Seokho menemui Roo Na di ruang ganti. Ia
memberitahu, bahwa ada panggilan dari salah satu klien mereka di Swiss. Seokho
yakin, mereka menelpon untuk bernegosiasi ulang.
“Kalau begitu, katakan aku tidak ada sekarang.
Bisnis sama seperti berkencan. Kau harus membuat pihak lain putus asa, untuk
mendapatkan tangannya. Tolak dua panggilan berikutnya dan hubungan aku dengan
yang ketiga.” Ucap Roo Na.
Di ruang siaran, In Soo kesal memikirkan jawaban Roo
Na saat wawancara.
Lalu, Roo Bi menghubunginya. Roo Bi minta maaf
karena harus membatalkan janji makan malamnya dengan In Soo malam ini. Roo Bi
bilang, ia harus mengembalikan pakaian Roo Na tapi karena tidak ada satu orang
pun di sana, ia terpaksa menunggu.
“Dimana departemennya?” tanya In Soo.
Dan In Soo pun langsung menyusul Roo Bi. Ia
menemukan Roo Bi ketiduran di depan pintu.
In Soo pun membangunkan Roo Bi. Roo Bi langsung
berdiri begitu melihat In Soo.
“Kau bisa pergi kalau tidak ada orang disini. Kenapa
kau menunggu disini seperti orang bodoh?” ucap In Soo.
“Aku sudah janji akan mengembalikannya hari ini.
Maaf sudah membuatmu datang kesini.” Jawab Roo Bi.
“Maaf? Kenapa kau harus minta maaf? Kenapa kau
selalu minta maaf?” tanya In Soo.
In Soo juga marah karena Roo Bi membawa banyak gaun
Roo Na sendirian. In Soo bilang, Roo Bi seharusnya meminta bantuannya. Roo Bi
beralasan, tidak mau mengganggu In Soo yang sibuk. In Soo tambah kesal. Tak mau
membuat In Soo semakin kesal, Roo Bi pun berjanji akan meminta bantuan In Soo
lain kali. Roo Bi lalu mengajak In Soo makan.
Mereka makan di kedai pinggir jalan. Roo Bi makan
dengan lahap. In Soo tidak makan dan meletakkan sepotong daging di mangkuk Roo
Bi.
“Kenapa kau tidak makan?” tanya Roo Bi.
“Aku sudah kenyang. Jangan cemaskan aku dan
makanlah.” Jawab In Soo.
Roo Bi pun menyuapi In Soo.
“Rasanya enak, kan? Terlalu bagus untuk mengatakan
tidak. Makanan disini yang terbaik. Kenapa kau tidak pernah membawaku kesini?
Aku rasa, kau pernah membawaku kesini, hanya saja aku tidak ingat.” Ucap Roo
Bi.
“Mungkin kita harus makan pasta.” Jawab In Soo.
“Kenapa? Aku suka disini. Dagingnya enak dan
harganya terjangkau.” Ucap Roo Bi.
“Roo Na, kau dan Roo Bi sangat berbeda.” Jawab In
Soo.
“Aku dan Roo Bi?” tanya Roo Na.
“Kau terlihat berbeda darinya. Bukannya kembar
harusnya mirip?” jawa In Soo.
“Ibuku bilang, kami berbeda. Bahkan sejak kami
kecil. Roo Bi sangat manis dan baik di sekolah. Aku si pembuat masalah.
Sekarang, dia menjadi host yang sukses sementara aku....”
Roo Bi lalu mengajak In Soo minum. In Soo melarang,
karena ia tahu Roo Bi tidak bisa minum. Roo Bi membujuk In Soo. Ia bilang,
hanya segelas saja. In Soo pun menuangkan soju ke gelas Roo Bi. Mereka kemudian
tertawa dan In Soo mengelus kepala Roo Bi.
Roo Na tersenyum puas sembari menatap Gyeong Min yang
sudah tertidur pulas. Tak lama kemudian, ia merebahkan tubuhnya dan memeluk
Gyeong Min. Gyeong Min pun terbangun dan balas memeluk Roo Na.
“Ini sudah larut. Kau pasti lelah.” Ucap Gyeong Min.
