My Golden Life Ep 23 Part 1

Sebelumnya...


Hyuk menatap pedih Ji An yang baru saja ditemukannya. Hyuk mengajak Ji An bicara, tapi Ji An malah menghindar.

Dari kejauhan, Ji Soo melihat Hyuk tengah berbicara dengan seorang wanita, tapi ia tak tahu wanita itu Ji An. Ji Soo buru-buru pergi ketika Hyuk menatap ke arahnya.

Hyuk ingin tahu apa yang dilakukan Ji An disana. Ji An hanya menjawab, kalau ia bekerja disana.

“Bagaimana bisa kau bekerja di sini?” tanya Hyuk.

“Aku suka di sini. Aku di sini karena menyukainya.” Jawab Ji An.

“Kenapa kau suka di sini?” tanya Hyuk.

“Pemandangan disini indah,  jadi  lupakan aku dan pergilah.” Jawab Ji An.

“Kau menyuruhku menunggu sepekan. Ini sudah lebih dari sepekan. Kukira kau akan menepati janjimu kali ini. Jadi, bahkan usai kau menghilang, aku masih menanti.” Ucap Hyuk.


Ji An pun ingat, dirinya sudah berjanji akan menceritakan masalahnya pada Hyuk.

“Kenapa kau tidak menelepon dan menjadi begini?” tanya Hyuk.

“Aku bahkan tidak bisa bilang aku merasa bersalah karena tidak menepati janjiku. Aku tidak akan menepati janji itu. Kau sebaiknya pergi. Aku tidak mau bicara lagi.” Jawab Ji An.


Tiba-tiba, seorang pria memanggil Ji An dan menyuruh Ji An bekerja. Ji An pun kembali bekerja.


Ji Soo mengambil garam laut yang ia beli sebelumnya dari mobil Hyuk. Saat hendak kembali ke taksi, Ji Soo teringat dengan wanita yang berbicara dengan Hyuk. Ji Soo penasaran, siapa wanita itu. Ia juga kecewa karena tak jadi makan siang dengan Hyuk hari itu.


Seorang ahjumma menghampiri Hyuk dan menyuruh Hyuk membawa Ji An pulang. Ia menunjuk ke arah pria tua yang memanggil Ji An tadi. Pria itu bernama Tuan Bong. Ahjumma itu bilang, Ji An berutang pada Tuan Bong dan Tuan Bong membuat Ji An bekerja seperti budak. Hyuk tidak mengerti maksud wanita itu.

“Tuan Bong menyelamatkannya usai dia berusaha bunuh diri. Dia membayar biaya rumah sakitnya. Dia menagihnya 7 dolar untuk makan, 5 dolar untuk kudapan, dan 50 dolar untuk kamarnya. Dia berutang lebih banyak daripada yang bisa dia bayar.” Ucap wanita itu.


Hyuk pun terkejut dan langsung pergi menemui Tuan Bong. Hyuk berjanji, akan melunasi semua hutang Ji An asalkan Tuan Bong mau memberitahunya tentang Ji An yang ingin bunuh diri.

“Setiap pagi, aku mendaki bukit di sana. Aku pergi ke sana saat mentari terbit, berdoa, dan menggali ginseng liar yang sudah kutanam sebelumnya. Di sanalah aku menemukannya.” Ucap Tuan Bong.

Hyuk pun terkejut, di gunung?

“Dia tidak akan pergi ke gunung itu kecuali sudah bertekad bunuh diri.” Jawab Tuan Bong.

Flashback…


Tuan Bong berjalan di hutan dan menemukan Ji An sudah tak sadarkan diri disana.

Flashback end…


Tuan Bong bercerita, sebelum menemukan Ji An yang sudah terkapar, ia sempat melihat Ji An bermain-main di pantai sendirian. Hyuk pun menangis mendengarnya. Ia tak menyangka, Ji An berusaha bunuh diri.

Tuan Bong lantas membawa Ji An ke klinik. Tak lama kemudian, Ji An sadar. Tuan Bong lega melihatnya. Namun tidak dengan Ji An. Ji An tak mau memberitahukan namanya pada Tuan Bong. Saat Tuan Bong hendak memanggil polisi, Ji An pun memohon supaya Tuan Bong tidak melaporkannya pada polisi.


