Joon Jae mendekati Chung. Ia ingin tahu berapa lama Chung akan memikirkannya. Chung menjawab, dirinya akan berpikir semalaman. Joon Jae menghela nafas, lalu meminta Chung tidak melakukannya meski ia tidak tahu apa yang akan dipikirkan Chung. Chung pun tertegun, ia kembali bertanya dalam hatinya apa maksud Joon Jae. Joon Jae yang bisa mendengar apa yang Chung katakan dalam hati, menatap Chung.
“Apa arti pandangan itu? Apakah dia marah
padaku? Kenapa?” batin Chung.
Joon Jae mengecup kening Chung. Setelah itu,
ia melarang Chung memikirkan apapun. Ia juga minta Chung tidak melakukan
apapun. Joon Jae menatap Chung lagi. Tak lama kemudian, ia mengecup bibir
Chung. Chung pun menutup matanya dan membalas ciuman Joon Jae.
Gara-gara ciuman itu, Chung jadi tak bisa
tidur. Ia merubah posisi tidurnya berulang kali. Tak lama kemudian, ia bangkit
dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamar dan melihat Joon Jae yang sudah
tidur pulas. Chung pun mencoba membangunkan Joon Jae.
Joon Jae sendiri gelisah dalam tidurnya karena ia lagi-lagi memimpikan Sae Wa. Dalam mimpinya, ia melihat banyak lampion yang diterbangkan ke langit untuk memancing Sae Wa keluar. Sementara itu, Bangsawan Yang beserta anak buahnya sudah menunggu kemunculan Sae Wa di atas perahu. Tak lama kemudian, Sae Wa pun muncul. Ia berenang ke atas setelah melihat lampion2 itu karena mengira Dam Ryung lah yang menerbangkan lampion itu. Tepat saat Sae Wa berenang menuju permukaan, Joon Jae terbangun.
“Tidak. Sae Hwa-ya!” ucap Joon Jae terkejut.
Suara Chung lalu terdengar, apa kau
baik-baik saja?
Joon Jae pun menatap Chung yang sudah duduk
di depannya dan teringat akan Sae Wa. Joon Jae lantas bangun dan langsung
memeluk Sae Wa. Hal itu membuat Chung bertanya, apa Joon Jae bermimpi buruk.
Joon Jae mengiyakan.
“Itu menakutkan.” Ucap Chung.
Joon Jae pun melepaskan pelukannya dan berkata, bahwa ia tidak takut apapun karena ia tidak punya apa-apa tapi sekarang ia merasa akan kehilangan sesuatu dan itu membuatnya sangat takut. Chung cemburu, ia ingin tahu siapa Sae Wa itu.
“Siapa Sae Wa? Apa dia juga ikan yang kau
pelihara?” tanya Chung.
“Tidak. Bukan begitu.” jawab Joon Jae.
“Lalu siapa dia? Apa dia wanita?” tanya
Chung.
Joon Jae menatap Chung sejenak. Lalu tak
lama, senyum jahilnya pun muncul dan ia berkata kalau Sae Wa seorang wanita.
Chung ingin tahu apa Sae Wa itu cantik. Joon Jae bertanya, haruskah ia
mengatakanya dengan jujur. Chung menyuruh Joon Jae berkata jujur. Joon Jae pun
mengaku kalau Sae Wa sangat cantik. Chung ternganga mendengarnya.
“Lalu bagaimana denganku?” tanya Chung lagi.
“Kau
juga cantik.” Jawab Joon Jae.
“Apa ini...? Kau harus memutuskan. Apa
maksudmu kami berdua cantik? Apa kau menduakan kami seperti gurita?” tanya
Chung.
“Apa? Kau juga tahu cara mengatakan itu?”
Joon Jae tersenyum geli.
“Cepat jawab aku. Aku bicara dengan font
Gungsuh.” Jawab Chung.
“Apa itu font "Gungsuh"?” tanya
Joon Jae.
“Font Gungsuh. Artinya aku serius. Kau tidak
tahu istilah ini, Heo Joon Jae? Itu ada di internet. Cepatlah jawab karena aku
bicara dengan font Gungsuh.” Jawab Chung.
Joon Jae tersenyum geli. “Baiklah.” Ucap
Joon Jae, lalu menatap wajah Chung dan berkata kalau Chung lebih cantik. Chung
pun menatap Joon Jae dan kembali bertanya dalam hati apa Joon Jae mengatakan
yang sebenarnya? Apa dia benar-benar lebih cantik dari Sae Wa?
“Aku bilang itu kau.” ucap Joon Jae lagi.
Chung lantas bangkit dan mau ke atas. Tapi
Joon Jae melarang. Chung mengira Joon Jae melarangnya pergi karena Joon Jae
sedang mabuk. Tapi Joon Jae sungguh-sungguh mengatakannya dan menarik Chung
agar berbaring di pelukannya.