“Bagaimana dengan harimu, Gyeong Min-ssi?” tanya Roo
Na.
“Sama seperti biasanya. Aku melihat lebih banyak
kertas, meeting dan...” Gyeong Min pun tertidur.
“Aku dalam pelukan pria sempurna yang diinginkan
setiap wanita. Tapi kenapa aku masih menginginkan yang lebih? Aku dalam pelukan
pria yang kuinginkan, tapi kenapa aku masih merasa cemas?” batin Roo Na.
“Eonni, Roo Na-ya, Soyeong-ah! Cepatlah sedikit!”
teriak Chorim yang sudah nampak rapi. Tak lama kemudian, Gilja keluar dan
Chorim kesal karena Gilja belum siap-siap. Gilja menenangkan Chorim. Ia berkata
bahwa mereka masih punya banyak waktu.
“Menantu kayamu mengajak kita makan malam. Jadi kita
harus ada di sana lebih awal.” Ucap Chorim.
Lalu, Roo Bi dan Soyeong pulang.
“Kalian baru kembali dari sauna? Astaga, sudah tidak
ada waktu lagi. Cepat siap-siap!” suruh Chorim.
“Bibi, kita masih punya cukup waktu.” Ucap Roo Bi.
“Eonni, kenapa kau norak sekali.” Ucap Soyeong.
“Apa? Norak? Hey, restoran mewah biasanya disiplin
soal waktu. Kita bisa saja tidak bisa masuk. Jadi bergegaslah!” jawab Chorim.
“Kami tahu. Tidak peduli bagaimana mewahnya,
restoran tetaplah restoran.” Ucap Soyeong.
“Kau bilang apa? Aku tidak percaya ini.” Jawab
Chorim kesal.
Di kamarnya, Gyeong Min juga sedang siap-siap. Tapi
Roo Na belum siap sama sekali.
“Kenapa kau belum bersiap?” tanya Gyeong Min.
“Kenapa kau terus saja mengundang keluargaku yang
tidak berguna dan membuat diriku stress!” kesal Roo Na.
“Tidak berguna? Apa maksudmu?” tanya Gyeong Min.
“Maksudku, semua orang sibuk. Undangan bisa memberi
tekanan pada mereka.” Jawab Roo Na.
Tak mau Gyeong Min curiga, Roo Na pun akhirnya
bersiap-siap. Gyeong Min heran dengan sikap Roo Na.
Saat makan malam, Roo Na langsung diam mendengar
Gyeong Min menanyakan In Soo pada Roo Bi. Roo Bi berkata, In Soo akan sedikit
terlambat. Tak lama kemudian, In Soo pun datang. Ia beralasan, ada pekerjaan
yang harus ia selesaikan terlebih dahulu dan minta maaf karena terlambat.
In Soo lalu memberikan hadiah pada Roo Na.
“Ini adalah hadiah yang paling berharga di dunia
ini.” Ucap In Soo.
Chorim pun menyuruh Roo Na membuka hadiahnya, tapi
Roo Na yang tahu apa isi hadiah itu, menolak membuka hadiahnya sekarang. Gyeong
Min juga memaksa Roo Na membuka hadiah itu sekarang. Roo Na pun bingung harus
bagaimana.
Kemudian, seorang pelayan datang. Chorim langsung
berdiri, hendak membantu pelayan itu meletakkan makanan di atas meja. Roo Na
pun langsung menggunakan kesempatan itu. Ia menjegal kaki si pelayan, hingga si
pelayan jatuh dan nampan yang dibawanya terlempar ke Gyeong Min.
In Soo pun menatap Roo Na. Ia tahu Roo Na lah yang
membuat si pelayan jatuh untuk menghindari hadiahnya. Sementara Roo Na menatap
In Soo dengan tatapan kesal.
Di rumah, Gilja memarahi Chorim karena sudah membuat
kekacauan di restoran tadi. Chorim tidak terima Gilja memarahinya di depan Roo Bi
dan Soyeong. Mereka pun akhirnya berdebat. Roo Bi menengahi mereka. Gilja pun
tambah kesal karena Chorim tidak menunjukkan penyesalan sama sekali.
