Di ruangannya, Jin Eon sedang menatap surat pemberitahuan rapat
pemegang saham dengan agenda permohan pemberhentihan Presdir dan Wakil Presdir.
Tak lama kemudian, Tae Seok datang menerobos masuk ke ruangannya dan langsung
melabraknya.
“Apa yang kau rencanakan. Aku mengerti kau akan menghentikan
pemecatan untuk daftar suap para jaksa. Aku pikir perjanjian kita sudah
selesai! Sekarang kau menipuku dengan rapat pemegang saham!” ucap Tae Seok.
“Entah kau percaya atau tidak, bagaimana kalau itu bukan aku? Aku
sedikit terkejut hanya dengan melihatnya. Pemecatan Presdir dan bahkan
pemecatan Wakil Presdir. Pada saat seperti ini, sepertinya aku bisa menjadi Presdir.”
Jawab Jin Eon.
Tae Seok marah, ia menggebrak meja Jin Eon juga menatap Jin Eon dengan
tatapan elang.
“Situasi tidak masuk akal seperti itu tidak akan terjadi, Adik Ipar.”
Ucap Tae Seok.
“Itu benar, tapi karena ini adalah pertarungan saham, tidak
diperlukan Direktur. Aku rasa, aku bisa dengan mudah menyingkirkanmu dan
mengambil posisimu.” Jawab Jin Eon.
“Lupakan pembicaraan menggelikan ini. Meski kau menggabungkan
sahammu dan Do Hae Gang, kau tidak bisa memecatku. Ayah berada di pihakku, kau
tahu? Untuk melindungi Cheon Nyeon darimu, dia menarik pisaunya, aku sebagai
pisaunya.” Ucap Tae Seok.
“Saham ayah bahkan tidak mencapai 1%.” Jawab Jin Eon.
“Ada saham ibu mertua.” Ucap Tae Seok.
“Oh, saham ibuku? Aku rasa itu benar. Seperti yang kau katakan,
aku rasa kita harus melihatnya.” Jawab Jin Eon.
“Sebelum melihatnya, aku sudah mengetahuinya. Aku baru saja
menarik saham yang dikumpulkan Do Hae Gang secara rahasia. 3.2%, aku menang,
Adik Ipar! Pecat Wakil Presdir! Batalkan pemecatan Presdir! Aku tidak pernah
berpikir untuk menyerahkan posisiku pada siapapun, Adik Ipar!” ucap Tae Seok.
“Apa yang harus kita lakukan? Aku berencana mengambil posisimu.”
Jawab Jin Eon.
“ Ayah berada di pihakku, bukan memihak anaknya.” Ucap Tae Seok.
“Ayahku, berubah pikiran, Kakak Ipar. Dia bilang akan membayar
semua kesalahannya.” Jawab Jin Eon.
Tae Seok kaget, apa?
“Sekarang, kau tinggal menunggu giliranmu.” Jawab Jin Eon.
“Benarkah? Dia menyerahkan diri?” tanya Tae Seok tidak percaya.
“Benar.” jawab Jin Eon.
Tae Seok langsung pucat. Detik itu, ia tidak bisa berkata apa2
lagi. Ya, ia terguncang. Dengan wajah terguncang, ia kembali ke ruangannya dan
terkejut melihat Hae Gang di sana. Hae Gang berkata, ia datang untuk
menyerahkan surat resign nya.
Tae Seok pun semakin terguncang. Hae Gang lantas meletakkan surat
resign-nya itu di atas meja Tae Seok. Sebelum meninggalkan ruangan Tae Seok,
Hae Gang menunjukkan lembar saham yang sempat diberikan Tae Seok pada pria itu.
Tae Seok makin terguncang.
“Aku dapat menjualnya dengan harga tinggi, bagaimana aku harus
berterima kasih padamu? Aku akan mempergunakannya dengan baik.” Ucap Hae Gang.
Hae Gang lalu beranjak keluar dari ruangan Tae Seok. Sepeninggalan
Hae Gang, Tae Seok pun terduduk lemas di lantai….