Flashback…

Tuan Bong membawa Ji An ke rumahnya. Ia meminta Ji An membayar 700 dollar untuk biaya rumah sakit yang sudah ia keluarkan. Tuan Bong pun marah, ia menyuruh Ji An menghubungi keluarga atau siapapun yang dikenal Ji An. Tapi Ji An menolak. Akhirnya, Tuan Bong menyuruh Ji An bekerja. Tuan Bong bilang, Ji An tak bisa pergi sebelum melunasi hutangnya.

Ternyata alasan Tuan Bong mencegah Ji An pergi, karena ia takut Ji An bunuh diri lagi.

Flashback end…


“Dia melakukan semua perintahku. Itu membuatku takut. Aku bahkan memastikan dia dan istriku tidur sekamar. Aku takut dia akan kabur saat malam. Aku terus memberinya pekerjaan agar dia tidak punya waktu untuk berniat bunuh diri. Tapi dia berhasil melakukan semua pekerjaan yang kuberikan. Dia bahkan tidak mengeluh kelelahan. Dia tidak bicara sedikit pun.” Ucap Tuan Bong.

“Kenapa menurut anda temanku akan berusaha bunuh diri lagi?” tanya Hyuk.

“Kau tidak melihatnya? Matanya tampak tidak hidup. Itu bukan mata orang hidup. Aku tidak tahu apa yang harus dia lalui. Sudah berhari-hari, tapi matanya masih mati. Ini melebihi ekspektasiku.” Jawab Tuan Bong.


Tuan Bong lantas menyuruh Hyuk membawa Ji An pulang. Hyuk cemas kalau Ji An akan bunuh diri lagi.

“Jika kau tidak memercayaiku. awasi dia seharian. Kau akan memahami maksudku.” Jawab Tuan Bong.

Setelah mendengar cerita Tuan Bong, Hyuk pun hanya bisa menahan kesedihannya sambil menatap Ji An.


Di kantor, Seketaris Yoo melapor pada Do Kyung, bahwa ia sudah menyelidiki tempat magang Ji An dulu tapi tidak ada satu pun yang tahu keberadaan Ji An.

”Apa mereka mengawasi rumahnya? Bagaimana jika mereka melewatkannya saat dia kembali?” tanya Do Kyung.

“Aku tidak tahu karena bukan aku yang berjaga, tapi menurut laporan, dia belum kembali.” Jawab Seketaris Yoo.

“Lantas, di mana dia mungkin berada?” gumam Do Kyung.

“Mungkin dia beristirahat di suatu tempat?” ucap Seketaris Yoo, yang langsung disemprot Do Kyung.

“Walaupun begitu, aku harus tahu di mana dia dan apa dia benar-benar beristirahat.” Ucap Do Kyung.

Seketaris Yoo pun merasa aneh dengan sikap Do Kyung. Menurutnya, sikap Do Kyung itu berlebihan. Do Kyung pun bingung menjelaskan alasan kenapa ia begitu peduli pada Ji An.


Tuan Seo mencari Ji An sampai ke stasiun. Ia membawa foto Ji An dan menanyai setiap orang yang dilaluinya, namun tak satu pun yang melihat Ji An. Tiba2, Tuan Seo melihat sosok mirip Ji An. Tuan Seo pun langsung mengejar wanita itu, namun sayang wanita itu bukan Ji An. Tuan Seo pun kecewa.


Di kamarnya, Seohyun mulai menjalankan saran dari Ji Ho. Ji Ho menyuruhnya merekam pembicaraannya dengan istri Supir Ryu soal pemerasan itu. Seohyun berhasil merekamnya!!


Sesuai arahan Ji Ho pula, Seohyun menemui Seketaris Min dan menyuruh Seketaris Min memecat Supir Ryu. Meskipun dengan alasan yang dibuat2, Seketaris Min pun mengerti kalau Seohyun ingin ganti supir dan berjanji akan mencari alasan agar orang tua Seohyun setuju Supir Ryu dipecat.


Seohyun lantas menghubungi Ji Ho. Ia mengajak Ji Ho ketemuan untuk membahas langkah selanjutnya, namun Ji Ho menolak karena ia mau mencari kakaknya hari itu.


Di restoran, Nyonya Yang sedang melayani pelanggan. Ji Ho berdiri di depan pintu dan terdiam melihat sang ibu. Nyonya Yang tanpa sengaja melihat ke pintu dan terkejut melihat Ji Ho.


Mereka lantas bicara di ruangan lain.

“Aku akan langsung ke intinya. Tempat ini bagus. Aku jadi tidak begitu kasihan kepada Ibu setelah melihatnya.” Ucap Ji Ho.

