"Jangan pergi." pinta Seol Ri, sembari memeluk Jin Eon. Jin Eon terhenyak, begitupula Hae Gang. Perlahan2 Jin Eon mengangkat tangannya dan melepaskan pelukan Seol Ri. Jin Eon pergi. Seol Ri kecewa, dan Hae Gang lega. Namun kelegaan Hae Gang hanya berlangsung beberapa saat, karena Jin Eon kembali pada Seol Ri. Seol Ri tersenyum dan masuk ke rumahnya diikuti oleh Jin Eon. Hae Gang syok dan terjatuh. Dengan tatapan nanar, ia menatap kediaman Seol Ri.
Seol Ri meletakkan dua cangkir di meja yang sudah oleng karena kakinya patah.
"Kau mau cangkir yang mana?" tanya Seol Ri sambil memegang kedua cangkirnya.
Jin Eon memilih cangkir di tangan kiri Seol Ri. Seol Ri pun meletakkan dua cangkir itu di meja dan mengambil penyangga meja. Tidak ada barang tidak rusak di sini, katanya pada Jin Eon. Jin Eon melirik kotak ramen yang berada di belakangnya dan menyuruh Seol Ri membuangnya.
"Itu masa kecilku." ucap Seol Ri.
"Apa?" tanya Jin Eon heran.
"Ternyata aku ada di dalamnya. Saat masih bayi. Hari ini aku mengetahuinya, cerita kelahiranku di dalam kotak mie ramen. Di dalam sana, mungkin ada pakaian bayi. Jika beruntung, mungkin ada catatan yang berkata maaf, tolong rawat anak ini." jawab Seol Ri tegar.
Jin Eon terhenyak mendengarnya. Seol Ri lalu bangkit dan meletakkan kotak itu di kolong meja.
"Sudah jelas bahkan tanpa harus kulihat sekalipun dan jika aku melihatnya, itu hanya akan membuat hatiku sakit. Kurasa aku tidak akan bisa makan mie ramen untuk beberapa saat." ucap Seol Ri tegar.
Seol Ri lalu kembali duduk di depan Jin Eon.
"Kalau kau bisa menyebutnya syok, in syok yang lumayan besar." ucap Seol Ri lagi, lalu meminum minumannya.
Jin Eon menatap Seol Ri prihatin dan berkata Seol Ri sudah bekerja keras. Seol Ri mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Jin Eon minum soju bersamanya. Jin Eon menenggak sojunya, tapi baru sekali teguk ia tersedak. Seol Ri kaget dan memberikan tissue pada Jin Eon. Seol Ri melihat Jin Eon yang keringatan, lalu menyuruh Jin Eon menunggu sebentar dan pergi.
Di luar, Hae Gang masih menunggu. Ia menunggu dengan perasaan sakit dan kecewa.
Seol Ri kembali, membawa semangkuk es batu dan duduk di depan Jin Eon. Seol Ri memasukkan potongan es batu ke dalam mulutnya, lalu mengambil potongan es batu lainnya dan menggosokkan es batu ke tubuhnya. Seol Ri menyuruh Jin Eon melakukan hal yang sama. Jin Eon pun mencobanya, mengemut es batu dan menggosokkan es batu ke tubuhnya. Seol Ri mengarahkan kipas angin ke Jin Eon.
"Dingin sekali, kau benar." ucap Jin Eon sumringah.
Seol Ri tertawa. Jin Eon melakukannya sekali lagi. Mereka lalu tertawa keras.
Di luar, Hae Gang mendengar tawa mereka dengan hati yang hancur. Hae Gang lalu meraih ponselnya, hendak menelpon Jin Eon.
Di dalam, Jin Eon dan Seol Ri duduk di depan kipas angin sambil menggosok2an es batu ke tubuh mereka. Mereka terlihat bahagia. Seol Ri lalu membantu Jin Eon, menggosokkan es batu ke leher Jin Eon. Jin Eon terhenyak dan menatap Seol Ri. Untuk sejenak mereka saling bertatapan. Seol Ri lalu memegang luka di kening Jin Eon, membuat Jin Eon kembali terhenyak. Ponsel Jin Eon berdering. Seol Ri beranjak dari sisi Jin Eon, seolah sudah tau siapa yg menelpon Jin Eon.
"Hallo, sayang. Kau dimana?" tanya Hae Gang.
"Di lab." jawab Jin Eon singkat, membuat Hae Gang bagai disambar petir.
"Kau tidak pulang?" tanya Hae Gang lagi.
"Sepertinya aku akan menginap disini, kau tidak usah menungguku." jawab Jin Eon lalu buru2 menutup teleponya.
Hae Gang syok! Sementara itu, Seol Ri menguping pembicaraan Jin Eon dan Hae Gang di telepon. Seol Ri menundukkan kepalanya, namun matanya menatap Jin Eon penuh arti.
Hae Gang masih berdiri terpaku diluar. Tangisnya mengalir deras.
Seol Ri mendekati Jin Eon yang bimbang. Jin Eon berbalik dan menatap ragu Seol Ri. Seol Ri menatap Jin Eon dengan mantap. Lalu dengan perlahan, Seol Ri hendak melepaskan bajunya. Jin Eon kaget.