“Heo Joon Jae, kau tahu... tadi, itu... ini...
bolehkah aku tidak melupakan yang ini?” tanya Chung.
“Tentu saja kau tidak boleh lupa. Bagaimana
jadinya kalau kau lupa?” jawab Joon Jae.
“Setuju. Aku tidak akan melupakan yang ini.”
ucap Chung.
“Ayo kita tidur. Aku harus tidur denganmu
seperti ini agar tidak mimpi buruk.” Jawab Joon Jae, lalu memejamkan matanya.
“Heo Joon Jae, kuharap kau mimpi buruk
setiap hari. Mimpi buruk... aku sangat menyukainya.” Batin Chung.
Joon Jae akhirnya tertidur pulas. Sementara
Chung masih terjaga. Pelan-pelan, Chung menyingkirkan tangan Joon Jae yang
masih memeluknya, lalu bangkit dari tempat tidur dan berlari keluar. Ia
bersorak girang karena Joon Jae menyukainya. Saking girangnya, ia bahkan sampai
melompat-lompat juga.
Di kamarnya, Yoo Ran minum soju sendirian
sambil memikirkan saat dirinya melihat Joon Jae tadi. Tak lama kemudian, Jin
Joo dengan penampilan awut-awutan masuk ke kamar Yoo Ran dan menyuruh Yoo Ran
membuatkannya air madu, tapi kemudian ia terkejut melihat yang sedang dilakukan
Yoo Ran.
“Aduh, aku merasa mau muntah ketika melihat
alkohol. Soju dan bahkan dengan kimchi, aduh.” Ucap Jin Joo, lalu beranjak dari
kamar Yoo Ran.
Sekarang, Jin Joo duduk di dapur. Menikmati air madu buatan Yoo Ran. Yoo Ran terlihat menemani Jin Joo.
“Ahjumma, kenapa kau minum? Apa terjadi
sesuatu?” tanya Jin Joo.
Yoo Ran pun langsung menatap Jin Joo.
“Apa?” tanya Jin Joo lagi.
“Karena aku bersyukur. Sudah lama yang tidak
ada bertanya padaku, apa aku baik-baik saja.” Jawab Yoo Ran.
“Ada apa? Apa yang terjadi?” tanya Jin Joo.
“Sejujurnya, aku bertemu mantan suamiku hari
ini.” jawab Yoo Ran.
Jin Joo terkejut, Omo... benarkah?
“Meski mata kami bertemu, dia pura-pura
tidak melihatku.” sesal Yoo Ran.
“Sungguh? Dia mungkin kaget. Apa itu
sebabnya?” tanya Jin Joo.
“Aku bisa mengerti kalau dia kaget atau
gugup, tapi dia hanya... memandang seperti melihat orang yang tidak dikenal. Pasti
ada hal-hal yang tak dapat disembuhkan oleh waktu. Waktu telah berlalu seperti
ini. Tapi ini masih menyakitkan.” Jawab Yoo Ran dengan suara parau.
Jin Joo tiba-tiba berdiri dan pergi, tapi hanya sebentar dan ia kembali dengan tangan memegang dua gelas tinggi. Yoo Ran pun heran karena Jin Joo barusan mengaku mau muntah hanya dengan melihat alcohol saja.
“Bagaimana aku bisa tidak minum setelah
mendengar ini? Ahjumma, jangan minum soju. Mari kita minum anggur.” Ucap Jin
Joo.
Setelah menenggak wine nya, Jin Joo pun curhat kalau dia juga sangat kesal hari ini. Yoo Ran menanyakan alasannya. Jin Joo pun cerita soal kemarahan Seo Hee padanya. Jin Joo juga mengaku bahwa ia sudah berlutut pada Seo Hee tapi Seo Hee pura-pura tak melihatnya.
“Kau sampai berlutut?” tanya Yoo Ran kaget.
“Ya. Aku melakukannya. Tapi jujur, aku tidak
mengatakan hal yang salah. Wanita itu, mengambil suami teman sekelasnya waktu
SMA untuk mendapatkan posisi itu. Dia benar-benar berhati busuk, ya? Istri
pertamanya tidak menerima dukungan finansial apa pun dan dia pergi begitu saja
seakan diusir. Tidak ada berita lagi tentangnya. Dia hilang.” Jawab Jin Joo.
Yoo Ran terbelalak mendengarnya. Ia yang
tadinya sudah mau menenggak wine-nya pun tidak jadi setelah mendengar cerita
Jin Joo dan kembali meletakkan gelasnya.
“Cerita keluarga yang mana itu?” tanya Yoo
Ran.
