pagi
sekali. Hee bilang, ia takut Boss Kang tiba-tiba pergi.
“Aku tidak akan kemana-mana.
Aku akan berada di tempat yang bisa kau lihat.” Jawab Boss Kang membuat Hee
tersipu.
Hee lalu memeluk Boss Kang.
“Apa yang kau masak? Sudah
kubilang jangan memasak.” Ucap Hee.
“Aku tidak bisa tidur.” Jawab
Boss Kang.
“Besok aku yang akan memasak.”
Ucap Hee.
Hee kemudian menggelitik perut Boss Kang. Boss Kang pun menjatuhkan dirinya ke lantai dan meminta Hee berhenti menggelitiknya padahal Hee sudah berhenti menggelitiknya. Boss Kang pun sadar, lalu berdiri dan mengajak Hee makan dengan wajah serius. Hee pun tersenyum geli melihat ekspresi Boss Kang itu.
Ji Soo datang ke toko roti dan
Boss Kang memujinya sebagai asisten yang baik karena datang lebih awal. Boss
Kang lantas menyuruh Ji Soo mengemas roti yang akan matang sebentar lagi karena
dia mau mengantar Hee ke kafe. Hee pun berjanji akan membuatkan kopi untuk Ji
Soo sebagai gantinya.
“Jangan khawatir dan nikmati
saja kencan pagi kalian.” Ucap Ji Soo.
“Thank you, thank you.” Jawab
Boss Kang dengan suara imut.
Setelah mereka pergi, Ji Soo
pun bergumam kalau ia iri pada mereka. Lalu terdengar suara pintu dibuka. Ji
Soo pun langsung berkata, mereka belum buka tapi ucapannya terhenti karena yang
datang adalah Hyuk.
“Hyung tidak ada?” tanya Hyuk.
“Dia mengantar Woo Hee ke
kafe.” Jawab Ji Soo.
“Jadi kita bisa bicara disini?
Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba melakukan ini padaku, Ji Soo.
“Apa yang kulakukan?” tanya Ji
Soo.
“Kau bilang tidak menyukaiku.
Kenapa kau mengatakan itu? Apa aku melakukan kesalahan padamu?”tanya Hyuk.
“Aku tidak tahu kau sangat
lambat dalam berpikir. Sudah kukatakan, aku tidak punya alasan apapun.” Jawab
Ji Soo.
Hyuk pun maju, mendekati Ji
Soo. Ji Soo hanya bisa mundur sedikit, karena di belakangnya ada meja kasir.
“Tidak. Ada alasannya.
Perasaan seseorang tidak mungkin berubah dalam semalam.” Ucap Hyuk.
“Itu karena aku sudah punya
pacar. Bukannya aku tidak menyukaimu. Aku hanya tidak tertarik padamu.” Jawab
Ji Soo sambil memejamkan matanya berkali-kali dan menghindari tatapan Hyuk.
“Kau sudah punya pacar?” tanya
Hyuk.
“Benar. Dia sudah lama
mengejarku. Ngomong-ngomong Tuan Sun, apakah salah jika gadis sepertiku tidak
menyukaimu?” tanya Ji Soo.
Suara oven berbunyi. Ji Soo pun langsung menjadikan itu sebagai alasan untuk meninggalkan Hyuk. Hyuk terdiam dan menatap Ji Soo dari belakang dengan tatapan sedih.
Tuan Choi yang sedang bersiap ke kantor, bertanya pada istrinya apakah sang istri tidak akan ke kantor.
“Aku merasa Do Kyung akan
pulang. Dia tidak bisa datang ke kantor, jadi kupikir dia akan datang ke
rumah.” Jawab Nyonya No.
Dan benar saja! Ponsel Nyonya No berdering setelah itu. Telepon dari Do Kyung. Tuan Choi tetap ke kantor karena ada rapat.
“Dia bilang tidak tertarik
sama sekali padamu tapi dia langsung menghubungimu, bukan?” tuduh Nyonya No.
“Bukan Ji An yang
memberitahuku, tapi seseorang di kafe. Kudengar, ibu menemui Ji An.” Jawab Do
Kyung.
“Mereka semua berhubungan
dengan Ji An.” Ucap Nyonya No.
“Tapi darimana ibu tahu?” tanya
Do Kyung.
“Ji An bilang, dia tahu ibu
bisa mencari tahu. Kau ingin tahu apa yang dikatakan Ji An?” ucap Nyonya No.
“Ibu pasti terkejut. “ jawab
Do Kyung.
“Aku tidak percaya ini.” Ucap
Nyonya No.
“Ji An tidak menerimaku, tapi
tetap saja aku meninggalkan rumah. Pasti mengejutkan.” Jawab Do Kyung.
“Apa kau berencana hidup
mandiri dan memulai bisnismu sendiri?” tanya Nyonya No.
