Hae Gang yang baru
tiba di rumah Presdir Choi, terkejut melihat Jin Ri yang berjalan terburu2
dengan tanah penuh obat menuju rumah. Jin Ri menjatuhkan obatnya di depan
gerbang. Hae Gang turun dari taksi dan memungut obat itu. Hae Gang kemudian
masuk ke rumah dan disambut hangat oleh Nyonya Hong. Nyonya Hong lega karena
Hae Gang baik2 saja.
“Aku sudah lebih
sehat. Aku makan setiap hidangan dan berolahraga serta bekerja.” Ucap Hae Gang.
“Bekerja? Pekerjaan
apa?” tanya Nyonya Hong.
“Aku mencuci
pakaian. Tiga puluh ribu won dalam sebulan. Aku memperoleh 360 ribu won dan
memakainya untuk membeli ini.” jawab Hae Gang menunjukkan makanan yang
dibawanya untuk Nyonya Hong.
“Apa? Mencuci
pakaian? Bukan main. Mana bisa aku melahap ini? Bagaimana bisa aku memandang
itu? Akan membuatku menangis.” Ucap Nyonya Hong.
“Ayo masuk ke dalam
supaya aku bisa memberikan penghormatan resmi padamu.” Jawab Hae Gang.
“Penghormatan resmi
apa? Ayo masuk bicara.” Ucap Nyonya Hong.
“Apakah ada yang
sakit, Ibu Mertua?” tanya Hae Gang.
“Oh, Jin Ri. Dia
sedang sakit, jadi dia berbaring seharian.” Jawab Nyonya Hong.
Hae Gang dan Nyonya
Hong lalu bicara di kamar Nyonya Hong. Perawat Sohn datang membawakan minuman
dan juga camilan. Nyonya Hong sewot saat Hae Gang mengadu tentang Jin Eon yang
menghindarinya. Nyonya Hong lantas menyuruh Hae Gang menemui Jin Eon. Nyonya
Hong berkata, Jin Eon marah pada Hae Gang dan dirinya sendiri selama setahun.
“Aku tahu.” jawab
Hae Gang.
“Jangan cuma berkata
tahu. Jadi, apa rencanamu soal itu?” tanya Nyonya Hong.
“Aku harus menekuk
ke arah sebaliknya. Aku akan menempel padanya seperti permen karet dan
mengikutinya ke mana-mana. Tak peduli jam berapapun, aku harus muncul di
hadapannya dan mengaku. Aku harus menunggu tak peduli di manapun dan tinggal di
manapun dia dapat melihatku. Seperti yang dilakukan putra Ibu padaku dulu.”
Jawab Hae Gang.
“Aigooo, kau?
Melakukannya?” tanya Nyonya Hong.
“Kali ini, aku yang
akan melakukannya, Ibu Mertua.” Jawab Hae Gang.
Jin Eon yang lagi
membaca buku di ruang bacanya, disamperin oleh Hae Gang. Awalnya Jin Eon
berpikir yang datang adalah ibunya yang mau mengadu soal Jin Ri yang masih
mengurung diri di kamar. Tapi begitu tahu yang datang Hae Gang, ia pun langsung
beranjak pergi dengan wajah kesal. Ia menuju pintu keluar, tapi gak jadi keluar
dan berdiri mematung di depan ruang bacanya. Jin Eon akhirnya memilih duduk di
atas kasurnya.
Tak lama kemudian,
Hae Gang keluar dari ruang baca dan duduk di sebelah Jin Eon. Hae Gang sengaja
menempel pada Jin Eon dan membaca bukunya secara terbalik, tapi Jin Eon malah
cuek dan terus menghindarinya meski Hae Gang terus menempel padanya seperti
permen karet. Hae Gang lantas mengeluarkan permen karet dari sakunya dan
memberikannya pada Jin Eon.
“Pegang bukumu
dengan benar.” ucap Jin Eon tanpa menatap Hae Gang sedikit pun.