“Kau mungkin tidak mengenal orang ini dengan
baik. Ada seseorang bernama Heo Il Joong. Dia adalah konglomerat perumahan
mewah. Katakanlah 3 atau 4 bangunan berharga di Gangnam, setidaknya satu adalah
rumah miliknya. Mereka tidak main-main. Tapi tahukah kau apa yang lucu tentang keluarga itu? Mereka
mengembangkan sebuah kota baru. Tapi mereka tidak membiarkan kita terlibat, kau
tahu? Kita sudah menawarkan begitu banyak lauk-pauk. Tapi dia tidak membiarkan
kita ikut terlibat.” Cerita Jin Joo.
Jin Joo lantas mengancam akan menyebarkan
rumor itu ke seluruh Gangnam jika CEO Heo terus mengabaikannya. Yoo Ran lantas
bergumam kalau dunia ternyata sangat kecil. Jin Joo yang gak ngeh dengan maksud
kata2 Yoo Ran itu pun berkata rumor itu akan menyebar dalam sekejap karena
dunia yang sangat kecil.
Seo Hee sedang bicara dengan pengacara CEO
Heo. Ia bertanya, apa pengacara CEO Heo sudah memperbaiki isi wasiat CEO Heo
sesuai dengan apa yang dikatakannya, bahwa semuanya akan diwariskan padanya dan
juga anaknya. Pengacara itu pun mengangguk dan berkata bahwa mereka perlu
memastikan jumlah yang akan diterima Joon Jae agar Seo Hee tidak bisa digugat
oleh Joon Jae. Namun Seo Hee tak setuju. Ia tak mau memberikan sepeser pun pada
Joon Jae. Ia yakin Joon Jae tidak akan bisa menggugatnya.
“Dan tentang Perwakilan Lee dan Direktur
Eksekutif Jung... Mereka akan menjadi saksi, kan? Semuanya sudah disepakati,
kan?” tanya Seo Hee.
“Ya, itu sudah diselesaikan. Tapi apakah ini
tidak akan apa-apa?”
“Semua orang tidak mau melakukannya dengan
cuma-cuma, kan? Hal yang sama untukmu juga. Jika kasus ini berjalan dengan
baik, kau mungkin akan mampu mendirikan sebuah kantor pengacara.” Ucap Seo Hee.
Setelah itu, si pengacara langsung menemui
CEO Heo dengan Perwakilan Lee dan Direktur Jung sebagai saksi. CEO Heo pun diminta membubuhkan cap nya. CEO
Heo pun langsung memberikan cap nya, dituntun oleh si pengacara karena pandangan
CEO Heo kembali mengabur sehingga ia tidak bisa melihat surat wasiatnya dengan
jelas.
Di depan pintu, Chi Hyun menatap ayah
tirinya itu dengan pandangan sedih. Tak lama kemudian, ia beranjak pergi tanpa
mengeluarkan suara sedikit pun. Tepat setelah itu, pandangan CEO Heo pun
kembali jelas.
Nam Doo yang baru bangun terkejut melihat Chung yang mengangkat sofa dan furniture lainnya sendirian. Chung pun mengaku, karena ia tak bisa tidur jadi ia memutuskan melakukan sedikit perubahan.
“Sendirian? Ini tentu sangat berat.” Ucap
Nam Doo.
“Tidak. Ini sangat ringan.” Jawab Chung,
lalu setengah berlari ke dapur dengan wajah ceria.
Chung mengambil pisau dan memotong-motong sesuatu, entah apa yang dipotongnya. Ia memotong sambil bersorak dalam hatinya tentang Joon Jae yang menyukainya. Joon Jae yang baru keluar dari kamar mandi pun tersenyum mendengar suara hati Chung. Saat sedang memilih-milih pakaiannya, ia pun kembali tersenyum mendengar suara hati Chung.
“Untung saja hanya aku yang dapat
mendengarnya.” Gumam Joon Jae, lalu beranjak dari kamarnya.
Begitu melihat Joon Jae, Chung langsung
menghampiri Joon Jae dan bertanya kemana mereka akan pindah setelah sewa
berakhir.
“Aku belum yakin. Masih ada banyak waktu
tersisa jadi aku masih harus memikirkannya.” Jawab Joon Jae.
“Status kesehatanku sangat baik sehingga aku
berpikir untuk memindahkan perabot lebih dahulu satu per satu.” Ucap Chung.
Joon Jae pun tertawa geli, Apa?
Nam Doo yang tiduran di sofa, langsung
menyahut kalau Chung sangat kuat.
Joon Jae kemudian bertanya Chung mau sarapan
apa. Nam Doo menyahut, ingin makan nasi. Tapi Chung bilang mau makan pasta.
Joon Jae pun bingung karena mereka tidak punya persedian pasta yang cukup.
Chung pun langsung menjawab kalau ia akan pergi membeli pasta.
Chung berjalan menyusuri trotoar dengan
wajah ceria. Sementara di rumah, Joon Jae mulai menyiapkan kuah pastanya.
Di tengah jalan, Chung yang lagi
berbunga-bunga itu membantu seorang nenek menarik gerobak yang berat dan wanita
hamil buang sampah.