“Kenapa kau sangat membenciku? Jika kau merasa
terbebani, baiklah aku akan pergi. Aku akan keluar dari rumah bodoh ini!” ancam
Chorim.
“Soyeong-ah, bawa bibi ke kamar.” Suruh Roo Bi.
“Kalau dia mau pergi, biarkan saja!” ucap Gilja.
“Baik, aku pergi! Terima kasih untuk semuanya!
Hiduplah dengan baik!” jawab Chorim.
Di rumahnya, Dongpal sedang bernyanyi sambil
memainkan gitarnya. Sang anak pun memuji suaranya. Ya, Dongpal sudah memiliki
anak rupanya! Dongpal lantas berkata, kalau seharusnya ia mengikuti ajang
pencarian bakat. Anaknya setuju dan yakin Dongpal bisa meraih juara pertama.
Lalu, Chorim menghubunginya. Chorim mengaku sudah
berada di depan rumah Dongpal. Dongpal pun melarang keras Chorim masuk ke
rumahnya. Ia menyuruh Chorim pulang.
“Kenapa kau melarangku masuk? Pria lain akan
melakukan apapun untuk membuat perempuan masuk ke rumahnya. Kenapa aku tidak
boleh masuk? Ada wanita lain di sana?”
“Ini sudah larut jadi kau tidak boleh masuk.”
“Aku hanya ingin minum teh.” Jawab Chorim, lalu
memutuskan panggilannya.
Sebuah ketukan terdengar di pintu yang disusul
dengan suara Chorim. Dongpal pun panic. Tak mau Chorim tahu ia sudah punya
anak, ia pun menyembunyikan anaknya di dalam lemari.
Setelah itu, ia membukakan pintu dan Chorim memperhatikan
setiap sudut rumah Dongpal.
“Apa yang kau lakukan di rumah orang lain?” tanya
Dongpal.
“Sesuatu yang busuk.” Jawab Chorim.
“Apa? Busuk?” tanya Dongpal.
Chorim lalu melihat gitar Dongpal. Ia lantas meminta
Dongpal memainkan satu lagu untuknya. Semula Dongpal menolak dan mengajak
Chorim keluar, tapi Chorim tak mau dan terpaksa lah Dongpal menyanyikan satu
lagu untuk Chorim. Chorim pun meleleh mendengar suara Dongpal.
Di rumah, Roo Na membuka hadiah In Soo. Dan tebakan
Roo Na pun benar. In Soo memberinya hadiah baju dan sepatu bayi. Kesal, Roo Na
langsung membuang hadiah In Soo ke tempat sampah.
Gilja tak bisa tidur karena memikirkan Chorim. Ia
menyesal sudah mengatakan hal seperti itu pada Chorim. Gilja yang khawatir pun
keluar dari kamarnya. Bersamaan dengan itu, Roo Bi juga keluar dari kamarnya.
“Kenapa kau belum tidur?” tanya Gilja.
“Bibi Chorim belum kembali, kan?” ucap Roo Bi.
“Aku bertaruh, dia akan pulang sebentar lagi.” Jawab
Gilja, lalu beranjak keluar.
“Ibu, mau kemana?” tanya Roo Bi.
“Aku mau mencari angin.” Jawab Gilja.
“Jangan menunggu diluar terlalu lama. Aku akan
menelpon Bibi Chorim dan menyuruhnya pulang.” Ucap Roo Bi.
“Kau pikir aku keluar untuk menunggunya?” jawab
Gilja.
Gilja akhirnya menunggu diluar. Tapi karena batang
hidung Chorim tak kunjung terlihat, ia pun menghubungi Chorim, tapi ponsel
Chorim tak aktif.
“Dia sangat keras kepala. Kuharap dia baik-baik
saja.” Ucap Gilja.
Dongpal ketiduran di lantai. Tak lama kemudian, ia
terbangun dan teringat pada putranya, Jihyeok.
Dongpal pun langsung menarik Jihyeok keluar dari
lemari.
Jihyeok panic, “Appa, jam berapa sekarang?”
“Sudah jam enam. Aku minta maaf.” Ucap Dongpal.