Do Kyung mengiyakan.
“Apa kau akan keluar rumah
jika bukan karena Ji An? Apa kau akan tetap mencari cara bahagia dengan jalanmu
meski tanpa Ji An?” tanya Nyonya No lagi.
“Tidak. Aku ingin melakukannya
bersama Ji An.” Jawab Do Kyung yakin.
“Pada akhirnya kau melakukan
itu demi seorang wanita. Jangan mencoba menutupinya. Apa menurutmu aku terlihat
lucu? Apa menurutmu aku sedang bercanda?”
Do Kyung pun mengingatkan
kalau dulu sang ibu menyukai dan menerima Ji An. Nyonya No pun berkata, itu
karena dia mengira Ji An adalah putrinya. Dia menyayangi Ji An karena Ji An
putrinya.
Do Kyung : Tapi itu bukan salah Ji An.
Nyonya No : Apa?
Do Kyung : Tolong pikirkan
tentang Ji An nya saja.
Nyonya No : Seo Ji An saja?
Kenapa aku harus melakukannya? Dia bahkan tidak pantas disebut namanya.
Do Kyung : Dia seseorang yang
sangat berharga bagiku.
Nyonya No : Apa kau sudah
berhasil memenangkan hatinya? Apa kalian sudah pacaran?
Nyonya No lalu memberitahu Do
Kyung apa yang dikatakan Ji An padanya. Do Kyung terkejut.
Nyonya No : Dia satu-satunnya
orang yang menolak keluarga kita. Dia sangat berani dan kasar. Dia bicara
dengan jelas tanpa terintimidasi. Jika ini adalah pertunjukan, kalian berdua
pasti sudah merencanakan ini bersama-sama.
Do Kyung : Kami tidak pernah
melakukan itu.
Nyonya No pun tidak terima
kalau Do Kyung harus meninggalkan segalanya padahal cinta Do Kyung bertepuk
sebelah tangan. Nyonya No mengingatkan Do Kyung sebagai pewaris Haesung.Tapi Do
Kyung tetap dengan keputusannya. Nyonya No lalu mengajak Do Kyung kembali
sebelum CEO No tahu wanita itu Ji An. Tapi Do Kyung kekeuh dengan keputusannya.
Do Kyung lantas pamit. Sebelum
pergi, ia melarang ibunya menemui Ji An lagi.
Di jalan pulang, Do Kyung
memikirkan ucapan Ji An yang disampaikan ibunya tadi dengan raut wajah sedih.
Ji An sendiri sedang membaca pengumuman kontes desain dimana pemenangnya akan dapat beasiswa. Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari Do Kyung.
Mereka lalu bertemu di kafe.
“Aku baru saja menemui ibuku. Apa
yang kau katakan kepadanya?” tanya Do Kyung.
“Kurasa dia pasti mengatakan
hal yang kusampaikan. Dia sudah tahu kau akan menanyaiku seperti ini.” Jawab Ji
An.
“Lantas kau sungguh mengatakan
semua itu? Bahwa tidak ada hubungan apa pun di antara kita berdua. Serta
nantinya tidak akan terjadi apa-apa.” Tanya Do Kyung.
“Itulah yang kurasakan. Sudah
kubilang sebelumnya.” Jawab Ji An.
“Tidak bisakah kau memercayaiku dan memberanikan diri? Kau bisa menghindarinya dengan menyuruhnya bertanya kepadaku tentang segalanya.” Ucap Do Kyung.
“Bertanya kepadamu? Apa
maksudnya itu? Berarti aku akan menerimamu?” tanya Ji An.
“Aku berusaha keras di sini. Aku
berusaha amat keras. Aku pergi dari rumah dan berusaha mandiri. Aku melakukan
semua ini untukmu. Tidak bisakah kau melihatnya? Kau tahu itu. Kau tahu
segalanya.” Ucap Do Kyung.
“Aku tahu. Sungguh. Tapi aku
tidak bisa memahami ini. Jika hatimu di tempat yang benar dan kau berusaha
keras karenaku, haruskah aku menuruti keinginanmu? Kenapa?” tanya Ji An.
“Karena kau juga menyukaiku. Karena
posisi kita sama.” Jawab Do Kyung.
“Aku menyukaimu, tapi tidak
ingin berurusan denganmu.” Ucap Ji An.
“Aku di sini. Kenapa kau tidak
bisa melakukan itu? Aku di sini untuk melindungimu. Aku bekerja keras untuk
mandiri dari orang tua dan kakekku.” Jawab Do Kyung.
“Ya.” Jawab Do Kyung lantang.
“Kubilang bukan itu mauku. Aku
sudah pernah menjadi bagian dari keluargamu. Jadi, aku tahu aturan keluarga. Aku
tahu apa yang akan mereka minta dariku dan aku harus menaati aturan itu. Bukan
itu mauku.” Ucap Ji An.