“Aku sengaja
memegangnya terbalik supaya kau bicara.” Jawab Hae Gang, lalu memasukkan permen
karet itu ke mulutnya.
“Apa?” tanya Jin Eon
sembari menatap Hae Gang.
“Kau menyimpan
cincinku dengan aman, kan?” tanya Hae Gang sambil membaca bukunya dengan benar.
“Aku
mengembalikannya.” Jawab Jin Eon.
“Mengembalikannya?”
tanya Hae Gang.
“Ya. Kupikir kau
tidak memerlukannya lagi.” Jawab Jin Eon.
“Tidak apa-apa. Aku
toh cuma memerlukan dirimu.” Ucap Hae Gang.
Hae Gang lantas
membuat balon dari permen karetnya, membuat Jin Eon langsung menatapnya. Jin
Eon berkata, lagi2 hanya dia yang gila. Hae Gang baik2 saja, cuma dia yang
gila.
“Begitulah dirimu,
jadi... dia baik-baik saja pada orang lain, namun gila hanya pada satu orang
saja, dasar lelaki gila. Aku selalu hanya ingin menemui lelaki gila itu. Aku
ingin memeluk lelaki gila itu. Aku ingin dicintai oleh lelaki gila itu. Hmm?”
jawab Hae Gang.
“Tidak berhasil.
Tidak berhasil. Kau tidak cantik sedikitpun sekarang. Kau benar-benar jelek dan
kelihatan bodoh.” Ucap Jin Eon.
Hae Gang pun
langsung diam karena kesal.
“Jika kau
memberitahuku, kau ingin memelukku, menurutmu aku akan memelukmu seolah-olah
aku ingin? Jika kau memberitahukanku kau ingin dicintai, menurutmu aku akan
mencintaimu kapanpun kau inginkan? Kau anggap apa diriku? Aku tidak senang
sedikitpun karenanya. Kalau kau seperti ini, kau pikir aku benar-benar tertipu
olehmu. Kau harus singkirkan khayalan itu. Aku tidak mau menerimamu seperti ini
sama sekali.” Ucap Jin Eon.
“Lalu apa yang harus
kulakukan? Aku akan lakukan semua yang kau minta, apapun yang kau mau.” jawab
Hae Gang.
“Katakan padaku
alasan kau tidak banding. Meninggalkanku dengan satu SMS saja, katakan
sejujurnya alasan kau harus pergi. Cinta tidak mencari-cari jalan lain dan juga
tidak pergi sendiri. Akan kubawa hidupku yang jemu, terluka dan tertusuk
padamu. Aku akan pergi sampai akhir, aku akan pergi hingga yang terakhir.Jadi
berhentilah memikirkan lukaku, dan beritahukan padaku soal lukamu. Percayakan
padaku!” pinta Jin Eon.
Tapi Hae Gang diam
saja dan hanya menatap Jin Eon.
“Hae Gang-ah.” Pinta
Jin Eon.
Tapi Hae Gang tetap
diam. Jin Eon pun kesal dan mengunci diri di ruang baca. Hae Gang berkata,
dalam hatinya kalau ia tidak sanggup memberitahu Jin Eon bahwa Jin Ri lah yang
membuatnya di penjara. Bahwa Presdir Choi lah yang membunuh ayahnya.
“Jika kuberitahukan,
aku akan kehilangan dirimu. Bagiku, kau lebih berharga dari apapun sekarang. Karena
kupikir melindungimu akan membuatku lebih bahagia ketimbang kebenarannya. Bukan
karena dirimu, melainkan karena diriku hingga tidak dapat memberitahukanmu.”
Batin Hae Gang.
Hae Gang turun ke
bawah. Ia mau menemui Nyonya Hong di kamar, tapi saat mau masuk ke kamar Nyonya
Hong, ia lihat Jin Ri yang mengambil banyak handuk baru yang diberikan
pembantu. Jin Ri pun membawa handuk2 itu ke kamarnya. Beberapa handuknya jatuh
di lantai dan Hae Gang memungutnya seraya memikirkan sesuatu.