Hae Gang pergi ke kantor polisi daerah Mapo. Ia memutar rekaman
pengakuan Tae Seok itu di hadapan petugas.
“Orang yang terakhir
kali bertemu dengan Do Hae Gang sebelum dia mati adalah Dokgo Yong Gi!”
Hae Gang pun teringat ke saat2 Yong Gi melarikan mobilnya. (Epi 1,
saat itu Hae Gang baru saja bercerai dari Jin Eon. Hae Gang yang mau bertolak
ke China, singgah di rest area. Tanpa ia sadari, seseorang yang berwajah mirip
dengannya keluar dari gedung rest area. Tapi Hae Gang yang sibuk dengan
ponselnya tidak menyadari kehadiran seseorang yang mirip dengannya, begitu pula
Yong Gi yang asyik bicara dengan neneknya di telepon tidak menyadari kehadiran
Hae Gang. Hae Gang marah, ia membanting ponselnya begitu melihat foto2
kemesraan Seol Ri dan Jin Eon di medsos yang memang sengaja dipamerkan Seol Ri
agar Hae Gang melihatnya. Yong Gi terkejut melihat alat pelacak yang terpasang
dibagian bawah mobilnya. Yong Gi yang ketakutan pun, diam2 menyelinap masuk ke
mobil Hae Gang. Yong Gi lalu melarikan mobil Hae Gang namun sebelum pergi, ia
sempat menjatuhkan kunci mobil dan kartu identitasnya).
“Adik Ipar mencari
tahu tentang Pudoxin dan Do Hae Gang. Dia sedang menjadikan aku target sekarang.”
Hae Gang kemudian teringat saat dirinya mengalami kecelakaan. Mobil Yong Gi yang dikendarainya
jatuh ke sungai. (Hae Gang pun mengejar mobilnya dengan mobil Yong Gi. Namun
tiba2 saja, mobil Yong Gi kehabisan bensin saat tiba di pinggir sungai. Hae
Gang kemudian melihat kartu identitas Yong Gi. Saat itulah, sebuah truk yang
melaju kencang di belakangnya menubruk mobil Yong Gi dan jatuh ke sungai).
“Kalau dia tahu aku
membunuh Do Hae Gang bukannya Dokgo Yong Gi…. Kalau Adik Ipar tahu… Kita tidak
bisa membiarkan Moon Tae Joon dan Dokgo Yong Gi tetap hidup. tidak akan pernah!
Kalau mereka berdua masih hidup, aku yang akan mati! Aku yang akan mati!”
Dan terakhir, Hae Gang ingat saat Lee Jung Man menusuknya di depan
rumah Seok.
Hae Gang lantas menyuruh Detektif menangkap Tae Seok.
“Kau harus menangkapnya dan menghentikan perbuatan jahatnya. Kau harus
menghentikannya kali ini dan menghentikan langkahnya. Dengan begitu semuanya
akan berakhir.” Ucap Hae Gang.
Tae Seok yang baru tiba di rumah, langsung menuju ke ruangan
Presdir Choi. Jin Ri yang baru saja turun ke bawah pun menatap Tae Seok dengan
tatapan heran. Setibanya di ruangan Presdir Choi, Tae Seok melihat Presdir Choi
yang duduk diam di sana. Ia perlahan2 mendekati Presdir Choi, kemudian
mengangkat kedua tangannya dan bersiap mencekik Presdir Choi.
“Apakah tanganku akan menuju ke bahu atau leher ayah, itu
tergantung dari jawaban ayah. Apa kau memutuskan untuk membayar dosa-dosamu?”
tanya Tae Seok.
Presdir Choi membenarkan.
“Kenapa? Bagaimana dengan aku dan kenapa tiba-tiba?” tanya Tae
Seok sambil terus mengarahkan tangannya yang gemetaran ke leher Presdir Choi.
“Aku tahu. Aku selamat setelah melakukan semuanya, tapi aku bisa
melepaskannya setelah aku memutuskannya. Aku rasa, aku terlalu lama bergantung
pada dinding waktu dan bertahan di sana. Rasanya bebas, lumayan bebas. Kau
harus merelakannya, seperti aku.” jawab Presdir Choi
"Meskipun kau pergi, kau harus membebaskan aku sebelum kau pergi. Bukankah
kau sudah berjanji padaku?” ucap Tae Seok.