“Kita akan bicarakan ini nanti. Appa, aku akan
memberimu pelajaran.” Jawab Jinhyeok, lalu pergi dengan wajah kesal.
Setelah Jinhyeok pergi, Dongpal pun teringat kalau
ia juga sudah telat.
Dongpal pun masuk ke tempat kursus masaknya dengan
terburu-buru. Salah satu koki pengajar menatapnya dengan tajam. Dongpal pun
minta maaf karena terlambat.
Gyeong Min memberikan jasnya yang ketumpahan makanan
tadi malam ke Roo Na. Ia minta Roo Na mencucinya lagi. Roo Na pun melarang
Gyeong Min mengundang keluarganya lagi ke restoran mewah. Ia menyebut
keluarganya tidak pantas untuk diajak ke restoran mewah.
Gyeong Min pun terkejut, “Roo Bi-ya.”
“Aku harus pergi sekarang. Banyak dokumen yang harus
kuperiksa.” Ucap Roo Na.
“Jeong Roo Bi, kita harus bicara. Aku tidak tahu
dengan siapa aku menikah. Aku merasa kau seperti orang asing. Apa yang terjadi
pada Jeong Roo Bi yang sangat mencintai dan membanggakan keluarganya? Apa kau
benar-benar Jeong Roo Bi? Apa kau benar-benar Jeong Roo Bi yang kukenal?” ucap
Gyeong Min.
“Sayang, kau salah paham. Aku hanya kesal.” Jawab
Roo Na.
“Bahkan kau masih belum kembali seperti dulu setelah
waktu berlalu.” Ucap Gyeong Min.
“Apa yang salah denganku? Apa yang berbeda dariku?
Kau terus mengatakan aku bukan Jeong Roo Bi, aku bukan Jeong Roo Bi yang kau
kenal. Seperti apa Jeong Roo Bi yang kau kenal? Katakan padaku! Apa yang harus
kulakukan agar aku bisa menjadi Jeong Roo Bi yang kau kenal.” Jawab Roo Na.
“Roo Bi-ya...”
“Apa kau lelah denganku? Itu yang dilakukan seorang
pria, kan? Ketika seorang pria lelah dengan wanitanya, dia menyalahkan wanita
itu! Dia mengatakan, wanita itu
berubah!”
“Bukan itu maksudku.” Ucap Gyeong Min.
“Lalu apa maksudmu? Kau pikir aku bodoh sampai tidak
bisa mengerti maksudmu, Bae Gyeong Min-ssi.” Jawab Roo Na.
“Lupakan. Kita akhiri sampai disini. Aku minta
maaf.” Ucap Gyeong Min.
“Kau minta maaf? Untuk apa? Aku tahu kau tidak tulus minta maaf.” Jawab
Roo Na.
“Cukup!” ucap Gyeong Min.
“Kenapa kau menyuruhku diam!” teriak Roo Na.
“Jeong Roo Bi!” tegas Gyeong Min, membuat Roo Na
diam.
“Baiklah, aku minta maaf.” Ucap Gyeong Min lagi,
lalu pergi dengan wajah kesal.
Begitu membuka pintu, ia menemukan Se Ra di depan
pintu. Se Ra pun menjelaskan, kalau ia tidak bermaksud menguping tapi Gyeong
Min pergi begitu saja.
Se Ra ke ruang makan dan memberitahu keluarganya
tentang pertengkaran Gyeong Min dan Roo Na.
Gyeong Min melampiaskan emosinya dengan bermain
tennis sendirian.
Chorim ternyata tidur di restoran. Gilja dan Soyeong
yang baru tiba di restoran, terkejut melihat Chorim. Gilja pun berteriak,
membangunkan Chorim. Chorim terbangun dan menguap lebar. Gilja memarahi Chorim
yang tidur di restoran.
“Eonni, aku lapar. Adakah yang bisa kumakan?” tanya
Chorim sambil terus menguap lebar.
“Aku akan membuatkan sesuatu untukmu! Pergilah dan
cuci mukamu.” Jawab Gilja.
Chorim pun senang. Ia bahkan sampai mencium Gilja
saking senangnya sebelum meninggalkan restoran.
Gyeong Min mampir ke kedai kopi dan bertemu Roo Bi
disana.