"Kang Seol Ri !" teriak Jin Eon.
"Ya?" tanya Seol Ri.
"Kau tidak boleh melakukannya. Kau sudah melampaui batas!" jawab Jin Eon.
"Sunbae, aku hanya..."
"Tutup mulutmu! Duduklah disana." potong Jin Eon.
Seol Ri yang kecewa diam saja, sehingga Jin Eon mengulangi kalimatnya. Barulah Seol Ri menurut. Setelah Seol Ri duduk, Jin Eon ikut duduk.
"Jangan bicara apapun. Saat ini aku baru menyadari kalau aku adalah pria yang brengsek." ucap Seol Ri.
"Kau mau es?" tanya Seol Ri.
"Hei!" bentak Jin Eon.
Tapi Seol Ri malah tersenyum dan menatap Jin Eon. Jin Eon mengalihkan pandangannya.
"Aku juga mencintaimu...." ucap Jin Eon membuat Seol Ri terpengarah, "... tapi tiba2 kau membuatku tak nyaman. Ayo kita cari tahu apa artinya semua ini, setelah itu baru putuskan menghadapinya atau menghindarinya. Sebenarnya, hubunganku dengan istriku sedang bermasalah. Jika mendadak aku tertarik padamu karena hal itu, jika aku memandangmu agar bisa bernafas, maka aku tak bisa melakukannya." lanjut Jin Eon.
"Aku puas dengan apa adanya dirimu. Kau tak perlu membuktikan apapun padaku. Bukan dimana, tapi dengan siapa itulah yang paling penting. Bersama denganmu saja, sudah cukup bagiku. Biarpun ke neraka sekali pun, aku akan ikut denganmu. Menginaplah disini. Aku hanya ingin menggenggam tanganmu." jawab Seol Ri.
Hae Gang masih berdiri diluar. Lalu perlahan2 ia beranjak pergi. Langkahnya gontai, wajahnya pucat dan tatapannya kosong. Butiran bening pun menyeruak dari matinya.
Pagi harinya, Hae Gang terbangun di kamar Jin Eon. Jam bekernya berbunyi nyaring. Hae Gang bangun dan mematikan jam bekernya, lalu menatap ke sekelilingnya.
Hae Gang pergi jogging. Ia menumpahkan kekesalannya dengan berlari sekuat tenaga. Sekembalinya ke rumah, ia memasak.
Nyonya Kim yang sedang berolahraga kecil, ditelpon oleh Hae Gang. Ia pun bingung harus menjawab telepon Hae Gang atau tidak. Ia berkata Hae Gang lebih menakutkan dari Nyonya Hong. Namun pada akhirnya ia menjawab telepon dari putrinya itu.
"Ibu ada dimana?" tanya Hae Gang dengan wajah sedihnya.
"Tidak masalah dimana aku tinggal, sepanjang keadaanku baik2 saja. Aku makan dan tidur dengan baik. Keadaanku baik2 saja. Bagaimana dengan putriku?"
Hae Gang terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menjawab dirinya baik2 saja.
"Sungguh? Selama kau baik2 saja maka semuanya akan baik2 saja. Berterima kasih lah pada ibumu. Ada yang bilang tak ada kabar berarti kabar baik. Entah itu putriku, atau putri orang lain, anak2 zaman sekarang bukankah mereka sangat sibuk?"
"Berkemas dan pulanglah."
"Apa?" Nyonya Kim kaget.
"Kapan ibu mau datang kemari? Semakin cepat semakin baik."
"Ibu baik2 saja, jadi jangan mengkhawatirkan ibu."
"Aku butuh ibu."
"Hah? Ah... kau memerlukan...ku?" tanya Nyonya Kim kaget.
"Ya, aku butuh ibu. Aku sedang mencari pembantu yang bisa datang dua kali dalam seminggu. Jadi cepatlah datang dan bantu aku."
"Hae Gang-ah." ucap Nyonya Kim berkaca2.
"Telepon aku kalau sudah datang." jawab Hae Gang, lalu menutup teleponnya.
Nyonya Kim berkaca2.
"Malangnya dirimu. Dia melalui kesulitan karena bertemu orang tua yang buruk. Dulunya dia baik, tapi kini dia sedingin es."
Butiran bening itu pun menyeruak keluar.
"Mereka bilang kau hidup sesuai namau. Andai aku memberinya nama On Gi, maka dia akan hidup penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. On Gi dan Yong Gi. Kehangatan dan keberanian." ucap Nyonya Kim.
Hae Gang masih duduk di ruang makan. Tatapan matanya tajam dan dingin.
"Pergilah sejauh yang kau inginkan. Akan kulakukan sebisaku." ucap Hae Gang dengan nada mengancam.
Seol Ri memasak di dapur dengan hati gembira. Sementara di kamar mandi, Jin Eon sedang menyikat giginya. Selesai menyikat gigi, Jin Eon meletakkan sikat giginya di gelas. Sedetik kemudian, ia mengambil sikat giginya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Namun tak lama ia mengembalikan sikat gigi itu ke dalam gelas.