“Apa maksudmu?” tanya Nyonya Yang.

“Aku tidak mau kuliah. Aku sudah memberi tahu Kak Ji Tae dan ayah. Aku tidak belajar. Selama ini aku bekerja. Aku ingin menghasilkan uang seperti Ibu.” Jawab Ji Ho.

Nyonya Yang pun terkejut, kenapa kau berbohong?


“Ibu boleh berbohong, tapi aku tidak boleh?” ucap Ji Ho.

“Ji Ho-ya, ibu mengecewakanmu, ya? Ini salah ibu. Semuanya salah ibu. Tapi bagaimana mungkin kamu tidak mau kuliah?” protes Nyonya Yang.


Ji Ho pun emosi.

“Selalu tentang kuliah. Menyuruhku kuliah padahal aku tidak mau. Ibu mengambil uang Kak Ji Tae dan menekan Kak Ji An. Ibu menukar Kak Ji An dan Kak Ji Soo demi restoran ini. Ini semua terjadi karena ketamakan Ibu. Kita bisa saja hidup sederhana. Andaikan Ibu membiarkanku menyerah saat aku gagal kali pertama, aku pasti tidak akan berbohong kepada Ibu. Mungkin Kak Ji An pun tidak akan merasa tertekan dan bisa mencari pekerjaan di perusahaan yang lebih kecil. “

“Kenapa tidak ada satu pun dari kalian yang memahami perasaan ibu?” protes Nyonya Yang.

“Kekacauan ini terjadi karena Ibu. Bagaimana kami bisa memahami Ibu? Saat tadi melihat Ibu, Ibu tampak begitu bahagia bekerja di sini. Aku pasti menuruni sifat Ibu. Seharusnya Ibu terus bekerja sambil tersenyum. Serta berhenti mencereweti putra Ibu untuk mencari uang.” Jawab Ji Ho.

“Kini ibu bekerja di sini bukan untuk menghasilkan uang. Ibu tidak punya pilihan.” Ucap Nyonya Yang.


Ji Ho yang terlanjur kecewa pun, pergi. Sebelum pergi, ia berkata tidak akan pulang ke rumah untuk sementara. Ji Ho menangis. Ia marah, kareng sang ibu sudah menghancurkan hidup kedua kakak perempuannya.

Setelah Ji Ho pergi, Nyonya Yang menangis. Ia bingung harus bagaimana.


Ji Ho juga menyusuri jalanan sambil menangis. Tak lama kemudian, ia meraih ponselnya. Mau menghubungi Ji Soo, tapi gak jadi.


Beralih ke Boss Kang yang datang lagi ke kafe Hee. Hee gak mau menjual kopinya ke Boss Kang, tapi Boss Kang gak peduli dan tetap memesan kopi. Terpaksa lah Hee menyiapkan pesanan Boss Kang.

Sembari menunggu pesanannya, Boss Kang sibuk melipat origami. Hee kemudian datang mengantarkan kopi pesanan Boss Kang. Saat melihat apa yang dilakukan Boss Kang, ia terkejut dan teringat kembali masa lalunya dengan Boss Kang.


Flashback…

Boss Kang kesal karena tidak bisa melipat origami burung bangau seperti yang dilakukan Hee.  Ia bilang, tidak bisa melipatnya karena tangannya terlalu besar. Tapi Hee kekeuh meminta Boss Kang membuatkannya 1000 burung bangau seperti yang dilakukan kekasih temannya.

Flashback end…


Hee pun jadi kesal. Ia duduk di depan Boss Kang dan berkata, bahwa memang benar ia sudah bercerai lima tahun lalu, tapi itu tidak ada hubungannya dengan Boss Kang. Ia bilang, sudah melupakan Boss Kang saat menikahi pria lain. Tapi Boss Kang malah cuek dan sibuk dengan origaminya. Hee pun tambah kesal.

“Kau tidak mendengarkanku?” tanya Hee.

“Kupingku terbuka lebar. Tentu aku bisa mendengarmu.” Jawab Boss Kang.

“Itu tidak mengubah apa pun. Aku memang bercerai dan tidak beruntung, tapi bukan berarti aku tidak bisa melupakanmu.” Ucap Hee.

“Kau masih tidak bisa berbohong.” Jawab Boss Kang.

“Hei, Nam Goo! Asal kau tahu. Kau salah paham. Jangan berani-berani kembali lagi.” Ucap Hee, lalu pergi melayani pelanggannya yang lain.


