Joon Jae mengarahkan koreknya ke lukisan Dam Ryung. Ia terkejut melihat sosok Dam Ryung di lukisan itu yang mirip dengannya. Joon Jae juga membaca tulisan yang ada di sebelah lukisan Dam Ryung.
“Kalau
kamu adalah aku di kehidupan selanjutnya, ingatlah kata2 ini bahkan setelah
bangun dari mimpi. Segala sesuatu terulang kembali…”
“Takdir
di dunia ini, berlanjut di dunia sana. Sama halnya dengan takdir buruk.
Lindungi wanita itu dari orang yang berbahaya.”
Joon Jae tertegun membaca tulisan Dam Ryung. Ia mulai yakin, mimpinya tentang Dam Ryung selama ini bukanlah sekedar mimpi.
Kembali ke Dam Ryung yang menyuruh pelayannya (Dong Shik di masa depan) memberikan peti yang berisi lukisannya pada ibunya. Dam Ryung ingin sang ibu menguburkan peti itu sedalam 3 meter di halaman belakang rumah mereka.
“Katakan
padanya, jika terjadi sesuatu padaku jangan sekali pun membuka peti ini.” pinta
Dam Ryung.
“Terjadi
sesuatu? Apa maksud Tuan?” tanya pelayannya.
Dam
Ryung diam saja dan teringat mimpinya akan Joon Jae yang membaca buku
biografinya.Di dalam buku itu tertulis, bahwa ia akan meninggal di usia 27
tahun.
Kembali
ke Joon Jae yang menatap sosok Dam Ryung lekat2. Ia bertanya2, siapa wanita
yang harus ia lindungi dan siapa orang berbahaya itu.
“Siapa
kau? Apa kau benar2 aku? Bukan mimpi, tapi benar2 aku?” tanyanya lagi.
Joon Jae kembali memperhatikan wajah Dam Ryung dengan seksama. Tak lama, terdengar suara Si A yang memberitahunya tentang listrik yang mati. Begitu Joon Jae keluar, Si A langsung pura2 takut dan memeluk lengan Joon Jae. Namun listrik menyala kembali padahal ia baru saja memeluk lengan Joon Jae.
“Kau
tidak takut lagi kan sekarang?” tanya Joon Jae sembari menyingkirkan tangan Si
A dari lengannya.
Si
A pun mencari cara lain agar bisa lebih berlama2 dengan Joon Jae. Ia mengaku
juga ingin melihat lukisan yang dilihat Joon Jae. Joon Jae berusaha mencegah Si
A dengan menyuruh Si A pulang karena hari sudah malam. Tapi si A malah mikir
ge-er, ia senyum2 karena mengira Joon Jae khawatir padanya.
“Aku
tak apa. Kurator kami bilang pria dari era Joseon ini setampan penyanyi Korea.”
Jawab Si A, lalu masuk ke dalam.
Si A terdiam begitu melihat seperti apa sosok Dam Ryung. Joon Jae menyusul Si A dan mengajak Si A pergi. Tapi Si A menolak dan membahas kemiripan Joon Jae dan Dam Ryung.
“Apa
memiliki mata besar dan wajah tampan membuat mereka mirip denganku?” kilah Joon
Jae.
“Bukan
begitu, dia benar2 mirip denganmu.” Jawab Si A.
“Aku
lebih tampan.” Ucap Joon Jae, lalu mengajak Si A pergi.
Si
A menyusul Joon Jae. Ia bertanya pada Joon Jae mungkinkah Dam Ryung leluhur
Joon Jae. Tapi kemudian dia meralat ucapannya itu dengan berkata Joon Jae
bermarga Heo, jadi mungkin saja dari pihak ibunya Joon Jae.
“Kenapa
kau jadi begini?” tanya Joon Jae.
“Maksudku
coba saja periksa silsilahmu. Ini aneh. Mungkinkah kau datang ke sini, kau
tertarik dengan Kim Dam Ryung karena hubungan darah?” jawab Si A.
“Kenapa?”
tanya Si A.