“Aku tahu, maaf aku tidak bisa memenuhi janjiku.” Jawab Presdir
Choi.
“Satu kali telpon akan bisa melakukannya.” Ucap Tae Seok.
“Aku tidak mau merangkak ke dinding batu itu dan melakukan
perbuatan dosa lagi. Terutama demi kebaikanmu.” Jawab Presdir Choi.
Air mata Tae Seok seketika meleleh. Ia pun mau mencekik Presdir
Choi, tapi tepat saat tangannya akan mencengkram leher Presdir Choi, Presdir
Choi langsung berdiri dan menatap ke arahnya.
“Karena kau ragu, aku menunggu dan memberimu kesempatan, tapi
orang yang tidak bisa mencekikku adalah kau. Itulah dirimu. Kau selalu
kehilangan kesempatan dan waktu yang tepat. Kau terlalu lemah, kalau kau mau
mencekikku, cepat lakukan. Kalau tidak bisa, maka pergilah. Ada banyak hal yang
harus ku kerjakan.” Ucap Presdir Choi.
Jin Ri berdiri di depan ruangan ayahnya. Ia memungut mantel Tae
Seok di lantai, dan hendak masuk, tapi mengurungkan niatnya masuk karena
mendengar kata2 Tae Seok.
"Sepatumu, itu adalah tugasku untuk membuatnya mengkilap setiap
pagi. Ayahku membersihkan mobilmu dan aku duduk di samping mengelap sepatumu. Kau
tahu apa yang paling aku suka dari membersihkan sepatumu? Meludah. meludah.
meludah. Dengan begitu aku bisa meludahkan isi hatiku.” Ucap Tae Seok.
“Siapa kau?” tanya Presdir Choi.
“Aku adalah semut. Aku adalah semut yang berada di sepatumu. Meski
aku melakukan yang terbaik untuk hidup dibawah kakimu, kau tidak tahu aku hidup
di sana dan bahkan jika kau membunuhku, kau tidak tahu aku mati di sana. Ayahku,
mati membeku, tapi kau tidak ingat, benarkan?” jawab Tae Seok.
Tangis Tae Seok pecah…. Presdir Choi bingung, Apa?
“Dia memintamu untuk menyelamatkannya. Semalaman, dia berlutut di
depan rumahmu. Menundukkan kepalanya, pada malam yang dingin sampai sungai Han
bisa membeku. Saat aku keluar subuh-subuh untuk membersihkan sepatumu, Ayahku
sedang berlutut. Dengan kepalanya menunduk, dan mati seperti itu. Dia membeku
sampai aku tidak bisa membaringkannya dengan nyaman.” Jawab Tae Seok.
“Kalau begitu... orang... yang memasok bahan pembuatan obat…?”
tanya Presdir Choi.
“Ya. Melihat ke masa lalu... Pelayan bodoh yang melakukan semua
jenis pekerjaan. Yang tidak pernah diminta, dan bahkan membawa-bawa anaknya.”
Jawab Tae Seok.
“Jadi, karena ayahmu kau menikah dengan Jin Ri?” tanya Presdir
Choi.
Tae Seok membenarkan. Jin Ri yang mendengar itu diluar pun
terhenyak.
“Untuk mengambil Cheon Nyeon darimu. Aku menginginkannya, jadi aku
merencanakannya. Bahkan mengkhianati wanita yang aku cintai. Aku tidak pernah
sekalipun mencintai putrimu. Dan aku tidak pernah sekalipun menganggap dia
sebagai wanita. Sangat mudah menangkapnya. Aku berhutang banyak pada puterimu.”
Ucap Tae Seok.
“Keluar! Keluar dari rumahku!” teriak Presdir Choi. Tapi Tae Seok
malah berjalan mendekatinya.
“Kau bisa melepaskannya kalau kau memutuskannya? Kau bilang merasa
bebas? Bagaimana dengan aku? Lalu bagaimana dengan aku?” tanya Tae Seok.
