Seol Ri menghela napas setelah menerima telepon dari Hae Gang. Dipanggil Kang Seol Ri-ya oleh Hae Gang membuat suasana hatinya berubah. Tiba2, hujan turun dengan deras. Seol Ri pun langsung menepi.
Di lab, Jin Eon sedang berdebat soal pernikahan dengan temannya. Mereka berdebat sambil melihat sesuatu dengan mikroskop.Temannya berkata, marriage is a romance in which the hero dies in the first scene of a movie. Semakin menunda pernikahan, semakin baik.
"Lalu kenapa kau pergi kencan buta jika kau membencinya?" tanya Jin Eon.
"Terus terang, bagaimana jika aku kehilangan takdirku karena menghabiskan seluruh waktuku disini?" jawab temannya.
"Kencani seseorang. Jika kau memikirkan pernikahan, maka kau harus jatuh cinta." ucap Jin Eon.
"Tidak! Mereka yang menikah demi cinta meninggal karena sakit hati. Jujur saja, Dokter Choi. Apa bagusnya menikah karena cinta? Kau sakit hati karena ditinggalkan. Cinta itu sia2 dan pernikahan itu hampa." jawab temannya.
Jin Eon langsung terdiam. Sepertinya ia merasa kata2 temannya itu benar. Tiba2, terdengar suara langkah. Si pemilik langkah itu adalah Kang Seol Ri. Teman Jin Eon (karena saya gak tahu namanya, jadi kita panggil saja dia Namja, oke??) melirik sepatu Seol Ri, kemudian mengomeli gadis itu.
"Lihat sepatumu! Kenapa tak kau belanjakan sedikit uang untuk dirimu sendiri? Aku yang malu, aku !" Namja lantas melirik Jin Eon, "... Dokter Choi, kau malu atau tidak melihatnya?"
"Sepatuku rusak dalam perjalanan kesini. Ada kejadian tak terduga." jawab Seol Ri, lalu beranjak ke mejanya.
Jin Eon melirik ke sepatu Seol Ri.
"Kalau begitu biar kutanya, kemana kau gunakan seluruh uang yang kau dapat?" tanya Namja.
"Aku menggunakannya sebagai kertas dinding." jawab Seol Ri, kemudian mendorong trolley yang berisi peralatan kerjanya.
"Kalau begitu ayo kita menikah." ucap Namja, mengejutkan Seol Ri, "... Meskipun aku tak bisa memberimu cinta, tapi aku bisa membelikanmu pakaian dan sepatu."
"Kau tidak akan bisa, Go Sunbae." ucap Seol Ri, lalu melirik Jin Eon.
"Choi Sunbae." panggil Seol Ri.
"Kau mau melakukan apa pada pria yang sudah menikah?" tanya Go Sunbae (sekarang kita panggil dia Go Sunbae saja ya).
"Kau meninggalkan ponselmu di rumah. Dan seseorang menelponku." ucap Seol Ri.
"Ooh." jawab Jin Eon tanpa menatap Seol Ri. Dia sibuk dengan mikroskopnya.
Melihat reaksi cuek Jin Eon, Seol Ri pun mengerti dan bergegas masuk ke dalam. Setelah Seol Ri pergi, Go Sunbae bertanya, kenapa ponsel Seol Ri bisa tahu tentang ponsel Jin Eon? Jin Eon langsung terpengarah dan menatap ke arah ruangan Seol Ri.
Seol Ri sedang sibuk mengocok2 sesuatu di dalam botol kaca. Poninya jatuh, membuat ia merasa terganggu. Jin Eon menyusul Seol Ri, tepat saat Seol Ri sedang meniup2 poninya. Jin Eon mendekati Seol Ri dan mengenyampingkan poni Seol Ri. Seol Ri memberitahu ada penjepit disana. Jin Eon pun mengambil penjepit itu, penjepit kertas, dan menjepit poni Seol Ri dengan itu.
"Istriku menelponmu?" tanya Jin Eon.
"Aku mengirimkan banyak pesan dan dia kira itu penting." jawab Seol Ri tak enak hati.
Jin Eon tersenyum..
"Tidak seharusnya kau tersenyum seperti itu. Senyummu membuat hatiku sedikit hancur." ucap Seol Ri.