Dan ketika Hee sudah selesai melayani pelangganya, Boss Kang sudah pergi dan meninggalkan origami burung bangaunya di atas meja.


Sampai di toko, Boss Kang buru-buru meminum susunya karena sakit perut habis minum kopi. Ji Soo juga baru datang, menggotong garam laut yang dibelinya di Incheon ke dalam toko sendirian.


Ji Soo lantas bercerita kejadian di Incheon, tentang Hyuk yang menemui gadis lain. Boss Kang protes, dan langsung menghubungi Hyuk. Ji Soo menguping tapi sayang Hyuk tidak menjawab teleponnya.


Nyonya No bicara dengan Jin Hee. Jin Hee penasaran dengan alasan Eun Seok resign dari perusahaan. Nyonya No berbohong. Ia bilang, ia mengirim Ji An berlibur ke luar negeri karena Ji An sudah terlalu lelah bekerja.

“Kelelahan bekerja? Tapi acara itu segalanya bagi dia. Dia tidak sakit parah, bukan?” tanya Jin Hee.

“Kau ingin dia sakit parah?” sewot Nyonya No.

“Ke mana Kakak mengirimnya berlibur?” tanya Jin Hee.

“Ke tempat yang tidak bisa kau temukan. Jadi, tidak usah berniat mencarinya.” Jawab Nyonya No.

“Untuk apa aku mencarinya?” tanya Jin Hee.


“Kau tidak bisa menghubunginya saja? Kau bisa mengetahui sesuatu hanya dengan melihat wajahku?” jawab Nyonya No.

“Dia akan libur sampai kapan?” tanya Jin Hee.

“Sampai hari jadi yayasan.” Jawab Nyonya No.

Nyonya No lalu beralasan dia ada janji dan menyuruh Jin Hee pergi. Namun sebelum pergi, ia mengaku tidak bisa membaca ekspresi Nyonya No, tapi ia tahu ada yang tidak beres. Setelah Jin Hee pergi, Nyonya No menghubungi seketarisnya untuk menanyakan pemesanan tiket ke Hawaii. Setelah menghubungi seketarisnya, ia kembali menyalahkan Nyonya Yang.


Hari sudah malam, Hyuk masih menunggu Ji An. Hyuk mengajak Ji An pulang, tapi Ji An menolak. Ji An berkata, ia tidak peduli dengan apapun dan siapapun termasuk orang tuanya.


Ji An kemudian pergi dengan Tuan Bong.  Hyuk mengikuti Ji An sampai ke rumah Tuan Bong.

Ji An tahu Hyuk mengikutinya. Istri Tuan Bong kemudian menyuruh Ji An makan. Ji An bergegas masuk ke dalam. Dari kejauhan, Hyuk memperhatikan Ji An dan bingung harus melakukan apa untuk Ji An.


Hyuk lalu teringat Do Kyung. Ia mau menghubungi Do Kyung, mau ngasih tahu soal Ji An tapi gak jadi karena ingat kata temannya tentang pewaris perusahaan yang tidak mungkin menikahi gadis biasa.


Setibanya di rumah, Nyonya No menyuruh Seketaris Min mengikutinya. Ia mengambil sikat gigi Ji Soo di di kamar mandi serta rambut di sisir Ji Soo untuk di tes DNA.

“Wakil Presdir Choi telah mengetesnya.” Ucap Seketaris Min.

“Dia mengetes DNA Ji An. Itu hanya membuktikan Ji An bukan putri kami. Bukan berarti Ji Soo putri kami. Aku tidak berpikir Jo Soon Ok akan membohongiku. Bagaimana jika Eun Seok adalah orang lain dan dia mengatakan salah satu dari dua gadis itu adalah Eun Seok hanya dengan menunjukkan dua sikat gigi kepadaku? Aku hanya ingin memastikan. Aku tidak boleh tertipu lagi.” Jawab Nyonya No.

Seketaris Min pun terkejut mendengarnya. Ia tidak bisa mengerti jalan pikiran Nyonya No.


“Aku mendapatkan sikat gigi untuk tes DNA dari Yang Mi Jung. Kau memberi tahu suamiku soal itu?” tanya Nyonya No.
“Dia memanggilku ke kantornya dan menanyakan itu. Jadi, kuberi tahu,” jawab Seketaris Min.

“Bisa-bisanya kau memberitahunya tanpa mendiskusikannya denganku. Seharusnya kau memberitahuku saat dia menghubungimu.” Protes Nyonya No.