“Apa yang akan kau lakukan? Kau pikir aku akan menutup mata kau
melakukan ini?” ucap Presdir Choi.
“Kalau kau tidak pernah berpikir untuk menyelamatkan aku, maka
bunuh saja aku ayah. Aku lebih baik mati daripada membusuk di penjara selamanya.”
Jawab Tae Seok.
“Dasar gila.” ucap Presdir Choi, lalu beranjak ke pintu.
“Aku akan membuat kau tidak bisa bebas. Aku akan membuat kau tidak
bisa mengakhirinya dan bebas!” ucap Tae Seok.
Begitu membuka pintu, Presdir Choi terhenyak melihat putrinya yang
berdiri di depan pintu dengan berlinangan air mata. Jin Ri menatap Tae Seok
dengan tatapan terluka, dan Tae Seok? Dia hanya menatap lirih Jin Ri.
Gyu Seok yang baru masuk kamarnya sepulang bekerja, menemukan selembar
surat di atas kasurnya. Ia tersenyum melihat gambar Woo Joo di surat itu. Dalam
surat itu, Woo Joo menggambar sebuah keluarga. Kemudian, dibawah gambar itu…
ada tulisan…
“Kami datang kemari
seperti bongkahan es, tapi berkat kau, kami pergi dengan hangat….”
Kita lalu diperlihatkan ketika Yong Gi dan Woo Joo membuat surat
itu.
“Terima kasih telah
memberikan hadiah pada Woo Joo, berupa kenangan indah. Dan juga, karena memilih
profesi yang tidak menghasilkan banyak uang, tapi memilih pekerjaan dengan
bayaran rendah pada penelitian penyakit. Aku benar-benar menyukaimu, Profesor. Kami
sangat berterima kasih! Kami tidak akan melupakanmu dan selalu mengingatmu. Jaga
kesehatanmu, Profesor Min.”
Gyu Seok lalu melihat dua hadiah yang sudah dipersiapkannya untuk
Yong Gi dan Woo Joo.
Sementara itu, Nyonya Kim tampak sibuk membungkus ikan kering. Tak
lama kemudian, ia menyadari dirinya lupa membeli rumput laut kering. Nyonya Kim
pun bangkit dari duduknya. Saat itulah, tanpa sengaja ia melihat Gyu Seok yang
berdiri diam sambil menatap ke arah kamar putrinya.
Setelah diam beberapa saat, Gyu Seok akhirnya memberanikan diri
masuk ke kamar Yong Gi. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu meminta izin masuk.
Woo Joo lah yang menyahut, menyuruh Gyu Seok masuk. Begitu masuk, Gyu Seok
heran karena tidak menemukan Yong Gi di sana.
“Apa kau sendirian, Woo Joo? Kenapa aku tidak melihat ibumu?”
tanya Gyu Seok.
“Profesor, cobalah cari dimana ibuku.” Suruh Woo Joo.
“Hmmm, apakah dia di kamar mandi?” tanya Gyu Seok.
“Dia tidak dikamar mandi.” Jawab Woo Joo.
“Kalau begitu dia pasti keluar sebentar.” Ucap Gyu Seok.
Gyu Seok lantas bertanya, Ibumu bilang akan mengirim
barang-barangmu besok, apa kau sudah berkemas?
Woo Joo mengangguk. Woo Joo lantas melirik ke arah tas barang yang
teronggok di dekat meja. Gyu Seok pun berkata bahwa sudah lama ia tidak melihat
tas imigrasi.
“Tas imigrasi?” tanya Woo Joo.
“Ya. Waktu aku di Amerika, orang-orang membawa tas seperti itu dan
belajar ke seluruh dunia. Tapi temanku yang bodoh masuk ke dalam dan
bersembunyi di sana.” Jawab Gyu Seok.
Tiba2 saja, tas barang itu bergerak2 dari dalam. LOL LOL… Si Gyu
Seok kayaknya tau nih Yong Gi ngumpet di sana…
“Teman bodoh?” tanya Woo Joo sambil menatap Gyu Seok.