“Tempat
ini terlarang bagi seseorang yang tidak punya kewenangan. Aku hanya tidak ingin
kau mendapat masalah dan aku juga sedang berusaha memecahkan sesuatu. Jadi aku
hanya ingin kau saja yang tahu soal ini.” jawab Joon Jae.
Si
A lagi2 ge-er mengira Joon Jae mengkhawatirkannya.
Petir
menggelegar dan Dae Young terbangun dari tidurnya dengan wajah kaget. Dae Young
lantas bangun. Ia duduk di tepi ranjangnya dan meneguk air. Dae Young lalu bertanya2,
kenapa ia bisa bermimpi seperti itu.
Sementara Chung lagi cemberut di kasurnya karena Joon Jae masih belum pulang setelah ditelpon Si A tadi. Chung lalu mendengar suara di bawah. Ia pun bergegas turun dan langsung membombardir Joon Jae dengan pertanyaannya.
“Heo
Joon Jae, jam berapa sekarang?” tanya Chung.
“Jam
sebelas.” Jawab Joon Jae enteng sambil memperlihatkan jam tangannya.
“Katamu
aku tak perlu kembali kalau aku melanggar jalam malam?” protes Chung.
“Itu
hanya berlaku bagi orang2 yang menumpang di rumahku.” Jawab Joon Jae.
“Kenapa
begitu?” tanya Chung.
“Karena
aku pemilik rumah ini.” jawab Joon Jae.
“Apa
biasanya seperti itu di sini?” tanya Chung.
“Semuanya
terserah si pemilik rumah. Itu aturannya. Jika kau tidak mau mengikuti aturannya,
beli saja rumah sendiri dan tinggal lah sendiri.” Jawab Joon Jae.
Joon Jae lantas mengaku lelah dan ia pun membaringkan badannya di kasur. Ia memejamkan matanya, namun tak lama kemudian ia membuka matanya dan terkejut mendapati Chung sedang menatapnya dengan tajam.
“Astaga,
kau menakutiku! Kalau kau menatapku seperti itu, kau seperti hantu. Berhentilah
menatap!” protes Joon Jae.
“Aku
akan terus menatapmu seperti ini.” jawab Chung.
“Kenapa?”
tanya Joon Jae.
“Ini mataku. Aku pemiliknya. Aku yang memutuskan apa aku ingin menatapmu dengan tajam atau menatapmu dengan normal. Ini aturanku, untuk menatapmu ketika aku sedang marah tapi tidak bisa mengatakan apa2.” Jawab Chung.
Joon
Jae pun tertawa geli.
“Jadi
kau akan terus menatapku seperti itu?” tanya Joon Jae.
“Tentu
saja, aku akan menatapmu untuk menebus waktu saat aku tak bisa melihatmu.”
Jawab Chung.
“Lakukan
sesukamu, kau akan pusing karena itu.” ucap Joon Jae.
Joon
Jae lalu membelakangi Chung. Dan benar saja, Chung mulai pusing karena tidak berhenti
menatap tajam Joon Jae seperti itu. Chung pun mengerjap2kan matanya, tapi tiba2
Joon Jae terbangun dan langsung menatapnya.
“Biarkan
aku menanyakan sesuatu. Saat kau kecelakaan mobil, kau ada di ruang gawat
darurat, kau bilang kau bermimpi kan? Katakan padaku, apa mimpimu? Dalam
mimpimu, bagaimana aku menyelamatkanmu?” tanya Joon Jae.
Chung terdiam saat teringat mimpinya dimana Dam Ryung yang mengembalikan Sae Wa ke laut setelah Sae Wa sempat ditangkap Bangsawan Ma sebelumnya. Chung pun diam menatap Joon Jae.
“Ada beberapa cara menyelamatkan seseorang. Aku bisa meraihmu saat kau akan terjatuh dari tempat yang tinggi, atau mengangkatmu dari lubang yang dalam, bagaimana aku menyelamatkanmu? Kau tidak ingat? Tidak apa kalau kau tidak ingat. Lalu waktunya? Kapan itu? Mungkin aku memakai baju tradisional. Kau tahu kan seperti apa baju tradisional kuno? Kau tahu drama yang kau suka? The Crown Prince’s Woman. Baju seperti itu yang aku pakai.” Ucap Joon Jae.