“Kenapa kamu amat membencinya?”
tanya Do Kyung.
“Karena aku harus hidup
sebagai orang lain. Kau bilang kepadaku bahwa kau tidak mau hidup sebagai
bagian dari keluarga Haesung. Itulah alasanmu pindah untuk mandiri.” Jawab Ji
An.
“Maksudku, aku akan begitu jika
kembali tanpamu. Sekarang keadaannya berubah. Ji An, raihlah tanganku. Tolong
percayalah kepadaku.” Pinta Do Kyung.
“Kenapa aku harus percaya
kepadamu? Haruskah aku meraih tanganmu. Kenapa? Karena kau kaya? Aku tidak
butuh. Aku tidak menyukainya karena kau kaya. Aku baru saja mulai bahagia. Aku
baru mulai belajar rasanya hidup santai. Di sini. Sekarang.” Jawab Ji An.
“Apakah kebahagiaanmu memotong
kayu di toko mebel? Bagaimana bisa itu membuatmu bahagia? Kau bekerja amat
keras untuk menjadi pegawai tetap. Kubilang, aku akan mengakhiri itu untukmu.”
Ucap Do Kyung.
“Kenapa kau marah kepadaku?
Kau tidak berhak marah. Kenapa menurutmu yang miskin harus terus mendengarkan
yang kaya? Apa aku tidak berhak menolak Haesung? Apakah salah tidak menyukaimu karena
kau ahli waris Haesung? Aku memang bekerja keras hanya untuk menjadi pegawai
tetap dahulu. Tapi tidak lagi. Aku sudah melewati hidup dan mati. Jadi, aku
tahu sekarang. Aku tahu. Posisiku, jati diriku, dan di mana aku bisa bahagia.”
Jawab Ji An.
“Kau serius?” tanya Do Kyung.
“Jadi, tolong berhenti dan
kembalilah. Aku terus merasa bersalah. Sulit
melihatmu berjuang.” Jawab Ji An.
Ji An lalu beranjak pergi
dengan alasan harus kembali bekerja.
Do Kyung yang masih duduk di
kafe juga sama sedihnya.
Tuan Seo kembali ke rumah
lamanya dan menempelkan di dinding tulisan yang berbunyi..
“Namaku Seo Tae Soo. Kuharap ini
tidak akan terjadi, tapi jika anda menemukanku kolaps di lantai, tolong hubungi
Rumah Sakit Hyangrim atau Bu Yang Mi Jung.”
Di kantornya, Ji Tae menerima
telepon dari Seok Doo yang mengabari soal kondisi ayahnya. Seok Doo bilang,
Tuan Seo menunjukkan gejala kanker perut dan menyuruh Ji Tae membawa Tuan Seo
ke rumah sakit.
Hae Ja menemukan Tuan Seo yang
sedang kesakitan di depan rumah. Hae Ja mau menghubungi ambulance, tapi
dilarang Tuan Seo. Tuan Seo berkata, ia baik2 saja dan buru2 masuk ke rumah.
Ketika ponsel Nyonya Yang
berdering, Ji Soo lekas bersembunyi. Tangis Ji Soo pecah.
Hae Ja lah yang menghubungi Nyonya Yang untuk mengabari kondisi Tuan Seo. Hae Ja bilang, kalau awalnya ia tidak percaya saat Seok Doo bilang Tuan Seo menunjukkan gejala kanker perut.
“Dia menunjukkan gejala Seok
Doo?” tanya Nyonya Yang kaget.
Ji Soo berdiri sejenak,
menatap bangunan restoran.
“Ibuku amat bersemangat. Dia
baik-baik saja tanpaku.” Ucap Ji Soo.
Saat hendak pergi, tiba2 saja
seseorang menabraknya dari belakang. Ji Soo terkejut melihat seseorang yang
menabraknya adalah ibunya. Nyonya Yang tidak menyadari yang ia tabrak adalah Ji
Soo karena sedang terburu-buru. Ji Soo melihat ibunya masuk ke dalam taksi.
“Kenapa dia tidak mengenaliku?”
tanya Ji Soo heran.
Tuan Seo tidur sampai malam. Saat terbangun dan keluar kamar, ia mendapati Ji Tae, Ji Ho dan Nyonya Yang duduk diluar.
“Seok Doo meneleponku.” Ucap
Ji Tae.
“Kau muntah-muntah dan sakit
perut. Dia rasa itu gejala kanker perut. Dia bilang sebaiknya kau ke dokter.”
Jawab Nyonya Yang.
“Astaga, dia pasti sudah
hilang akal.” Ucap Tuan Seo.
“Nenek juga meninggal karena
kanker perut.” Jawab Ji Ho.