“Kupikir aku bertanggung jawab atas keluarga ini. Aku bukan hanya bekerja untuk Anda. Wakil Presdir Choi juga atasanku. Aku harus menjawab pertanyaannya. Tapi jangan khawatir.  Aku tidak memberitahukan apa pun soal Jo Soon Ok. Kubilang aku tidak mengetahui keberadaan Jo Soon Ok. Dia menanyakan bagaimana tes DNA-nya dijalankan, jadi, aku memberitahukan kebenarannya.” Jawab Seketaris Min.


Di jalan dekat rumah, Tuan Choi bertemu dengan Ji Soo yang juga baru pulang. Tuan Choi menyuruh Ji Soo masuk ke mobil. Tapi Ji Soo menolak. Tuan Choi pun terpaksa turun dari mobil dan menyuruh Ji Soo masuk. Terpaksa lah Ji Soo masuk ke mobil.

Di mobil, Ji Soo merasa canggung apalagi ketika Tuan Choi bilang sengaja pulang lebih awal agar bisa makan malam dengan Ji Soo.


Setibanya di rumah, Tuan Choi menanyakan pendapat Ji Soo soal kandang burung besar di halaman rumah mereka.

“Aku tidak suka jeruji besi. Aku pernah bermimpi menangis di balik jeruji besi.” Jawab Ji Soo.

“Di balik jeruji besi? Bukan sangkar burung?” tanya Tuan Choi.

Ji Soo kaget, apa?


“Kakakmu memasukkanmu ke dalam sangkar saat kamu berusia 3 tahun.” Jawab Tuan Choi.

“Kakakku?” tanya Ji Soo.

“Kau menangis memegang jerujinya dan jatuh bersama sangkarnya.” Jawab Tuan Choi.

“Jadi, itu bukan mimpi?” tanya Ji Soo.

“Itu kenangan. Jadi, kau mengingat beberapa kenangan meskipun tidak indah.” Jawab Tuan Choi sembari tersenyum.

Begitu masuk rumah, Ji Soo langsung bilang kalau ia lapar. Tuan Choi pun menyuruh Ji Soo bersih2 dulu, baru makan.


Setelah masuk kamar, Nyonya No protes Tuan Choi semobil dengan Ji Soo. Ia takut ada yang melihat.  Tuan Choi pun menyuruh Nyonya No menerima Ji Soo sepenuh hati, karena sudah sepekan Ji Soo tinggal bersama mereka.

“Bukan begitu. Ini hanya sulit bagiku. Dia tidak seperti Ji An. Saat Ji An di sini, kupikir dia memang putri kita yang hilang. Aku menerimanya dengan hatiku.” Jawab Nyonya No.

“Aku tahu. Aku pun merasa begitu.” ucap Tuan Choi.

“Aku bisa menerimanya di dalam kepalaku, tapi hatiku tidak bisa menerimanya.” Jawab Nyonya No.

“Itulah sebabnya kita harus berusaha lebih keras. Seperti yang Ji Soo bilang, itu semua salah kita. Salahku karena aku memercayai ucapanmu begitu saja. Karena itulah putri kita amat terluka.” Ucap Tuan Choi.


Nyonya No pun protes Tuan Choi menyalahkannya lagi.

“Katakan kepada Yang Mi Jung dia bisa menjalankan restorannya. Aku akan menyuruh Seo Tae Soo melupakan semuanya dan merahasiakannya.” Ucap Tuan Choi.

“Jadi, kita tidak bisa melakukan apa-apa?” tanya Nyonya No.

“Kita harus mengakui kesalahan kita. Kita menyuruh mereka menyerahkan diri. Seperti yang Ji Soo bilang, kesalahan yang kau buat 25 tahun lalu adalah alasan utama kita kehilangan Eun Seok.” Jawab Tuan Choi.


“Aku salah karena tidak memeriksa kursi belakang. Jadi, kau menyalahkanku selama 25 tahun. Aku bisa saja menemukannya jika tidak terlibat kecelakaan.” Ucap Nyonya No.

“Menurutmu begitu?” tanya Tuan Choi kesal.

“Tentu saja. Aku pasti akan langsung kembali ke area peristirahatan.” Jawab Nyonya No.

“Cukup. Eun Seok bilang dia lapar. Yang perlu kau pikirkan hanya cara menemukan orang yang mengirimkan surat itu.” ucap Tuan Choi.

0 Comments:

Post a Comment