“Aku membawa hadiah untuk ibumu dan kau, Woo Joo. Tapi karena
ibumu tidak ada di sini, pertama-tama untuk Woo Joo dulu.” Jawab Gyu Seok, lalu
memberikan hadiah yang paling besar.
Woo Joo berseru senang.
“Apa kau tidak penasaran apa hadiahmu?” tanya Gyu Seok.
“Aku penasaran, sangat penasaran.” Jawab Woo Joo.
“Karena aku tidak mau tanganmu terluka, bolehkan aku membukanya
untukmu?” tanya Gyu Seok.
Woo Joo mengangguk. Gyu Seok pun membantu Woo Joo membuka
hadiahnya. Woo Joo langsung sumringah melihat hadiah boneka barbie nya. Woo Joo
kemudian menatap tas barang itu dan menyuruh ibunya keluar dari sana.
“Woo Joo-ya. Woo Joo? Buka
tasnya, Woo Joo. Buka risletingnya. Kau harus membukanya supaya ibu bisa
keluar. Buka tasnya Woo Joo. Cepat buka risletingnya, kau harus membukanya
supaya ibu bisa keluar!” jawab Yong Gi.
Gyu Seok yang memang sudah tau sejak awal kalau Yong Gi ngumpet di
sana pun hanya senyum2 geli mendengar kata2 Yong Gi. Sementara itu, Yong Gi
terus meminta Woo Joo membuka resleting tas nya. Tapi Gyu Seok malah
menjahilinya dengan mengangkat tas itu.
“Apa yang kau lakukan? Apa yang kau lakukan sekarang? Orang yang
ada di sini, keluarkan aku! Cepat!” protes Yong Gi.
Gyu Seok pun membuka resleting tasnya. Begitu keluar, Yong Gi
langsung sewot.
“Apa? Teman yang bodoh? Mereka berusaha membuat temannya tertawa,
bukan karena mereka ingin terlihat bodoh, kau tahu.” ucap Yong Gi.
“Aku benar. Banyak teman yang bodoh. Kenapa kau masuk kesitu?”
jawab Gyu Seok sambil tertawa geli.
Yong Gi pun makin kesal, tapi kekesalannya langsung hilang saat
Woo Joo bilang kalau ia juga dapat hadiah dari Gyu Seok. Gyu Seok pun
memberikan jatah Yong Gi sambil senyum2. Yong Gi menerima hadiahnya dengan
senang hati, tapi begitu melihat hadiahnya, ia langsung kesal. Hadiahnya
colokan listrik.. LOL LOL…
“Oh, di Amerika tegangan listriknya 110 volt, jadi kau pasti
memerlukan ini.Setelah memikirkan apa yang paling diperlukan Dokgo Yong Gi, aku
membeli ini dengan sepenuh hatiku, jadi bawalah ini.” ucap Gyu Seok.
Yong Gi pun langsung menarik napas kesal.
Diluar, Nyonya Kim berteriak, memberitahu Woo Joo kalau ia mau ke
supermarket. Woo Joo menyahut kalau dia mau ikut. Dan tak lama kemudian, ia
keluar dari kamar sambil membawa jaketnya.
“Apa yang dilakukan ibumu dan profesor?” tanya Nyonya Kim sambil
membantu Woo Joo pakai jaket.
“Ibu sedang marah dan profesor sedang berdiri.” Jawab Woo Joo.
“Kenapa ibumu marah? Aku melihat profesor membawa hadiah kesana.”
Ucap Nyonya Kim.
“Hadiah ku sangat bagus, tapi... hadiah untuk ibu sangat aneh.”
Jawab Woo Joo.
“Hadiah apa yang diberikan profesor pada ibumu?” tanya Nyonya Kim.
“Colokan listrik.” Jawab Woo Joo.
“Apa? Colokan apa?” tanya Nyonya Kim heran.
Di dalam, Yong Gi masih ngambek karena cuma dapat hadiah colokan
listrik. Gyu Seok pun penasaran kenapa Yong Gi marah padanya. Gyu Seok minta
Yong Gi menjelaskannya agar ia bisa memperbaiki kesalahannya.