Di sebuah gang sempit, mobil pemadam
kebakaran ingin lewat namun terhalang oleh sebuah mobil yang parkir
sembarangan. Petugas pun memanggil polisi, tapi saat mereka datang mobil itu
sudah tak ada di tempatnya. Mereka pun terheran-heran. Mobil pemadam kebakaran
akhirnya bisa lewat, tanpa menyadari Chung lah yang memindahkan mobil itu
dengan kekuatan supernya.
Nam Doo bingung karena Chung pergi lama
sekali dan menyuruh Tae Oh menghubungi Chung.Saat Tae Oh hendak menghubungi
Chung, Joon Jae pun mendengar suara nyanyian Chung. Joon Jae tersenyum dan
memberitahu mereka kalau Chung sudah datang.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Nam Doo heran.
Tak lama, Chung pun benar-benar datang. Tae Oh terkejut. Sedangkan Nam Doo penasaran bagaimana Joon Jae bisa tahu.
Saat mereka mulai makan, Nam Doo berkata
kalau ia sudah mendapat mangsa baru dan meminta mereka melupakan kasus Jin Joo.
Mendengar itu, Chung pun langsung memberi tatapan tajam pada Nam Doo dan Joon
Jae. Joon Jae mengalah, ia berkata tidak mau melakukan hal itu. Tae Oh pun
heran dengan sikap Joon Jae, sementara Nam Doo terkejut.
Chung berseru senang. Ia berpikir kalau Joon Jae benar-benar menyukainya. Chung pun menatap Joon Jae dengan senyum lebar. Joon Jae membalas tatapan Chung dengan senyum manisnya. Nam Doo ternganga melihat keduanya.
Selesai sarapan, Nam Doo mengajak Joon Jae bicara di lantai atas. Nam Doo protes dengan sikap Joon Jae, tapi Joon Jae gak peduli dan berkata soal Tae Oh yang sudah menemukan taksi Dae Young jadi mereka harus bertemu dengan Detektif Hong.
“Baguslah. Seorang penipu mengungkapkan
alamatnya kepada detektif. Apakah kalian membuat janji bertemu? Apakah kalian
bersahabat? Nanti, kau mungkin akan mengakui sebagai simbol persahabatan.”
Protes Nam Doo.
“Apa yang ingin kau katakan?” tany Joon Jae.
“Kau menyukai Chung, kan? Tapi sudah berapa
lama kau mengenalnya? Belum lama. Baru 3 bulan ini. Kau dan aku sudah
bersama-sama selama 10 tahun.” Jawab Nam Doo.
“Apakah ini dan itu sama?” tanya Joon Jae.
“Tiga bulan bersama Chung adalah penting
tapi lalu 10 tahun bersamaku, aku rasa itu adalah sampah.” Jawab Nam Doo.
“Aku... sudah berjanji dengannya. Aku ingin
menepati janji itu.” ucap Joon Jae.
“Bukankah kau juga berjanji padaku? Kau
bilang kita akan bekerja bersama-sama sampai kau menemukan ibumu. Hanya dengan
janji itu, aku menampung seorang remaja kabur yang darah di kepalanya bahkan
belum mengering. Memberi dia makan, pakaian, tempat tinggal dan menyekolahkan
dia!” jawab Nam Doo.
“Kaulah yang sekarang menumpang dan tinggal
di rumahku.” Ucap Joon Jae.
“Aku heran kenapa kau tidak menyadari itu. Bagaimanapun,
walau kau mengatakan padaku untuk tidak pergi ketika cuaca memungkinkan, aku
akan tetap pergi.” Kapan itu saat aku mengatakan padamu bahwa pemanas di
kamarku rusak? Kau bahkan tidak memperbaikinya. Sekarang, aku lelah dengan
ketidakpedulianmu terhadapku.” Jawab Nam Doo.
Joon Jae yang malas mendengar ocehan Nam Doo, mau pergi tapi ditahan Nam Doo dan Nam Doo memaksanya duduk kembali. Nam Doo lalu bicara soal pepatah yang mengatakan bahwa kita tidak boleh membuang teman yang kita miliki di kala kita kesusahan dan kita juga tidak boleh membuang istri pertama kita yang melalui masa-masa sulit bersama kita.
“Apakah kau istri pertamaku, Hyung?” tanya
Joon Jae.
“Bukan! Aku adalah temanmu saat kau susah.
Oya, biarkan aku menanyakan satu hal. Jika
Chung dan aku jatuh ke dalam air, siapa yang akan kau selamatkan lebih dahulu?”
Joon Jae tersenyum geli dan menjawab, Hyung.
“Sungguh?” tanya Nam Doo senang.
“Jika aku biarkan itu, aku pikir Chung akan
menyelamatkanmu. Aku tidak suka itu.” jawab Joon Jae.