"Kenapa tidak kau katakan? Bukankah kau akan ke Stanford? Kau bisa tinggal disana setelah menjadi mahasiswa pertukaran. Kenapa kau tidak pergi selagi mereka membayarkan pengeluaran dan tempat tinggalmu? Kau harus pergi. Kau harus meraih peluang selagi bisa. Itulah caranya mengubah masa depan." jawab Jin Eon.
"Aku suka labor kita." ucap Seol Ri.
"Ini standford. Apa yang kau katakan? Semua yang kau inginkan dan cita2mu ada disana." jawab Jin Eon.
"Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa pergi." ucap Seol Ri.
"Apa itu? Keluarga?" tanya Jin Eon.
Seol Ri diam saja dan menundukkan wajahnya. Jin Eon melirik sepatu Seol Ri, lalu tersenyum dan memegang wajah Seol Ri dengan kedua tangannya.
"Pikirkan lagi. Karena ini akan jadi sia2. Ini." ucap Jin Eon menunjuk otak Seol Ri. Setelah mengatakan itu, Jin Eon beranjak pergi. Seol Ri menghela napas setelah Jin Eon pergi.
(Sepertinya Jin Eon alasan Seol Ri tidak mau pergi.)
Hujan turun dengan deras, tapi Seol Ri tidak peduli. Ia terus berjalan menerobos hujan, sambil menengadahkan tangannya di atas kepala. Tiba2, terdengar suara Jin Eon yang memanggilnya. Seol Ri berhenti melangkah dan berbalik. Jin Eon berlari ke arah Seol Ri, membawa payung dan sepatu.
"Pakai ini." suruh Jin Eon.
"Lau kau?" tanya Seol Ri.
"Aku harus bermalam disini, jadi kau bisa memakainya dan mengembalikannya padaku besok." jawab Jin Eon.
Seol Ri diam saja, ia ragu2 memakai sepatu Jin Eon. Jin Eon menyuruh Seol Ri memegang payungnya, lalu memakaikan sepatu itu ke kaki Seol Ri. Seol Ri terpana melihat sikap Jin Eon. Tanpa mereka sadari, dari kejauhan, di dalam mobil Hae Gang melihatnya dengan wajah cemburu. Ia lantas teringat pada Jin Eon yang menolak ciumannya.
Selesai memasangkan sepatu Seol Ri, Jin Eon kembali ke lab. Seol Ri membalikkan badannya, dan dia tersenyum. Hae Gang kesal melihatnya. Seol Ri kembali melanjutkan langkahnya, dengan sepatu Jin Eon. Lalu Hae Gang? Dia mengikuti Seol Ri diam2. Seol Ri yang tak sadari diikuti Hae Gang, terus berjalan dengan hati gembira.
Hae Gang mencipratkan air genangan ke tubuh Seol Ri. Seol Ri kaget dan payungnya terlepas. Hae Gang menepikan mobilnya. Dari spionnya, dilihatnya Seol Ri yang mengejar payung itu. Hatinya semakin panas melihat Seol Ri mengelap sepatu Jin Eon.
Di kamar, Tae Seok dan Jin Ri duduk berdua. Mereka sama2 menatap sebuah file. Sambil menatap file itu Tae Seok berkata, jatuh cinta pada orang lain setelah beristri, kacau namanya. Apapun yang terjadi, aku selalu menjaga hatiku. Aku memperjuangkannya dengan gigih. Mendengar itu, Jin Ri gondok dan langsung menutup berkas filenya.
"Dengan gigih? Kau tak lebih dari sepatu usang yang tak berguna." ucap Jin Ri sinis.
Jin Ri menghela napas kesal, lalu menatap layar laptopnya.
"Adakah sepatu usang seharga 100 miliar won yang tak berguna? Kau sepatu usang seharga 1 triliun won yang tak berguna." jawab Tae Seok.
"Kalau ketahuan ayah, habislah kau." ucap Jin Ri.
"Kau tahu kenapa ikan paus melompat ke udara? Untuk bernafas. Mereka tak berinsang, dan merindukan pantai tapi punya sirip. Untuk hidup, sayang. Mereka tahu akan tertangkap pemburu paus, tapi untuk hidup." jawab Tae Seok.
"Itu pilihanmu." ucap Jin Ri.