Jin Eon tersenyum melihat masakan yang dibuat Seol Ri. Seol Ri menyuruh Jin Eon mencobanya. Jin Eon mencobanya dan berkata rasanya sedikit asin. Seol Ri cemberut, tapi senyumnya merekah saat Jin Eon memintanya memasakkan sesuatu yang enak lain kali.
"Habis ini aku harus melakukan kerja paruh waktuku. Jadi kau cuci piring dan mandilah. Setelah mandi gunakan ini." ucap Seol Ri sambil menyerahkan dua buah plester.
"Tapi pekerjaan seperti apa yang kau lakukan?" tanya Jin Eon mengambil plester itu.
"Perusahaan Farmasi Chun Yeon." jawab Seol Ri, yang langsung membuat Jin Eon kaget.
Tae Seok sedang merapikan jasnya di depan kaca. Tiba2, Jin Ri muncul membuat Tae Seok melonjak kaget. Gimana tidak kaget, Jin Ri menggunakan masker begitu. Ditambah kepalanya penuh dengan rol rambut. Jin Ri merentangkan kedua tangannya, seperti mau memeluk Tae Seok. Setelah sedikit berdebat, Tae Seok akhirnya memutuskan pergi. Jin Ri ingin mencium dan memeluk Tae Seok, tapi Tae Seok malah menghindar dan mendudukkan Jin Ri di kasur. Setelah itu, barulah Tae Seok beranjak pergi.
Tuan Choi yang duduk di ranjang, menyemprotkan minyak urut ke lututnya yang sakit. Nyonya Hong masuk dan bertanya apa Tuan Choi sakit lagi? Nyonya Hong terus berjalan ke meja riasnya.
"Mereka bilang tak ada yang tak beres. Cuma masalah psikologis saja. Cobalah menjalani terapi mental." ucap Nyonya Hong.
Tuan Choi langsung memelototi Nyonya Hong. Nyonya Hong menatap Tuan Choi dan berkata akan mengatur jadwalnya diam2 tanpa diketahui siapa pun.
Hae Gang duduk di taman rumah dengan tatapan kosong. Jin Eon pulang dan heran mendapati Hae Gang ada di rumah. Jin Eon mendekati Hae Gang dan bertanya apa Hae Gang tidak bekerja? Apa Hae Gang sakit? Hae Gang menggeleng dan berkata ia ingin membuatkan sarapan untuk Jin Eon. Ia sudah menunggu Jin Eon sejak tadi, tapi Jin Eon baru pulang siangnya.
"Harusnya kau menelpon." jawab Jin Eon.
"Kupikir mungkin jika kulakukan, kau tak akan pulang." ucap Hae Gang dengan tatapan kecewa.
Jin Eon diam saja, tapi kali ini wajahnya menunjukkan perasaan bersalahnya.
"Kau benar. Seharusnya waktu itu aku tidak menginjaknya. Dia bahkan tidak menangis atau pun terbang. Dia berjuang sendirian untuk menjalani hidup agar tidak mati." ucap Hae Gang terluka.
Jin Eon diam saja, menatap Hae Gang dengan penuh rasa bersalah. Hae Gang lalu mengajak Jin Eon makan siang.
Suasana kaku mewarnai makan siang mereka. Hae Gang lalu memecah keheningan dengan bertanya apa makanannya tidak enak? Jin Eon berkata bukan itu.
"Apa kau berada di lab semalaman?" tanya Hae Gang.
"Tidak, aku tidur di tempat Hyun Woo." jawab Jin Eon.
Hae Gang kesal, tapi ia berusaha menahan emosinya.
"Aku salah paham karena mencium bau shampo nya." ucap Hae Gang.
"Shampo? Kenapa bau shampo?" tanya Jin Eon pura2 gak mengerti.
"Baunya murahan. Kau tidak pulang, jadi kukira kau tidur di motel. Cepatlah makan, lalu mandi. Aku tidak tahan bau shampo nya. Pakai plester yang kuberikan. Kenapa kau memakai plester sembarangan." jawab Hae Gang kesal.
"Maaf." ucap Jin Eon, membuat Hae Gang terperangah.
"Nafsu makanku sudah hilang. Aku pergi dulu." ucap Jin Eon lagi, lalu pergi.
Setelah Jin Eon pergi, Hae Gang menghela napas frustasi.
Jin Eon duduk di mejanya dengan wajah kesal. Hae Gang masuk membawakan baju ganti untuk Jin Eon dan berkata kalau hari ini dia libur. Dia mengajak Jin Eon menjenguk Eun Sol.
"Ada yang ingin kukatakan." ucap Jin Eon.
"Tak bisakah kau mengatakannya nanti?" tanya Hae Gang.
"Aku ingin kita cerai...." jawab Jin Eon.
Hae Gang kaget, meski ia sudah tau itulah yang mau dikatakan Jin Eon.
"... kita cerai baik2. Kau tinggal bersiap2 saja. Ayo kita akhiri sampai disini, Do Hae Gang. Aku sudah melupakanmu, Hae Gang. Kita sudah berakhir." ucap Jin Eon lagi.
Hae Gang syok.