Nam Doo makin kesal mendengarnya.
“Lupakan aku, bagaimana dengan Tae Oh? Kau
membujuk dia, yang hidup dengan baik di Jepang. Kau bujuk dia dengan mengatakan
bahwa tidak ada tempat lain yang internetnya lebih cepat daripada Korea!” ucap
Nam Doo.
“Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah,
kan.” Jawab Joon Jae.
“Apa yang akan kau lakukan tentang Tae Oh
kami yang berpikiran sederhana yang mengikuti kita ke sini karena kata-kata
itu! Kau berandalan tidak bertanggung jawab!” ucap Nam Doo.
Tepat saat itu, Joon Jae dihubungi Detektif
Hong dan langsung pergi meninggalkan Nam Doo.
Melihat Joon Jae yang pergi begitu saja, Nam
Doo terduduk lemas dan menangis. LOL LOL
Joon Jae menemui Detektif Hong di pinggir
sungai tempat ditemukannya taksi yang digunakan Dae Young untuk menculik Chung.
Detektif Hong penasaran, bagaimana bisa mereka melakukan apa yang tidak bisa
dilakukan pihak kepolisian. Joon Jae hanya menjawab, itu namanya keahlian.
“Ini... untuk orang yang meretas. Kami
melakukan pekerjaan forensik kami dengan adil dan tulus.” Ucap Detektif Hong.
“Kalau begitu lakukanlah.” Jawab Joon Jae.
“Untuk saat ini, kita hanya memiliki
kata-katamu. Apakah Ma Dae Young mengendarai ini, kita masih tidak tahu itu. Meskipun
kita menonton video kotak hitam, itu gelap dan dia mengenakan topi, jadi kita
tidak bisa mengatakan siapa itu.” jawab asistennya Detektif Hong.
“Itulah mengapa kau sekarang melakukan
pekerjaan forensik yang adil dan tulus. Sesuatu harus keluar, baik itu DNA
ataupun sidik jari.” Ucap Joon Jae.
“Dia sangat menyebalkan.” Jawab asisten
Detektif Hong.
Asisten Detektif Hong lalu meminta izin pada
Detektif Hong untuk memukul Joon Jae sekali saja.
“Aku tak akan menghentikanmu.” Jawab
Detektif Hong.
“Kami tak dapat menemukan sidik jari. Bahkan
tidak ada jejak kaki. Sepertinya pengemudi menghapus segala sesuatunya sebelum
dia lari.” Ucap petugas yang memeriksa taksi itu.
“Bagaimana dengan tanda-tanda kerusakan
kendaraan?” tanya Joon Jae.
“Ada bagian yang menunjukkan jejak tergores
selama melarikan diri.” Jawab petugas itu.
“Bagaimana jejak kerusakan interior?” tanya
Joon Jae.
“Tidak ada kerusakan interior.” Jawab
petugas.
“Oke. Lalu bagaimana dengan noda darah di
dalam kendaraan?” tanya Joon Jae.
“Kami tidak melihat ada noda darah apapun.
Tapi ngomong-ngomong, kau siapa? Jaksa...?”
“Kau tak perlu mempedulikan dia. Bukankah
segalannya sudah terungkap?” ucap Detektif Hong.
“Satu-satunya yang ada di dalam mobil adalah
boneka ini.” jawab petugas.
“Gurita. Ini punyamu, kan? Yang kau
jatuhkan?” tanya Detektif Hong.
“Tolong lihat tempat sampah di sekitar sini.
Dia mungkin membuang baju yang dia pakai saat menyamar beserta suntikannya.”
Suruh Joon Jae.
Petugas menurut. Detektif Hong pun gondok
karena Joon Jae yang bukan siapa2, memberi perintah seenak jidat. Tapi Joon Jae
tidak peduli dan mengatakan soal rumah sakit.
Detektif Hong heran, kenapa rumah sakit?
“Karena dia meninggalkan taksi, dia
menghapus sidik jarinya. Tapi dia pergi terburu-buru dari rumah sakit, dia tak
punya waktu. Ada kontainer besar berisi air di dalam kamar operasi. Melihat
airnya masih sedikit bergelombang,tampaknya itu baru diisi. Jika Ma Dae Young
memindahkan kontainer air itu, mungkin masih ada sidik jari di pegangannya.”
Jawab Joon Jae.
“Tapi, jika begitu halnya, kenapa Ma Dae
Young mengisi air? Entah dari mana.” Ucap Detektif Hong heran.
Jin Joo terkejut saat Yoo Ran mengaku ingin keluar
dari rumah Jin Joo. Jin Joo menanyakan alasannya, ia bertanya apa ia melakukan
sesuatu yang membuat Yoo Ran kesal. Yoo Ran berkata, ia hanya ingin istirahat.
