My Golden Life Ep 49 Part 2

Sebelumnya...


Tuan Choi berterima kasih, ia bilang berkat Tuan Seo ia dan keluarganya berhasil mendapatkan kembali perusahaan.

Ji Soo kemudian penasaran, kenapa sang ayah memintanya datang. Sang ayah bilang, ia mau mengatakan sesuatu yang harus didengar oleh Ji Soo dan Nyonya Yang.

Tuan Choi pun memulai ceritanya, bahwa malam itu, saat Nyonya Yang menemukan Eun Seok, hari sedang hujan. Tuan Choi bilang, tadinya ia tidak mengetahui hal ini.

Nyonya Yang menyangkal. Ia bilang, hujan tidak turun saat ia menemukan Ji Soo. Tapi kemudian ia ingat, hujan turun saat mereka meninggalkan Jeongseon. Nyonya Yang mengatakan, saat itu Ji Soo menangis karena lapar jadi mereka terpaksa berhenti di sebuah toko.

“Benar, malam itu hujan deras. Jembatannya runtuh karena banjir. Jika kau tidak menemukan Eun Seok, jika kalian tidak mengunjungi makam kembarannya Ji An, Ji Soo pasti sudah terbawa banjir dan tewas.” Ucap Tuan Choi.


Mereka pun terkejut, terutama Ji Soo yang matanya mulai berkaca-kaca.


Tuan Choi berterima kasih karena Tuan Seo dan Nyonya Yang sudah menyelamatkan putrinya.

“Aku membawanya tanpa melapor pada polisi. Aku sungguh minta maaf. Aku merasa bersalah karena itu.” Ucap Nyonya Yang.

“Kudengar kau menghubungi polisi untuk memeriksa apakah ada laporan anak hilang. Kalian pasti berpikir, dia dibuang. Lalu kalian langsung pindah ke Dubai setelah itu. Jadi kini, kau bisa melepaskan beban pikiranmu.” Jawab Tuan Choi.


“Berarti ayah dan ibu menyelamatkan hidupku?” tanya Ji Soo.

“Itu tidak benar.” Sangkal Nyonya Yang.

“Ayah tau ini ironis, tapi memang benar mereka menyelamatkan hidupmu.” Jawab Tuan Choi.

Ji Soo pun langsung menatap ibunya, “Eomma.” Panggilnya.

Nyonya Yang diam saja. Ia tak sanggup bicara lagi. Sementara Ji An, ia terharu dengan apa yang dilakukan orang tuanya.


Tuan Seo terbangun karena merasakan sakit lagi di perutnya. Ia buru2 minum obat pereda nyeri. Lalu, ponselnya berbunyi. Telepon dari Ji Soo.

Sambil menangis, Ji Soo menceritakan apa yang tadi diceritakan Tuan Choi. Tuan Seo sontak terkejut. Ia bertanya, bagaimana Tuan Choi bisa tahu soal itu.

Sementara itu, Tuan Choi keluar dari rumah Ji An sambil tersenyum.


Sampai di rumah, Tuan Choi langsung mencari Seketaris Min. Nyonya Yang bilang, ayah Seketaris Min meninggal, jadi Seketaris Min pergi untuk mengurus pemakaman. Tuan Choi kaget.

“Dimana pemakamannya? Kenapa kau tidak memberitahuku?”

“Apakah penting memberitahu itu padamu? Lagipula, aku tidak bertanya.”


Sontak, jawaban Nyonya No membuat Tuan Choi tambah kesal. Tuan Choi lantas menghubungi Seketaris Min, tapi ponsel Seketaris Min tidak aktif. Tuan Choi lalu duduk, dan memberitahu Nyonya No kalau ia hendak menceraikan Nyonya No setelah kembali ke rumah. Kalau ia hendak berterima kasih pada Nyonya Yang dan Tuan Seo, tapi karena Jin Hee membuat masalah di perusahaan, terpaksa ia menunggu semuanya sampai tuntas.

“Kenapa kau ingin bercerai?” tanya Nyonya No.

“Karena aku sudah muak. Selama 33 tahun pernikahan kita, aku belum pernah mengadakan upacara pemakaman ayahku disini. Aku bahkan tidak bisa membuat kenangan bersama anak-anakku. Sangat membosankan sampai aku tidak ingin hidup denganmu.” Jawab Tuan Choi.

“Kau yakin tidak akan menyesalinya?” tanya Nyonya No.