"Apanya yang berakhir? Akhir yang mana?" tanya Hae Gang berkaca2.
"Sampai kapan? Sampai kapan aku harus menunggumu? Hari demi hari aku merasa tertekan denganmu, kau merasa tertekan denganku. Kau sungguh tidak keberatan kita hidup seperti ini?" jawab Jin Eon.
"Mereka semua hidup begini, semua orang hidup begini!" teriak Hae Gang.
"Orang2 itu masih saling mencintai." jawab Jin Eon.
Hae Gang kaget, Apa?
"Aku menipumu. Aku mencintai wanita lain. Yang kuinginkan sekarang adalah keluar dari rumah ini lebih cepat. Aku sudah tidak bisa menunggu lagi." ucap Jin Eon.
Butiran bening itu menetes, dari mata Hae Gang. Jin Eon membuka tasnya, mengambil surat cerai dan memberinya pada Hae Gang. Hae Gang mengambil surat cerai itu, lalu merobeknya dan melemparkannya pada Jin Eon.
"Aku yang akan mengakhirinya, aku! Setidaknya masih ada yang tersisa. Kau bisa memberiku waktu 4 bulan kan? Aku akan berusaha keras sampai akhir. Aku penasaran bagaimana akhir kita." ucap Hae Gang.
Jin Eon diam saja, tapi tekadnya sudah bulat menceraikan Hae Gang.
Di kantornya, Baek Seol sedang bermain2 dengan Baek Ji. Baek Seol menopang dagunya, Baek Ji mengikuti gerakan Baek Seol. Baek Seol melipat tangannya di meja, Baek Ji mengikutinya. Baek Seol melirik Baek Ji, lalu memukul2 kepalanya. Baek Ji lagi2 mengikutinya. Baek Seol menggaruk2 kupingnya, Baek Ji pun mengikutinya. Baek Seol lalu bangkit dari duduknya dan menari2 berjalan ke arah Baek Ji. Baek Ji pun ikut menari. Baek Seol mengucapkan sebuah mantra. Baek Ji bertanya, apa Baek Seol akan memantrainya?
"Aku sedang memberimu mantra." jawab Baek Seol.
"Supaya mendapat pelanggan lebih banyak?" tanya Baek Ji.
"Bukan." jawab Baek Seol.
"Lalu mantra apa itu?" tanya Baek Ji.
"Jangan khawatir, semuanya akan berhasil--mantra seperti itu." jawab Baek Seol.
Baek Seol lalu menggendong Baek Ji, dan menciumi pipi Baek Ji. Baek Seol lalu bertanya pada cermin, siapakah gadis yang paling cantik diantara semua gadis cantik? Dengan suara yang dibuat2, Baek Seol berkata gadis yang tercantik adalah gadis yang tinggal di restoran dimsumnya. Baek Seol lalu menatap Baek Ji dan tertawa. Baek Ji juga tertawa.
"Oppa, di seluruh dunia, siapa yang tercantik bagimu?" tanya Baek Ji.
"Tentu saja dirimu." jawab Baek Seol.
"Lalu bagaimana dengan cinta pertama Oppa?" tanya Baek Ji.
"Apa?" tanya Baek Seol.
"Itulah yang kau katakan padaku. Gadis tercantik di seluruh dunia adalah cinta pertamamu." jawab Baek Ji.
"Kapan aku mengatakannya?" tanya Baek Seol.
"Jelas2 kau mengatakannya padaku saat merapikan buku2mu. Cepat turunkan aku." jawab Baek Ji, lalu mengambil sebuah album di rak. Mereka pun sama2 melihat album itu. Album itu adalah buku tahunan Baek Seol. Baek Ji lalu menunjuk foto seorang gadis.
"Apakah Eonni ini yang tercantik atau aku?" tanya Baek Ji lagi.
"Tentu saja kau yang tercantik." jawab Baek Seol sambil melirik foto gadis yang ditunjuk Baek Ji.
"Siapa nama Eonni ini?" tanya Baek Ji.
"Tertulis disini, Dokgo Yong Gi." jawab Baek Seol.
"Namanya Yong Gi?" tanya Baek Ji tersenyum menatap Baek Seol.
"Ya, namanya Yong Gi." jawab Baek Seol.
"Dia pasti gadis pemberani." ucap Baek Ji.
"Ya, dia memang Eonni yang sangat berani." jawab Baek Seol.
"Oppa, apa kau akan menikahi gadis ini?" tanya Baek Ji.
Baek Seol pun kaget dengan pertanyaan Baek Ji.
"Kau bilang kau mencintainya." ucap Baek Ji lagi.
Baek Seol tersenyum gemas dan menciumi kening Baek Ji. Baek Ji tertawa. Baek Seol lalu menatap foto Yong Gi penuh arti.
Nyonya Hong menelpon Tuan Baek. Nyonya Hong menyuruh Tuan Baek membeli ponsel.
"Anda bukan monyet kan? Bagaimana bisa anda hidup tanpa ponsel." ucap Nyonya Hong.
"Apa? Monyet? Kau mengataiku monyet?" tanya Tuan Baek tak percaya.