"Kau dan ayahmu yang memilihku. Di rumah ini, satu2nya pilihan yang bisa kubuat adalah menjadi tangan kananmu atau ayahmu. Masih belum kutentukan. Oh, aku tiba2 jadi lapar. Apa kau mau mie pedas? Campurkan dengan tangan kanan, campurkan dengan tangan kiri." jawab Tae Seok membuat Jin Ri makin kesal.
Tae Seok turun ke bawah dan mendapati ibu mertuanya sedang membaca puisi di buku. Tae Seok memuji kecantikan ibu mertuanya. Sang ibu mertua langsung menyombongkan kecantikannya. Nyonya Hong menawari Tae Seok secangkir teh. Tae Seok menolak dan berkata akan membuat mie. Tae Seok menanyakan ayah mertuanya. Nyonya Hong bilang Tuan Choi sedang tidur, kakinya sakit dan hatinya juga sakit karena seseorang.
"Ibu bilang itu kecelakaan saat hiking?" tanya Tae Seok.
"Ya, dia trauma karena pergi bersama-sama dan dia kembali sendirian." jawab Nyonya Hong.
"Bagaimana kecelakaan itu terjadi?" tanya Tae Seok.
"Aku tidak tahu detailnya. Itu titik kelemahan ayahmu." jawab Nyonya Hong, yang langsung membuat Tae Seok tersenyum sinis.
Tae Seok masuk ke kamar ayah mertuanya dan mendapati sang ayah sedang mengigau.
"Tidak ! Tolong selamatkan aku. Aku yang salah." igau Tuan Choi.
Tae Seok pun mendekatkan wajahnya, agar bisa mendengar suara Tuan Choi lebih jelas.
"Apa yang salah?" tanya Tae Seok.
"Kumohon. Aku memiliki putrimu." igau Tuan Choi, membuat Tae Seok jadi berpikir. Jin Ri datang, mengagetkan Tae Seok.
"Aku mau menawari ayah makan mie? Siapa tau dia mau. Tapi dia sedang tidur." jawab Tae Seok.
"Lalu kenapa masih disini?" tanya Jin Ri.
"Ayah bermimpi. Coba lihat, dia keringatan dan aku mau mengelapnya." jawab Tae Seok.
Jin Ri melirik ayahnya. Tae Seok mengambil tisue dan mengelap keringat Tuan Choi. Tuan Choi terbangun dan terkejut melihat Tae Seok.
"Ada apa ini?" tanya Tuan Choi.
"Tadi ayah bermimpi sampai keringatan. Aku bermaksud mengelap keringat ayah." jawab Tae Seok.
"Apa aku mengatakan sesuatu?" tanya Tuan Choi cemas.
"Tidak." jawab Tae Seok, tapi wajah Tuan Choi tetap cemas.
Seol Ri sedang membersihkan lantai sebuah kafe. Diluar, Hae Gang terus memperhatikan Seol Ri. Selesai mengepel, Seol Ri berdiri di teras kafe dan mengelap2 sepatunya. Hae Gang menatapnya dengan wajah kesal. Seol Ri lalu kembali ke dalam kafe.
Seol Ri sedang meminum obatnya ketika Hae Gang datang. Seol Ri terkejut dengan kehadiran Hae Gang. Ia ingat pernah melihat foto Hae Gang di meja Jin Eon. Seol Ri pura2 tak mengenali Hae Gang dan menanyakan pesanan Hae Gang. Hae Gang memperkenalkan dirinya sebagai istri Jin Eon. Seol Ri tampak kaku dan sedikit bingung menghadapi Hae Gang. Hae Gang mengajak bicara Seol Ri. Seol Ri kaget.
Hae pergi ke meja dan meletakkan tasnya belanjaannya disana. Seol Ri menyusul Hae Gang. Hae Gang mengeluarkan dua pasang sepatu dari kantong belanjaannya.
"Aku tidak tahu ukurannmu, jadi aku membelinya dua pasang." ucap Hae Gang.
Seol Ri terkejut dan melirik sepatu Jin Eon yang dikenakannya.
"Dia tak bisa mengabaikan orang yang membutuhkan. Pada orang2 yang tidur di bangku umum, dia memberikan makanan dan kaos yang dipakainya. Dia melihat anak2 yang sakit di televisi dan membelikan mereka buku komik dan mainan." ucap Hae Gang.