Begitu masuk kamar,
Jin Ri terkejut melihat Tae Seok yang sudah terduduk di lantai. Jin Ri berusaha
menyadarkan Tae Seok. Tae Seok mengigau memanggil2 nama Presdir Choi, juga
kedua putra putrinya. Tak lama kemudian, Hae Gang datang dan terkejut melihat
Tae Seok. Tae Seok pun kehilangan kesadarannya lagi.
“Yeobo, bangun!”
teriak Jin Ri. Jin Ri lantas memindahkan Tae Seok ke kasur. Hae Gang pun masuk
dan membantu Jin Ri, tapi Jin Ri menampik tangan Hae Gang dan menyuruh Hae Gang
pergi.
“Cepat bangunkan
dia. Aku akan pergi setelah membantunya bangun.” Ucap Hae Gang, lalu membantu
Jin Ri memindahkan Tae Seok ke kasur.
“Ada apa dengannya?
Sudah berapa lama dia seperti ini? Tubuhnya panas tinggi. Kau harus segera
membawanya ke rumah sakit. Jika kau biarkan dia seperti ini, nyawanya dalam
bahaya. Mungkin saja otaknya rusak.” Ucap Hae Gang.
“Kau ingin
melaporkannya, bukan? Kau ingin melaporkannya begitu saja? Kau ingin
mengurungnya di penjara. Itu sebabnya kau ingin memindahkannya ke rumah sakit,
kan?” tuduh Jin Ri.
Tepat saat itu, Jin
Eon pun datang.
“Kau ingin balas
dendam padaku karena memenjarakanmu jadi kau ingin melaporkannya? Kau juga
ingin membuatnya menderita selama setahun. Mungkin kau mengira ini hari
keberuntunganmu! Kau pasti senang!” tuduh Jin Ri.
Jin Eon pun terkejut
mendengarnya noona nya lah yang mengirim Hae Gang ke penjara.
“Tidak ada waktu untuk
ini. Kau harus menyelamatkan nyawanya dulu. Aku menghubungi 911.” Ucap Hae
Gang.
Jin Ri pun langsung
mencegah Hae Gang menghubungi ambulance. Jin Eon masuk, ia menyuruh Hae Gang
menghubungi ambulance. Hae Gang pun segera menghubungi ambulance. Dan Jin Eon
memeriksa pernapasan Tae Seok.
“Dia tidak bernapas.”
Ucap Jin Eon.
“Coba lakukan
pernapasan buatan, yeobo.” Suruh Hae Gang.
Ambulance datang.
Jin Eon masuk ke ambulance menemani Tae Seok. Sedangkan Jin Ri, ia terbaring
lemas di tempat tidur. Hae Gang memberikan Jin Ri segelas air. Jin Ri lalu
meminta Hae Gang menemaninya ke rumah sakit.
“Jika Anda
menundanya sedikit lebih lama lagi, nyawanya berada dalam bahaya. Syukurlah
tidak ada kerusakan otak, namun dia menderita kurang darah dan kekurangan gizi
parah. Saat dia sudah dipulangkan, tolong isitrahatkan dia dengan baik dan beri
makan dengan baik.” Ucap dokter.
Setelah dokter
pergi, Jin Ri bertanya apa Jin Eon akan melaporkan Tae Seok ke polisi??
“Fakta kau yang
mengirimkan Hae Gang ke penjara, jelaskan padaku dan bertanggungjawablah. Dan
mohon ampun pada Hae Gang dengan semestinya. Mohon hingga dia mengampunimu.”
Ucap Jin Eon.