“Masalahnya…”
“Ya…”
Joon Jae tampak menanti jawaban Chung.
“Aku
tidak ingat. Aku benar2 tidak ingat apapun.” Jawab Chung.
“Ya
baiklah, aku yakin soal itu. Kau bahkan tidak ingat namamu sendiri.” Ucap Joon
Jae sedikit kecewa.
Joon
Jae lalu menyuruh Chung tidur. Chung pun dengan semangat langsung balik ke
kamarnya. Joon Jae protes karena tadinya Chung bilang mau mengawasinya
sepanjang malam.
Chung
sendiri setibanya di kamar merasakan jantungnya yang berdetak begitu cepat. Ia
pun bersyukur karena Joon Jae tidak bisa mendengar suara aslinya.
Joon Jae yang sudah tidur lagi2 memimpikan Dam Ryung. Dalam mimpinya, ia melihat Dam Ryung yang menyelamatkan Sae Wa dari sekapan Bangsawan Ma.
Joon Jae lantas keluar dari kamarnya. Dan diluar, ia bertemu Nam Doo yang lagi minum bir. Joon Jae kemudian duduk di depan Nam Doo dan mengaku kalau ia mimpi aneh lagi.
“Kenapa?
Kamu bermimpi menjadi Kim Dam Ryeong lagi?” tanya Nam Doo dengan senyum
meledek.
“Tidak.”
Jawab Joon Jae.
“Joon
Jae-ya, kau tahu apa yang paling aneh?”
tanya Nam Doo.
“Apa?”
tanya Joon Jae balik.
“Chung.
Bukankah menurutmu Chung aneh?” jawab Nam Doo.
“Dia
memang agak aneh sejak awal.” Ucap Joon Jae.
“Lagi-lagi,
jangan berusaha mengabaikannya seperti itu. Baiklah, Chung cantik dan berhati
baik. Dia benar-benar tampak seakan berasal dari dunia yang berbeda, tapi dia
aneh. Sebenarnya, waktu itu, ketika kita ke RS, aku minta foto rontgen Chung
dan menunjukkannya pada dokter kenalanku.” Jawab Nam Doo.
“Kenapa
kamu melakukan hal seperti itu?!” protes Joon Jae.
“Jangan
marah dan dengarkan saja. Mereka bilang fotonya tertukar, tapi kurasa tidak. Kalau
kau adalah kau yang biasa, kau pasti sudah curiga, tapi kau seperti hilang
kecerdasan kalau menyangkut Chung.” Jawab Nam Doo.
“Dan?
Dia bilang fotonya tidak tertukar?” tanya Joon Jae.
“Dia
bilang itu foto dari orang yang sama. Tulang retak yang tidak akan menyambung
dalam enam minggu,menyambung kembali bahkan sebelum seminggu, dan dia sangat
lincah setelah itu. Bukankah itu aneh?” jawab Nam Doo.
“Dan
juga ini.” Nam Doo menunjukkan mutiara yang diambilnya diam2 dari Chung.
Joon Jae pun teringat mimpinya dimana ia melihat Dam Ryung menyelamatkan Sae Wa dari sekapan Bangsawan Ma, disitu dia juga melihat Sae Wa menangis dan tangisan Sae Wa berubah menjadi mutiara.
“Anak
yang tidak punya pekerjaan atau keterampilan di sin menyimpan benda seperti ini
dalam kantung plastik, sebanyak ini dan dia mengatakan akan menjual semuanya dan
memberikannya padamu.” Ucap Nam Doo.
“Dari
mana dia mendapatkan ini?” tanya Joon Jae.
“Itu
yang aku tak tahu. Juga, sudah pasti bahwa kau bertemu Chung di Spanyol, tapi kau
masih tidak ingat selama ini.” jawab Nam Doo.