“Itu bukan hanya beberapa
kali. Ji Ho melihatnya dan ibu juga menyadarinya. Serta tadi, Bibi Hae Ja juga
melihatnya.” Ucap Ji Tae.
“Dia bicara omong kosong hanya
untuk menimbulkan masalah. Ayah baik-baik saja.” Jawab Tuan Seo.
“Mari pergi ke UGD bersama
kami.” Ajak Ji Tae.
“Ayah sudah diperiksa agar
bisa naik kapal. Ayah hanya radang perut.” Jawab Tuan Seo.
“Lantas, tunjukkan hasilnya. Untuk
melihat apa hasil tesnya benar.” Ucap Ji Tae.
“Untuk apa ayah menunjukkan
hasil pemeriksaan ayah?” tanya Tuan Seo.
“Kenapa kalian mau melihat
hasil tes fisikku?” tanya Tuan Seo.
“Karena kami khawatir.” Jawab Ji
Tae.
“Kenapa kalian khawatir? Kenapa
kalian peduli? Ayah bilang ayah baik-baik saja. Apa hak kalian bertanya?” sewot
Tuan Seo.
“Bagaimana bisa kau bilang
kami tidak berhak? Kita keluarga.” Jawab Nyonya Yang.
“Kenapa kita keluarga? Sudah
kubilang, kita hidup sendiri-sendiri. Jangan ikut campur urusan ayah. Ayah
tidak akan meminta kalian membayar biaya dokter. Hentikan.” Ucap Tuan Seo.
“Jangan bilang begitu. Ini
bukan soal biaya dokter.” Jawab Ji Tae.
“Lantas, kenapa ribut-ribut?”
tanya Tuan Seo.
“Appa, jika ayah terlalu
sensitif, kami juga akan kesulitan.” Jawab Ji Ho.
“Abeoji, apakah ayah marah
karena aku berniat beremigrasi dan pindah?” tanya Ji Tae.
“Apa tidak pernah terlintas di
benakmu alasan kami begitu dan apa yang kami pikirkan? Jika ayah lebih kaya,
kau bukan hanya akan menyebutkan emigrasi, tapi juga membahasnya dengan ayah. Jika
ayah mampu membayar biaya kuliah, akankah kau tidak bilang sebelum menyerah? Tidak,
kau tidak akan menyerah.” Jawab Tuan Seo.
“Ji Tae-ya, tahukah kau betapa
riang dan pengertiannya dirimu? Setelah kebangkrutan, kau menjadi pendiam
setiap kali pulang. Kau berhenti tersenyum dan tidak bicara dengan ayah.
Kau juga tidak pernah menatap
ayah.” Ucap Tuan Seo.
“Itu karena aku masih syok.”
Jawab Ji Tae.
“Ayah tahu itu. Kita berubah
dari kaya menjadi miskin dalam sehari. Bagaimana bisa kau tersenyum soal itu?
Kau mengkhawatirkan masa depanmu, kesal, dan membenci ayah.” Ucap Tuan Seo.
“Lantas, kenapa mengeluh?”
tanya Ji Tae.
“Hanya karena ayah tahu dan
memahami kalian semua, bukan berarti ayah tidak merasa putus asa. Ayah merasa
amat buruk. Ayah tidak tahu harus berbuat apa. Ayah merasa buruk, tapi tidak
punya tenaga untuk menenangkan kalian. Jadi, ayah takut di dekat kalian. Ji
Tae, Ji An, Ji Soo, Ji Ho, dan kau...” Tuan Seo melirik Nyonya Yang.
“... Tidak ada yang bicara,
membahas apa pun, atau mengobrol dengan ayah. Kalian semua hanya tersenyum. Ayah
berpura-pura tidak peduli dan ikut tersenyum. Tapi sekarang ayah muak
berhati-hati di sekitar kalian. Sekarang ayah tahu ayah orang tua yang tidak
berguna dan tidak berarti. Serta suami yang tidak tepercaya. Jadi, ayah akan
menjalani hidup ayah sendiri sekarang. Ayah akan menghasilkan uang di kapal
nelayan dan melakukan semua yang dahulu tidak bisa ayah lakukan. Jadi, jangan
mencampuri hidup ayah sekarang.” Ucap Tuan Seo.
Tuan Seo lalu masuk kembali ke
kamarnya. Ji Ho heran kenapa ayahnya tidak menunjukkan saja hasil tesnya.
“Kau akan tetap marah sampai
pergi?” tanya Nyonya Yang.
“Apa pedulimu? Kini kau tidak
berarti bagiku. Saat pasangan kehilangan rasa percaya, kita sama saja seperti
orang asing.” Jawab Tuan Seo.
“Kubilang aku minta maaf.”
Ucap Nyonya Yang.
Tapi Tuan Seo tidak
mempedulikan permintaan maaf Nyonya Yang dan terus bermain gitar.
0 Comments:
Post a Comment