Seol Ri diam saja dan bingung harus melakukan apa. Hae Gang melirik sepatu Jin Eon yang dikenakan Seol Ri dan menyuruh Seol Ri melepasnya. Tidak nyaman memakai sepatu orang lain kan? Kalau kau tidak mau menerimanya, aku akan membiarkanmu membayarnya, ucap Hae Gang.
Dengan berat hati, Seol Ri melepas sepatu Jin Eon dan mengembalikannya pada Hae Gang.
"Aku sendiri yang akan berterima kasih padanya karena sudah meminjamkan sepatu ini. Sepatu yang kau belikan bukan gayaku. Jadi kau tidak perlu memberikannya." ucap Seol Ri, kemudian meletakkan sepatu Jin Eon di meja. Seol Ri lalu kembali ke mejanya. Hae Gang memasukkan sepatu Jin Eon ke kantong belanjaannya, lalu memesan secangkir teh.
"Bukankah bekerja di kafe itu sulit? Bayarannya tidak terlalu besar?" tanya Hae Gang.
"Ini liburan bagiku karena aku merasa gerah di rumah. Lab penelitian dekat dan saya bisa belajar tentang kopi. Saya ingin berbaur dengan orang hidup, bukan orang mati." jawab Seol Ri, seperti menyindir Hae Gang.
"Orang mati?" tanya Hae Gang.
"Saya membersihkan mayat. Saya juga membersihkan lokasi kejadian yang berdarah2." jawab Seol Ri kesal.
"Bawakan tehnya, ada yang ingin kukatakan." ucap Hae Gang, lalu pergi ke meja.
Seol Ri menatap kesal Hae Gang.
Jin Eon masih di lab. Saat memeriksa berkas yang diberikan Seol Ri, ia menemukan dua buah pesan cinta. Jin Eon tersenyum melihatnya.
Hae Gang menunggu Seol Ri dengan wajah terluka. Seol Ri membuatkan teh untuk Hae Gang dengan hati kesal. Saat ia mau mengantarkan pesanan Hae Gang, kakinya menginjak beling. Hae Gang terkejut, tapi kemudian tersenyum sinis. Seol Ri berjalan ke meja Hae Gang.
"Kenapa kau bersikap seperti ini padaku?" tanya Seol Ri.
(Omo, omo, omo... nih cewek masih nanya kenapa? Gak tau malu banget)
"Kakimu berdarah." ucap Hae Gang.
Seol Ri melirik kakinya, lalu kembali menatap Hae Gang.
"Apa kau tidak bisa membaca tanda2 peringatan? Kau cuma melihat yang ada di depanmu dan berpikir betapa kau sangat menginginkannya. Tak lama lagi, kau baru menyadari kesalahanmu. Pakai sepatunya." ucap Hae Gang.
"Aku menyukainya. Ini salah paham." jawab Seol Ri, membuat Hae Gang berhenti menuang tehnya.
"Sunbae tidak tahu perasaanku. Jadi perasaanku tidak berarti." ucap Seol Ri lagi.
"Kau harus memeriksa kakimu. Kalau dibiarkan bisa infeksi." jawab Hae Gang, kemudian meminum tehnya.
"Kau tidak perlu mencemaskanku. Apa kau pikir semakin tua kau semakin berpengetahuan jadi kau ikut campur urusanku? Kau merasa lega memegangi kendali tapi kau tak mampu menangani kejadian yang tak kau sangka. Kau tak perlu memberiku peringatan. Aku akan mengurus perasaanku sendiri." ucap Seol Ri kesal.
Hae Gang langsung melotot mendengar penuturan Seol Ri. Hae Gang kemudian bangkit dari duduknya dan berdiri di depan Seol Ri.
"Aku harap kau berhasil." ucap Hae Gang.
"Kau harus melindungi cintamu, Ahjuma. Aku harap kau berhasil." jawab Seol Ri.
"Jangan melampaui batas. Jika kau lakukan..."
"Aku akan mati?"
"Lakukan kalau kau berani, kita lihat apa yang akan terjadi." ucap Hae Gang, lalu pergi dengan wajah kesal.
Bersambung ke part 2
Sepertinya drama ini bakalan mengaduk-aduk perasaan para penontonnya apalagi mengingat tema drama ini tentang perselingkuhan ditambah lagi karakter Kang Seol Ri yang sok innocent padahal cukup pandai untuk membalas perkataan Hae Gang yang notabene isteri sah Jin Eon.