“Wakil Presdir Perusahaan Haesung? Atau Pimpinan Perusahaan Haesung? Aku tidak pernah ingin menjadi keduanya.” Jawab Tuan Choi.


“Lantas kenapa kau menikahiku?” tanya Nyonya No.

“Mungkin dulu aku menginginkannya.” Jawab Tuan Choi.

“Kau melakukan ini karena kalah dari Do Kyung.” Ucap Nyonya No.

“Kau tidak mau menceraikanku? Kau mau bertanya ayahmu dulu?” tanya Tuan Choi.

“Ini bukan lelucon. Jika kau begini, aku tidak percaya kau serius.” Jawab Nyonya No.

“Kau lupa? Kubilang aku ingin menjadi Profesor andaikan bukan putra tertua dari keluarga miskin.” Ucap Tuan Choi.

“Sungguh?” tanya Nyonya No.

“Ponselnya mati. Aku hendak memintanya mengemas barang-barangku, kurasa aku harus melakukannya sendiri.” Jawab Tuan Choi, lalu beranjak menuju kamarnya.

Nyonya No nampak terpukul.


Nyonya No melihat Tuan Choi yang sedang berkemas2. Tak lama kemudian, Do Kyung pun datang.


Do Kyung bertanya, apa orang tuanya ingin dia menuruti perintah kakek. Nyonya No bilang ia, tapi Tuan Choi tidak setuju.

Do Kyung pun mengerti dan menerima surat pengunduran diri ayahnya. Do Kyung juga bilang, bahwa ibunya tidak bisa kembali bekerja di Haesung karena para pemegang saham ingin sang ibu dipecat.

Nyonya No kesal, ia menyalahkan Jin Hee yang sudah menyebarkan rumor itu.


“Aku tahu bibi yang menyebarkan rumor itu, tapi semua itu benar. Jadi ibu harus dipecat.” Jawab Do Kyung.

“Ini akan membuat kakekmu syok. Kau tidak peduli pada kakekmu?” tanya Nyonya No.

“Bukan aku yang membuat pemegang saham kecewa.” Jawab Do Kyung.

“Tapi kau tidak bisa mengusir ibu seperti ini karena kau sudah menjadi pimpinan.” Ucap Nyonya No.

“Bukan kakek yang membuatku menjadi pimpinan.” Jawab Do Kyung.


“Sebaiknya ayah pergi jika kau sudah selesai bicara.” Ucap Tuan Choi, lalu pergi.


Nyonya No tambah terpukul. Do Kyung menatap ibunya dengan tatapan kecewa.


Di kamarnya, Ji An lagi belajar. Tapi kemudian, konsentrasinya terganggu karena Do Kyung. Ia memikirkan Do Kyung sambil memainkan kalung hadiah ulang tahun dari Do Kyung yang masih melingkar di lehernya.


Do Kyung sendiri sedang memainkan lampu Ji An. Sorot matanya nampak sedih.


Tuan Seo sedang menuliskan sesuatu untuk keluarganya. Di sampingnya, tergeletak nampan berisi obat-obatannya.

Ji Ho menabung sekitar 30.000 sampai 40.000 dollar. 50.000 dollar untuk Ji Tae dan Soo A. 10.000 dollar untuk Ji Soo. 10.000 dollar untuk Ji Hoo...

Tulis Tuan Seo, tapi Tuan Seo merasa tidak adil kalau hanya memberikan 10.000 dollar pada Ji Ho, tapi ia ingat Ji Ho sudah punya tabungan. Tuan Seo juga menuliskan biaya untuk pemakamannya.

Tapi kemudian, ia ingat cerita Ji Soo soal malam itu. Ia pun tersenyum, “Yang Mi Jung punya alasan.” Gumamnya.

Lalu, Tuan Seo menuliskan biaya panti jompo.


Keesokan harinya, Do Kyung yang baru tiba di kantor terkejut karena dia disambut ribuan karyawannya.


Do Kyung lalu masuk ke ruangan barunya dan kaget melihat pamannya ada di sana.

“Kantor ini sudah diisi.” Ucap Do Kyung.

“Kau belum mulai bekerja. Jadi masih kosong sampai saat itu.” Jawab Tuan Jung.

“Paman benar.” Ucap Do Kyung, lalu mulai duduk.


Tuan Jung lantas menyerahkan surat resign nya. Ia juga minta maaf dan mengakui kesalahannya. Tuan Jung menjelaskan, ia melakukan itu demi perusahaan.