Jin Joo tak setuju, menurutnya tak mudah mencari orang yang bekerja sekeras Yoo
Ran. Yoo Ran mengaku, ia ingin berhenti karena alasan pribadi.
Tiba2, Si A datang dan menuduh Yoo Ran
sedang melakukan aksi protes untuk minta kenaikan gaji. Yoo Ran langsung
menyangkal tuduhan Si A itu. Jin Joo meminta Si A tidak ikut campur urusannya.
Tapi Si A malah meminta Jin Joo tidak menahan kepergian Yoo Ran. Jin Joo tidak
setuju, ia membujuk Yoo Ran agar tetap bekerja sampai mereka menemukan
pengganti Yoo Ran. Yoo Ran pun setuju.
“Jadi, sementara ini, kau masih bekerja,
kan? Kalau begitu ikut aku, aku mau mengajakmu ke suatu tempat setelah aku
pulang kerja.” Ucap Si A.
“Ke mana?” tanya Yoo Ran.
“Aku akan mengirimkan alamatnya, kau hanya
perlu ke sana.” Jawab Si A, lalu beranjak pergi.
Yoo Ran menyusuri jalanan sambil mencari2
alamat yang dikirimkan Si A. Tangannya membawa sekantong belanjaan. Tapi tiba2,
seorang pria pengendara motor menjambret tas Yoo Ran. Chung yang melihat pun,
langsung mengejar pria itu. Tak lama kemudian, Yoo Ran terkejut melihat Chung
yang berjalan ke arahnya tanpa terluka sedikit pun dan membawa tasnya. Yoo Ran
merasa harus melakukan sesuatu sebagai ucapan terima kasihnya. Tapi Chung
bilang itu tidak perlu. Setelah membantu membereskan belanjaan Yoo Rang yang
berserak di jalan, Chung pun pergi.
Sementara si penjambret, Chung mengikatnya
di sebuah tiang listrik! HAHAHAH...
Si A menunggu di mobil dengan wajah kesal. Begitu Yoo Ran datang, Si A langsung mengomeli Yoo Ran karena datang begitu lama. Dengan wajah sebal, Yoo Ran meminta maaf dan menjelaskan kalau tadi ia bertemu pencopet di jalan. Tapi Si A gak peduli dan mengajak Yoo Ran ke rumah Joon Jae.
“Rumah siapa ini?” tanya Yoo Ran.
“Rumah pacar... maksudku, calon pacarku. Karena
masakanmu cocok dengan selera mereka, aku menyerahkan urusan ini padamu.” Jawab
Si A.
Tapi pintu tak kunjung dibuka padahal Si A
sudah memencet bel berkali2. Si A pun terheran2, kenapa mereka tidak membukakan
pintunya juga.
Pintu akhinya dibuka dan mereka langsung masuk ke dalam. Setibanya di dalam, Yoo Ran pun terkejut melihat sosok Chung.
“Oh, Nona. Ini rumahmu?” tanya Yoo Ran.
Chung mengangguk. Chung lalu bertanya, apa
Yoo Ran ibunya Si A?
“Dia bukan ibuku. Dia ahjummoni yang bekerja
di rumah kami.” jawab Si A.
Si A lalu bertanya, bagaimana bisa Yoo Ran
dan Chung saling mengenal?
“Sudah kubilang aku kecopetan tadi. Dia yang
membantu mengambilkan tasku.” Jawab Yoo Ran.
“Apa kau memukul pencopet juga?” tanya Si A
kaget.
Chung pun menjawab pertanyaan Si A dengan ketus. Si A mendengus kesal sambil menatap Chung yang dengan manisnya membantu Yoo Ran membawa barang belanjaan ke dapur.
Sementara Chung dan Yoo Ran di dapur, Si A
menyelinap masuk ke kamar Joon Jae. Ia tersenyum lebar saat melihat sekeliling
kamar Joon Jae, tapi wajahnya langsung berubah ketus saat melihat kamar Chung.
Si A lantas duduk di tepi ranjang dan meletakkan sebuah amplop cokelat yang
berisi informasi tentang Dam Ryung.
Setelah meletakkan amplop itu, Si A mau pergi tapi kemudian perhatiannya teralih pada foto Joon Jae kecil dan Yoo Ran yang ada di ruangan lain. Awalnya Si A biasa saja dan mau pergi dari kamar Joon Jae, tapi langkahnya langsung terhenti saat ia ingat pernah melihat foto itu di kamar Yoo Ran. Si A yang terkejut berusaha meyakinkan dirinya kalau foto yang ada di kamar Joon Jae itu hanya mirip saja dengan foto yang ia lihat di kamar Yoo Ran.
Dalam perjalanan pulang, Joon Jae bertanya pada Detektif Hong perawatan apa yang pernah dijalani Dae Young di rumah sakit yang sudah tutup itu. Detektif Hong berkata, Dae Young mengidap delusi paranoid dan gangguan bipolar.