Jin Eon pun mengajak
Hae Gang keluar. Di luar, Hae Gang memberitahu soal surat pernyataan Presdir
Choi itu. Jin Eon syok. Hae Gang meminta Jin Eon tenang karena surat pernyataan
itu 100% dipalsukan, ia sudah mengirimkan tulisan itu untuk dianalisa dan
hasilnya akan keluar besok.
“Kalau begitu, kau
menyerah naik banding gara-gara itu?” tanya Jin Eon.
“Aku tidak tahu
surat itu palsu pada awalnya.” Jawab Hae Gang.
“Jika disidangkan aku
akan tahu yang dilakukan Noona padamu dan dia juga mungkin menerima hukuman. Itu
sebabnya kau tutup mulutmu rapat-rapat. Kau membuatku kelihatan bodoh. Kau
membuatku menyedihkan dan setragis ini?” ucap Jin Eon.
“Kau ingin
bertengkar lagi? Kita bertengkar tadi dan kau ingin bertengkar lagi? Kita
bertengkar kemarin dan kau ingin bertengkar lagi hari ini? Lalu aku harus
bagaimana? Lebih baik aku mati daripada membuatmu menderita. Aku tak mau kau
tersakiti lagi. Aku gelisah dan takut kau akan kabur lagi dariku. Aku merasa
kasihan untukmu. Kau juga selalu merasa kasihan padaku. Tanpa sepengetahuanku,
kau terus membohongiku. Membayarkan utang Ibuku, kau mau menjadi sopir
pengganti dan dihajar oleh rentenir. Bukannya aku tidak percaya padamu. Bukan
karena aku tak bisa bergantung padamu. Karena aku mencintaimu, aku sangat
mencintaimu sampai-sampai aku melakukannya.” Jawab Hae Gang.
Tangis Hae Gang pun
keluar. Hae Gang berkata, Jin Eon lah yang membuatnya memilih jalan itu. Karena
ia mencintai Jin Eon lebih daripada ia mencintai hidupnya sendiri. Hae Gang
lantas memegang tangan Jin Eon dan berdiri menatap Jin Eon.
“Mungkin kau
membenciku sekarang tapi aku masih mencintaimu sampai mati. Apa yang bisa
kulakukan?” ucap Hae Gang.
Hae Gang lalu
mengarahkan tangan Jin Eon ke pipinya.
“Tolong hapuskan air
mataku. Karena kau membuatku menangis, kau yang menghapusnya.” Ucap Hae Gang.
Jin Eon pun
menghapus air mata Hae Gang. Selang beberapa detik, ia menarik Hae Gang ke
dalam pelukannya.
“Aku tak bisa hidup
lantaran dirimu. Aku masih tak berdaya gara-gara dirimu.” Ucap Jin Eon.
Keesokan harinya…
kita melihat Hae Gang dan Jin Eon yang tertidur di depan ruang rawat Tae Seok.
Hae Gang tidur di pangkuan Jin Eon. Jin Eon terbangun, ia merasakan pahanya
yang sedikit kram karena dijadikan bantal oleh Hae Gang, namun melihat Hae Gang
yang tertidur pulas, membuatnya rela menahan rasa kram nya. Jin Eon akhirnya
menatap wajah Hae Gang lekat2 dan tersenyum teringat kata2 Hae Gang.
“Saat usiaku 20 tahun, aku memilihmu hanya dengan melihat cintamu,
tapi sekarang aku melihat semuanya dan aku memilihmu. Jadi cobalah
mempercayaiku. Aku akan menunggu lamaranmu.”
Sementara itu di
dalam, Jin Ri berniat membawa kabur Tae Seok. Jin Ri memeriksa keadaan diluar
terlebih dahulu, ia terkejut saat mendapati Jin Eon tengah menatap ke arahnya.
Jin Eon yang mengerti Jin Ri ingin kabur bersama Tae Seok, melarang Jin Ri
pergi dengan menggelengkan kepalanya. Jin Ri langsung lemas. Tak lama kemudian,
Tae Seok pun sadar.