Joon Jae pun langsung teringat saat ia memakaikan sepatu pada seorang wanita dan saat ia melihat gelang Dam Ryung di tangan wanita tapi ia tak ingat wanita itu siapa.
“Menurutmu
kenapa? Katamu itu sebabnya kau membiarkan Chung tinggal di rumah ini. Kau
pasti sudah tidak ingin tahu lagi soal itu, ya?” tanya Nam Doo.
“Lalu
bagaimana denganmu, Hyung? Kenapa kau ingin tahu soal itu?” tanya Joon Jae
balik.
“Aku? Aku takut kau akan jadi orang baik, Joon Jae-ya. Aku susah payah menjadikanmu orang jahat dan kini kau akhirnya berguna. Setelah bertemu Chung, kau tampaknya ingin jadi orang baik, jadi aku khawatir. Kalau kau jadi orang baik, kau akan meninggalkan aku.” jawab Nam Doo.
“Omong
kosong.” Ucap Joon Jae.
“Aku
juga ingin tahu anak seperti apa dia. Menarik, bukan? Aku akan memastikan untuk
mengetahuinya.” Jawab Nam Doo.
Nam
Doo lalu pergi ke belakang. Setelah Nam Doo pergi, Joon Jae berkata kalau ia
harus jadi orang pertama yang mengetahui siapa Chung sebenarnya.
Kepala
Detektif menyuruh Kepala Divisi melihat berkas yang diberikannya. Kepala
Detektif berkata, ia memeriksa kembali catatan tuntuan Ma Dae Young sebelumnya.
“Aku
menyuruhmu menangkapnya. Mengapa malah memeriksa kembali catatan tuntutannya?”
tanya Kepala Divisi.
“Dia
dapat 13 tuntutan sebelumnya, sebagian besar untuk kekerasan. Kenapa? Karena
dia tidak bisa mengendalikan kemarahannya tapi ada yang aneh.” Jawab Kepala
Detektif.
“Apa?”
tanya Kepala Divisi.
“Dari
'88-'89,, dalam waktu satu tahun, dia melakukan lebih dari tiga puluh kasus
perampokan dan di toko pakaian di Seongnam, di mal perbelanjaan.” Jawab Kepala
Detektif.
Kepala
Divisi lantas melihat catatan yang diberikan Kepala Detektif sambil bertanya
kenapa.
“Saat
ini, dia punya pacar.” Ucap Kepala Detektif.
Adegan
lalu beralih pada Seo Hee yang lagi sarapan bersama suami dan anaknya. Seo Hee
terkejut melihat suaminya yang kesulitan mengambil lauk. Chi Hyun bertanya, apa
sang ayah baik saja. CEO Heo hanya menjawab karena dia sering pusing. Seo Hee pun langsung menyodorkan obat pada CEO
Heo.
“Sayang,
pastikan untuk meminum obat setelah makan. Ini benar-benar mengkhawatirkan.”
Ucap Seo Hee.
“Ini
jadi lebih buruk.” Jawab CEO Heo.
“Sayang,
jangan pergi kerja hari ini, tinggal di rumah saja dan beristirahat. Kalau ada
yang penting, katakan padaku. Aku akan menyampaikannya pada Sekretaris Kim.”
Pinta Seo Hee.
Chi
Hyun pun menatap sang ibu curiga. CEO Heo masih kesulitan mengambil lauk karena
penghilatannya yang masih kabur. Chi Hyun pun membantu CEO Heo mengambil lauk.
Yoon
Ah tidak menemukan ibunya di rumah. Ia hanya menemukan sarapan berupa dua
keping roti dan sebotol susu yang sudah disiapkan sang ibu sebelumnya. Yoon Ah
juga menemukan secarik pesan di atas rotinya.
“Yoon
Ah-ya, kau ada kelas perbaikan di akademi. Jangan terlambat.” Tulis sang ibu.
Yoon
Ah pun menatap sarapannya dengan tatapan sedih.