Do Kyung bilang, singkirkan pengunduran diri itu jika sang paman merasa melakukan itu demi perusahaan. Do Kyung minta pamannya mengambil alih Hotel MJ dan resort mereka di Eropa.

Tuan Jung curiga, Do Kyung merencanakan sesuatu. Do Kyung bilang, itu karena pamannya sangat kompeten.

Do Kyung lalu berdiri dan berkata, mereka akan bertemu di rapat pemegang saham. Do Kyung juga mengajak pamannya itu berjabat tangan. Tuan Jung merasa terharu. Mereka berdua berjabat tangan.


Di rapat, Do Kyung mengatakan kalau kakeknya tidak akan kembali ke perusahaan. Ia juga bilang, Haesung FNB dan Haesung membutuhkan pimpinan baru dan berencana mempekerjakan eksekutif profesional. Ia juga bilang, akan memfokuskan dirinya pada operasi perusahaan mereka saja.

Tuan Jung sontak kaget dengan rencana Do Kyung itu.


Tuan Seo memesan tiket ke Finlandia untuk pekan depan!


Tuan Seo lalu mengajak Ji An bertemu di restoran. Ji An senang karena diajak makan siang oleh sang ayah, tapi ayahnya bilang mengajak Ji An bertemu bukan untuk makan siang tapi untuk memberikan sesuatu. Tuan Seo pun memberikan tiket itu. Ji An terkejut.

“Ayah, kita merasa kesulitan tapi berkat ayah dan ayahnya Ji Soo, beban kita menghilang. Ayah juga memulai bisnis baru. Sudah lama kita tidak sebahagia ini. Haruskah aku pergi secepat itu? Aku harus menikmati kebahagiaan ini setidaknya selama sebulan.” Ucap Ji An.

“Semua hal di dunia ini ada waktunya.” Jawab Tuan Seo.

“Appa, aku baru akan masuk musim gugur nanti. Waktu apa? Aku bisa kursus bahasa sendiri.Aku bisa belajar Bahasa Finlandia sendiri.” Ucap Ji An.

“Tidak perlu bersama untuk merasa bahagia. Melihat orang lain menjalani hidup mereka, itu kebahagiaan. Mungkin juga kebahagiaan lebih besar.” Jawab Tuan Seo.

Tapi satu pekan lagi, Ji An merasa itu terlalu cepat. Namun, Tuan Seo memaksa. Tuan Seo bilang, dulu ia tidak bisa menyokong Ji An karena bisnisnya gagal dan ia takut hal yang sama terulang lagi.


Tuan Seo dan Ji An keluar bersama dari restoran. Mereka berpisah. Ji An pergi sambil berbicara di telepon dengan Myung Shin. Tuan Seo menatap kepergian Ji An dengan tatapan sedih.

Di kantornya, Ji Tae ditegur manajernya karena kinerjanya bulan lalu sangat payah. Ji Tae minta maaf dan berjanji itu tidak akan terulang lagi.


Saat beranjak pergi dari meja manajernya, ia bertemu kakek yang tabungannya diselamatkan oleh Ji Tae waktu itu. Kakek itu datang bersama pria tua yang dipanggilnya kakak.

“Jadi ini orang yang sudah menyelamatkan tabungan ayah?” tanya pria itu.

“Ya, aku bisa kehilangan segalanya jika tidak ada dia.” Jawab si kakek.

Sontak, Ji Tae bingung. Pria itu lantas memberikan kartu namanya dan memperkenalkan diri sebagai Direktur Jang dari rumah sakit di seberang kantor Ji Tae.


Mereka lalu bicara di ruangan atasan Ji Tae. Si kakek nampak asyik melahap cokelat.

“Penyakit demensia ayahku semakin parah dan tidak tahu aku putranya.” Ucap Direktur Jang.

“Lantas pria yang lulus dari sekolah kedokteran dengan nilai tertinggi?” tanya Ji Tae.

“Itu aku. Dia membesarkanku dari dagangannya di kedai kecil di Pasar Dongdaemun. Jumlah yang ingin dia tabung untuk membukakan klinik untukku adalah 40 ribu dollar. “ jawab Direktur Jang.


“Lantas dia masih memegang uangnya?” tanya atasan Ji Tae.