“Kenapa memperbaikinya? Kita tidak akan saling bertemu lagi.”
Ketus Yong Gi.
“Apa yang kau bicarakan sebenarnya? Apa kita akan berpisah seperti
ini?” tanya Gyu Seok.
“Kita akan berpisah seperti ini, memangnya bagaimana lagi?” jawab
Yong Gi.
“Aku bisa mendengar semuanya.” ucap Gyu Seok.
“Memangnya kenapa kalau kau mendengarnya?” tanya Yong Gi.
“Aku mengerti, aku mengerti dengan jelas. Silahkan lanjutkan
berkemas-kemasnya.” Jawab Gyu Seok, lalu beranjak keluar dari kamar Yong Gi.
Yong Gi pun makin kesal.
Gyu Seok duduk di ruang tengah dengan wajah kesal. Tak lama
kemudian, Nyonya Kim dan Woo Joo pun pulang. Woo Joo pun langsung duduk di
samping Gyu Seok. Dan Nyonya Kim? Ia membongkar belanjannya dan mengajak Yong
Gi makan kue ikan bersama mereka.
“Kalau kau pergi ke Amerika, kau tidak bisa makan ini!” ucap
Nyonya Kim.
“Profesor, kenapa kami tidak bisa makan kue ikan kalau kami pergi
ke Amerika?” tanya Woo Joo.
“Karena tidak ada yang menjualnya.” Jawab Gyu Seok.
“Profesor, kau jenius, jenius!” ucap Woo Joo.
Tak lama kemudian, Yong Gi keluar dan terheran2 melihat Nyonya Kim
yang membeli banyak kue ikan. Nyonya Kim menyodorkan kue ikan itu ke Yong Gi
dan berkata bahwa ia memang sengaja membeli kue ikan banyak2 supaya Yong Gi
bisa makan banyak sebelum pergi. Yong Gi pun terdiam mendengarnya. Yong Gi lalu
mengambil kue ikan yang disodorkan Nyonya Kim padanya, tapi ia tak langsung
memakannya. Ia hanya diam dan memandangi kue ikan itu dengan penuh rasa haru.
“Apa ibu tidak memakannya?” tanya Woo Joo.
“Ibu akan makan, ibu harus memakannya. Nenek membelinya untuk kita.
Haruskah aku mencobanya?” jawab Yong Gi.
Yong Gi pun menggigit kue ikannya, tangisnya kemudian pecah. Gyu
Seok tertawa melihat tangisan Yong Gi. Yong Gi pun menatap bingung Gyu Seok.
Jin Eon yang sudah bersiap untuk pulang, tiba2 saja membeku
teringat kata2 ayahnya.
“Sekarang di farmasi
Cheon Nyeon, tidak akan ada Hae Gang dan ayah di sana, hanya tinggal kau saja. Hal
yang sama juga berlaku bagi ibumu. Mempercayaimu, dengan mempercayaimu, bisakah
aku pergi untuk membayar dosa-dosaku?” tanya Presdir Choi.
Jin Eon lantas keluar dari ruangannya. Diluar, ia bertemu dua
detektif yang mau menangkap Tae Seok. Jin Eon mengantarkan detektif itu ke
ruangan Tae Seok, namun ruangan itu gelap dan kosong. Jin Eon mengaku tidak
mengetahui keberadaan Tae Seok saat detektif menanyakan Tae Seok padanya.
Detektif itu kemudian pamit dan beranjak pergi.
Pandangan Jin Eon kemudian tertuju pada surat resign Hae Gang. Ia
pun mengambil surat resign itu dan terkejut saat membacanya.
Hae Gang masih menunggu di kantor polisi. Seorang detektif
kemudian mendekati Hae Gang dan menyuruh Hae Gang pulang. Ia berjanji akan
langsung menghubungi Hae Gang jika Tae Seok tertangkap.