Chung berusaha keras mengambil boneka dari mesin pencapit tapi selalu gagal. Tak lama, terdengar suara Yoon Ah yang bertanya apa yang akan Chung lakukan kalau berhasil mendapatkan gurita pink itu. Chung menoleh dan menemukan Yoon Ah di belakangnya.
“Bagaimana
kamu tahu tentang tempat ini?” tanya Chung.
“Aku
tidak pergi ke sekolah hari ini, tapi tiba-tiba tidak punya tujuan. Aku ingat kau
berkata bahwa kau tinggal di sekitar sini, jadi aku ke sini.” Jawab Yoon Ah.
“Tapi
bagaimana kau tahu aku berpikir aku harus mengambil gurita pink bagaimana pun
caranya?” tanya Chung.
“Aku
tahu karena kau mengatakannya. Ketika aku berjalan ke sini, kau terus berkata
bahwa kau ingin memastikan untuk mengambil itu.” jawab Yoon Ah.
“Tidak.Itu
bukan suara yang bisa kau dengar.” Ucap Chung.
“Bagaimana
pun, aku mendengar.” Jawab Yoon Ah.
Sementara
Chung sibuk dengan mesin pencapitnya, Joon Jae masuk ke kamar Chung dan heran
tidak mendapati Chung di sana. Mata Joon Jae tanpa sengaja melihat kumpulan
mutiara yang ditaruh Chung di dalam wadah kaca di atas meja. Joon Jae bertanya,
darimana Chung mendapatkan mutiara itu.
Joon
Jae berlari2 di sepenuh rumah mencari Chung. Sementara Nam Doo sedang berbicara
dengan Jin Joo di telepon. Jin Joo menanyakan soal pertemuan makan malamnya
dengan Kim Jae. Nam Doo berkata, sangat sulit menjadwalkan pertemuan dengan Kim
Jae karena Kim Jae orang yang sibuk. Usai bicara dengan Jin Joo, Nam Doo
mengomentari Jin Joo yang sangat bersemangat lagi, tapi Joon Jae cuek dan terus
lari2 di rumah.
“Kenapa
kau bolak-balik saja? Mencari seseorang? Chung?” tanya Nam Doo.
“Di
mana Tae Oh?” tanya Joon Jae.
“Apa
kau benar-benar seorang penipu? Kenapa kau tidak bisa berbohong?” ucap Nam Doo.
Tae
Oh sendiri asyik baca komik di lantai atas.
Tak lama kemudian, Chung pun pulang bersama Yoon Ah dan Joon Jae langsung mengomeli Chung karena ponsel Chung yang tak aktif.
“Ini
meninggal.” Jawab Chung sambil mengguncang2kan ponselnya.
‘Bukan
meninggal, tapi mati.” Ucap Joon Jae.
Joon
Jae pun kembali mengomel…
“Berikan
makan. Kau tidak pernah ketinggalan makan sekalipun, tapi tidak berpikir
ponselmu mungkin lapar?” ucap Joon Jae.
Yoon
Ah yang sedari tadi bersembunyi di belakang Chung pun akhirnya angkat bicara.
“Ponselnya
belum dicas. Bukan lapar.” Ucap Yoon Ah.
“Siapa
kau?” tanya Joon Jae.
“Dia
temanku.” Jawab Chung.
“Kenapa
semua temanmu seperti itu? Waktu itu pengemis, kali ini anak SD?” ucap Joon
Jae.
“Ahjussi,
kau sendiri pengangguran.” Balas Yoon Ah.
“Siapa
ahjussi dan siapa yang pengangguran? Kau salah.” Protes Joon Jae.
“Pada
waktu ketika semua orang pergi bekerja, kau bermalas-malasan di rumah, tiduran
dan menonton TV, atau main game, itu artinya kalian menganggur.” Jawab Yoon Ah
mengomentari Joon Jae, Tae Oh dan Nam Doo. Joon Jae mulai kesal.
“Heo
Joon Jae, kamu menganggur?” tanya Chung.
“Aku
bukan pengangguran. Aku... pekerja lepas. Itu pekerjaan khusus sehingga aku
bisa bekerja dari rumah.” Sewot Joon Jae.