"Omo, apa aku mengatakan itu? Maksudku manusia primitif." ralat Nyonya Hong.
"Ada apa kau menelpon?" tanya Tuan Baek.
"Saya harap anda bisa hadir dalam rapat dewan kami hari ini. Saya juga ingin meminta anda bernyanyi pada hari jadi perusahaan kami yang ke 30." jawab Nyonya Hong.
"Bernyanyi? Kau ingin aku bernyanyi diantara pemenang Miss Korea jaman dulu?" tanya Tuan Baek tak percaya.
"Omo, apa kau menyuruhmi bernyanyi? Maksudku pidato ucapan selamat." ralat Nyonya Hong.
Tuan Baek tersenyum geli mendengar bahasa aneh Nyonya Hong.
"Baiklah, katakan saja tempatnya dimana." ucap Tuan Baek.
"Jam 4 sore di Restoran Cina Hotel Parthenon." jawab Nyonya Hong.
"Baiklah, sampai bertemu nanti." ucap Tuan Baek, lalu menutup teleponnya. Setelah menutup teleponnya, Tuan Baek tertawa geli karen bahasa aneh Nyonya Hong.
Nyonya Hong sedang mengadakan pertemuan dengan para staff nya.
"Tokoh panutanku adalah Audrey Hepburn. Hepburn bilang kalau ingin berbadan ramping, bagilah makananmu dengan mereka yang lapar. Mulai sekarang, Poo Reon Hae kita akan menjalani diet ala Hepburn. Berbagi, memberi, jadi sukarelawan dan menyumbang." ucap Nyonya Hong.
Biografi Audrey Hepburn, klik disini
Nyonya Kim memasuki sebuah hotel dengan membawa peralatan pijatnya. Ia lalu celingak celinguk ke belakang, mencari seseorang. Tiba2, seorang pria menabraknya sampai ia jatuh dan barang2nya berserakan. Bukannya minta maaf, pria itu malah menyalahkan Nyonya Kim sambil berteriak. Nyonya Kim tentu saja tidak terima.
"Ajumma, apa kau sedang berbisnis?" tanya pria itu.
"Tentu saja, memangnya kenapa?" jawab Nyonya Kim setengah berteriak.
"Dilihat dari tampilanmu, sepertinya bisnismu bukan prostitusi." ucap pria itu.
"Apa!" teriak Nyonya Kim.
"Nyonya, ini bisnis pijat ilegal." jawab pria itu, lalu memanggil security untuk menangkap Nyonya Kim.
Nyonya Kim menjelaskan kalau ia hendak menghadiri rapat di Restoran China yang ada di hotel itu. Tuan Baek yang baru datang melihat keributan itu. Dipungutnya kartu nama Nyonya Kim yang berserakan di lantai. Security ingin membawa Nyonya Kim ke kantor polisi. Nyonya Kim panik, beruntung Tuan Baek datang menyelamatkannya.
"Nyonya, ah maksudku Nona Kim... apa yang kau lakukan? Kenapa barang2ku berserakan seperti ini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mengirimnya." ucap Tuan Baek.
Nyonya Kim menatap Tuan Baek bingung. Security itu pun akhirnya melepaskan Nyonya Kim.
"Bukankah anda bilang ada reservasi? Atas nama siapa?" tanya security.
"Hong Se Hee, Miss Korea tahun 1975." jawab Tuan Baek.
Di lift, Nyonya Kim berterimakasih pada Tuan Baek yang sudah menyelamatkannya. Tuan Baek lalu mengembalikan kartu nama Nyonya Kim. Nyonya Kim menatap kartu namanya dan menghela napas.
Nyonya Hong menunggu dengan wajah bosan dan kesal. Di depannya, sudah duduk Nyonya Kim. Disampingnya ada Tuan Baek.
"Kenapa kau diam saja? Cepat bagikan lalu pergi." ucap Nyonya Hong kesal.
"Sikapmu sungguh tidak sopan. Bukankah suamimu sudah menyuruhmu untuk menjaga kesopananmu, Besan?" balas Nyonya Kim.
"Kenapa kau membawa2 suamiku? Kecuali kau, semua orang sangat sibuk. Jadi cepat bagikan kartu nama mu." ucap Nyonya Hong.
Nyonya Kim pun bangkit dan membagikan kartu namanya. Tuan Baek terlihat kikuk. Salah seorang staf mengundang Nyonya Kim ke pesta Poo Reun Ae. Nyonya Hong kaget lalu menghina Nyonya Kim dengan berkata Nyonya Kim tidak mungkin datang karena tidak memiliki gaun. Dihina seperti itu membuat Nyonya Kim gedek dan berkata dia akan datang ke pesta itu. Nyonya Hong terbelalak mendengarnya. Setelah mengatakan itu, Nyonya Kim pun pergi.
Di ruangannya, Jin Ri sedang melihat2 data karyawannya yang sedang hamil. Tae Seok yang berdiri di depan Jin Ri berkata kalau mereka akan segera menangkapnya. Ada dua orang yang baru saja berhenti dan tinggal di pinggiran kota.
