Jin Hee menghubungi 119 dari telepon kantor.
Setelah itu, ia mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi Roo Na, tapi tidak dijawab.
Gilja yang tidak bisa tidur, berusaha menghubungi Roo Na tapi ponsel Roo Na tak aktif.
Soyoung terbangun karena mendengar suara tangisan Chorim.
"Soyoung-ah, sekarang aku tahu kenapa ada banyak sekali lagu patah hati. Rasanya seperti ditusuk disini. Sakit sekali, sampai aku ingin mati tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Apa yang harus kulakukan? Gilja mencemaskan Roo Bi jadi aku tidak bisa bicara dengannya. Kau lebih muda dariku, aku malu cerita padamu. Apa yang harus kulakukan."
"Itulah kenapa kubilang saat seseorang jatuh cinta, hati dan pikiran mereka akan bertentangan." jawab Soyoung.
Tapi Chorim malah menggeplak kepala Soyoung. *Astaga Chorim, masih sempet2nya ngajak Soyouung ribut. LOL
Chorim lalu menjatuhkan dirinya ke pelukan Soyoung. Soyoung pun berusaha menenangkan Chorim yang tangisnya kian kencang.
"Aku merindukannya!" ucap Chorim.
Di kamarnya, Roo Bi terus saja menatap ponselnya. Ia menunggu telepon dari Roo Na. Wajahnya terlihat cemas. Ia takut Roo Na bunuh diri.
Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Telepon dari In Soo.
"Roo Na masih belum menghubungimu?"
"Kau mencemaskannya juga?" tanya Roo Bi.
"Bohong kalau aku bilang aku tidak cemas." jawab In Soo.
"Aku mengerti. Roo Na akan baik-baik saja." ucap Roo Bi.
"Jangan terlalu cemas. Aku yakin Roo Na akan menghubungi kita pagi ini." jawab In Soo.
Roo Na teringat kecelakaan yang dialaminya bersama Roo Bi.
Ia juga ingat ketika sang ibu memanggilnya Roo Bi saat ia baru siuman.
"Jika aku tahu akhirnya seperti ini, akan lebih baik jika aku mati. Mereka tidak seharusnya membiarkanku hidup. Kenapa mereka menyelamatkanku? Kenapa aku siuman sebelum Roo Bi siuman? Kenapa?" ucapnya.
Roo Na lantas mendengar suara ibunya. Ia pun langsung mencari ibunya tapi kemudian ia sadar kalau itu hanyalah perasaannya.
"Tidak mungkin ibu disini. Kenapa ibu harus mencariku? Kau ingat, ibu? Ingat? Kau orang pertama yang memanggilku Roo Bi."
Roo Na lalu meraih ponselnya dan menghubungi sang ibu.
"Kenapa kau memanggil begitu, Bu? Jika kau tidak melakukannya, hal ini tidak akan terjadi!"
Tangis Roo Na pun pecah.
"Roo Bi-ya, kau dimana? Aku akan menjemputmu."
"Jangan datang, aku baik-baik saja."
"Roo Bi-ya, eomma mianhae. Aku tidak ada di sisimu. Aku menamparmu. Aku meneriakimu. Aku minta maaf."
"Kenapa kau minta maaf? Itu kesalahanku. Mianhae. Aku ingin sukses, tapi pada akhirnya..."
"Roo Bi-ya, apa maksudmu? Berhentilah bicara. Kau menakuti ibu. Katakan kau dimana."
"Mianhae eomma karena telah mengecewakanmu. Aku benar-benar ingin kau bangga padaku."
"Kau salah. Kau mengagumkan. Faktanya, aku tidak pantas memiliki putri sepertimu."
Mendengar itu, Roo Na tambah kecewa karena mengira sang ibu hanya peduli padanya.
Roo Na lantas menutup teleponnya setelah meminta sang ibu menjaga kesehatan.
Sontak Gilja panic. Ia takut terjadi sesuatu pada Roo Na.
Gilja lantas berteriak memanggil keluarganya.
"Apa yang harus kulakukan? Kurasa, Roo Bi akan mengakhiri hidupnya. Dia tidak mau mengatakan dia ada dimana." Gilja menangis.
Roo Na menghubungi Gyeong Min.
"Terima kasih sudah menjawab teleponku. Jangan cemas. Gyeong Min-ssi, aku ingin mengakui sesuatu. Ini kesempatan terakhirku, jadi dengarkan saja. Sebenarnya aku tidak mencintaimu. Aku memang mencintaimu pada awalnya tapi kita berpisah lalu kembali bersama. Ketika aku sadar dari kecelakaan itu, seperti yang kau katakan, aku hanya mencintaimu karena kau kaya dan punya pengaruh. Aku benci mengakuinya tapi kau benar. Tapi aku juga menerima, aku belajar mencintaimu lagi lebih dari aku mencintai yang lain. Itulah kenapa aku berpikir membuat sandiwara yang tidak termaafkan. Jadi aku bisa tetap disisimu. Jika aku tidak melakukannya, aku akan kehilanganmu dan kau meninggalkanku. Mianhae untuk semua yang sudah kulakukan padamu. Maaf karena sudah menipu dan membohongimu."
"Roo Bi-ya, dimana kau? Aku akan menjemputmu."
"Ini menyenangkan. Seseorang mendorongku pergi jadi kenapa berubah pikiran sekarang? Karena kau akan merasa bersalah jika aku mati? Jangan khawatir. Aku tidak menyalahkan siapapun. Aku ingin menjadi Jeong Roo Bi yang kau cintai, yang kau inginkan tapi aku gagal. Mianhae. Seharusnya aku berusaha lebih keras. Lupakan semuanya dan hiduplah bahagia."
Di kantor, Jin Hee menerima telepon dari 119 yang mengabarkan mereka sudah berhasil mendapatkan lokasi Jiyeon.
Jin Hee lalu menghubungi Roo Na.
Ia memberitahu kondisi Jiyeon pada Roo Na dan meminta Roo Na menyelamatkan Jiyeon.
Tapi Roo Na tidak peduli dan menutup teleponnya.
Ia lalu mengambil botol obat. Ia berniat bunuh diri dengan obat itu.
Tapi pikirannya tidak bisa lepas dari Jiyeon.
Bersambung........
0 Comments:
Post a Comment