“Tidak. Dia terus mencari buku rekening sejak demensianya makin parah jadi aku membuka rekening berisi 37.500 dollar menabung 2.500 untuk menjadikannya genap 40 ribu dollar membuatnya senang setiap dia memeriksa akunnya. Andaikan seseorang berhasil menipunya, dia tidak akan bertahan. Aku bisa saja membukakan rekening baru untuknya, tapi desain buku tabungannya sudah berbeda.” Jawab Direktur Jang.

“Tapi kenapa anda ingin menemuiku juga?” tanya atasan Ji Tae.

“Untuk berterima kasih atas jasa Pak Seo, aku ingin berbisnis dengan bank mu.” Jawab Direktur Jang.


Ji An ke kantor Hyuk. Ia datang untuk memberikan hadiah perpisahan serta memberitahu Hyuk kalau ia akan berangkat pekan depan.

Hyuk kaget. Ji An yakin, ayahnya ingin dia segera berangkat karena Do Kyung.

“Dia banyak membantu keluarga Ji Soo, kurasa dia melakukannya untukmu dan Do Kyung.” Ucap Hyuk.


Do Kyung menemui Seketaris Yoo di pabrik. Ia senang Seketaris Yoo sukses menjalankan pabriknya.


Jin Hee datang menemui kakaknya. Ia datang untuk menanyakan apa rencana Do Kyung karena menolak surat pengunduran diri suaminya. Sontak Nyonya No kaget. Menyadari kakaknya tidak tahu apa2, Jin Hee pun cerita kalau Do Kyung menyuruh suaminya mengelola Hotel MJ.

“Eksekutif profesional akan mengelola Haesung FNB. Aku tidak merasa terganggu. Suamiku menggantikanku dan kini kakak menjadi ibu rumah tangga sama sepertiku.” Jawab Jin Hee.

Nyonya No pun kesal.


Di rumah Yangpyeong, CEO No protes karena Do Kyung menyuruh Tuan Jung mengelola Hotel MJ serta menerima surat pengunduran diri Tuan Choi dan memecat Nyonya No. Do Kyung beralasan, itu keinginan para pemegang saham.

“Kakek, akan kujadikan kakek sebagai penasihat karena aku butuh nasihat kakek.” Ucap Do Kyung.

“Kau tidak mau mengangkat kakek lagi sebagai pimpinan agar bisa mengambil alih perusahaan?” tanya kakek.

“Bukankah kakek senang aku menjadi CEO dan bukannya paman? Aku juga memenangkan suara dengan berjuang secara adil meskipun ayahnya Ji An membantu.” Ucap Do Kyung.

Do Kyung juga menyuruhnya kakeknya itu balik ke Hawaii. Sontak, sang kakek kesal bukan kepalang.


Myung Shin dan Ji An membahas soal Do Kyung yang kini menjabat sebagai CEO Haesung. Myung Shin bilang, ia pikir Ji An akan punya kesempatan menjadi pendamping Do Kyung tapi Ji An malah akan pergi ke Finlandia.

“Pemikiran darimana itu?” tanya Ji An.

“Kurasa ini yang terbaik. Dia sudah menjadi CEO dan pasti mereka akan menjadi lebih pemilih soal pendamping.” Jawab Myung Shin.

Ji An membela Do Kyung. Ia bilang, Do Kyung kembali bukan untuk mendapatkan posisi CEO. Ji An yakin, Do Kyung punya rencana sendiri dibalik itu semua.


Nyonya Yang yang baru pulang kaget melihat suaminya sedang melipat pakaian.  Nyonya Yang kecewa karena suaminya ingin stay lebih lama di Jongseon.


Tiba2, terdengar suara Ji Ho yang baru pulang dan mereka langsung keluar menemui Ji Ho.

“Kau bilang kau sudah menabung 40 -50 ribu dollar?” tanya Tuan Seo.

Ji Ho mengangguk, kenapa ayah?

“Ayah akan memberimu uang lebih untuk menambah uangmu. Bagaimana jika kalian menjual lauk pauk bersama?” ucap ayah.

Ji Ho dan Nyonya Yang kaget.


“Kau mahir memasak. Buatlah lauk pauk yang biasa kau masak untuk kami. Ji Ho bisa mengantarkannya. Aku sudah mengecek toko kecil di kompleks. Depositnya 20 ribu dollar dan biaya sewa per bulan 1000 dollar.” Ucah ayah.

“Ayah, aku tidak tahu kenapa ayah bisa memikirkan ide kreatif itu, tapi aku tidak tertarik dengan lauk pauk.” Jawab Ji Ho.