"Kalau begitu cepatlah. Ayahku lebih menakutkan saat diam. Kalau keadaan semakin memburuk, kau yang akan disalahkan. Jangan biarkan kotoran mengenai wajahmu. Biarkan kotoran mengenai wajah Do Hae Gang. Urus masalah ini baik2, agar kau terlihat baik di mata Do Hae Gang dan ayahku. Tunjukkan keahlianmu. Jangan mau kalah oleh Do Hae Gang." ucap Jin Ri.
Tae Seok yang mendengarnya hanya diam dan menghela napas. Tiba2, ponsel Tae Seok berdering. Telepon dari informannya. Tae Seok menyuruh informannya untuk terus membuntuti dan menyadap telepon orang itu. Selesai menerima telepon, Jin Ri bertanya apa yang Tae Seok bicarakan? Membuntuti? Menyadap? Tae Seok pun berkata kalau orangnya sedang mengikuti wartawan yang mewawancarai Yong Gi. Ia juga berkata sebentar lagi mereka akan mengetahui siapa si pengungkap masalah itu.
Manajer Byung keluar dari sebuah ruangan. Begitu keluar dari ruangan itu, ia menghela napas. Ya, ia baru saja ditegur atas tindakannya yang melecehkan karyawan perempuan. Ia bertemu dengan Tae Seok. Tae Seok yang baru dari ruangan Jin Ri, menghela napas mendengar namanya dipanggil. Manajer Byung pun mendekati Tae Seok.
"Min Tae Seok. Sudah lama sekali ya." sapa Manajer Byung.
"Aku ingat dirimu. Kau didakwa atas pelecehan seksual pada seorang bawahan. Kau GM di Pabrik Guri, Byung Gwang Sook. Benar kan?" jawab Tae Seok yang membuat air muka Manajer Byung langsung berubah.
"Maafkan aku. Aku hanya senang kita bertemu lagi." ucap Manajer Byung pelan.
"Bukan hanya tanganmu yang harus berhati2, tapi juga mulutmu. Jaga sikapmu kalau bicara denganku." jawab Tae Seok dingin.
"Maafkan saya Direktur." ucap Manajer Byung. Tae Seok pun beranjak pergi.
Pria yang mewawancarai Yong Gi memasuki sebuah kafe. Ia meletakkan tasnya di sebuah meja, lalu pergi ke belakang. Tanpa disadarinya, seseorang mengikutinya. Seorang pria memasang alat penyadap dibawah meja, lalu duduk di meja lain. Tak lama, Yong Gi datang. Pria yang mewawancarai Yong Ki pun langsung menyambut Yong Gi.
Sambil tidur2an di sofa di ruangannya, Tae Seok mendengar percakapan Yong Gi dengan wartawan itu.
"Kapan kau melahirkan?" tanya si pewawancara.
"Tanggal 3 Oktober." jawab Yong Gi.
"Oh Hari Yayasan Nasional, lahir di hari seperti itu dia pasti akan menjadi orang hebat. Melihat betapa para atasan berusaha mencekikku, Perusahaan Farmasi Chun Yeon sedang menyiapkan hal yang besar. Ya klip videonya...." ucap si pewawanca lagi.
Tae Seok terkejut dan langsung bangun dari tidurnya.
"Klip video?" tanyanya kaget.
"Jika kita rilis minggu depan, ini seperti memasang bom nuklir di Perusahaan Chun Yeon. Tapi kita harus mendapatkan bukti, saksi, dasar gugatan dan ahli di bidangnya sekaligus, lalu mengeksposnya dengan benar." ucap si pewawancara.
"Ya, setelah itu kita akan tahu kematian Seon Young merupakan bunuh diri atau pembunuhan." jawab Yong Gi.
"Itulah prioritasku. Hanya karena aku telah merasakan bahaya dan diancam. Hanya karena aku merasa ngeri dan ketakutan. Kau juga harus melihatnya." ucap Yong Gi.
Tae Seok mendengarkannya dengan cermat.
Orang suruhan Tae Seok diam2 mengambil foto Yong Gi.
Si pewawancara kaget melihat surat keterangan kecelakaan. Ia tak menyangka Yong Gi pergi ke kantor polisi. Yong Gi mengiyakan. Si pewawancara berkata lagi hanya dengan melihat surat itu, fakta bahwa itu pembunuhan tidak bisa dibantah lagi. Yong Gi menyebutkan satu tempat, Sungai Imjin. Tidak alasan Sun Yeong pergi ke tempat itu.
"Seseorang yang ingin mengakhiri hidupnya, pergi ke tempat sejauh itu? Bukankah itu sangat aneh. Harusnya aku tahu ada yang tidak beres. Sama sekali tidak terlintas di pikiranku kalau ini pembunuhan." ucap Yong Gi.
Yong Gi lalu memberikan sesuatu pada si pewawancara. Ponsel Sun Young. Yong Gi menunjukkan sebuah nomor mencurigakan dalam ponsel Sun Young. Ia meminta si pewawancara menyelidiki nomor itu. Si pewawancara menyanggupinya, meski itu sangat sulit.