“Itu
benar. Heo Joon Jae adalah orang yang bekerja untuk negara lebih rajin daripada
pegawai negeri. Dia mendistribusikan kekayaan juga. Jadi ketika kau besar nanti
kau harus menjadi seperti Heo Joon Jae.” Ucap Chung.
“Apa
kau kira siapa saja bisa jadi seperti aku?” ucap Joon Jae.
“Tunggu,
tapi apa si kecil itu sudah mulai liburan musim dingin? Apa kau tidak ke
sekolah?” tanya Nam Doo.
Yoon
Ah diam saja.
“Apa
kau membolos? Kenapa kau membolos dan ke sini?!” omel Joon Jae.
Sementara
itu, ibu Yoon Ah tampak sibuk melayani nasabah.
Yoon
Ah bercerita alasan dia tidak mau sekolah karena setiap kali pergi ke sekolah,
ia jadi punya kekuatan super. Nam Doo tertawa mendengar alasan Yoon Ah.
“Aku
jadi tidak terlihat. Anak-anak, tidak ada yang bisa melihatku. Mereka tidak
bicara denganku juga. Jadi aku tidak perlu ke sekolah. Tidak akan ada yang tahu
meski aku tidak pergi.” Ucap Yoon Ah sedih.
“Kenapa
anak-anak melakukan itu?” tanya Nam Doo.
“Karena
aku berbeda dari anak-anak yang lain. Tempat aku tinggal berbeda, dan karena
aku hanya tinggal dengan ibuku, kurasa itu sebabnya. Bukankah orang biasanya
membenci orang yang berbeda dengan mereka?” jawab Yoon Ah.
Chung pun langsung berkata dalam hatinya kalau ia berbeda juga dan ia merasa Joon Jae akan membencinya kalau Joon Jae sadar dia berbeda dari orang lain. Tiba2 saja, Joon Jae bisa mendengar suara hati Chung. Ia terkejut mendengarnya.
“Kenapa kau berbeda? Kalau kau berbeda, apa alasan ahjussi bernama Heo Joon Jae membencimu dan meninggalkanmu?” tanya Yoon Ah.
Chung pun langsung diam, sedangkan Joon Jae terhenyak mendengarnya. Sementara Nam Doo yang tidak mengerti bertanya apa maksud ucapan Yoon Ah.
“Baru
saja eonni mengatakannya.” Jawab Yoon Ah.
“Apa
kamu dengar?” tanya Nam Doo pada Tae Oh. Tae Oh menggeleng.
“Si
Mungil ini bolos sekolah untuk pertama kali dan pasti sangat tertekan, sehingga
mendengar suara imajiner.” Ucap Nam Doo.
“Tidak
begitu. Aku benar-benar mendengarnya.” Jawab Yoon Ah.
Tak mau Yoon Ah bicara banyak, Chung pun mengajak Yoon Ah ke kamarnya. Begitu mereka pergi, Joon Jae sekali gak bertanya pada Nam Doo dan Tae Oh apa mereka benar2 tidak mendengar suara Chung.
“Dengar
apa? Aku tidak mendengar apa-apa. Apa kau dengar?” ucap Nam Doo.
“Tidak.”
Jawab Joon Jae.
Ponsel
Joon Jae kemudian berdering. Istri Sopir Nam yang menelpon untuk mengabarkan
kondisi Sopir Nam.
Di
kamarnya, Chung ingin tahu apa Yoon Ah benar2 bisa mendengar suaranya. Yoon Ah
mengangguk. Chung pun mengetes Yoon Ah. Ia memelototi Yoon Ah dan bicara dalam
hati.
“Aku
datang dari tempat yang jauh.” Batin Chung.
“Aku
datang dari tempat yang jauh.” Jawab Yoon Ah.
“Jadi
aku juga kesepian. Aku datang ke sini hanya demi seorang pria.” Batin Chung.
“Jadi
aku juga kesepian.Aku datang ke sini hanya demi seorang pria.” Jawab Yoon Ah.
“Benar.
Kau benar-benar bisa mendengar seluruh suaraku.” Ucap Chung.