“Kau bilang ingin punya toko. Kenapa kalian harus bekerja terpisah? Kau bisa memulai bisnis dengan masakan ibumu. Kalian bisa sukses jika bisa memasak makanan yang digemari pelanggan dan mengantarkannya.” Ucap ayah.


“Rencanamu amat detail tapi aku tidak bisa menjalankannya. Aku akan pindah keluar kota bersama Ji Tae.” Jawab ibu.

Ji Ho kaget. Ayah bertanya, apa maksud ibu,

“Soo A memintaku membesarkan anaknya. Mereka ingin tinggal diluar Seoul.” Jawab ibu.

“Kau ingin membesarkan cucumu? Kudengar itu sulit.” Ucap ayah.

“Tidak akan sulit. Kau tahu kan aku menyukai anak-anak.” Jawab ibu.

“Kau memang menyukai anak-anak. Berarti sekarang masalahnya Ji Ho.” Ucap ayah.


“Jangan konyol. Kak Ji An sudah memberitahuku. Bukankah kini ayah sudah tahu?” jawab Ji Ho.

“Ya ayah sudah tahu, jadi jangan bicarakan itu sekarang.” Ucap Tuan Seo.

“Kenapa mencemaskan masa depanmu jika sudah tahu? “ tanya Nyonya Yang.

“Aku ingin punya waktu untuk diriku sendiri. Aku harus punya rencana cadangan.” Jawab Tuan Seo.

“Kurasa ayah benar.  Aku tidak bisa terus berjualan di jalanan.” Ucap Ji Ho, lalu mencicipi roti Ji Soo.

“Roti Kak Ji Soo amat enak. Bagaimana kalau aku menjual roti? Aku bisa menerima pesanan secara online dan menambahkan biaya pesan antar sesuai jaraknya.Lalu mungkin membagi keuntungan menjadi 70-30.” Ucap Ji Ho.


“Dan pelanggan bisa memilih waktu antarnya agar rotinya masih hangat.” Sambung Tuan Seo.

Nyonya Yang juga mendukung ide Ji Ho. Ji Ho pun senang. Tiba2, ia kebelet dan buru2 berlari ke kamar mandi.


Tuan Seo merasa sakit lagi. Ia menepuk2 dadanya dan mengatakan pada istrinya kalau ia tersedak dan meminta air. Nyonya Yang pun bergegas ke dapur.

Saat Nyonya Yang ke dapur, Tuan Seo merasa ingin muntah. Ia berlari keluar dan... muntah nanah!

Tak lama kemudian, Nyonya Yang datang. Saat melihat cairan yang dimuntahkan Tuan Seo, ia pun sadar penyakit apa yang diderita Tuan Seo.


Di dalam, ponsel Tuan Seo berdering. Telepon dari tempat kursus Tuan Seo. Ji Ho lah yang mengangkatnya. Ji Ho terkejut saat mendengar ayahnya membatalkan konser karena harus pergi.


Ji Ho menyusul keluar dan melihat ibunya menangis.

“Ji Ho-ya, ayahmu menderita gejala seperti nenek.” Ucap ibu.

Ji Ho tersentak.


Ji Tae pun pulang. 




Begitu Ji Tae pulang, Tuan Seo langsung lari ke kamarnya dan minum obat pereda nyeri itu lagi. Ji Tae melihat obat itu dan ingat dulu neneknya juga meminum obat itu.

“Ayah, ada apa? Kenapa ayah ke Rumah Sakit Universitas Shimsung?” tanya Ji Ho.

“Jangan bilang Ji An. Ayah harus mengirim Ji An keluar negeri. Jika dia tahu ayah sakit, dia tidak akan pergi.” Jawab Tuan Seo.

Syok, Ji Ho langsung pergi keluar. Nyonya Yang menangis. Ji Tae terdiam.


“Mianata.” Ucap ayah.

Ji An masih bersama Myung Shin. Myung Shin mengantarkan Ji An mencari taksi. Myung Shin bertanya, apa Ji An sungguh tidak mau memberitahu Do Kyung akan pergi ke Finlandia. Ji An bilang ia tidak mau mempersulit Do Kyung.

Ponsel Ji An berdering, telepon dari Ji Ho.

  
Ji Ho yang duduk di tangga teras, memberitahu Ji An penyakit sang ayah.

Ji An terkejut mendengar ayahnya mengidap kanker perut stadium empat.

0 Comments:

Post a Comment