Tae Seok masih mendengarkan percakapan itu dengan seksama, dan memikirkan sesuatu. Seketaris Tae Seok datang mengatakan Manajer Byung ingin bertemu. Tae Seok menyuruh seketarisnya pergi, namun tiba2 Manajer Byung menerobos masuk begitu saja dan meminta Tae Seok menolongnya. Saat itulah, ia melihat foto Yong Gi di tablet Tae Seok.
"Dokgo Yong Gi? Kenapa ada foto Yong Gi disini?" tanya Manajer Byung heran.
Tae Seok pun kaget.
Manajer Byung lalu kembali minta Tae Seok menyelamatkannya. Tae Seok menyuruh Manajer Byung duduk di kursi. Tae Seok lalu menanyakan Yong Gi pada Manajer Byung. Manajer Byung menjawab kalau Yong Gi adalah bawahannya. Tae Seok tersenyum licik.
Malam pun tiba. Yong Gi yang sedang berjalan menuju rumahnya tidak menyadari dirinya yang diikuti seseorang. Begitu sampai di rumah, ia tak langsung masuk. Ia duduk di depan rumahnya. Sang nenek yang sedang menjaga toko pun segera menghampiri Yong Gi. Sang nenek mengajak Yong Gi makan. Tapi Yong Gi menyuruh neneknya duduk di sebelahnya. Begitu sang nenek duduk di sebelahnya, Yong Gi pun memeluk neneknya.
"Aku menyayangimu, Nek." ucap Yong Gi.
"Ada apa? Kau tidak pernah begini sebelumnya." tanya sang nenek.
Yong Gi pun melepaskan pelukannya dan menatap sang nenek.
"Mulai hari ini aku akan mengatakannya setiap hari." jawab Yong Gi.
"Ada apa? Apa ada yang mengatakan padamu kalau aku sakit?" tanya nenek.
"Ini lebih dari itu, Nek. Jangan pernah lupa kalau aku menyayangimu." jawab Yong Gi.
"Ada apa denganmu?" tanya nenek.
"Selama kau masih hidup, aku ingin mengatakan perasaanku padamu. Pada ayah dan ibu, dan pada orang itu aku tak pernah mengatakan perasaanku. Mereka semua pergi, tanpa permisi mereka pergi meninggalkanku." jawab Yong Gi.
Yong Gi pun mulai berkaca2. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tak jatuh.
"Aku sangat menyayangimu." ucap Yong Gi lagi.
"Jangan mengucapkan hal2 sinting. Pergilah makan." jawab sang nenek, lalu masuk ke dalam dengan wajah sedih.
Tae Seok masih di ruangannya sedang melihat foto Yong Gi di tabletnya. Kata2 Yong Gi tentang nomor telepon mencurigakan terngiang2 di telinganya. Tae Seok lalu mengambil ponselnya dari dalam laci dan menelpon ke nomor Yong Gi. Yong Gi kaget melihat sebuah nomor di layar ponselnya. Yong Gi lantas mengambil ponsel Sun Yeong dan mencocokkan nomor itu dengan nomor mencurigakan di ponsel Sun Yeong. Yong Gi pun syok.
"Ha.. hallo..." ucap Yong Gi ketakutan.
Tae Seok diam saja dengan tatapan mata yang tajam.
"Siapa kau?" tanya Yong Gi.
Tae Seok tersenyum menyeringai.
"Pasti kau kan? Kau yang membunuhnya. Jawab!" teriak Yong Gi.
Tapi Tae Seok tidak menjawab, ia hanya memberikan suara hembusan.
"Aku pasti akan menemukanmu! Aku pasti akan menemukanmu!" teriak Yong Gi lagi.
Tae Seok mematikan teleponnya dan tersenyum licik.
Yong Gi syok dan ketakutan. Nafasnya tak beraturan. Tanpa disadarinya, seseorang mengawasinya di seberang rumahnya. Dan orang itu lalu beranjak pergi.
Jin Eon terbangun dengan tubuh penuh keringat. Sepertinya dia sedang sakit. Hae Gang masuk dan membawakan sarapan untuk Jin Eon. Hae Gang berkata kalau Jin Eon menghubungi lab, maka dia akan melakukannya untuk Jin Eon. Jin Eon menolak dan memilih meminta bantuan Hyun Woo. Jin Eon hendak menelpon Hyun Woo, namun Hae Gang merampas ponsel Jin Eon.
"Makan buburnya dan aku yang akan mengambilkannya." ucap Hae Gang.
"Tidak perlu." tolak Jin Eon.
"Makan buburmu agar kau bisa minum obat." jawab Hae Gang.
"Hae Gang-ah. Apa aku harus mengabaikanmu saat kau sedang sakit? Haruskah kau mengabaikanku saat aku sedang sakit?" tanya Jin Eon sinis.
"Choi Jin Eon, aku ingin berusaha sebaik mungkin sampai terakhir kalinya, supaya tidak menyesal. Supaya setelah berpisah, tidak merasa ada yang belum selesai. Supaya tidak terlalu mengejutkan keluarga kita. Turutilah perkataanku. Kumohon." ucap Hae Gang sedih.
Jin Eon pun mengangguk.