“Apa
orang lain tidak dapat mendengarnya?” tanya Yoon Ah.
Chung
pun mengangguk. Chung lalu meminta Yoon Ah merahasiakan hal itu.
Tadi
kamu bilang. Orang tidak menyukai orang-orang yang berbeda dengan mereka. Yoon
Ah pun berjanji akan merahasiakan itu.
“Tapi
dia hanya bisa membuka mata. Dia tak dapat bicara ataupun bergerak. Aku berdoa
hanya untuk dia tidak meninggal, tapi sekarang bahwa dia sudah bangun aku jadi
semakin serakah. Aku berharap dia bisa berbicara atau menggerakkan jarinya.”
Ucap istri Sopir Nam.
“Dia
akan membaik. Dia telah berhasil melewati masa kritisnya.” Jawab Joon Jae.
Joon
Jae lalu menoleh ke Sopir Nam. Sopir Nam diam saja dan matanya tampak berkaca2.
Joon Jae pun bingung melihatnya. Istri Sopir Nam yakin ada sesuatu yang mau
dikatakan suaminya pada Joon Jae.
Joon Jae lalu beranjak keluar. Istri Sopir Nam menyusul Joon Jae bertanya apa Joon Jae sudah mendengar berita dari Yoo Ran. Istri Sopir Nam pun mengaku kalau sebelumnya dia kerap dihubungi ibunya Joon Jae.
“Dia
menelepon?” tanya Joon Jae.
“Dia
mengatakan padaku untuk tidak memberitahu siapapun, jadi aku tidak
memberitahumu. Maafkan aku.” jawab istri Sopir Nam.
“Di
mana dia?” tanya Joon Jae.
“Itu,
aku tidak tahu. Teleponnya yang terakhir adalah beberapa tahun yang lalu. Dia
hanya menanyakan kabar tentang dirimu. Aku tidak mampu memberitahunya bahwa kau
telah kabur. Aku katakan padanya tak perlu cemas karena kau pergi ke perguruan
yang bagus dan belajar ke luar negeri. Aku hanya memberitahu dia hal-hal itu.”
jawab istri Sopir Nam.
Joon
Jae minum2 di kamarnya. Tak lama kemudian, Chung membuka pintu kamarnya dan
ingin tahu apa yang Joon Jae lakukan. Joon Jae melarang Chung turun tapi Chung
tetap turun.
“Apakah
ini alkohol?” tanya Chung.
“Kau
juga tahu itu?” tanya Joon Jae takjub.
“Aku
banyak melihatnya di TV.Ketika orang minum ini, mereka tertawa, menangis,
berbicara, berkelahi dan tidur di jalan. Semacam itu.” jawab Chung.
“Itu...adalah apa yang dilakukan Hyung Nam Doo. Tahukah kau kenapa julukan dia Nam Doo Anjing? Itu karena dia jadi seekor anjing ketika dia minum. Itu sebabnya dia Nam Doo Anjing. Bertingkah lucu, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan, menelepon mantan ataupun kekasihnya dan mengganggu mereka. Dia terus mengulangi apa yang dia katakan dan selalu menyangkal mabuk. Itu karena belajar alkohol dengan cara yang salah pada awalnya. Untukku, aku tidak terlalu menyukai alkohol. Itu sebabnya aku bisa menikmati alkohol sambil mengendalikannya.” Ucap Joon Jae.
“Kalau
begitu, Heo Joon Jae, ajari aku bagaimana minum alkohol.” Pinta Chung.
“Kau
juga mau? Kamu... ingin minum bersamaku?” tanya Joon Jae.
Sekarang, kita melihat keduanya menikmati alkohol di dapur. Joon Jae terkejut melihat Chung yang langsung menegak alcohol dengan sekali teguk. Joon Jae pun menegur Chung. Ia lalu mengajari Chung cara minum alcohol yang benar.
“Pegang
seperti ini. Bersulang.” Ucap Joon Jae.
“Aku
sangat senang bersulang. Ayo kita bersulang lagi.” Jawab Chung.