“Apakah kau disini untuk minum kopi juga?” tanya Roo
Bi.
“Aku suka kacang yang mereka gunakan, jadi aku
sering minum kopi di sini.” Jawab Gyeong Min.
“Aku juga.” Ucap Roo Bi.
“Bagaimana wajahmu?” tanya Roo Bi lagi.
“Tidak apa-apa. Tapi kupikir aku masih mencium bau
steak. Aku sangat populer di kalangan para anjing karena bau ini. “ jawab
Gyeong Min.
“Ibuku sangat khawatir. Oya, biar aku yang
mentraktirmu kopi. Kau memperlakukan kami dengan sangat baik tadi malam.” Ucap
Roo Bi.
“Espresso Yirgacheffe anda sudah siap.” Ucap si
barista.
“Kau suka Espresso Yirgacheffe juga?” tanya Gyeong
Min.
“Ini aneh, tapi aroma kopi ini membuatku tenang jadi
aku sering meminumnya.” Jawab Roo Bi.
“Aku juga merasa tenang. Akhirnya aku menemukan
teman minum kopi. Aku pencinta Yirgacheffe juga.” Ucap Gyeong Min.
“Omo. Jeongmal-yo?” tanya Roo Bi.
Gyeong Min pun mengangguk sembari tersenyum.
Mereka lalu berjalan ke kantor bersama, sambil
tersenyum dan membahas kopi. Roo Na yang melihat itu pun kesal. Roo Bi melihat
Roo Na. Roo Na pun meminta penjelasan kenapa mereka berdua bisa bersama. Gyeong
Min berkata, ia dan Roo Bi bertemu di kedai kopi.
“Yeobo, kita harus bicara.” Ucap Roo Na.
“Soal apa? Pekerjaan? Kalau bukan, kita bicarakan di
rumah saja.” Jawab Gyeong Min, lalu beranjak pergi.
“Eonni, kau bertengkar dengan Gyeong Min?” tanya Roo
Bi.
“Apakah itu yang kau inginkan!” ketus Roo Na, lalu
beranjak pergi.
In Soo dan Se Ra berdebat di ruang siaran. Se Ra
kesal, menurutnya editan In Soo kurang bagus. In Soo ingin memotong wajah Roo
Na, tapi Se Ra menyuruh In Soo memasukkannya kembali.
“Ini potongan berulang.” Ucap In Soo.
“Homeshopping adalah tentang pengulangan. Semakin
banyak kita menunjukkan produk, semakin baik. Tapi kenapa produknya terlihat
murahan?” jawab Se Ra.
Tak hanya itu, Se Ra juga menyebut In Soo kurang
kompeten. Mendengar itu, In Soo kesal. Ia pun beranjak mendekati Se Ra, sambil
menatap Se Ra dengan kesal. Tapi kemudian, In Soo beranjak pergi.
“Kau mau kemana?” tanya Se Ra.
“Aku mau ke toilet. Apakah aku harus mendapatkan
izinmu juga?” jawab In Soo.
Roo Na masuk ke ruangan Gyeong Min. Ia minta maaf
pada Gyeong Min. Tak hanya itu, ia juga berusaha menggoda Gyeong Min. Tapi
Gyeong Min yang masih kesal pun beranjak pergi. Sebelum pergi, Gyeong Min
mengajak Roo Na bicara di rumah.
Roo Na pun resah.
Gyeong Min dan In Soo ketemuan di bar. Gyeong Min
lah yang mengajak In Soo ketemuan.
“Kapan kau akan melamar adik iparku?” tanya Gyeong
Min.
“Aku masih belum siap. Aku harus mendapatkan minimal
apartemen kecil sebelum kami menikah.” Jawab In Soo.
“Bagaimana denganmu? Apakah kehidupan rumah tanggamu
bahagia?” tanya In Soo.
“Ini mungkin terdengar aneh, tapi rasanya aku
seperti tinggal dengan wanita yang berbeda.” Jawab Gyeong Min.
“Benar, dia memang wanita berbeda.” Ucap In
Soo, membuat Gyeong Min langsung
menatapnya dengan heran.
0 Comments:
Post a Comment