Tampak Hae Gang yang berjalan menuju lab. Langkahnya pun terhenti saat melihat Seol Ri berlari melewatinya. Seol Ri berlari dengan penuh semangat. Tiba2, Seol Ri berhenti berlari. Ia sadar siapa orang yang baru saja dilewatinya. Hae Gang berhenti tepat di belakang Seol Ri. Seol Ri menelan ludahnya. Perlahan2, ia membalikkan badannya dan menatap Hae Gang.
"Pada akhirnya sampah berakhir di keranjang sampah, bau seperti kotoran. Jangan buang2 waktumu untuk hal2 yang tak akan bisa kau raih. Kau akan kalah suatu saat nanti, bahkan saat tanganmu menyentuhnya. Kau pikir perasaanmu akan bertahan selama2nya? Tak ada yang bertahan selama2nya. Jangan biarkan masa mudamu hancur." ucap Hae Gang lalu pergi meninggalkan Seol Ri.
"Jika akan lenyap suatu hari nanti, tidak masalah. Daripada membiarkannya membusuk." jawab Seol Ri menghentikan langkah Hae Gang.
Hae Gang kaget, apa?
Belum sempat Hae Gang membalas perkataan Seol Ri, Hyun Woo datang. Hyun Woo berkata kalau ia tidak bisa menghubungi Jin Eon.
"Dia lagi sakit. Demamnya tinggi sejak tadi malam dan juga tidak bisa bangun pagi. Aku datang kesini untuk mengambil USB-nya." jawab Hae Gang ramah.
Seol Ri kaget mengetahui Jin Eon sakit.
"Kalau begitu ikut denganku." pinta Hyun Woo.
Setibanya di lab, Hyun Woo mendadak harus pergi karena ditelpon profesornya. Hyun Woo pun pergi. Hae Gang duduk di meja Jin Eon. Saat Seol Ri masuk, Hae Gang menatap sinis. Seol Ri duduk di mejanya dengan wajah lesu. Setelah meletakkan sebuah amplop besar di meja Jin Eon, Hae Gang pun pergi dengan wajah kesal.
Setelah Hae Gang pergi, Seol Ri langsung menelpon Jin Eon. Tapi ponsel Jin Eon tak aktif, Seol Ri pun menghela napas kecewa. Tiba2, telepon di meja Jin Eon berbunyi. Telepon dari Hae Gang. Hae Gang menyuruh Seol Ri mengantarkan dokumennya yang tertinggal di meja Jin Eon ke rumahnya. Seol Ri kaget. Setelah menutup telepon, Seol Ri melihat dokumen itu dan berpikir sejenak. Ia menimbang2 haruskah datang ke sana sesuai perintah Hae Gang. Namun pada akhirnya, ia memenuhi permintaan Hae Gang.
Hae Gang yang masih berada di depan kampus terkejut melihat Seol Ri berlari sambil membawa dokumennya.
Jin Eon sedang minum obatnya. Namun tiba2, terdengar suara bel. Jin Eon keluar dari kamarnya dan pergi ke depan. Betapa kagetnya ia saat melihat Seol Ri yang datang.
Hae Gang tiba di rumahnya. Ia tak sendiri, tapi bersama ibunya. Hae Gang turun dari mobilnya dan memberikan tatapan tajam.
Bersamaan dengan itu, Seol Ri masih mengetuk2 pintu rumah Jin Eon. Karena Jin Eon tak kunjung membukakan pintu, Seol Ri panik dan menggedor2 pintu sambil berteriak memanggil Jin Eon. Ia baru berhenti saat pintu tiba2 terbuka. Ia pun masuk ke dalam dan kaget melihat Jin Eon yang berdiri di depannya.
Hae Gang mengeluarkan koper ibunya dari mobil. Melihat itu, Nyonya Kim pun langsung berlari dan mengambil kopernya dari tangan Hae Gang.
Sementara itu, di dalam Jin Eon kaget melihat Seol Ri. Seol Ri mendekati Jin Eon dan memegang wajah Jin Eon.
Tepat saat itu, Hae Gang mulai masuk ke rumahnya.
Bersambung ke episode 5
Sepertinya perasaan Kang Seol Ri sama Jin Eon itu karena dia menganggap Jin Eon seperti sosok ayah sekaligus kakak laki-laki yang selalu memperhatikan dan melindunginya. Maklumlah dia kan anak angkat walau bagaimanapun pasti rasanya beda antara kasih sayang orang tua angkat dan orang tua kandung. Sedangkan perasaan Jin Eon sama Seol Ri karena dia masih merasa kehilangan sosok anak perempuannya terlebih lagi setelah mengetahui kondisi dan asal usul Seol Ri, Jin Eon merasa seperti melihat sebagian dirinya ada pada Seol Ri. Jadi, gue rasa nih pasangan selingkuh sebenernya mereka berdua masih bingung antara perasaan simpati dan perasaan cinta.
Btw, tuh kan apa aku bilang nggak mungkinlah Baek Seok di endingnya sama Seol Ri. Dia kan cuma nganggep Seol Ri kayak adeknya dan justru cinta pertamanya Yong Gi. Pasti deh di endingnya kalo bukan sama Yong Gi yahh paling nggak sama Hae Gang.