Mereka
melakukannya berulang kali, hingga Chung mulai mabuk dan mengoceh tak jelas.
“Gu-ri-ta.
Kenapa kau sekering ini?” tanya Chung.
“Itu
kering. Gurita yang dikeringkan.” Jawab Joon Jae sambil memakan gurita
keringnya.
“Orang-orang
sangat kejam. Bagaimana bisa mereka memasak, mengiris, mengeringkan dan
melakukan hal itu padamu? Ini sangat menyedihkan.” Oceh Chung.
“Untuk
seseorang yang menjadi liar pada sashimi.” Jawab Joon Jae.
“Ini
berbeda. Untukku, seekor gurita seperti anjing pada kalian manusia. Kamu tidak
tahu bagaimana mereka menempel dengan baik padamu.” Ucap Chung.
“Tentu
saja bukan.” jawab Chung, membuat Joon Jae terkejut.
“Lalu
siapa kau?” tanya Joon Jae.
Saat
Chung mau mengaku kalau ia adalah mermaid, tiba2 saja ia sadar. Joon Jae pun
terkejut melihat Chung sadar secepat itu. Chung mengajak Joon Jae minum lagi.
Joon Jae memuji Chung yang bisa sadar dari mabuk secepat itu.
“Ketahuilah,
beruntung bahwa kau belajar bagaimana untuk minum dariku. Untukku, aku tidak
terlalu suka alkohol. Itu sebabnya aku bisa menikmatinya sambil
mengendalikannya.” Ucap Joon Jae.
“Tadi
kau juga bilang itu.” jawab Chung.
"Itu
sebabnya kamu harus berpikir itu sungguh melegakan.Untukku, aku tidak terlalu
suka alkohol. Jadi aku bisa mengendalikan, mengendalikan, mengendalikan sambil
melakukannya... kau harus benar-benar bersyukur.” Ucap Joon Jae.
Mereka minum lagi dan Joon Jae pun mulai mabuk. Joon Jae tertawa sendiri, sebelum akhirnya ia menjatuhkan kepalanya ke meja. Sedang Chung masih sadar.
“Heo
Joon Jae.” Panggil Chung.
Dan
Joon Jae pun kembali duduk tegak.
“Tak
satupun dapat pulang ke rumah.” Ucap Joon Jae.
“Ini
di rumah, Heo Joon Jae.” Jawab Chung.
“Khususnya
kau. Kau tak bisa pergi. Kau tak bisa pergi. Jangan pergi.” Ucap Joon Jae.
“Aku
tak akan pergi. Dan aku tidak punya tempat tujuan.” Jawab Chung.
“Kau
baru saja mencoba membiarkan ponselmu mati lagi. Aku...sudah katakan padamu
dengan jelas. Kecuali kau sedang di rumah, kau harus tetap di sisiku. Tapi
kemudian, yang satu ini tidak mengerti. Bukan, dia tidak mau mendengarkan.”
Ucap Joon Jae.
Joon Jae lantas menghubungi ponsel Chung. Chung mau mengangkat ponselnya tapi dilarang Joon Jae. Joon Jae pun frustasi karena Chung tidak menjawab panggilannya. Joon Jae lalu mendekatkan mulutnya ke ponselnya dan teriak2 memanggil Chung.
Joon
Jae lalu kembali menghubungi ponsel Chung. Chung mau menjawabnya tapi lagi2
dilarang Joon Jae. Joon Jae kemudian duduk di dekat Chung. Keduanya saling
bertatapan sebelum akhirnya Joon Jae memeluk erat Chung.
“Kamu
tak boleh pergi! Ke manapun!” ucap Joon Jae.
“Jangan
pergi. Meskipun kau berbeda, tak peduli bagaimanapun kau berbeda, aku tak akan
meninggalkanmu.” Ucap Joon Jae.
Chung
terkejut mendengar ocehan Joon Jae. Tak lama kemudian, Joon Jae pun mulai jatuh
tertidur.Chung membeku.
Bersambung
ke part 2…………
0 Comments:
Post a Comment