“Setelah aku melihatnya dibawa kemari. Aku akan pergi setelah aku
melihatnya sendiri. Meski dia tertangkap, dia adalah seseorang yang akan
berusaha meloloskan diri bagaimanapun caranya. Aku akan menelpon seseorang
untuk membawa file rekaman suara Min Tae Seok. Tanpa menunggu Min Tae Seok,
mari kita mulai menganalisa suaranya. Untuk berjaga-jaga kalau seseorang dari
atas berusaha melakukan sesuatu. Aku akan memerintahkan anggota spesialisku
untuk menganalisanya dengan baik. Kalau seseorang berusaha memanipulasi
suaranya, dia harus bersiap untuk meninggalkan pekerjaannya.” Jawab Hae Gang.
Tae Seok duduk termenung di ranjangnya. Di belakangnya, tampak Jin
Ri yang sedang berbaring. Di tengah2 mereka, ada selembar surat. Surat perceraian!
Dengan wajah kecewanya, Jin Ri menyuruh Tae Seok menandatangani surat itu.
“Jangan membuat aku melihat wajah tidak tahu malu itu besok pagi. Jangan
pernah lagi muncul di hadapanku. Menghilanglah dari hidupku sekarang juga.”
ucap Jin Ri dingin.
Namun Tae Seok diam saja. Diamnya Tae Seok membuat Jin Ri emosi.
Dia langsung menatap tajam Tae Seok dan menyuruh Tae Seok bergegas
menandatangani surat cerai itu. Tae Seok tetap saja diam. Jin Ri semakin
berang. Ia bangun dari tidurnya, kemudian meletakkan surat cerai itu di tangan
Tae Seok.
“Kalau kau berhutang banyak padaku, maka sekali saja kau harus
membayarnya, dasar bajingan!” ucap Jin Ri.
Jin Ri pun pergi dari kamarnya. Tae Seok diam saja memandangi
surat cerai itu.
Mobil polisi tampak berhenti di depan kediaman Keluarga Choi!!
Jin Ri duduk di ruang makan sambil minum2. Ia kemudian terkejut
saat mendengar bunyi bel. Nyonya Hong yang melihat siapa yang datang dari layar
intercom pun terkejut mengetahui dua detektif datang untuk menangkap Tae Seok.
Tak lama kemudian, Jin Ri datang. Ia melarang Nyonya Hong membuka pintu. Nyonya
Hong pun iba dan memeluk Jin Ri. Tapi tiba2, Presdir Choi datang dan langsung
membuka pintu.
Nyonya Hong protes, Yeobooo!
“Apa kau mendengarnya? Kau adalah alatnya, alat untuk balas
dendamnya.” Ucap Presdir Choi pada Jin Ri.
Detektif Kim dan Detektif Song pun masuk. Begitu kedua detektif
itu masuk, Presdir Choi menyuruh mereka langsung ke kamar Tae Seok. Jin Ri
hanya bisa diam sambil menatap kesal ayahnya. Presdir Choi meminta obat pereda
nyeri pada Nyonya Hong agar ia bisa tidur lelap.
Tak lama kemudian, kedua detektif itu turun dengan tergesa2 dan
mengatakan bahwa Tae Seok tidak ada di atas. Nyonya Hong terkejut, begitu pula
dengan Jin Ri. Nyonya Hong mengaku tidak melihat Tae Seok keluar rumah.
Tae Seok sendiri tampak menyusuri sepanjang jembatan Sungai Han.
Tak lama kemudian, ia menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah sungai.
Tiba2 saja, kita melihat sepatu, dompet dan ponsel Tae Seok ada di
pinggir jembatan! Tidak diperlihatkan saat Tae Seok melompat ke bawah. Sebuah
surat terselip di dalam sepatunya.
Hae Gang masih menunggu di kantor polisi. Seorang detektif
menerima kabar tentang Tae Seok yang melarikan diri. Mendengar berita itu, Hae
Gang langsung bangkit dari duduknya.
“Kau bilang dia melarikan diri, maka kau tidak akan bisa
menangkapnya dengan mudah.” Ucap Hae Gang.
“Kami akan menangkapnya, kami pasti akan menangkapnya!” sewot si
detektif.