“Dia tadinya pergi satu-dua kali untuk
perawatan dan dapat resep. Ketika dia tidak minum obat, dia mungkin tak bisa
mengontrol kecenderungan kekerasannya.” Ucap Detektif Hong.
“Jadi dia mungkin butuh obat untuk bisa
hidup dalam persembunyian bahkan sekarang. Jika tidak, bagaimana dia akan mampu
menekan kemarahannya?” jawab Joon Jae.
“Hmm, bisa jadi.” ucap Detektif Hong.
“Mungkin di antara dokter yang merawat Ma
Dae Young, berapa kemungkinan yang akan membantunya?” tanya Joon Jae.
“Dokter gila mana yang mau merawat buronan?”
sahut asisten Detektif Hong.
“Tapi bukankah masih perlu untuk memeriksa
tim medis psikiatri?” tanya Joon Jae.
Detektif Hong kesal, tapi walaupun kesal ia
setuju dengan perkataan Joon Jae.
Setelah Joon Jae turun dari mobil mereka,
asisten Detektif Hong menggerutu karena mereka selalu menuruti perintah Joon
Jae. Detektif Hong berkata, mereka hanya akan memanfaatkan Joon Jae untuk
menangkap Dae Young.
Dengan wajah gusar, Si A memperhatikan Yoo
Ran yang sedang menyuapi Chung di dapur. Si A lalu teringat kata-kata Nam Doo
kalau Joon Jae dan ibunya sudah berpisah sejak lama. Si A lalu ingat
keinginannya saat itu, bahwa ia ingin menemukan ibunya Joon Jae.
Sementara itu, Yoo Ran terus menyuapi Chung
dan bertanya bagaimana rasanya.
“Rasanya nuklir.” Jawab Chung.
Yoo Ran pun bingung, apa?
“Kau tidak tahu? Itu kata yang sering
digunakan orang-orang di internet. Rasanya nuklir. Artinya sangat lezat.” Jawab
Chung.
“Syukurlah karena kau bilang ini lezat.” Ucap
Yoo Ran.
Tak lama kemudian, Si A datang dan Yoo Ran
langsung menanyakan kapan pacar Si A datang. Chung awalnya heran dengan
pertanyaan Yoo Ran, tapi begitu menyadari yang dimaksud Yoo Ran adalah Joon
Jae, ia pun langsung sewot. Si A langsung membekap mulut Chung saat Chung mau
menyebutkan nama Joon Jae.
“Apa yang kau lakukan Cha Si A!” protes
Chung sambil menghempaskan tangan Si A.
Tapi Si A gak menanggapi protesan Chung dan buru2 mengajak Yoo Ran pergi. Pas sampai diluar, ia melihat Joon Jae yang sedang menaiki tangga. Ia pun panic dan langsung memasukkan Yoo Ran ke dalam mobil. Joon Jae sempat melihat ke arah mereka, tapi ia tidak curiga dan langsung masuk ke rumahnya tanpa menyadari apapun.
Di rumah, Jin Joo yang menemani Elizabeth
belajar sewot karena Elizabeth masih belum juga bisa perkalian. Tak lama, Si A
dan Yoo Ran pulang. Yoo Ran langsung menuju kamarnya, sementara Si A
menghampiri Jin Joo.
“Eonni, katamu Ajummoni punya anak
laki-laki, ya? Pernah dengar sesuatu tentang putranya?” tanya Si A panik.
“Putranya sangat tampan dan, oh! Dia masuk
KAIST. Mereka tidak saling berhubungan. Setelah dia bercerai mereka hidup
terpisah dan hanya mendengar kabar dari waktu ke waktu.” Jawab Jin Joo, membuat
Si A makin lemas.
Si A makin lemas saat ingat kata2 dan
perlakuan kasarnya pada Yoo Ran. Jin Joo heran dengan sikap Si A. Tapi saat
melihat buku PR Elizabeth, Jin Joo langsung marah2.
“Kenapa 6x6 = 40? Luruskan pikiranmu!”
sentak Jin Joo.
Si A mencoba memastikannya sekali lagi apakah foto yang dilihatnya di kamar Joon Jae adalah foto Yoo Ran. Ia membandingkan foto yang ada di kamar Joon Jae yang sempat dipotretnya dengan foto yang ada di kamar Yoo Ran. Dan hasilnya, ia semakin kehilangan tenaga menyadari Yoo Ran adalah ibunya Joon Jae. Tak lama kemudian, Yoo Ran datang dan heran melihat Si A di kamarnya.
“Itu... Mungkin... Foto itu. Apa dia
putramu?” tanya Si A.
“Itu benar.” jawab Yoo Ran, membuat Si A
makin stress.
“Putramu tidak mirip ibunya.” Ucap Si A
lagi.
“Apa maksudmu? Orang-orang selalu bilang dia
seperti aku.” jawab Yoo Ran.