“Sayang! Kau
benar-benar sadar. Kau benar-benar hidup, Sayang. Bagus. Kau sudah bekerja
keras. Kau sudah bekerja keras, Sayang.” Ucap Jin Ri.
“Terima kasih karena
menyelamatkanku, karena membolehkanku melihatmu lagi.” Jawab Tae Seok.
“Aku akan
melaporkanmu. Dengan tanganku sendiri, saat ini, aku akan menyerahkanmu. Aku
akan menghubungi polisi.” Ucap Jin Ri.
“Denganmu aku akan
sarapan pagi dan pergi. Untuk terakhir kalinya, biarkan aku makan sebelum
pergi.” Pinta Tae Seok.
Jin Ri menangis. Tae
Seok pun menghapus air mata istrinya itu.
Berikutnya, kita
melihat Jin Ri yang sedang menyuapi Tae Seok. Di belakang, dua orang detektif
tampak menunggui Tae Seok. Hae Gang dan Jin Eon menunggu diluar. Tak lama
kemudian, polisi membawa Tae Seok keluar. Tae Seok pun ingin berbicara sebentar
dengan kedua iparnya.
“Haruskah kau
melemparkanku, Adik Ipar?” tanya Tae Seok pada Jin Eon.
Tae Seok kemudian
menatap Hae Gang.
“Beritahu Gyu Seok
bahwa aku menyerahkan diri. Tolong beritahukan padanya bahwa kakaknya
menyerahkan diri dan beritahukan agar jangan pernah menjenguk diriku.” pinta
Tae Seok.
Hae Gang mengangguk.
Setelah itu, Tae Seok pun dibawa pergi oleh polisi. Jin Ri menangis di kamar
rawat Tae Seok.
Beberapa hari
kemudian.. Hae Gang duduk di ruang baca di rumahnya di Buamdong sambil
mendengarkan lagu kesukaan Eun Sol.
Sementara itu, di
Cheon Nyeon Farmasi, ruangan yang dulunya ditempati Jin Eon kini menjadi milik Hyun
Woo. Jin Eon sudah menjadi presdir, menggantikan sang ayah. Tak lama kemudian,
Mi Ae datang membawa berkas untuk Hyun Woo. Mi Ae bilang Jin Eon ingin Hyun Woo
menandatangani berkas itu. Namun begitu membuka berkasnya, Hyun Woo terkejut
karena isinya adalah formulir pendaftaran pernikahan.
“Akhirnya Presiden
menikah.” Ucap Mi Ae senang.
Jin Eon sendiri
tengah menatap cincin yang akan digunakannya untuk melamar Hae Gang nanti di
ruangannya.
Dan Hae Gang sedang
merapikan kasur yang akan ditempatinya bersama Jin Eon nanti. Usai merapikan
kasur, Hae Gang duduk di meja riasnya dan menatap cincin pernikahannya yang
lama.
“Kurasa orang yang
lebih menginginkannya yang harus melakukan. Aku tidak boleh menahan napasku
lagi.” Ucap Hae Gang.
Jin Eon dan Hae Gang
kemudian bertemu di depan sauna. Begitu bertemu Hae Gang, Jin Eon mengaku bahwa
ia baru saja terpikat lagi pada Hae Gang. Hae Gang pun mengaku kalau ia tahu
Jin Eon terpikat padanya.
“Berikan tasmu.”
Pinta Jin Eon.
“Tidak mau. Tas
merupakan harga diri wanita.” Jawab Hae Gang.
“Berikan kemari. Tas
wanita-ku merupakan harga diri lelaki ini.” ucap Jin Eon.
Hae Gang tersenyum,
lalu memberikan tas mandinya pada Jin Eon. Jin Eon lalu menyuruh Hae Gang
menggandengnya. Hae Gang menggandeng Jin Eon. Keduanya pun beranjak menuju
sauna dengan senyum merekah lebar.
0 Comments:
Post a Comment