Bersamaan dengan itu, Produser Kim digiring masuk ke kantor
polisi. Produser Kim masih menyangkal dan mengaku tidak tahu apa2. Tak lama
kemudian, ia bertemu Hae Gang yang ingin beranjak meninggalkan kantor polisi.
Produser Kim langsung bersikap hormat pada Hae Gang.
“Ada saksi mata, Kim Hak Soo, meski kau tidak mengakuinya, ada
seseorang yang melihatmu.” Ucap Hae Gang mengejutkan Produser Kim.
Nyonya Hong dan Jin Eon masih menemani Jin Ri menunggu kabar Tae
Seok. Nyonya Hong mulai mengantuk setelah lama menunggu. Jin Eon menyuruh
ibunya tidur. Ia berjanji akan langsung membangunkan sang ibu begitu ada kabar
dari Tae Seok.
“Bagaimana aku bisa tidur dalam situasi seperti ini?” ucap Nyonya
Hong.
“Ayah tidurnya tenang sekali.” Jawab Jin Ri.
“Itu karena ayah minum obat.” Ucap Nyonya Hong.
Di kamarnya, Presdir Choi tampak tidur lelap.
Telepon di Kediaman Choi pun berdering. Jin Eon yang menjawab.
Sementara Nyonya Hong yang tak kuat menahan kantuk tertidur di sofa. Dan Jin
Ri, ia masih terjaga. Jin Eon terkejut saat Kepolisian Mapo mengabarkan tentang
Tae Seok yang bunuh diri. Jin Ri yang sudah merasa terjadi sesuatu, langsung
merampas telepon dari tangan Jin Eon. Seketika ia pun lemas mendengar berita
kematian Tae Seok.
Jin Eon menemani noona-nya itu ke kantor polisi. Setiba di sana,
petugas meminta Jin Ri mengkonfirmasi barang2 Tae Seok. Pandangan Jin Ri pun
langsung tertuju pada surat yang ditinggalkan Tae Seok.
Kau adalah Jin Ri
ku! Kau mungkin tidak mempercayainya, tapi aku benar-benar merindukanmu
sekarang ini. Choi Jin Ri adalah satu-satunya orang di dunia ini yang berada di
sisiku, setelah kehilanganmu, disaat-saat terakhir ini, aku menyadari bahwa aku
sangat menyukaimu. Tapi karena aku menyadarinya sebelum aku pergi, aku rasa aku
tidak akan terlalu kesepian. Besarkan Hyuk dan Ji Woo dengan baik, dan temuilah
pria yang baik dan mulailah hidup yang baru. Baik-baiklah dan jaga dirimu.
Tangis Jin Ri pun pecah usai membaca surat Tae Seok.
Keesokan harinya, Presdir Choi yang baru terjaga terkejut karena
tidak mendapati Nyonya Hong disampingnya. Presdir Choi pun berusaha bangun, namun
ia merasa kesulitan. Tiba2 saja, ingatan Presdir Choi melayang pada kata2 Tae
Seok.
“Kau bilang kau bisa
melepaskannya dalam sekejap kalau kau mau? Kau bilang akan dibebaskan? Bagaimana
denganku? Lalu, bagaimana dengan aku, Ayah?
Kalau kau tidak punya pikiran untuk menyelamatkan aku, maka bunuhlah
aku.” ucap Tae Seok.
“Dasar bajingan lemah.” Maki Presdir Choi dengan sorot mata lirih.
Tak lama kemudian, ponsel Presdir Choi berdering. Satu sms masuk,
dari Tae Seok!!
“Aku akan pergi
duluan dan menunggumu, Presdir.Terima kasih sudah membunuhku seperti yang kau
lakukan pada ayahku. Hiduplah dengan baik, Ayah.”
Usai membaca pesan Tae Seok, jantung Presdir Choi kumat! Sambil
memegangi dadanya yang terasa sakit, Presdir Choi merangkak ke pintu. Sementara
itu, Nyonya Hong masih tertidur di sofa. Presdir Choi terus merangkak, sambil
memanggil nama Nyonya Hong dengan terbata2.
Bersambung ke part 2....
Bersambung ke part 2....
0 Comments:
Post a Comment