Lalu secara mendadak, Si A bersikap manis pada Yoo Ran. Ia ingin memanggil Yoo Ran ibu. Yoo Ran heran dan ingin tahu kenapa Si A tiba2 mau memanggilnya ibu. Si A pun berkata kalau Yoo Ran sudah seperti ibunya.
“Apa kau sakit?” tanya Yoo Ran aneh.
“Tampaknya aku tadinya sakit. Sampai saat
ini, pikiranku kacau. Sekarang, aku sudah sadar.” Jawab Si A.
Si A lalu menawarkan diri mengambilkan
segelas air untuk Yoo Ran. Tapi Yoo Ran menolaknya dan ingin mengambilkan air
untuk Si A. Si A langsung mencegahnya dan ingin mengatakan sesuatu tapi
mulutnya begitu sulit untuk berbicara.
“Ada apa? Ada yang ingin kau katakan padaku?”
tanya Yoo Ran.
“Hanya sebentar... Hanya sebentar lagi... aku
akan mengatakannya nanti.” Jawab Si A.
Si A lalu meminta maaf pada Yoo Ran dan
buru-buru pergi.
Chung terheran-heran karen Joon Jae
menyuruhnya tidur di bawah kalau Chung merasa kedinginan. Chung langsung
senyum2 karena mengira Joon Jae ingin tidur dengannya. Joon Jae yang mengerti
jalan pikiran Chung, langsung berkata kalau ia akan tidur di kamar Chung dan
senyum Chung itu pun langsung menghilang.
“Aku ingin tahu sesuatu. Kau... Hari ketika kau
diculik Ma Dae Young. Apa orang itu mengisi gentong dengan air?” tanya Joon
Jae.
Chung mengiyakan. Joon Jae ingin tahu
alasannya dan Chung pun langsung terdiam.
“Ma Dae Young tahu bahwa aku putri duyung. Dia berkata dia melihatnya dalam mimpi dan ingin memastikan sendiri. Tapi, Heo Joon Jae, aku tidak bisa mengatakan ini padamu.” Batin Chung.
Joon Jae yang bisa mendengar suara Chung
langsung melarang Chung bicara jika Chung sulit mengatakannya. Joon Jae lalu
memeluk Chung.
“Aku takut karena orang itu tahu rahasiaku.”
Batin Chung lagi.
“Kau tidak perlu takut. Tidak ada yang akan
terjadi. Tidak ada yang akan terulang. Apa pun yang terjadi sebelumnya tidak
akan terjadi kali ini. Aku akan memastikan itu.” jawab Joon Jae.
CEO Heo keluar dari kamarnya dan memanggil2 Seo Hee, tapi Seo Hee tak kunjung datang. CEO Heo yang pandangannya semakin mengabur, terus berjalan ke tangga tanpa menyadari Seo Hee yang sudah berdiri di depannya. CEO Heo yang tidak bisa melihat dengan jelas ada tangga di depannya akhirnya jatuh dari tangga. Seo Hee diam saja, ia menatap CEO Heo dengan wajah dingin.
Tepat saat itu, Chi Hyun pulang dan terkejut mendapati CEO Heo yang tergeletak di dekat tangga. Chi Hyun lantas mendekati sang ayah dan menatap ibunya yang berdiri di tangga paling atas dengan wajah syok. Lalu, tanpa berkata apapun, Chi Hyun menghubungi Seketaris Kim dan menyuruh Seketaris Kim datang. Sambil menatap kecewa sang ibu, Chi Hyun berkata pada Seketaris Kim kalau ayahnya pingsan.
Chi Hyun menunggui ayahnya yang sedang diperiksa dengan wajah cemas. Tak lama kemudian, dokter keluar dan langsung menjelaskan ke Chi Hyun kalau CEO Heo mengalami pendarahan otak tapi operasinya berjalan dengan baik. Chi Hyun pun menarik napas lega mendengarnya. Chi Hyun lalu bertanya, apa sang ayah masih bisa melakukan aktivitas dengan normal.
“Kita perlu mengamati setelah dia bangun
dari anestesi dan sadar kembali sehingga kita tidak akan tahu untuk saat ini.”
jawab dokter.
Perawat lantas keluar dan memberitahu Chi
Hyun kalau CEO Heo mencari Chi Hyun. Chi Hyun langsung masuk. Ia menangis dan
menggenggam tangan ayahnya dengan erat, namun wajahnya langsung berubah kecewa
saat sang ayah yang masih belum sadarkan diri memanggil2 nama Joon Jae.
Seo Hee yang sudah tiba di rumah sakit tanpa
sengaja melihat Chi Hyun. Ia menegur Chi Hyun, tapi Chi Hyun yang kecewa tidak
perduli dan berjalan melewatinya begitu saja. Seo Hee pun bingung dengan sikap
Chi Hyun.
0 Comments:
Post a Comment